Raut kebahagian terpancar di wajah seorang gadis cantik yang baru saja lulus dari jenjang SMA. Sebut saja nama gadis itu Bening. Seorang gadis desa yang memiliki tubuh mungil. Bening juga sering dibilang sebagai kembang desa karena kecantikan yang ia miliki.
Berasal dari keluarga petani dengan perekonomian yang tidak seberapa baik namun tidak mematahkan semangatnya untuk mencapai cita-cita. Bukti nyata dari perjuangannya untuk mencapai cita-cita adalah lulus dari SMA dengan nilai terbaik.
"Bening boleh tidak aku minta tanda tanganmu?" Tanya seorang pria dengan membawa sebuah spidol berwarna merah.
"Tidak mas, tadi kan sudah," ucap Bening dengan senyumnya dan melenggang pergi dari pria itu.
Bening berjalan melewati lorong sekolah menuju ke lapangan untuk bertemu dengan Dini dan Ajeng.
"Bening, tunggulah mas mu ini. Jangan menikah dulu, aku akan melamar mu," ucap salah seorang pria lain.
"Tidak mau mas, Bening tidak mau menikah dulu."
Tidak menghiraukan yang lainnya, Bening langsung bergegas menuju lapangan untuk bertemu temannya.
"Dini, Ajeng?" Panggil Bening.
"Selamat ya Ning, kamu sudah lulus dengan nilai paling bagus," ucap Dini
"Makasih ya, aku ya tidak menyangka bisa mendapatkan nilai yang bagus."
"Setelah lulus kamu mau kemana?" Tanya Ajeng
"Aku mau kuliah di Jakarta. Aku akan mengambil gelar S1 kalau bisa sampai S2," jawab Bening dengan senyuman khasnya.
"Oalah Ning, Bening. Kamu kalau mimpi jangan ketinggian! Siapa yang akan biayai kamu kuliah? Bapak ibumu?" Ucap seorang pria tidak terlalu muda yang tiba-tiba muncul.
"Paman, Bibi? Kok kesini? Kok ada Bambang juga?" Tanya Bening.
"Ning, tidak usah mimpi ketinggian. Ini loh ada Bambang, menikah saja sama dia hidupmu bisa berubah," ucap Paman Bening.
"Tidak mau Pama. Aku mau sekolah dulu sampai tinggi. Tidak mau menikah dulu."
"Menikah sama mas mu ini, hidup mu akan terjamin. Uangnya mas mu ini banyak, Bening," kata Bambang.
"Tidak mau mas. Hidup itu bukan karena uang," ucap Bening melenggang pergi.
"Dini, Ajeng ayo pergi," lanjut Bening mengajak temannya.
"Oalah pak pak, keponakanmu itu kok susah dibilangin. Sudah enak menikah sama Bambang tapi dia milih sekolah," ucap Bibi Bening kesal.
"Paman, bagaimana ini? Bening menolak saya," ucap Bambang ketakutan.
"Tenang saja, Bening akan menikah sama kamu," ucap Paman Bening dengan penuh keyakinan.
Bening pun memutuskan pulang ke rumah untuk memberi tahu orang tuanya tentang nilai terbaik dan juga kuliah di Jakarta.
Dini dan Ajeng yang mendengar dan menyaksikan kejadian tadi memutuskan untuk mengantar temannya itu pulang karena takut terjadi apa-apa. Namun saat perjalanan pulang ke rumah raut wajah Bening yang tadi bahagia berganti sedih terlihat sangat jelas.
"Bening, sudahlah jangan sedih seperti itu. Tidak usah di pedulikan semua ucapannya paman sama bude mu," ucap Ajeng untuk menghibur.
"Iya, Ning. Kejar apa yang kamu impikan. Anggap saja tadi itu hanya angin lewat," kata Dini.
"Apa aku salah jika ingin sekolah sampai tinggi?" Tanya Bening berkaca-kaca.
Inilah seorang Bening, ia begitu ingin mengejar mimpinya, tapi apakah bisa? Apakah ia harus terus melangkah mengikuti apa yang dikatakan hati nuraninya? Atau harus menerima perjodohan dengan Bambang sesuai kata-kata paman dan budenya?
Tidak terpengaruh ucapan paman dan budenya, Bening tetap mengikuti hati nuraninya, mengikuti apa yang dia ingin. Mengambil gelar S1 di Jakarta.
Bersambung...
"Pak, Bu. Assalamualaikum. Bening pulang," panggil Bening dari luar rumah karena ia masih melepas sepatu.
"Bening anakku, ya Allah anak ibu sudah lulus. Bagaimana nilainya? Bagus atau tidak?" Tanya Ibu Bening sambil memeluk anak kesayangannya itu.
"Bening kita pulang dulu ya," pamit Dini.
"Ya, ati-ati," ucap Bening menanggapi.
"Kamu diantarkan pulang sama Dini sama Ajeng ya?" Tanya Ayah Bening.
"Iya pak," jawab Bening sopan.
"Kamu beruntung punya sahabat seperti Dini dan Ajeng," kata Ayah Bening.
"Bagaimana sekolahnya? Nilai kamu bagus atau tidak?" Tanya Ibu Bening dengan penuh semangat.
"Alhamdullilah Bu, Pak. Bening lulus dengan nilai yang paling bagus," ucap Bening dengan bahagia.
"Sudah Bu, tentukan tanggalnya, rayakan kelulusan Bening. Pesta kelulusan Bening harus terlaksana," perintah Ayah Bening.
"Iya Pak. Ibu akan merayakan pesta paling meriah untuk Bening," kata Ibu Bening menyetujui ucapan suaminya.
"Tidak perlu Pak, Bu. Bening tidak butuh pesta atau hal lainnya. Bening hanya butuh doa dari Bapak dan Ibu supaya Bening bisa kuliah di Jakarta," ucap Bening.
"Kamu mau kuliah di Jakarta?" Tanya Ayah Bening dengan penasaran sekaligus terkejut.
"Iya Pak. Bening mau kuliah di Jakarta. Bening janji tidak akan minta uang kuliah ke Bapak dan Ibu. Bening akan bayar uang kuliah sendiri," ucap Bening dengan penuh keyakinan.
"Mimpi kok ketinggian Ning, Ning. Apa kamu tidak tahu, hidup di Jakarta itu berat," ucap Paman Bening yang tiba-tiba muncul di depan pintu rumah.
"Paman, kalau kita sendiri niat untuk menggapai mimpi, tidak ada yang namanya berat. Rintangan apapun yang berat jika kita niat dan berusaha pasti akan terasa ringan dan mudah," ucap Bening dengan keyakinan yang dia miliki.
"Sudahlah Ning, terima saja lamaran Bambang," ucap Pamannya.
"Bambang?" Tanya Ayah Bening dengan kebingungan.
"Iya Mas. Bambang anaknya konglomerat itu loh. Katanya mau melamar Bening. Tapi Beningnya tidak mau. Bening anakmu ini lebih memilih kuliah di Jakarta," ucap Paman Bening sinis.
"Bambang itu orang kaya Ning. Beruntung nasibmu. Ada anak orang kaya yang mau melamar kamu," ucap Bibi Bening.
"Aku punya impian yang besar. Aku tidak mau menikah dulu. Aku mau kuliah di Jakarta, membanggakan Bapak dan Ibu. Belum tentu harus menikah sama Bambang bisa membuat hidupku terjamin," tegas Bening lalu melenggang pergi menuju kamarnya.
Ibu Bening yang melihat semuanya dan mendengar segalanya memutuskan pergi meninggalkan semua orang diruang tamu dan mengikuti Bening untuk menghibur putri cantiknya itu.
...****************...
"Bening?" Panggil Ibu Bening.
"Ibu, aku tidak mau menikah dengan Bambang. Bening tidak suka dengannya. Bening hanya mau kuliah di Jakarta," kata Bening jujur sesuai dengan hati nuraninya.
Mendengar itu ibu Bening memeluk putrinya dan menenangkan putri cantiknya itu.
"Bening, Bapak dan Ibu sudah semakin tua. Hanya bisa mendoakan Bening yang baik-baik. Kalau itu keputusan kamu dan menurutmu yang terbaik. Ibu dan Bapak pasti mendukungnya," kata Ibu Bening.
"Ibu, Bening tidak akan minta uang kuliah ke Bapak dan Ibu. Bening akan cari uang sendiri untuk kuliah. Bening hanya butuh doa dari Bapak dan Ibu. Itu saja sudah cukup untuk Bening," ucap Bening dengan air mata yang menetes. Ibunya hanya bisa memeluk dan menenangkan putri cantiknya itu. Tidak lama kemudian ayah dari Bening muncul diambang pintu kamar.
"Bening kamu yakin dengan keputusanmu itu?" Tanya Ayah Bening yang ternyata sedari tadi menguping pembicaraan.
"Iya pak," jawab Bening penuh dengan harapan.
"Berangkat saja besok. Jangan dipikirkan soal lamarannya Bambang. Bapak tau lamaran ini hanya akal-akalan dari paman dan bibi mu," ucap Ayah Bening lalu melenggang pergi. Mendengar itu Bening langsung tersenyum kepada ibunya dan memeluk ibu serta ayahnya. Tanda bahwa Bening berterima kasih kepada mereka karena mengizinkannya untuk ke Jakarta dan mendukung cita-citanya.
"Terima kasih ya Bu. Bening janji akan membahagiakan Ibu dan Bapak. Tidak akan mengecewakan Ibu dan Bapak," ujar Bening dengan senyum di wajahnya.
Bersambung...
Keesokan harinya, di pagi yang indah dengan matahari yang bersinar cerah terlihat seorang gadis yang sedang mengemas semua pakaiannya. Bening bersiap-siap untuk berangkat ke Jakarta meraih impiannya dan untuk membahagiakan orang tuanya.
Setelah mengemas semua pakaian dan barang-barang yang akan ia bawa ke Jakarta, Bening keluar dari kamar dan menuju ke ruang tamu rumah untuk berpamitan kepada keluarganya. Dengan menggunakan pakaian terbaik yang ia miliki dan membawa tas kain serta sebuah tas gendong besar, Bening berdiri tepat disebelah ibunya.
"Bening, sudah siap. Cantiknya anak ibu," puji ibunya
"Bening, kamu sudah yakin mau berangkat ke Jakarta?" Tanya Ayah Bening.
"Iya Pak, aku sangat yakin," jawab Bening dengan begitu semangat dan penuh keyakinan.
"Tidak mau disini saja?" Tanya Ayah Bening sekali lagi.
"Tidak mau Pak, Bening mau mengejar mimpi yang aku punya," jawab Bening dengan sopan.
"Bening, Bening sudah enak menikah sama Bambang, kok lebih milih kuliah di Jakarta," ucap Paman Bening sambil membaca koran.
Mendengar itu, Bening pun memutuskan untuk berangkat tanpa menunda-nunda lagi.
"Ibu, bapak Bening berangkat dulu ya. Ibu Bapak jaga diri ya, jaga kesehatan," ucap Bening memberi salam perpisahan.
"Hati-hati ya, Bening sayang. Ibu yakin kamu akan sukses," ucap Ibu Bening dengan air mata yang mulai menetes.
"Ibu jangan menangis ya, harus tersenyum," ucap Bening sambil menunjukan senyuman terbaiknya untuk sang ibu.
Bening pun berangkat menuju Jakarta, pertama menggunakan angkot sampai menuju terminal bus, lalu melanjutkan dengan menggunakan bus jurusan Jogja-Jakarta.
...****************...
Sore pun tiba, terlihat matahari yang mulai terbenam. Langit terlihat mulai gelap, sudah enam jam Bening berada di dalam bus. Seharusnya kurang dua jam lagi, Bening sudah sampai di Jakarta.
Sambil menunggu, Bening membuka handphone nya dan mengabari temannya Anissa. Di Jakarta, Bening akan tinggal di kost bersama Anissa temannya dan bekerja bersama. Bening bisa berani pergi ke Jakarta karena temannya ini yang menawarkan pekerjaan sebagai cleaning service di sebuah bar. Bening menerima tawaran ini karena Anissa juga bekerja di sana, dan gajinya pun lumayan besar.
Bening:
Anisa, aku sudah hampir sampai di Jakarta. Nanti jemput di terminal ya. Aku masih belum mengerti benar soal Jakarta. Ini pertama kalinya aku disini.
Bening pun mengirim pesan singkat itu kepada temannya. Tak perlu menunggu lama, Anissa temannya pun membalas.
Anissa:
Iya ning, gue bakal jemput lo. Nanti kabari aja posisi lo dimana.
Bening pun membaca balasan pesan singkat dari temannya itu dan membalas 'Oke'
Hari sudah menunjukan pukul delapan malam, bus yang ditumpangi oleh Bening pun tiba di Jakarta, perjalanan yang memakan waktu kurang lebih delapan jam karena macet ini membuat Bening terlihat sedikit kelelahan.
"Aduh Tuhan, ternyata Jakarta jauh juga ya. Badanku rasanya sakit semua. Seharusnya aku naik kereta bukan naik bus," gerutu Bening kepada dirinya sendiri.
Dengan membawa barang bawaannya, Bening berjalan menuju pintu utama dari terminal, lalu dengan cepat menelepon Anissa temannya untuk menjemput.
"Anissa, Anissa, Anissa. Mana nomernya ya? Bukankah aku sudah menyimpannya di hp ku. Ah ini dia, akhirnya ketemu," ucap Bening lalu menekan tombol untuk menelepon temannya itu.
Tidak lama kemudian Anissa pun menjawab telpon dari Bening.
"Halo Nis, jemput aku ya, aku sudah ada di terminal. Aku ada di depan pintu masuk terminal,"
"Gue udah dibelakang lo. Tengok deh kebelakang,"
Mendengar ucapan Anissa, Bening pun menoleh kebelakang.
"Anissa, aku kangen banget sama kamu. Temenku ini sekarang juga tambah cantik ya," kata Bening memuji temannya itu.
"Dari dulu gue cantik Ning. Lo juga tambah cantik," puji Anissa.
"Ah, tidak. Aku dari dulu seperti ini aja. Kamu yang tambah cantik,"
"Gak Ning, lo tambah cantik kok. Udah ayo ikut gue ke kost. Lo tinggal sama gue ya, nanti bayar kostnya juga bareng-bareng tapi sementara gue dulu yang bayar sampai lo dapet uang,"
Bersambung...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!