🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂
.
.
.
.
"Bismillahirrahmanirrahim, saya terima nikah dan kawinnya Hujan binti almarhum Rafka Setiawan dengan mahar seperangkat alat sholat beserta Al-Qur'an dan terjemahannya, satu mobil sport, uang tunai sebesar satu milyar dan satu rumah sakit bertuliskan Ada nyamuk hinggap di atas kerupuk sedang terharu dibayar TUNAI"
"Bagaimana saksi?" tanya penghulu.
"Sah"
"Alhamdulillah"
Reza yang masih tercengang mendengar ucapan anak sulungnya itu sampai menitikkan air mata bahagianya, bahagia Karna Air bisa mengucapakan tiga kata yang selama hidupnya sulit sekali ia ucapkan dengan benar.
"Anak aku bisa ngomong kerupuk, nyamuk sama terharu, Ra" ucap Reza dengan bangganya saat semua orang sedang khusuk berdoa.
"Iya, Mas"
Pasangan yang kini resmi mempunyai seorang menantu itu pun saling berpelukan, meluapkan rasa bahagia dan perasaan lega karna hal yang mereka takutkan tak terjadi.
Usai doa bersama yang diakhiri kata Aamiin, penghulu pun meminta pasangan yang baru sah menjadi suami istri itu untuk menyematkan sepasang cincin yang sedari tadi ada diatas meja.
Satu cincin bermatakan batu berlian sudah Air pasangkan dijari manis gadis cantik yang kini berbalut kebaya putih itu.
Sedangkan cincin polos bernamakan istrinya pun sudah Hujan pasangkan di jari manis Air yang sekarang sah menjadi imam Dunia akhiratnya.
Air langsung menggeser duduknya agar bisa berhadapan dengan sang istri, Ia letakkan telapak tangannya di atas ubun-ubun Hujan seraya membacakan doa.
"Allahumma inni as'aluka min khoirihaa wa khoirimaa jabaltahaa 'alaih. Wa a'udzubika min syarrihaa wa syarrimaa jabaltaha 'alaih."
Hujan menitikkan Air mata, rasa tak percaya hinggap dalam hatinya yang kini sedang di doakan oleh suaminya, Suami yang semasa lajang di kenal sebagai playboy dengan deretan gadis cantik dari berbagai kalangan.
Tangan lembut yang tadi ada diatas kepala Hujan kini turun ke tengkuk gadis itu, tanpa banyak berkata Air langsung menariknya sampai tepat di hadapan wajahnya yang kini tersenyum penuh arti.
"Gue cium ya!"
Bagai tak perduli dengan banyaknya orang, kini kedua bibir yang selama hidup mereka tak pernah terjamah oleh siapapun akhirnya bersentuhan, Air ********** dengan begitu lembut meski hanya sekilas.
"Enak" bisik Air setelah melepas ciumannya.
Ia pun langsung menoleh kearah Bumi sambil menjulurkan lidah, puas rasanya bisa ikut merasakan betapa manisnya sebuah ciuman.
Semua orang tercengang dengan aksi pengantin baru itu, terutama Reza yang duduk lemas menyaksikan bayi besarnya kini sudah bisa melakukan adegan yang biasanya ia lakukan dengan KHUMAIRAHnya.
"Kakak...." lirih Reza tak percaya.
"Mas, mas Reza kenapa?" tanya Melisa panik
"Anakku, Ra.. ngapain dia tadi?"
"Mas, jangan pingsan!"
Melisa yang duduk di sebelah Reza langsung menyadarkan kepala suaminya di bahunya agar pria itu sedikit lebih tenang.
.
.
Hujan yang merasa sangat malu langsung kembali menunduk saat gelak tawa dan tepuk tangan begitu riuh menggema ke Seisi masjid yang sudah di dekor seindah mungkin.
Ada salah satu lantai yang memang di khususkan untuk acara ijab kabul untuk siapapun yang ingin menggelar pernikahan disana.
Acara meminta restu pun tak luput dari derai air mata saat Air dan Hujan meminta doa pada dari para orangtua mereka.
"Inget pesan papa ya, gak boleh kasar dan perlakukan istrimu sebaik mungkin" pesan Reza untuk si sulung.
"Iya, pah. kakak akan jadi Buaya imutnya Hujan" kekeh Air sambil menghapus cairan bening disudut matanya.
"Nakal!!"
"Maaaaaah" rengeknya manja pada Melisa, ia menangis lagi dalam pelukan wanita yang melahirkannya itu.
"Jagoannya mama harus jadi imam yang baik ya, sayangi dan hargai istrimu" ujar Melisa sambil menghapus air mata si sulung.
"Kakak udah gak punya duit lagi, mah" jawabnya polos.
"Bukan harga itu, kak" Timpal Reza sambil menggelengkan kepalanya, ia benar-benar gemas pada anak yang masih saja terlihat tampan walau wajahnya penuh dengan air mata.
"Abaaaaaaaang"
Langit langsung menerima pelukan adik cengengnya.
"Semoga kalian bahagia ya" bisik Langit.
"Deg-degan Kakak, Bang"
"Udah ah, jangan nangis. Malu sama istri" kekeh Langit, ia mencium penuh sayang kening adik kesayangannya itu.
Kini giliran Bumi dan Cahaya, dua adik kembarnya itu pun sudah bersiap saling memeluk, kini ketiganya sudah saling mendekap dengan erat.
"Pokoknya adek yang paling cantik" gerutu si bungsu yang belum siap tersaingi.
"Ada juga paling bawel" balas Air.
"Doakan aku bisa seperti kakak ya" bisik Bumi dengan lirih, terdengar helaan nafas berat dari mulutnya.
"Pasti, kalian akan bersama suatu hari nanti"
"Gimana, tadi?, nagih gak?" bisik Bumi menggoda.
"Bweh, pake di tanya!" jawabnya sambil menepak kening adiknya.
Pasangan baya oppa dan Omma pun tak lepas memberikan doa terbaik mereka, begitu pun dengan keluarga Hujan, kini pasangan itu sedang di limpahi begitu banyak doa dan harapan.
.
.
.
CUP..
Lagi.. lagi.. dan lagi entah ini sudah keberapa kalinya Air mencium pipi sang istri sambil tertawa senang, apalagi saat Hujan justru malah menghindari atau menahan bibir sang suami untuk menciumnya, tentu Air semakin bersemangat menggoda istrinya.
"Pelit banget sih Lo!" ujarnya kesal.
"Malu, Ay"
"Bodo amat!"
Pemuda yang baru menyandang status suami di umurnya yang baru sembilan belas tahun itu malah memeluk sang istri dari samping, ia letakkan dagunya di bahu kanan Hujan yang masih berbalut kebaya putih.
"Lo bahagia, Ay?" tanya Hujan, hatinya berdebar menunggu jawaban.
"Menurut Lo?" Ia justru balik bertanya.
"Lo itu gemesin, nyebelin, lucu, Cengeng banget sih" ujar Hujan sambil tersenyum kecil.
"Yang penting gue ganteng" sahutnya dengan percaya diri.
"Jan, tar malem gue........." bisiknya pada sang istri yang mampu membuat Hujan terperanjat kaget.
"Au Ah" jawab Hujan kesal.
Tak ada acara apapun, usai akad semua tamu, keluarga dan kerabat hanya dijamu makan malam bersama karna acara resepsi memang di adakan esok harinya, mengingat kesehatan Tuan besar Rahardian yang memang tak sebugar dulu.
.
.
"Kita langsung pulang ke hotel" ujar Reza saat keluarga inti sudah berkumpul diarea parkir masjid.
Semuanya menaiki mobil masing-masing, begitupun Air dan Hujan yang kali ini di supiri oleh supir pribadi keluarga.
Hanya dua puluh lima menit, seluruhnya sudah sampai di hotel milik Reza , ditangan mereka kini sudah ada card masing masing kamar yang akan digunakan beristirahat malam ini.
Reza tentu memilh kamar yang akan ia tempati berdua dengan sang istri, iapun tak ingin melewatkan malam indah dengan KHUMAIRAHnya.
Langit satu kamar dengan Bumi, sedangkan si bungsu akan tidur di temani oleh Kahyangan.
"Kamar kamu di lantai paling atas, kak" ujar Reza pada anaknya saat di depan lift.
"Jangan kecapean, besok acaranya full satu hari, paham!" pesannya lagi dengan menahan senyum.
.
.
.
.
.
.
.
.
Tenang Pah.. kakak udah minta sama Hujan buat jangan apa-apain kakak dulu...
🌀🌀🌀🌀🌀🌀🌀🌀🌀🌀🌀🌀
Jiah..
Harusnya bini yang bilang gitu 🤭🤭
Selamat datang dirumah kakak Ay..
Semoga kalian betah ya!
makasih banget yang udah ikut Kesini apalagi kalo mau kasih like komen, hadiah sama votenya 🙏🙏🤭😚😚
Yang baca Marathon tolong tinggalkan jejak kalian ya.. untuk like dan komen di tiap babnya.. karna itu bentuk apresiasi untuk author.. gak susah kan? dibandingkan harus beli koin atau buka gembok 🤭
🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂
Air yang masuk kedalam kamar pengantin bersama istrinya malah tertawa saat melihat dekor kamar yang menurutnya sangat lucu, begitu banyak balon dan hiasan lainnya di sana.
"bagus ya, rame banget ?" ucap Hujan, ia meraih satu balon berwarna merah dari atas langit-langit kamar.
"Ribet" jawab Air sambil duduk di tepi ranjang yang di penuhi kelopak bunga mawar.
"Wangi loh" gumam Hujan.
"Wangi sih wangi, tapi ini gimana tidurnya kalo bala begini" dengusnya kesal, rasa lelah membuat ia ingin segera beristirahat.
Hujan hanya memicingkan matanya, lalu berjalan menuju kamar mandi.
Ia kembali tercengang saat memasuki ruangan yang berguna untuk membersihkan diri, karna nyatanya itu hampir lebih besar dari kamarnya di rumah Bunda.
"Ya ampun, keren banget sih"
Tangan lembut Hujan terus meraba dinding dan kaca yang terlihat begitu mewah.
"Apa aku seorang Cinderella modern?"
Hatinya terus saja berbisik tentang hidup barunya yang baru saja akan ia jalani, masuk kedalam keluarga konglomerat tentu tak pernah ada dalam catatan cita-citanya selama ini, cukup hidup damai dengan Bunda adalah prioritas utamanya.
Hujan menarik sebuah kursi didepan cermin besar, disana begitu banyak peralatan mandi yang ia sendiri tak paham kegunaannya.
Tangannya mulai sibuk membuka satu persatu hiasan di kepalanya yang sulit sekali ia lepaskan karna begitu banyak jepit dan jarum yang menusuk rambutnya.
"Aw" pekiknya sambil menahan perih.
"Sakit banget" gumamnya lagi, lalu menghisap jarinya yang mulai mengeluarkan sedikit darah segar.
Usai merasa lebih baik, kini saatnya ia membuka baju kebaya yang begitu pas di tubuh langsingnya, satu persatu ia tanggal kan dengan sangat susah payah bahkan keringat kini sudah bercucuran di dahinya.
Sampai akhirnya semua terlepas dan berserak di lantai, tubuh polosnya kini bersiap berendam di bathtub yang sudah terisi dengan Air dan aromaterapi.
"Hari yang tak pernah ku impikan sama sekali, bahkan membayangkannya pun aku tak berani" bathin Hujan sambil memejamkan matanya, hari yang begitu menegangkan dan terasa lelah akhirnya berakhir dengan lancar.
Dua puluh menit Ia rasa cukup untuk berendam, kini saatnya ia melepas rasa letihnya di atas kasur empuk yang tadi sempat menggodanya.
CEKLEK.
Hujan membuka pintu dengan sangat pelan, bahkan suara derap langkahnya pun tak terdengar sama sekali.
Matanya mencari sosok Air, pemuda playboy yang baru saja resmi menjadi suaminya.
"Ay..." Panggilnya sambil mengedarkan pandangan
"Ay... Lo dimana?"
"Ay!!"
Hujan terus mencari bahkan sampai ke balkon, tapi hasilnya ia tetap tak menemukan pemuda itu.
"Kemana sih!" sungutnya kesal, ia yang masih memakai bathrobe langsung meraih ponsel yang ia letakkan di atas nakas sebelum mandi tadi.
DRRRRRT...
Dengan cepat ia menoleh kearah suara ponsel bergetar, ia sibakkan beberapa balon yang masih berada di atas ranjang.
"Ini kan ponselnya? terus orangnya mana?" gumamnya bingung.
Hujan kemudian menghubungi Kahyangan untuk menanyakan keberadaan Air yang tiba-tiba pergi tanpa pamit padanya.
"Ya, hallo" jawab gadis cantik Kesayangan Bumi.
"Maaf, ganggu. Aku mau tanya, apa Air lagi sama Bumi atau keluarganya yang lain?" tanya Hujan dengan ragu.
Hampir sepuluh detik lamanya Kahyangan baru bisa menjawab.
"Bumi lagi sama aku, tapi gak ada Air"
Hujan menghela nafas beratnya, mana mungkin bisa ia ditinggalkan sang suami di malam pengantinnya.
"Ya sudah, aku tutup dulu ya" ujarnya lemas.
"Eh, tunggu! Apa dia pergi?, Hmm.. maksud ku mungkin Air hanya ke lobby hotel, kamu sudah menghubunginya?" tanya Kahyangan.
"Ponselnya ada. Entah tertinggal atau sengaja di tinggalkan" jawab Hujan.
"Baiklah, aku dan Bumi akan mencoba mencarinya ya, tunggu kabar dari kami, Ok"
Hujan mengangguk pasrah seakan Kahyangan ada didepannya saat ini.
Ia letakkan lagi ponselnya di atas nakas, bangun dari duduk kemudian berjalan menuju lemari pakaian.
Yang ia tahu dari Cahaya, semua keperluannya dan Air sudah tersedia di dalam kamar termasuk baju mereka.
Ia mengambil satu piyama panjang bermotif bunga sakura, bibirnya tersungging senyum saat melihat deretan baju tidur tipis tergantung disana.
"Demi apapun, aku malu jika harus memakai itu"
Ia langsung merangkak naik keatas kasur, menyembunyikan tubuh lelahnya di balik selimut.
"Jika aku memang jodohmu, aku yakin aku akan menjadi satu-satunya tempat kamu pulang"
.
.
Rasa lelah dan kantuk membuat ia terlelap dengan begitu mudahnya seakan lupa dengan suaminya yang kini entah berada dimana.
.
.
*****
"Kita cari kakak" ajak Bumi saat tahu Air tak ada dikamarnya, ia yang sedang menikmati malam dibawah sinar purnama pun bergegas bangun meninggalkan balkon hotel.
"Cari kemana?" Tanya Yayang saat tangannya sudah ditarik.
"Entah, sekalian jalan-jalan" kekeh Bumi sambil membawa gadis itu dalam rangkulannya.
"Hmm, ambil kesempatan Kayanya" goda Kahyangan yang hanya di balas gelak tawa oleh Bumi.
Keduanya masuk kedalam mobil sport milik si tengah, kereta besi mewah itu siap membelah jalan ibu kota yang hampir tengah malam.
"Kita mau kemana?" tanya Kahyangan lagi, ia yang sudah merasa kantuk hanya bersandar dengan santai.
"Ke rumah oppa" jawabnya singkat.
"Yakin ada disana?"
"Banget!" balasnya dengan tegas.
Mobil berhenti di garasi rumah utama setelah penjaga membuka kan gerbang yang menjulang tinggi.
Keduanya langsung masuk kedalam sambil bergandengan tangan menapaki satu persatu anak tangga menuju lantai dua bangunan megah itu
CEKLEK..
Pintu kamar di buka oleh Bumi dengan sedikit kasar, senyum kecil terukir di sudut bibirnya, namun tidak dengan Kahyangan. Gadis itu menggelengkan kepalanya karna terkejut dengan apa yang ia lihat saat ini.
"Maksudnya apa ini?" tanya Kahyangan.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Sudah ku duga Kakak pasti pulang...karna dia gak bisa tidur tanpa bantal pisangnya.!!!!
🍌🍌🍌🍌🍌🍌🍌🍌🍌🍌
Ya ampun kak 🤭🤭🤭🤭
Masih inget sama pisang Ampe bini ditinggalin.
jadi malem pertamanya pisang peluk pisang 😂
Belom aja dia ngerasain tuh pisang ada di tengah2 martabak kacang yang legit sambil di gigit 🤪🤪🤪🤪
Like komen nya yuk ramai kan
jangan lupa hadiah sama votenya ya.
,🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂
"Astaga!!!!" pekik Air saat ia melihat Bumi sudah duduk di sebelahnya sambil memainkan ponsel, Adik kembarnya itu hanya menoleh sekilas lalu kembali menatap layar benda pipihnya
"Kamu ngapain disini?" tanya Air.
"Kakak yang ngapain disini?, istrinya kenapa di tinggal di hotel pake pergi gak bilang segala!" sentak Bumi.
"Istri?, Hotel? ya ampun Jan Hujan deres!"
Air menepak dahinya sendiri saat ingat kejadian semalam, ketika ia sudah ingin tidur tapi tak juga menemukan bantal Kesayangannya.
"Ponsel kakak mana?" tanyanya panik meraba nakas sisi tempat tidur.
"Ketinggalan apa di tinggal?" sindir Bumi.
Air mengernyitkan dahinya, satu persatu kejadian semalam berhasil ia ingat kembali.
"Kamu kenapa gak bawa bantal kakak?, kan kamu tahu kakak gak bisa tidur tanpa pisang!" sentaknya kesal mengingat ia hampir gila mencari bantalnya ke setiap sudut kamar hotel.
"Kita fokus ke acara pernikahan kakak, mana sempet aku mikirin pisang?" ucap Bumi yang tak terima di salahkan, meski pun ia memang bersalah karena lupa membawa bantal Kesayangan kakaknya.
"Papa tau gak?"
Air meringsek mendekat kearah Bumi, raut wajahnya sedikit panik bercampur takut.
"Aku harap sih gak tau" sahut si anak tengah dengan ketus.
"Yuk, balik hotel" ajak Air, tangan kanannya menarik tangan Bumi sedang tangan kirinya tetap memeluk si Pisang.
.
.
*******
Sampai di hotel Air langsung masuk kedalam kamar pengantinnya yang berbeda Lantai dengan kamar keluarganya.
Ia membuka pintu dengan sangat pelan sambil mengedarkan pandangan mencari sosok sang istri yang sudah ia tinggalkan dimalam pertama mereka
"Jan, Hujan" panggil Air.
"Hujaaaaaaaan!" teriaknya lebih keras.
"Iya, Ay" sahut Hujan.
Air membuang nafas kasar, perasannya sedikit lega saat mendengar suara istrinya.
Derap langkah kaki jelas terdengar di telinga pemuda sembilan belas tahun itu, Iapun langsung menoleh saat bahunya di sentuh.
"Jan, maaf" ucap Air dengan senyum kecil di sudut bibirnya.
"Gak apa-apa, santai aja" sahut Hujan, ia ternyata tak ambil pusing tentang kejadian semalam.
"Lo gak marah gue tinggal?" tanya Air bingung dengan sikap sang istri bagai tak terjadi apa-apa.
"Enggak, kenapa harus marah?, kan Lo tidur dirumah, bukan tidur sama perempuan Laen" jawabnya dengan senyum yang ternyata mampu menghangatkan hati Air.
"Bumi gak bawa pisang" lirih Air sambil menunduk.
"Iya, gue tau. Lo gak bisa tidur kan kalo gak ada Pisang sampe harus bela-belain pulang tanpa kabarin gue dulu?"
Air mengangguk kan kepala membenarkan semua ucapan sang istri.
"Kalo ada pisang, gue gak akan ninggalin Lo lagi kok, sumpah!" janjinya dengan senyum lebar Sampai terlihat semua deretan gigi putihnya.
" Iya, nanti besok besok Pisangnya di iket ya di leher Lo biar gak ketinggalan, hahaha" kekeh Hujan kemudian ia berlalu menuju sofa.
"Ih, kok Lo ngomongnya gitu sih" dengus Air kesal tapi ia ikut mengekor di belakang Hujan dan duduk di sebelahnya.
.
.
"Ay, gue mau tanya sesuatu"
"Tanya aja" jawab Air, ia memeluk Hujan dari samping sambil menciumi pipi kiri sang istri yang menurutnya begitu kenyal.
"Kasih gue mahar banyak banget, apa itu gak berlebihan?" tanya Hujan, karna ia sama sekali tak tahu soal mahar yang akan ia dapatkan saat Akad nikah kemarin.
"Enggak, itu kan gue kasih sesuai kebutuhan Lo,Jan Hujan dereeeeeees! gue kasih Lo seperangkat alat sholat dan Al-Qur'an ya gue berharap Lo jadi istri Solehah, gue kasih Lo mobil karna mobil Lo itu udah gak enak banget di pakenya, dan gue kasih Lo rumah sakit karna Lo itu calon dokter masa iya gue beliin Lo restaurant" jawabnya santai.
"Masalah Uang sih ya itu buat pegangan Lo aja" tambahnya lagi.
"Tapi kan kemarin gue cuma minta Lo ucapin kalimat Kerupuk, nyamuk dan terharu" Kata Hujan sambil mengulum senyum.
"Besok besok jangan minta itu lagi, gue sakit kepala belajar ngomong kaya gitu, untung bisa" sahutnya kesal.
"Coba sekarang ucapin lagi, gue mau denger" goda Hujan, ia begitu menikmati raut wajah kesal suaminya.
"Ogah!"
Hujan tertawa sedangkan Air hanya tersenyum.
"Semoga apa yang gue kasih itu bermanfaat dan gak sia-sia buat Lo, maaf ya adanya cuma itu" lirih Air.
Hujan langsung terdiam, kini ia mulai membalikan tubuhnya agar keduanya saling berhadapan.
"Itu udah lebih dari cukup, Ay... Macih ya suami gantengku" ujar Hujan sambil mengusap Kepala Air dengan gemas.
Air yang tercengang diperlakukan seperti itu oleh sang istri akhirnya berteriak histeris...
.
.
.
.
.
.
Ya Allah.. rambut gue yang di acak-acak
kenapa hati gue yang berantakan?
🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁
Aaaaaaaahhhh... lapeeeeeeeeeeeer!
Eh salah bapeeer 🤭🤭🤭🤭🤭
cocwit banet cih si Aer comberan Sama si hujan deres.
Like komen nya yuk ramai kan ♥️
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!