Jedeeeer!!!!
Sebuah kecelakaan terjadi di sebuah ruas jalan tol arah menuju hotel. Mobil itu menabrak pohon besar yang ada disisi kanan jalan, bermula dari sang sopir yang kehilangan kendali akibat mobil yang mereka tumpangi ternyata remnya blong.
Pemuda itu dan sang sopir terluka parah, mereka dilarikan kerumah sakit oleh beberapa warga yang menyaksikan kejadian itu.
Seharusnya itu adalah hari yang membahagiakan untuk Arya Prabu Wijaya, Ia akan menikahi seorang gadis yang sangat di cintanya, Mereka sudah menjalin asmara sekitar lima tahun lamanya.
Suara dering ponsel di dalam kamar menggema memecahkan kesibukan seorang gadis yang masih tengah berhias diri di depan cermin. Wajahnya terlihat sangat bahagia karena sang kekasih akan menikahinya hari itu juga.
Dia adalah Hana Agista seorang gadis berparas Cantik yang memiliki bulu mata lentik, hidung mancung, alis tebal juga tubuh yang ideal tak lupa juga lesung pipit dikedua sisi sudut bibirnya menambah kecantikan seorang Hana bila Ia tengah tersenyum. Usianya baru dua puluh satu tahun, lima tahun lebih muda dari pada Arya. Ia menyukai Arya karna Arya adalah sosok lelaki pengayom yang sangat bijak dan penyayang. Arya selalu menjadi penengah saat Ia dalam masalah besar.
"Maaf Mbak, biar aku angkat dulu."
Hana melangkah ke arah ranjang dan menerima panggilan ponsel itu.
"Halo, saya Hana, ada yang bisa saya bantu?" Hana bertanya kepada semua orang yang menelponnya karena Ia adalah seorang penjahit yang lumayan banyak pelanggannya.
Tangan Hana seketika bergetar hebat mendengar jawaban dari ponsel itu. Wajahnya juga terlihat sendu yang diiringi deraian air mata.
Hana segera berlari keluar dari hotel menerobos siapa saja tamu yang sudah menunggu Ia dan calon suaminya yang seharusnya akan melangsungkan ijab Qobul.
"Hana, Hana mau kemana nak?" teriak sang Paman khawatir. sang Paman adalah orang yang mengasuh Hana sejak usia lima tahun karena kedua orang tuanya sudah meninggal saat Ia masih kecil.
Beberapa menit di dalam taksi, Hana tiba dirumah sakit dimana Arya di rawat.
Berbarengan dengan arah lainnya seorang pemuda juga lari tunggang langgang di koridor rumah sakit karena menerima telpon yang sama. Ia baru saja pulang dari Eropa melakukan perjalanan bisnis disana. kepulangannya hari itu sangat mendadak karena sang Kakak ingin Ia menghadiri pernikahan sang kakak hari itu. Baru saja tiba di tanah air, Ia malah dikejutkan oleh kabar kecelakaan sang kakak. Dia adalah Melvin Prabu Wijaya pemuda tampan dengan tubuh tinggi sempurna dan gagah. Matanya tajam bagaikan singa, Ia mampu membuat orang tak berdaya jika sudah berhadapan dengannya.
Brug!
Melvin dan Hana bertabrakan dari arah yang berlawanan. Hingga tubuh Melvin yang lebih besar membuat Hana hampir saja jatuh. Siapa sangka, pemuda itu cekatan juga menahan tubuh rampingnya.
Cukup lama saling menatap, Melvin sadar jika Ia harus menemui Sang Kakak.
"Maaf." Hanya satu patah kata yang keluar dari mulut Melvin. Suara nya begitu dingin dan menyeramkan.
Melvin berlari kearah pendaftaran untuk menanyakan ruang berapa Arya dirawat.
Hana yang juga ingin menemui Arya mengikuti jejak Melvin yang lebih dulu meninggalkannya.
"Maaf Sus, Mas Arya dirawat dimana ya?"
"Di kamar nomer dua puluh mbak, silahkan berbelok jika nanti menemukan belokan ke kanan," jawab sang suster mengarahkan.
"Terima kasih Sus."
Hana kembali berlari tampa menyadari semua mata tengah tertuju padanya. Ia masih mengenakan gaun pengantin yang tidak sempat Ia ganti.
Sesampainya di ruangan, ternyata Melvin sudah ada disana. Mata Hana sempat menatap Melvin seperti ingin menanyakan sesuatu tapi kemudian urung, Hana langsung memeluk Arya yang dipenuhi luka dan bercak darah ditubuhnya. Alat bantuan pernafasan juga sudah terpasang.
"Mas Arya, kenapa Mas Arya bisa begini, Mas?" Hana menumpahkan segala kesedihannya melihat ke adaan Arya yang sangat mengenaskan.
"Kak, apa dia calon istri Kakak?" Melvin melirik baju yang dikenakan Hana.
Arya hanya mampu berkedip, lalu berusaha menggapai tangan kedua mereka untuk disatukan.
Melvin dan Hana yang melihatnya menjadi bingung dan saling bertatapan.
"Apa maksud Kakak?" Melvin berusaha menarik tangannya namun sang Kakak menahannya.
"Melvin, Kakak titip Hana ya, jaga dia untuk Kakak dari Rangga." Arya memeluk kedua tangan itu dengan sangat erat, sampai Melvin mau menyetujui keinginannya.
"Jangan gila Kak, Kakak sendiri lah yang akan menjaga_." ucapan Melvin menggantung karena Ia tidak pernah tahu nama dari calon istri Kakaknya. Bahkan bertemu saja baru kali ini.
"Namanya Hana, Vin. menikah lah dengannya," pinta Arya.
Deg!
Jantung Melvin dan Hana seakan berhenti berdetak mendengar ucapan Arya yang sangat ngawur.
Hana menggelengkan kepalanya, Ia menganggap apa yang dikatakan Arya barusan hanya sebuah lelucon.
"Kakak gila, apa yang Kakak katakan? Kakak lah yang akan menikahi dia, bukan aku," Tolak Melvin. Ia memandang kembali wajah Hana.
Arya mengusap lengan sang adik. "Lakukan demi Kakak Vin, lihat keadaan Kakak saat ini, Kakak tidak akan bertahan lebih lama lagi."
Benar saja, suaranya terdengar semakin berat di telinga Melvin.
"Jangan bicara aneh-aneh Mas, aku hanya mau Mas yang menikahi aku, bukan orang lain mas hig... hig... ." Hna menangis terisak-isak.
"Hana, maafin Mas. Mas tidak bisa memenuhi janji Mas untuk menjaga kamu. Tapi Mas yakin, Melvin akan mencintai kamu lebih dari Mas Arya sendiri nantinya."
Arya menatap sang adik dan meyakinkan permintaanya tidaklah salah.
"Vin, Hana adalah gadis yang baik. Dia pasti akan menjadi istri yang bisa membahagiakan kamu. Kamu tidak akan menemukan gadis seperti dia dan sampai kapan pun Kakak tidak ridho jika dia menikah dengan orang lain yang mungkin tidak bisa mencintai dia seperti Kakak apa lagi yang namanya Rangga."
"Rangga? siapa dia?" tanya Melvin merasa penasaran.
"Seorang laki-laki yang sangat terobsesi dengan Hana," tandas Arya.
Melvin menatap nanar wajah sang Kakak yang penuh pengharapan terhadapnya. Rasanya Ia tidak tega jika tidak memenuhi keinginan Kakak.
"Tapi aku tidak bisa menjamin bisa mencintai Hana, Kak. Kakak tau kan aku sangat mencintai kekasih ku lebih dari apapun," terang Melvin yang menjelaskan lebih dulu agar sang Kakak bisa memikirkan kembali ucapannya.
"Kakak tau, tapi Kakak yakin setelah kau mengenal Hana kau akan melupakan ke kasih mu itu."
🌾🌾🌾🌾
Seorang Pemuda tengah duduk diatas kursi kebesarannya di kantor milik keluarga basar Prabu Wijaya sedang memutar-mutar bolpoin ditangannya dengan lihai. Ia akhirnya harus menikahi Hana sebelum Arya meninggal siang tadi dan masih mengingat jelas Kata-kata terakhir sang Kakak yang melekat kuat dalam ingatannya.
Melvin terpaksa menikahi Hana demi amanah sang Kakak walaupun sebenarnya Ia sangat berat menerima keputusan itu.
Sampai setelah pernikahan itu diikrarkan, Melvin meninggalkan rumah karena enggan bertemu Hana. Ia pasti mendapat masalah jika Clara tahu, kalau Ia telah berkhianat.
Ceklek!
pintu terbuka, seorang gadis dengan gaya modis dan make-up tebal menghampiri Melvin. Tak ada basa-basi gadis itu langsung duduk di pangkuan Melvin.
"Sayang, kangen." gadis itu begitu manja, Ia mengusap dagu Melvin lewat jari jemarinya dengan liar.
Melvin mencium kening gadis itu, Ia merasa bersalah telah menghianati Clara demi memenuhi amanah sang Kakak.
"Sayang, kapan kita menikah katanya kamu mau menikahi aku secepatnya?" gadis itu menagih kembali janji Melvin sambil terus memainkan kancing kemeja Melvin hingga terbuka.
Gadis itu selalu saja membuat darah Melvin seketika mengalir cepat, Ia mampu menaikan gairah seorang Melvin yang sebenarnya sangatlah dingin pada siapa pun.
Tapi Melvin yang merasai tangan gadis itu mengusap-usap dadanya mencoba menahan diri dari rangsangan maut yang selalu saja di berikan gadis itu.
Melvin menahan tangan gadis itu agar menghentikan aktivitasnya yang kapan saja bisa membuatnya hilang akal.
"Bersabarlah, sayang. Aku masih sangat sibuk. Aku pasti akan menikahi mu jika sudah tepat saatnya."
"Tapi kapan?" desis gadis itu lagi mencoba memangut bibir Melvin.
Dengan cekatan Melvin meraup bibir itu lebih dulu dengan buas hingga beberapa saat lamanya.
Sesaat kemudian Melvin bangkit dari duduknya. "aku harus pergi, kita bertemu lagi besok."
Dengan langkah tegas, Melvin keluar tampa memperdulikan Clara yang berdecak kesal telah ditinggalkan begitu saja.
...🌾🌾🌾🌾...
Halo.... Halo... para reader ku mampir juga yuk kesini, cerita ini akan membuat hati mu dongkol dibuatnya. Jangan lupa ya, like, komen and rate bintang limanya. Oke...oke...
Setibanya dirumah, Melvin bergegas masuk kerumah. Ternyata kedua orang tuanya tengah duduk diruang tamu untuk menunggu kepulangannya.
"Melvin, pulang juga kamu," cecar sang Papa yang langsung memasang wajah marah pada Melvin.
"Kenapa Pa?" tanya Melvin dengan tatapan cuek.
Plak!
Sang Papa menampar Melvin dengan keras.
"Tega sekali kamu meninggalkan istri mu yang masih berduka telah kehilangan Arya!" Bentak sang Ayah melotot geram, seperti hendak memakan habis jiwa Melvin.
"Pa, aku tidak menginginkan pernikahan ini," timpal Melvin tidak suka.
"Dasar anak tidak tahu diri!" Prabu hendak melayangkan tamparannya kembali tapi Maya sang Mama mencoba mencegahnya.
"Cukup Pa, biarkan Melvin berdamai dulu dengan keadaan, ini pasti berat untuknya," tutur sang Mama menenangkan Prabu.
Melvin tak menghiraukan sang Papa dan pergi masuk kedalam kamar.
"Lihat anak itu, Ma. Dia telah berbuat kurang ajar," oceh Prabu yang masih merasa kesal.
Prabu pun mendaratkan bokongnya kembali di sofa lalu menyeruput sisa kopi di dalam gelas hingga tandas.
Di dalam kamar di pinggir daun jendela, Hana memilih duduk menikmati keindahan lampu kota yang terlihat sangat menawan, tapi nyatanya Ia tidak merasakan keindahan itu di sana, hatinya masih merintih merindukan sosok Arya yang telah pergi meninggalkan Ia untuk selama-lamanya.
"Hig.. hig.. ." Hana terisak sambil mengusap pipinya, Ia tidak menyadari kalau Melvin tengah memperhatikannya.
"Tidak usah cengeng." Ucapan Melvin begitu cuek. Kata-katanya terdengar hanya sebuah basa-basi semata.
"Vin, kamu sudah Pulang?" Hana bergegas bangkit dan menyiapkan handuk agar Melvin segera mandi.
"Aku sudah menghangatkan airnya mungkin sekarang sudah dingin lagi biar aku hangat kan kembali ya?" Hana melangkah pergi, tapi Melvin menahan tanganya.
"Tidak perlu, aku bisa melakukan nya sendiri."
Melvin segera masuk ke kamar mandi tampa mau menghibur Hana lebih dulu.
Tentu saja Hana maklum jika Melvin cuek terhadapnya toh pernikahan ini terjadi hanya karena amanah dari sang Kakak.
Hana pergi ke dapur untuk memanas makanan yang sudah dingin namun tetap saja air matanya masih saja keluar.
Melvin yang sudah selesai mandi dan melihatnya hanya memicingkan mata. Ia sangat kesal melihat Hana terus saja menangis tampa henti walaupun sedang melakukan aktivitas apa pun.
"Apa kau tidak lelah menangis, ha?" seringai Melvin sembari duduk di kursi meja makan.
"Maaf Vin, aku masih berat menerima kepergian Mas Arya, seharusnya aku sudah menikah denganya sekarang."
prang!
Melvin bangkit dan memukul meja hingga makanan yang di siapkan Hana ada yang tumpah.
"Jadi maksud mu, kau tidak terima menikah dengan ku?" tanya Melvin mulai marah.
"Maaf Vin, bukan begitu," elak Hana berusaha menjelaskan.
"Lalu apa?" bentak Melvin dengan tatapan tajam.
Hana menunduk takut, Ia tidak berani menjawab Melvin. Ia juga tidak menduga jika sikap Melvin begitu kasar jauh bila di bandingkan dengan Arya.
"Dasar cewek sial, mengapa harus aku yang menikahi mu, ha? sekarang aku kesulitan menikahi kekasihku karena kamu," bentak Melvin lagi, tampa peduli perkataanya telah membuat hati Hana tersakiti.
"Maaf Vin, maaf," ucapnya memberanikan diri meski Ia masih menunduk takut.
"Sudahlah, kau membuat selera makan ku hilang, aku akan cari makan di luar."
Melvin bergegas meninggalkan Hana yang kini terduduk lemas menatap punggung Melvin yang sudah menghilang dari jangkauannya.
"Ya Allah, maafkan Hana, Hana tidak bermaksud menyakiti perasaan suami, Hana."
Hari itu Hana benar-benar kehilangan semangat hidupnya. Kepergian Arya dan menikah m dengan Melvin bukanlah keputusan yang tepat. Tentu Hana akan banyak mendapat masalah yang lebih buruk dari ini nantinya.
Hana pun menyimpan kembali makanan yang baru saja di sediakan nya untuk sang Suami karena enggan memakannya.
Masih seperti jam-jam sebelumnya Hana tak juga mampu membendung kelopak matanya untuk berhenti menangis hingga kedua bola matanya terlihat membengkak.
"Hana..." Suara Mama mertua menyadarkan Hana.
"Kok belum tidur, ini sudah malam, nak?" Mama Maya mengusap rambut Hana, Ia tahu apa yang di alami Hana tentu tidak mudah. Seharusnya, malam ini adalah malam dimana Hana menikmati manisnya madu sebuah pernikahan bersama suami yang mencintainya tapi ternyata takdir berkata lain. Tidak sedikit pun kebahagian itu Ia rasakan bersama Melvin yang selalu saja pergi menghindarinya.
"Mama, maafin Hana, Ma. Hana belum sepenuhnya ikhlas melepas Mas Arya Ma, ini terlalu berat untuk Hana hig..hig...."
Mama Maya meraih kepala Hana agar bersender di perut nya sembari mengusap pucuk kepala Hana dengan lembut.
"Mama mengerti, Hana. maafkan Melvin juga ya, Melvin memang sedikit keras orangnya jauh jika di bandingkan dengan Arya. Arya adalah sosok pemuda yang lembut, pengayom, penyayang dan memiliki pikirannya begitu dewasa. Tidak dengan Melvin, Ia sedikit arogan, keras kepala juga tidak suka di tentang, tapi Mama yakin, suatu saat nanti Melvin akan mencintai kamu bila hatinya sudah terbuka, nak." Mama Maya memberi kekuatan untuk Hana.
"Iya Ma, Mama tenang saja Hana akan berusaha menjadi istri yang baik sesuai keinginan Mas Arya."
Hana tersenyum mendongak wajah sang Mama mertua dan segera mengusap lelehan air matanya.
Mama Maya membalas senyuman itu, Ia sangat menyukai pribadi Hana yang memang istri Idaman bagi kau Adam. Karena itulah Arya sangat mencintai Hana.
"Tidurlah, ini sudah malam."
Hana mengangguk, sambil melihat Mama mertuanya telah pergi.
Hana meraih bingkai Foto Arya dan memeluknya sembari berbaring hingga tampa terasa Ia tertidur karena lelah memang menghinggapinya.
🌱🌱🌱
"Mas Arya, tunggu!"
"Ayo kejar aku Hana." Arya melambaikan tangannya.
"Mas, jangan pergi Mas."
"Tenanglah, kamu harus percaya aku selalu di dalam hati mu, sayang."
"Mas, jangan lari terus Mas, aku capek," keluh Hana memegangi lututnya.
Tapi Arya tak menghiraukannya.
Hingga Arya tiba di jalan besar.
"Mas, awas mobil."
Jedeeeer!
Arya tertabrak mobil.
🌱🌱🌱
"Mas Arya, hig...hig...." Hana terbangun dari tidurnya, Ia merasa mimpinya amat nya nyata dan benar itu telah terjadi, Walaupun Arya tidak meninggal karena di tabrak mobil tetap saja Arya pergi juga.
Hana memeluk erat foto Arya, rasanya Ia masih tidak percaya jika Arya sudah tiada.
"Mas Arya, kenapa kamu pergi Mas? Mengapa kamu tega meninggalkan aku saat pesta pernikahan kita, kenapa Mas?"
Di dalam sebuah bar, Melvin dan beberapa temannya sedang asyik menegak minuman beralkohol. Ia mencoba melupakan rasa kesalnya kerena terpaksa menikahi seorang gadis yang tidak Ia cintai sama sekali.
Seharusnya, Ia berencana akan meminang Clara secepatnya tapi nyatanya Ia harus bingung menjelaskan pada Clara kalau Ia sudah berkhianat.
"Vin, ayo dong Vin. Masak minumnya dikit amat. Ayo terus minum!" tukas Damian sahabatnya.
"Iya Vin, takut amat lo. Nikmatilah hidup mu hahaha.. ," sambung Hery.
"Iya, aku sudah cukup banyak meminumnya, kepala ku mulai sakit." Melvin kembali menegak minuman itu.
"Ya elah Vin, cemen amat lo. Kapan lo mau ngelamar si Clara, cewek modis yang kata lo paling cantik sejagat raya?" tanya Damian sambil mengedip-ngedipkan mata.
"Nantilah, aku masih belum kepikiran," jawab Melvin sedikit cuek.
"Aduh Vin, Clara tu udah gak sabar di nikahi cowok terganteng diantara kita kayak lo," tukas Gery lagi.
"Ahk sudahlah aku malas bahas itu, aku mau pulang dulu udah jam satu malam ni!" pamit Melvin yang berdiri sambil sempoyongan.
"Vin, naik taksi aja, nanti lo nabrak lagi bisa berabe lo. hahaha...." guyon Damian sedikit kurang waras.
"Enggak, tenang aja. Aku bisa urus diri ku sendiri."
Melvin bergegas keluar dan masuk ke dalam mobil.
Tidak ada yang tahu ternyata Clara sudah ada di dalam mobilnya.
"Clara, sayang kok kamu disini?"
"Iya aku habis jalan-jalan sama temen-temen ku dan melihat mobil mu disini jadi ku pikir kamu ada di dalam. Aku mau mengantar mu pulang kamu masih mabuk 'kan?" tawar Clara yang langsung memasang kan sitbell ke tubuh Melvin.
Beberapa menit lamanya dalam perjalanan, Clara yang mengemudikan mobil Melvin tiba di rumah Melvin.
Hana tidak bisa tidur setelah mimpi barusan langsung beranjak untuk membuka pintu ketika mendengar deru mobil Melvin memasuki halaman rumahnya.
"Clara, aku mencintai mu," bisik Melvin.
"Ya aku juga, makannya nikahi aku secepatnya," pinta Clara lagi-lagi menggoda iman seorang Melvin.
Ia dengan lancang memangut bibir Melvin lebih dulu. Keduanya mulai saling membalas bermain panas hingga suara aneh itu membuat Hana kaget mendengar dan melihat gerakan buram yang ada didalam mobil. Hana hanya bisa mengelus dadanya dengan pasrah atas apa yang disaksikannya.
🌾🌾🌾
Halo Reader... like, comen and bintang limanya mana nih, Vote nya juga jangan lupa ya...
Tak sanggup melihat kejadian itu, Hana menyeret kaki nya melangkah mundur perlahan-lahan agar tidak ketahuan.
Prang!
Hana menyenggol pot bunga hingga jatuh ke lantai membuat Melvin dan Clara kaget dan melihat ke arahnya.
Melvin melihat lelehan air mata Hana kembali membanjiri kedua manik matanya.
"Dia siapa, sayang? bukankah kamu tidak punya saudara perempuan?" tanya Clara sembari membenahi rambutnya yang sedikit berantakan.
"Pembantuku," ketus Melvin. Ia tidak sudi mengakui Hana adalah Istrinya di depan Clara. "Ayo turun!" ajaknya.
Setelah keluar Melvin yang masih sedikit sempoyongan kembali menyematkan tanganya di tangan Clara lalu sengaja menciumnya dengan mesra di depan Hana.
"Vin, kenapa pembantu mu menangis?" tanya Clara lagi sambil memeluk Melvin.
"Entahlah, namanya saja pembantu tentu banyak masalah nya," timpal Melvin dengan santainya.
"Melvin, ini kan sudah malam aku bolehkan menginap?" rengek Clara manja.
Melvin sedikit mengangkat alisnya.
"Menginap?"
"Iya, apa kamu tega membiarkan aku pulang sendiri, tengah malam begini?"
Hana yang masih menyaksikan adegan panas itu hanya bisa menguatkan diri dan sesegera mungkin menghapus jejak air matanya.
Kini Melvin beralih menatap Hana yang hanya menunduk saja. "Heh, pembantu, siapkan kamar tamu untuk ke kasihku sekarang!" bentak Melvin.
Hana terdiam, sakit hatinya di katakan pembantu oleh suaminya sendiri.
"Heh, pembantu, kau budek ya?" bentak Melvin lagi sembari berjalan kearah Hana.
"Iya, Vin," jawab Hana yang akhirnya menurut.
Mendengar penuturan Hana yang hanya pembantu memanggil Melvin dengan nama saja membuat Clara tercengang.
"Hah? Vin, lancang sekali pembantu mu kok dia manggil kamu tidak sopan? harusnya dia manggil kamu itu, Aden Melvin," protes Clara sembari menatap sinis ke arah Hana.
"Benar juga, kau dengar itu Hana. Cepat laksanakan perintahku!" bentaknya lagi.
Hana mencium aroma alkohol dari mulut Melvin karena jarak Melvin kian mendekat lalu tiba-tiba tumbang ke pelukan Hana.
"Vin, Vin sadar, Vin." Hana mencoba mengusap punggung Melvin agar sadar, tapi Melvin mungkin terlalu banyak mengkonsumsi minuman beralkohol itu.
Clara yang melihat Melvin memeluk Hana menjadi kesal di buatnya.
"Mbak, tolong bantu saya membawa Melvin ke kamar!" pinta Hana karena Ia merasa tidak kuat menahan tubuh Melvin yang lebih besar darinya.
Dengan keterpaksaan, Clara akhirnya membantu Hana memapah Melvin ke kamar.
"Keluarlah, biar aku tidur di sini!" perintah Clara seenak jidat.
Tentu Hana yang tahu maksud Clara tidak akan menyetujuinya.
"Tidak bisa, Mbak. Mari saya antar ke kamar tamu!" Hana menarik pergelangan tangan Clara dengan kasar tampa persetujuan Clara membuat Clara komat kamit memaki Hana tampa Hana perduli kan.
Setibanya di ruang tamu, Hana mengambilkan sprei dan selimut di dalam lemari. "Mbak pasang sendiri ya, aku ngantuk!" ucap Hana tampa perasaan bersalah.
"Apa? beraninya kau. Kau itu pembantu disini, seharusnya kau yang mengerjakan tugasmu, aku kan tamu spesial Tuan mu." seloroh Clara tak terima.
Hana hanya menatap Clara sembari tersenyum miring. "Aku juga punya jam kerja Mbak, lagian bukan Mbak kok yang membayar aku dirumah ini," timpal Hana dengan tenang. Rupanya Hana memiliki sifat yang cenderung berani di depan orang yang mencoba menindas nya kecuali kepada Melvin suaminya.
"Apa? setelah aku menjadi Nona besar di rumah ini, kau adalah orang pertama yang akan aku pecat!" ancam Clara memanas.
"Silakan!"
Hana melangkah keluar meninggalkan Clara yang terus saja mengumpat dirinya. Clara yang merasa mengantuk kerena hari semakin larut terpaksa melakukan nya sendiri dan itu terjadi untuk yang pertama kali dalam hidupnya.
Hana kembali ke kamar Melvin dan memperhatikan Melvin yang tidur dengan tubuh yang berantakan dan sepatu yang masih menempel di kakinya.
Sebagai istri yang baik, Hana dengan cekatan melepaskan sepatu Melvin dan jaket yang di kenakan nya lalu sekuat tenaga mengangkat tubuh Melvin agar kepalanya naik ke atas bantal. Bagaimana pun Melvin memperlakukannya, Ia tetap harus mengabdikan diri kepada sang suami.
Tengah kesusahan mengangkat tubuh Melvin. Tampa di sadari Hana, Melvin malah merengkuh tubuhnya dalam dekapan hingga membuat Ia terkejut. Kini tubuhnya tepat di atas Melvin.
Hana mencoba melepaskan diri tapi Melvin semakin mempererat pelukannya. Kemudian memindahkan tubuhnya kesamping dan memeluknya bak bantal guling dengan menindih kan kakinya yang besar itu ke kaki Hana.
Hana merasa sesak mendapat perlakuan Melvin, namun Ia tidak kuat memindahkan kaki Melvin yang telah mengunci tubuhnya. Sedangkan wajah Melvin menempel di telinga kirinya. Hana merasa gugup, Ia dapat merasakan deru nafas Melvin menerpa wajahnya.
"Apa yang bisa ku lakukan? aku tidak bisa berkutik di buatnya."
Kelamaan berusaha memindahkan tubuh Melvin, Hana akhirnya kelelahan dan tertidur dalam pelukan Melvin tepat di malam pertama mereka.
Keesokan harinya, Matahari mulai menyingsing di ufuk timur dengan sinar yang amat cerah.
Dua insan yang masih dalam posisi yang sama terkejut bersamaan mendengar teriakan Maya.
Klonteng!
Sebuah benda jatuh dari tangan Maya.
"Clara, sejak kapan kamu ada disini? apa kamu menginap semalam?"
Melvin yang sebenarnya menyadari Hana tidur di pelukannya tidak sempat berargumen, Ia langsung melompat dari ranjang untuk menemui Sang Mama dan Clara, kerena takut Sang Mama memarahi kekasihnya.
Nampaknya Clara belum menjawab pertanyaan Maya.
Melvin yang baru saja menghampiri mereka dengan sigap memeluk Clara. "Maaf Ma, ini keinginan Melvin, semalam mobilnya rusak di jalan, jadi aku membawanya kemari mengingat hari sudah malam."
Maya memicingkan mata, Ia tidak suka Melvin begitu lancang memeluk Clara di depannya.
Maya kemudian menatap Clara dengan lekat.
"Apa kau tidak tahu sesuatu mengenai Melvin? atau kau sengaja tidak mau tahu?"
Pertanyaan Maya membuat Clara mendongak ke arah Melvin lalu beralih kearah Maya. "Maksud Tante, apa? aku sangat mencintai Melvin Tante?"
Beberapa saat kemudian, Hana sudah rapi dari kamarnya. Maya yang tidak ingin melihat Melvin begitu romantis dengan Hana langsung menggaet Hana ke meja untuk sarapan.
"Ayo makan, Hana mau makan apa?" tanya sang Mama dengan lembut.
Pemandangan itu tak ayal membuat Clara merasa kesal. "Kenapa Mama mu memperlakukan Hana dengan sangat dekat, Vin?" Clara mulai menaruh perasaan curiga.
"Lupakan, ayo kita ikut sarapan!"
Melvin menyeret kursi untuk Clara.
"Kamu mau makan apa sayang, biar aku ambilkan?" Dengan sangat hangat Melvin hendak melayani Clara.
Tapi Clara yang tidak suka Hana yang notabennya adalah pembantu duduk bersama mereka menahan Gerakan Melvin.
"Biar Hana yang ambilkan dia kan pembantu," ketus Clara yang lagi-lagi menatap sinis ke arah Hana.
Glek!
Maya tersentak.
"Pembantu? apa maksudmu Clara?"
"Iya Tante, dia kan hanya pembantu disini sudah seharusnya dialah yang melayani kita dong bukan malah enak-enakkan makan lebih dulu dari Tuannya," jawab Clara sewot.
Melvin yang melihat sang Mama mulai terlihat marah langsung menenangkan Clara.
"Biar aku saja yang ambilkan, sayang," tawar Melvin.
"Tidak mau, aku maunya Dia!" tunjuk Clara kepada Hana yang sedang mengunyah nasi di mulutnya.
"Jangan kurang ajar, Clara." Maya hendak bangkit dan memarahi Clara tapi Hana menahan tangannya.
"Biarkan Hana, Ma," melas Hana.
Clara kembali ternganga mendengar penuturan Hana kepada Maya. "Ha, Mama? ini maksudnya apa, Vin?" Clara menatap Melvin berhara kejujuran, namun Melvin membisu. Ia bingung karena tidak ingin ucapannya mengecewakan sang Mama.
Hana dengan sabar tetap saja melayani Clara. "Mbak mau makan apa? biar aku yang sediain?" tanya Hana pada Clara.
Clara pun menunjuk beberapa menu yang diinginkannya dan dengan sigap di layani Hana.
"Ini Mbak, makanlah."
"Air minum nya dong sekalian!" titah Clara lagi.
"Baik Mbak."
Setelah meletakkan segelas minuman, ternyata Clara belum puas juga mengerjainya.
"Buatin jus aja ya, aku gak biasa minum air putih!" tandasnya.
"Clara...!"
Teriakan seseorang yang baru datang mengagetkan Clara, Suara itu terlihat penuh kemarahan.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!