NovelToon NovelToon

KETIKA CINTA PERTAMA KANDAS DI TENGAH JALAN

Bab 1. Adam Menghampiri Dinda

Sang mentari pagi mulai menyapa. Cuaca pagi yang sangat cerah. Tapi tidak secerah hati Dinda. Dinda yang sudah dua minggu ini yang seharusnya sudah berada di tempat kerjanya, sekarang hanya tinggal di rumah saja. Karena bermasalah dengan kesehatannya.

Dinda ingin menggerakkan tubuhnya dengan menyapu halaman depan rumahnya. Tiba-tiba muncul Adam dengan sepeda motornya, berhenti di depan gerbang.

"Hai Din," sapa Adam sambil turun dari sepeda motor. Membuat Dinda kaget

Dinda menoleh ke arah sumber suara.

"Pak Adam ..." senyum merekah di bibir Dinda menyambut kedatangan Adam. Hati Dinda sangat berbunga-bunga dengan hadirnya Adam di depan matanya.

Mimpi apa semalam kamu Din, sepagi ini didatangi Adam, pria yang memberikan perhatian kepadamu selama ini. Pria yang kamu rindukan. Tapi Dinda pikir selama ini Adam hanya menganggapnya sebagai teman biasa saja.

Jadi Dinda tidak ingin berpikir yang macam-macam. Takut patah hati. Tapi sebenarnya jantung Dinda sudah mau melompat keluar, saking senangnya.

Karena walaupun Dinda sakit dan sudah nggak kerja, masih ada teman yang peduli dan mau datang mengunjungi nya ke rumah.

Dinda menghentikan menyapu halaman rumah nya, dan mempersilakan Adam duduk di kursi teras.

"Pak Adam dari mana?" Tanya Dinda setelah sama-sama duduk di kursi teras.

"Aku dari teluk Din, terus pas balik, aku lihat ada kamu, ya aku sekalian mampir saja." Sahut Adam sambil memperhatikan Dinda.

'Hm, cuma lewat saja ternyata, aku pikir memang datang untuk mengunjungiku,' gumam Dinda dalam hati dengan sedikit kecewa.

"Bagaimana keadaanmu sekarang, Din? Sudah sehatkah belum?" Tanya Adam.

'Nanyain keadaanku? Nggak salah dengar nih aku?" Dinda mencoba mencubit lengannya sendiri, antara percaya dan tidak.

'Perhatian juga dia sama aku." Guman Dinda dalam hati.

"Sebenarnya sudah sehat sih pak, tapi terkadang juga suka kambuh, bagaimana ya ... aku sendiri nggak mengerti dengan penyakit ini," jawab  Dinda dengan sedikit murung.

Tapi pandangan mata Adam tidak mau lepas dari Dinda.

Membuat Dinda merasa kikuk.

"Pak, aku ke dalam dul ... u ..." Dinda akan berdiri dari duduknya, tapi Adam memotong kalimat Dinda dan menahannya untuk tidak beranjak dari tempat duduknya, dan dengan refleks tangan Adam memegang tangan Dinda.

'Din, kamu tahu nggak sih, aku tuh kangen sama kamu?' jerit Adam dalam hati.

"Ada apa pak?" Tanya Dinda yang nggak mengerti mengapa tiba-tiba Adam memegang tangannya.

Tapi itu mampu membuat jantung Dinda berdetak dengan lebih cepat dan tersipu.

Dinda melihat ke arah tangannya yang dipegang Adam.

Dengan wajah kaget karena tidak sadar dengan apa yang dilakukannya, Adam juga melihat ke arah tatapan mata Dinda. Kemudian melepaskan tangan Dinda dari genggamannya dengan pelan.

Dinda menundukkan wajahnya yang mungkin sudah memerah seperti kepiting rebus.

Setelah melepas genggaman tangannya, Adam dengan tersenyum menghiasi bibirnya, memandang ke wajah Dinda yang tertunduk dan memerah.

"Pak Adam mau minum apa, kopi atau teh?" Tanya Dinda untuk menghindari tatapan mata Adam.

"Teh saja Din." Sahut Adam terpaksa harus melepas kepergian Dinda untuk masuk ke dalam rumah.

'Din, mengapa sih kamu bikin aku seperti ini? Membuat aku ingin selalu dekat dengan kamu? Aku merasa nyaman di dekatmu, Din!" Teriak Adam dalam hati.

Dinda berlalu dan masuk ke dapur untuk membuatkan teh Adam.

"Kenapa sih pak Adam pegang-pegang tanganku segala? Tahu nggak sih mas, jantungku sudah mau copot saja nih!" Gumam Dinda.

Selang tidak lama, Dinda ke teras dengan membawa secangkir teh. Ditaruhnya di atas meja yang ada di antara tempat duduk antara Adam dan Dinda.

"Dinda, kapan kamu masuk kerja lagi?" Tanya Adam setelah Dinda duduk di kursinya.

"Kepingin masuk kerja lagi sih, tapi apa masih boleh? Karena aku sudah lama nggak masuk kerja dan tanpa izin lagi. Jangan-jangan aku sudah dikeluarkan?" Sahut Dinda.

"Nggak dikeluarkan tuh, soalnya masih ada daftar namamu di sana." Jelas Adam.

"Iyakah?" Tanya Dinda untuk memastikan.

"Ya iyalah. Kalau kamu nggak percaya, ayo kita ke kantor sekarang!" Ajak Adam untuk meyakinkan keraguan Dinda.

"Iya deh. Sekarang ya ke kantornya," harap Dinda. Dilihatnya wajah Adam yang penuh keyakinan itu.

"Iya." Sahut Adam sambil mengangguk dan menoleh ke arah Dinda dengan tersenyum.

"Kalau begitu aku masuk ke dalam dulu, mau persiapan dan ganti baju." Kata Dinda dengan semangat.

Lalu Dinda beranjak dari kursinya dan berjalan menuju ke kamarnya untuk mengganti bajunya dengan sweater warna putih berlengan panjang dan dipadu dengan celana jean panjang berwarna biru dongker.

Dipoles wajahnya dengan make up yang tipis-tipis saja dan menyapu bibirnya dengan lip glos. Karena Dinda tidak menyukai make up yang tebal dan menor. Disisir dan diikatnya rambut panjangnya yang bergelombang itu.

Setelah semuanya beres, Dinda keluar dari dalam kamarnya dan menuju ke teras.

Dilihatnya Adam yang masih duduk dengan setia menunggunya.

"Sudah Din? Berangkat sekarang?" Tanya Adam kepada Dinda yang kelihatan sudah siap.

Dinda menganggukkan kepala sebagai jawaban dari pertanyaan Adam.

Mereka berdua berboncengan menuju ke kantor.

Di tengah perjalanan,

'Ya Tuhan, mengapa pak Adam baik banget sama aku? Bahkan tidak hanya baik. Pak Adam juga memberi perhatian kepadaku. 

Ah jangan kegeeran Din, pak Adam juga perhatian kok dengan teman-teman wanita nya yang lain, mungkin memang sudah sifat dari pak Adam begitu. Terkadang saat kulihat kebersamaan pak Adam dengan teman wanita lainnya, membuatku bagaimana ya ... seperti iri.

Aduh! Kenapa juga aku harus nggak senang atau iri? Itu nggak boleh Din, hilangkan semua pikiranmu yang seperti itu! Fokus saja pada kesehatan dan kerja! Fokus! Fokus!'

Dinda yang berada di boncengan belakang bergumam sendiri.

Tiba-tiba Dinda dikagetkan dengan Adam yang sedang memboncengnya di depan membuka suara,

"Din, teman-teman semua kangen loh sama kamu."

"Iyakah pak? Siapa saja?"

Sebelum Adam menjawab pertanyaan Dinda,

"Din bolehkan motornya berjalan agak kencang?"

"Ya boleh saja, supaya cepat sampai." jawab Dinda.

"Pegangan dong Din! Aku takut kamu jatuh loh kalau motornya jalannya lebih laju." Pinta Adam.

"Aku dari tadi sudah berpegangan." Jawab Dinda.

"Sudah berpegangan?  Berpegangan apa?" Tanya Adam.

Dinda bingung mau menjawab apa, padahal dari tadi Dinda memang juga sudah berpegangan. Yaitu berpegangan dengan bajunya Adam.

"Berpegangan bajunya pak Adam." jawab Dinda lirih di dekat telinga Adam. Membuat Adam tersenyum geli.

"Kok pegangan baju sih Din?"

Adam meminggirkan motornya dan berhenti.

"Kenapa berhenti?" Tanya Dinda bingung.

Adam membetulkan letak tangan Dinda untuk berpegangan. 

"Apaan ini pak! Kok begini? Pak Adam mencari kesempatan ya?" Dinda bertanya dengan wajah memerah dan sedikit kesal.

Bab 2. Perpisahan Dinda dengan sahabatnya

***

Tiga bulan lalu,

Siang itu, Dinda berjalan dengan gontai dari kelas menuju ke gerbang sekolah dengan membawa map berwarna merah di tangan kanannya. Pikirannya melayang entah kemana, dia kelihatan resah.

Memikirkan ucapkan papanya. Karena papanya menginginkan Dinda untuk pergi keluar kota segera setelah ijazah sekolahnya keluar. Keinginan papanya sama sekali tidak sesuai dengan harapan Dinda selama ini, tapi Dinda tidak bisa mengelak keinginan papa nya. 

Sebenarnya dinda setelah lulus sekolah, dia ingin mencari kerja di kota tempat kelahirannya, sambil melanjutkan studinya di perguruan tinggi, dengan biaya yang dicarinya sendiri. Dia tidak ingin merepotkan kedua orang tuanya.

"Dinda! Tunggu Din!" Rubiati yang baru saja keluar dari kelas, berlari mengejar Dinda yang sudah berada di depan gerbang sekolah.

"Hai, Rub!" Dinda menoleh ke arah sumber suara. Dilihatnya Rubi yang ada di belakang, berlari mengejarnya. 

Dinda berhenti menunggu Rubi sampai ke tempatnya berdiri.

"Aduh Din, aku memanggilmu dari tadi. Kamu ada apa sih?"

Rubi penasaran dengan Dinda. Karena tidak biasanya Dinda bersikap seperti itu. Seperti sedang melamun memikirkan sesuatu.

"Oh... nggak apa-apa kok Rub, kamu kenapa memanggilku? Mau pulang bareng?"

Dinda mencoba menutupi keresahan hatinya dari Rubi. Tapi Rubi selalu tahu tentang Dinda, sahabat itu. Karena mereka sudah bersahabat kental sejak di bangku kelas satu SMK. Bahkan mereka selalu duduk bersama.

Lalu mereka berbalik berjalan menuju ke dalam pos satpam, yang kebetulan tidak ada seorangpun di sana. Mereka duduk di dalam pos satpam.

"Setelah lulus kamu mau kemana Din?"

Tanya Rubi kepada Dinda.

"Aku mau kerja Rub, papa aku menginginkan aku pergi keluar kota." Wajah Dinda tiba-tiba nampak murung.

Dan Rubi mengetahui perubahan pada wajah Dinda.

"Jadi itu yang menjadi masalahmu? Jika kamu keberatan kenapa kamu nggak bilang sama papa kamu? Kan, kamu memiliki cita-cita sendiri? Kamu bilang, kamu ingin melanjutkan kuliah sambil kerja di dekat-dekat sini saja, Din?"

Rubi sangat tidak tega melihat Dinda murung. Bagaimanapun juga Dinda dan Ruby sudah bersahabat sejak lama. Dan juga senasib se penanggungan.

"Tapi papa aku tidak ingin mendengarkan penjelasan aku, Rub. Papaku sangat keras. Ya jalan satu-satunya aku harus menuruti  kemauan papaku. Aku tidak berani untuk membantah nya."

Keduanya terdiam beberapa saat. Masing-masing pikirannya melayang entah ke mana.

Tidak lama kemudian Dinda membuka suara, "Oh ya Rub, habis ini kamu melanjutkan ke mana?" Tanya Dinda kepada Rubi.

Dengan pasti Rubi menjawab, "Aku akan ke penampungan, Din. Aku ingin pergi ke luar negeri jadi TKI di Singapura."

"Jauhnya Rubi, kita berpisah dong. Meskipun kita berjauhan kita harus saling memberi kabar ya?" Ucap Dinda. 

"Oke, itu pasti, Din," jawab Rubi.

Keduanya saling memandang. 

Rubi memegang tangan Dinda, "Aku pasti akan merindukanmu, Dinda."

"Aku juga akan merindukanmu, Rubi,"

Kedua sahabat itu saling berpelukan.

"Hei! Kalian berdua lagi ngapain?" Tanya Ndari yang tiba-tiba sudah berada di dekat mereka. 

Bersamaan dengan itu Yeni juga datang menghampiri. Lalu empat sekawan itu duduk memenuhi pos satpam yang terletak tepat di sebelah kanan gerbang sekolah itu.

Mereka saling bercerita tentang tujuan masing-masing setelah lulus dari sekolah.

Yeni sama seperti Rubi, dia akan mendaftarkan diri menjadi TKW. Dia ingin bekerja di singapura, yang saat ini sedang membutuhkan banyak karyawan untuk sebuah perusahaan elektronik. 

Kalau Ndari, dia ingin dirumah saja, ingin membuka usaha toko kelontong. Katanya dia akan dimodali oleh tunangannya.

"Aku nggak kemana-mana. Aku dirumah saja. Sama tunanganku aku nggak boleh keluar. Sebenarnya sih aku ingin seperti kalian pergi ke luar negeri. Tapi tunangan aku selalu mengatur ku."

Ndari bicara dengan wajah yang sedikit murung. 

"Kamu sih Ndar, belum lulus sekolah saja sudah bertunangan. Mending sekarang kamu menikah saja sama tunanganmu. Bereskan! Hidupmu ada yang menjamin. Kamu nggak perlu lagi mikir mau pergi ke mana atau mau kerja apa. "

Yeni bersungut-sungut menimpali ucapkan Ndari.

"Iya juga sih, tapi aku masih ingin bebas seperti kalian."

Jawab Ndari dengan wajah manjanya.

"Sudahlah Ndar, jalanin aja, kan sudah ketemu jodohmu."

Timpal Ruby dengan prengesan di bibirnya.

"Bener itu Ndari apa yang dikatakan Yeni sama Ruby, kalian suka sama suka kan? menurutku mending kalian segera ke penghulu saja deh, daripada terjadi hal-hal yang tidak diinginkan." 

Saran Dinda yang tidak ingin terjadi hal buruk terhadap Ndari.

"Iya Ndar, aku sering mendengar ada pepatah tuh yang mengatakan habis terima ijazah langsung pergi  ijab syah, hehehe …"

Yeni menoel lengan Dinda, sambil matanya berkedip-kedip ke arah Ndari.

Dinda, Yeni dan Ruby tertawa cekikikan.

"Aku nunggu aja undangan dari Ndari. Siapa tahu Ndari ijaban sebelum aku berangkat ke luar kota hehehe …." Kata Dinda.

"Oh iya Ndar, cita-cita pengen punya anak berapa?" Tanya Ruby yang pertanyaannya tambah ngaco saja.

"Ah Kalian ini ada-ada saja yang kalian tanyakan! Aku belum ngapa-ngapain, pertanyaan kalian itu sudah macem-macem!" 

Raut muka Ndari nampak kesal dan bersemu merah.

"Hahaha ... jangan marah dong Ndar, kita cuma bercanda kok." Nyinyir Dinda.

"Kamu beneran Din, mau meninggalkan kita semua? Terus kapan kita akan bertemu? Kapan kita akan berkumpul lagi seperti ini?"

Tanya Ndari dan Yeni hampir bersamaan.

"Ya begitulah, aku harus mengikuti keinginan papa aku. Aku nggak bisa membuatnya kecewa atau marah padaku." Dinda menjawab, lalu terdiam sesaat.

"Hey, rumahku tetap di sana. Kalian sewaktu-waktu bisa kok main ke sana! Pokoknya dimanapun kita berada, kita harus tetap saling memberi kabar ya?" Saran Dinda kepada teman-temannya.

"So itu pasti!" Timpal Ruby.

"Ya sudah yuk, sekarang kita pulang!"

Ajak Dinda pada teman-temannya.

Kemudian mereka berempat beranjak dari pos satpam. Mereka berjalan menuju keluar gerbang sekolah.

Dinda menoleh ke kanan dan ke kiri untuk melihat keadaan jalanan, sedang ada kendaraan yang melintas atau tidak. Di saat jalan kelihatan sepi, mereka berempat berjalan memotong jalan raya.

Setelah sampai di seberang jalan, beberapa saat kemudian, berhentilah sebuah bus mini untuk membawa mereka menuju ke terminal.

Lima belas menit kemudian, mereka berempat turun dari bus mini yang mereka tumpangi tadi. Mereka sudah sampai di terminal kota. Setelah sampai di terminal mereka berempat duduk di sebuah bangku panjang yang kosong yang ada di sana. Menunggu lagi mobil angkot dan bis kota dengan arah dan tujuan masing-masing. 

Ruby dan Ndari, menunggu mobil angkot yang sama arah dan tujuan, karena mereka bertetangga dekat. Sedangkan Dinda dan Yeni, karena satu arah mereka menunggu bus kota yang sama. 

Tapi jarak rumah Dinda lebih jauh dari pada rumah Yeni. Yeni cukup setengah jam naik bis kota sudah sampai rumah. Sedangkan Dinda empat puluh lima menit perjalanan bis kota baru sampai di rumahnya.

Selang tidak lama mereka menunggu, mobil angkot maupun bis kota yang mereka nantikan telah ada.. Empat sekawan itu saling melambaikan tangan,  akhirnya mereka berempat berpisah di situ.

Bab 3. Keberangkatan Dinda

***

Sesampai di rumah hari sudah sore. Dinda melihat segala perlengkapan maupun berkas-berkas yang dia perlukan sudah dipersiapkan oleh papa. 

Sebuah koper kecil tergeletak di sisi kursi di ruang tengah. Dinda melihatnya dengan mata nanar.

"Din, semua sudah lengkap, tinggal kamu tata dan kamu masukkan ke dalam koper mu itu."

Papa yang tiba-tiba masuk ke ruang tengah mengagetkan Dinda yang sedang menatap tas kopernya.

"Iya pa, ini akan Dinda tata dan masukkan ke dalam tas." Jawab Dinda.

"Dan ini tiketnya. Besok kamu berangkat dari rumah sekitar pukul dua. Nanti dijemput oleh travelnya ke rumah. Jadwal pesawat pukul 06.00 pagi Din. Awas jangan sampai telat!" 

Pesan papa kepada Dinda, sambil meletakkan sebuah amplop di atas meja, dekat dengan berkas-berkas yang lain.

Mama didalam kamar Dinda untuk menyiapkan pakaian Dinda yang akan dibawa. 

"Din, baju mana saja yang mau kamu bawa?"

Dinda masuk ke dalam kamarnya, membantu mama mempersiapkan segala keperluan nya.

"Oh iya Din, kalau sudah sampai sana kasih kabar sama mama dan papa. Jangan lupa ucap salam di tempat yang baru kamu datangi.

Jaga nama baik diri sendiri! Jaga nama baik kedua orang tua! Jaga sikapmu dimanapun kamu berada!"

Pesan mama yang tidak bosan-bosannya selalu diulang-ulang untuk Dinda. Supaya Dinda selalu mengingatnya.

"Iya Ma, insya Allah Dinda tidak akan lupa kok, semua pesan-pesan mama akan selalu Dinda ingat sampai kapanpun, ma. Dinda pasti akan kangen sama mama,

doakan Dinda ya Ma, semoga Dinda di sana nanti cepat dapat kerja, dan betah tinggal di sana."

Dinda memeluk mama dari belakang dengan manja.

"Iya sayang, Mama pasti selalu berdoa untuk kamu siang dan malam, mama selalu menyebut nama Dinda di setiap mama selesai sholat, hemmm …"

Mama membalikkan tubuhnya menghadap ke arah Dinda, kemudian meraih kepala Dinda ditarik ke dalam pangkuan nya.

"Aamiin."  Jawab Dinda.

Jadi teringat lagu yang pernah kudengar di sebuah siaran di radio,

Di waktu ku masih kecil, gembira dan senang

Tiada duka ku kenal, tak kunjung mengerang

Di sore hari nan sepi....ibuku bertelut

Sujud berdoa kudengar namaku disebut

Di doa ibuku, namaku disebut

Di doa ibuku kudengar, ada namaku disebut

Sering ini kukenang, di masa yang berat

Di kala hidup mendesak dan nyaris ku sesat

Melintas gambar ibuku, sewaktu bertelut

Kembali sayup kudengar.... Namaku disebut

***** 

Malam yang semakin menggulita, setia menemani Dinda yang sedang duduk termenung sambil memperhatikan orang-orang yang sedang tidur di ruang tengah itu.

Dinda yang selalu berpikiran positif dan menepiskan pikiran-pikiran negatif, disaat Dinda melihat orang-orang yang Dinda sayangi yang katanya melekan, ternyata tidur pulas, membuat Dinda mengulas senyum tipis di bibirnya.

Dari sore itu semua saudara berkumpul di rumah, mereka ingin mengantar kepergian Dinda. Ada saudara dari mama dan juga saudara dari papa. Mereka semua berkumpul, bersenda gurau bersama, sambil menunggu datangnya mobil travel yang akan menjemput Dinda.

"Din, kamu tidur saja sana! Kan masih nanti pukul 02.00 kamu dijemput travel, jadi sekarang persiapkan untuk dirimu selama di perjalanan nanti!"

Saran kak Yono, saudara sepupu Dinda.

"Apa begitu ya kak, tapi nggak enak juga lho, yang lain pada melekan masa aku tidur sih hehehe…"

Jawab Dinda dengan cengengesan.

Ternyata buktinya sampai pukul 01.00 tinggal papa saja yang masih setia membuka mata.

"Tut … tut ... tut …." Handphone Dinda berbunyi.

" Halo … selamat malam," sapa Dinda.

" Ya halo ... selamat malam, benar ini dengan Dinda Prameswari?" Suara dari seberang.

"Iya benar. Ini dengan siapa?" Tanya Dinda.

"Ini dari travel mbak, mobil travel setengah jam lagi datang menjemput di alamat yang diberikan kepada kami saat membeli tiket kemarin." Suara dari seberang.

"Oh iya pak, siap. ini sudah siap menunggu." Kata Dinda.

"Oke ditunggu ya mbak sampai mobil travelnya datang. Selamat malam."

"Selamat malam."

Sambungan handphone diputus.

Dinda sudah siap dengan jaket, kaos kaki, dan perlengkapan yang dibawa.

"Sayang, hati-hati di jalan ya, Mama berdoa meminta kepada Allah, semoga perjalanan Dinda lancar dan selamat sampai tujuan, Aamiin." 

Kata Mama sambil mengelus kepala Dinda yang ada di pangkuannya.

"Iya ma, Aamiin. Mohon doa restunya ya Ma, semoga Dinda betah di sana dan menjadi orang sukses,  Aamiin." Dinda mohon doa restu mama.

Duduk di samping mama, papa juga mengelus kepala dan bahu Dinda yang ada di pangkuan mama,

"Din, hati-hati di sana! Di tempat baru tempat yang rawan harus bisa jaga diri, kesehatan yang utama jaga pola makan jangan sampai telat waktu makan!" Pesan papa untuk Dinda.

"Iya pa, semua pesan papa dan mama akan selalu Dinda ingat. Mohon doanya ya pa," 

jawab Dinda, setelah mengangkat kepalanya dari pangkuan mama, Dinda merangkul papa dan mencium kedua pipi papa. Papa pun membalasnya demikian.

Kemudian Dinda berpindah merangkul dan mencium kedua pipi mama, mama pun membalas demikian kepada Dinda.

Allahumma Barìklìy Fìì Awladìy, Wa Laa Tadhurruhum, Wa Waf Fìqhum Lì Tho’atìk, War Zuqnìy Bìrrohum.

”Ya Allah limpahkanlah barokah kepadaku dan anak-anakku, janganlah Engkau timpakan mara bahaya kepada mereka, limpahkanlah kepada mereka taufik untuk taat kepada-Mu dan karuniakanlah kepadaku rezeki berupa bakti mereka.”

Amalan utama orang tua adalah berdoa untuk anak-anaknya, agar jadi anak yang berbakti terutama dalam hal yang berkaitan dengan masalah keagamaan dan akhirat.

"Tiiin... tiiin … tiiin…." 

Suara klakson mobil berasal dari depan rumah.

Papa keluar dan dilihatnya mobil travel telah berhenti di depan pintu gerbang.

"Din, mobilnya sudah datang."

Papa memberitahu kepada Dinda.

Orang-orang yang tidur di ruang tengah, mulai bangun satu persatu. Mereka mengucapkan selamat jalan semoga selamat sampai tujuan kepada Dinda. merangkul dan mencium pipi kanan dan pipi kiri Dinda secara bergantian.

"Din, nanti kalau pulang bawa calon suami, ya," gurau kak Yono. 

"Hehehe ... ya siapa tahu ketemu jodoh kak, kalau belum ya pulang sendiri hehehe …." Jawab Dinda yang tidak ketinggalan dengan tawa kecil di bibirnya.

Setelah peluk cium untuk Dinda selesai, bersamaan dengan itu, pak sopir mobil travel turun dari mobil, mengambil tas koper milik Dinda untuk dimasukkan ke dalam bagasi mobil.

Dilihat oleh Dinda, di dalam mobil sudah banyak penumpang dengan tujuan yang sama yaitu ke bandara.

"Baik-baik ya kalian semua selama aku tinggal, titip mama dan papa aku ya!"

Kata Dinda kepada semua saudara-saudara yang ada disitu.

Kemudian Dinda naik ke dalam mobil.

"Assalamualaikum…," salam Dinda.

"Waalaikumsalam …." Jawab mereka serempak.

Mobil pun berjalan memecahkan keheningan malam itu.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!