NovelToon NovelToon

ELEGI DUA HATI

Chapter 1

Pradjna bergegas meneguk kopinya untuk kemudian setengah berlari ke arah garasi.

"Selamat pagi, mbak Pra, hari ini saya antar atau mau bawa sendiri mobilnya?" tanya Mang Ajun sopirnya

"Pagi Mang, saya berangkat sendiri aja, tolong nanti Mang Ajun antar Bi May aja ke pasar ya, makasi Mang" jawab Pradjna sembari langsung masuk ke dalam mobilnya yang sudah disiapkan.

Jalanan masih lengang, terlalu pagi untuk berangkat ke kantor yang beroperasi jam 8 sementara jam baru menunjukkan pukul 6.30 pagi. Pradjna mengendarai mobilnya dengan kecepatan sedang, sambil mendengarkan music dari radio, jarinya mengetuk setir mengikuti irama.

Area parkiran masih sepi saat Pradjna sampai di kantornya, ia mengangguk saat satpam menyapanya lantas membukakan pintu lift untuknya. Begitu sampai di ruangannya Pradjna langsung menyalakan laptopnya, matanya menatap serius ke layar, jarinya sesekali mengetik keyboard lalu menggeser mousenya.

Dahinya mendadak berkerut dengan mata sedikit memincing, ada hal yang sepertinya mengganggu. Wanita dengan wajah baby face itu menghembuskan nafas kuat, mengusap wajahnya gusar. Diraihnya ponselnya, membuka layanan pesan lalu mulai mengetik, lantas dengan sedikit kesal setengah melempar ponselnya.

"Elu knapa Pra? Masih pagi muka uda kusut gitu?" tanya Hana sekretarisnya

"Uda cek pesan ku belum?" alih-alih menjawab, Pradjna malah melempar tanya.

"Wait boss, ku cek dulu" jawab Hana lantas mengeluarkan ponsel dari dalam tasnya.

Matanya membuka sedikit lebar lalu tersenyum kecil.

"Jadi karena kontrak dengan perusahaan Rahardjo ini yang bikin lu pagi buta nyampe kantor?" ujar Hana masih dengan senyumnya.

"Lu ga' mikir imbasnya k gue, Han?" Pradjna setengah berteriak, membuat Hana sedikit terlonjak dari duduknya, hilang sudah senyumnya tadi.

"Ini cuma bisnis Pra, bukan mengorek luka lama lu, gue bisa kok handle kontrak ini seperti biasanya, elu ga' perlu muncul, cukup tanda tangan approval aja, beres kan?" jawab Hana hati-hati.

Pradjna setengah mendengus mendengar jawaban Hana, sekretaris pribadi sekaligus sahabatnya.

"Gue ingetin lu Han, cukup sekali ini lu kontrak sama mereka, ga' akan ada lagi yang kedua kali ato konsekuensinya lu tanggung sendiri" pungkas Pradjna lantas mengemasi tasnya.

"Lah, elu mo kemana Pra? Kita ada janji ketemu klien ntar makan siang?" tanya Hana setengah bingung

"Pulang, mood kerja gue ilang, handle aja semua, lu bilang tadi sendiri kalo bisa!" jawab Pradjna ketus, bantingan pintu menyadarkan Hana bahwa bos skaligus sahabatnya itu tengah murka padanya. Hana menghela nafas lalu beranjak menuju ruangannya sendiri.

Di tengah perjalanan, Pradjna menelpon rumahnya, memberi tahukan beberapa hal ke Mang Ajun, lalu membelokkan mobilnya ke arah pasar induk kota ini.

Mengganti heels-nya dengan sandal jepit, Pradjna menggelung rambutnya ke atas, lalu keluar menuju ke dalam pasar.

Ia menuju ke los sayur lalu berpindah ke los daging, setelah mengecek list belanja di ponselnya dan dirasa cukup, Pradjna menuju ke mobilnya diikuti orang yang membantu membawakan belanjaannya.

Dalam perjalanan pulang Pradjna berulang kali menghela nafas, dia harus bisa mengontrol emosinya sebelum sampai kembali di rumahnya. Kurang dari 10 menit ia sudah sampai, Mang Ajun membukakan pagar lalu melanjutkan memarkir mobil. Pradjna membantu membawakan belanjaan ke dalam rumah, menyerahkan ke Bi May asisten rumah tangganya yang terlihat heran karena sudah kembali lagi ke rumah dengan belanjaan pula.

"Maaf, mba Pra ga' ngantor hari ini?" tanya Bi May pelan

"Tadi uda nyampe kantor, Bi. Cuma cek schedule hari ini, bisa dihandle semua sama Hana, makanya saya pulang" jelas Pradjna dengan senyum.

"Oalah ya sudah, May pikir Mba Pra ga' enak badan" sahut Bi May. Pradjna hanya menggeleng lalu beranjak ke kamarnya.

Chapter 2

Setelah mengganti pakaiannya, Pradjna melangkah ke ranjangnya, ada sesosok mungil yang masih tertidur pulas. Pradjna mendekat lalu menciumi pipi tembam itu, membuat tubuh kecil itu menggeliat malas dan sedikit merengek.

"Macih antuk mama...." ujar bocah mungil itu sambil menggelung lagi di dalam selimutnya.

"Ini sudah siang sayang ku, bangun yuk, mau sarapan apa biar Mama yang buatin buat ade'" rayunya pada bocah itu.

"Mau cucu aja boyeh?"

"Boleh tapi janji bangun, kita minum susu di dapur pakai gelas, okay? Bukan pake botol"

Bocah cilik itu sedikit mengernyitkan dahi, seperti ingin protes, lalu mengulurkan tangannya minta gendong. Pradjna tersenyum lalu memeluk tubuh gembul dengan pipi tembam sebelum menggendongnya menuju ke dapur.

Pradjna membuat susu untuk putranya dan menyeduh kopi untuk dirinya sendiri. Ia duduk di sebelah putranya, menemani bocah kecil itu meminum susunya.

"Mama ga' kleja?"

"Ga' sayang, mama pengen nemenin anak mama main hari ini"

"Selius mama?" bocah cilik itu membulatkan matanya, memastikan ucapan mamanya.

Pradjna mengangguk lalu mencium puncak kepala anaknya.

"Serius sayang, habis ini mandi ya, terus sarapan, kita main-main sehari ini, setuju?" ucap Pradjna

Bocah kecil itu menjawab dengan senyum lebar, lantas meminum susunya penuh semangat, Pradjna ikut tersenyum melihatnya.

"Bi May sama Mang Ajun, siap-siap juga, kita mau keluar, ga' usah masak Bi, kita makan di luar aja nanti" sergah Pradjna saat dilihatnya asisten rumah tangganya itu bersiap dengan talenannya.

"Lah, Bibi diajak juga ini Mba Pra?"

"Iya Bi, sesekali maen gapapa kan, biar Bi May ga' bosen juga, tiap hari liatnya cuma kompor sama taneman lagi" kelakar Pradjna.

Bi May tertawa mendengarnya, lalu pamit untuk berganti baju dan memberitahu Mang Ajun.

Pradjna kembali ke kamarnya, memandikan jagoan ciliknya dan mendadaninya. Setelahnya ia sendiri berganti jeans dan t'shirt, setelan andalannya diwaktu santai.

Memulas tipis bedak juga lipgloss, wajahnya sudah terlihat fresh lagi.

"Mama, kita belangkat sekalang?" tanya anaknya

"Tentu nak, yuk kita ke depan!" Pradjna menggandeng anaknya itu, bocah kecil itu setengah melompat-lompat dengan girangnya, membuat Pradjna tertawa, sesak dadanya menguap entah kemana.

"Arya mau main kemana, Nak?" tanya Pradjna pada putranya

"Alya mau ke pantai boyeh, Ma?" tanya bocah itu dengan polosnya

"Mang Ajun, Arya minta ke pantai nih, enaknya dianterin ga' ya?" Pradjna bertanya kepada Mang Ajun yang sedang menyetir dengan senyum yang menggoda kepada Arya, anaknya.

"Dianterin ga' yaaaaaa.....?" Mang Ajun ikut menggoda majikan kecilnya itu, sementara Arya memonyongkan mulutnya dengan wajah ngambek.

"Ke pasar aja Mang, kan Bi May mau belanja ini" Bi May ikut menimpali.

Suara tawa riuh rendah terdengar di dalam mobil keluarga itu, Arya memprotes sambil menghentakkan kakinya berulang kali, membuat tawa semakin meriah di antara mereka.

Mobil mengarah ke selatan, perjalanan kurang lebih 2 jam itu berjalan mulus. Pradjna mengganti baju putranya di dalam mobil, memakaikan sun block lalu menggamit bocah itu ke arah pantai.

Suasana tidak terlalu ramai, mungkin karena work day, munkin kalau weekend lain kondisinya.

Pradjna membantu Arya membuat istana pasir, Bi May dan Mang Ajun ada beberapa meter dari mereka, duduk bersantai di atas tikar. Arya melambaikan tangannya mengajak dua orang separuh baya itu bermain.

Mereka menghampiri, ikut bermain sambil sesekali tertawa menanggapi celoteh bocah berusia 3 tahun itu.

Pradjna menepi sejenak mengabadikan momen itu lewat kameranya. Ia juga mengambil beberapa spot view yang menurutnya bagus. Beberapakali shoot, matanya sedikit membeliak, dia menzoom layar kameranya, memastikan pandangannya sendiri. Setelah yakin, dengan sedikit gusar Pradjna menghampiri anaknya yang masih bermain dengan Bi May, membisikkan sesuatu lalu bergegas menggendong Arya, sementara Bi May dan Mang Ajun membereskan perlengkapan mereka.

"Kenapa kita pulang Mama? Alya belum selesai maennya" rengek anaknya itu dengan nada cadelnya.

"Hari sudah terlalu panas sayang, nanti Arya kepanasan, jadi gosong dong kulitnya nanti, kita pindah tempat yang agak adem ya,Nak" jelas Pradjna.

Walau masih sedikit terlihat kecewa anak kecil yang tampan itu menganggukkan kepalanya.

Setelah membilas badan Arya yang penuh dengan pasir, Pradjna membuka ponselnya, mencari tempat yang bisa dikunjungi untuk melanjutkan acara mereka hari itu. Ia mengabaikan beberapa pesan juga panggilan telpon.

Chapter 3

Jarum jam menunjukkan pukul 10 malam saat mobil Pradjna memasuki rumah. Ia menggendong putranya yang sudah tertidur pulas menuju kamarnya.

Membaringkannya ke ranjang, lalu ia sendiri ikut merebahkan badannya di samping putranya itu. Raganya merasakan lelah tetapi matanya enggan terpejam, ia meraih kameranya, menyambungkan ke laptopnya.

Pradjna memeriksa foto-foto yang tadi ia ambil di pantai, saat matanya menangkap objek yang tadi mendadak membuatnya cemas, Ia menghela nafas panjang.

Hatinya kembali bergolak, matanya memanas ingin menumpahkan air mata. Lelaki itu masih sama, malah semakin menarik saja, badannya semakin tegap, kharismanya semakin terpancar. Wajah tampannya itu alih-alih berubah, makin mempesona. Pradjna menunduk, air matanya benar-benar luruh kali ini. Ada sesak yang teramat sangat yang ia rasakan juga ketakutan yang luar biasa. Entah mengapa ia harus takut, ia sendiri tidak tahu, hanya saja rasa itu mendominasi hati juga otaknya saat ini.

Dengan enggan Pradjna bangkit, ia menuju ke dapur untuk membuat kopi, saat ia baru saja duduk di kursi ruang makan, ponselnya bergetar, ditatapnya nama yang muncul di layar ponselnya.

"Ngapain lu malam-malam telpon gue, kangen?" tanyanya dengan nada ketus

"Buka dulu pagarnya, gue di depan nih, plis!" suara Hana menyahut dari sebrang.

Pradjna melangkah menengok keluar rumahnya, di depan pagar rumahnya mobil Hana terparkir dengan mesin masih menyala.

Sedikit bersungut Pradjna melangkah keluar untuk membuka pagar rumahnya. Hana langsung memarkirkan mobilnya lalu bergegas mengikuti Pradjna memasuki rumah.

"Udahan belum ngambeknya?" tanya Hana begitu mereka sampai di dapur.

Pradjna hanya menatap Hana yang sedang menyeduh coklatnya sendiri.

"Elu ngapain malam-malam ke sini?" tanya Pradjna.

"Gue mau laporan ke elu, sesiangan dikontak ga' bisa sama sekali si lu" sungut Hana sambil duduk d hadapan Pradjna.

"Gue salah, gue minta maaf, gue ngambil kontrak yang bikin lu murka, ga' ada maksud apa-apa, gue cuma mau usaha kita makin besar kalo ambil job dari mereka, Pra" jelas Hana.

"Gue pikir ga' seharusnya lu sembunyi terus seperti ini juga, lu uda mandiri sekarang, uda bisa nopang hidup orang banyak lewat usaha lu. Lu harus hadapi semua, Pra" lanjut Hana lagi.

Pradjna masih terdiam, menyesap kopinya sedikit, berusaha mencerna kata-kata Hana barusan.

"Maafin gue, Han. Gue bukannya mau lari, cuma gue kaget begitu baca email lu kemarin tentang kontrak kerjasama itu. Gue akui takut kalo sampe ketemu sama dia lagi, gue ga' sanggup Han" Pradjna mulai tersedu pelan.

Hana lantas berdiri menghampiri sahabatnya itu, mengusap pelan pundaknya, menyalurkan kekuatan sekaligus menenangkan.

"Lu pasti bisa, gue yakin itu. Kalopun lu harus ketemu sama dia, gue yakin lu bisa ngangkat tinggi dagu lu di depan dia, lu uda lebih dari mapan saat ini, Pra" Hana menguatkan.

"Gue takut nyawa gue dia ambil, Han. Lu tau kan gue tetep ngeyel hidup sampe saat ini karena apa?" isak Pradjna.

Hana menganggukkan kepalanya, memeluk sahabatnya itu.

"Gue tau banget, dan gue pastiin ga' akan ada yang hilang lagi dari lu karena lu ketemu lagi sama dia, kecuali hati lu, kita sama-sama tau hati lu uda lama ga' ada di tempatnya dari semenjak lu kenal dia".

Pradjna makin terisak, menyadari benarnya ucapan Hana itu tadi.

"Beberapa hari lagi kita bakal meeting sama dia, semisal lu ga' mau ikut bisa gue handle. Sepertinya juga dia belum tau kalo ownernya elu, karena kalo dia tau, gue yakin dia uda bikin ulah ke lu, Pra" papar Hana.

"Gue mikir juga gitu, cuma yang gue heran, kenapa harus dia sendiri yang turun tangan buat event yang ga' terlalu besar ini, biasanya kan dia nyuruh asistennya, dia tau beres" ucap Pradjna.

"Lu tau, tadi siang gue nyaris ketemu dia di pantai" Pradjna melanjutkan.

"Dari yang gue tau, kalau dia nyampe kluyuran gitu, dia lagi bermasalah. Ya Tuhan, masih aja gue inget semua tentang dia" Pradjna terisak lagi, Hana hanya memandangnya.

"Gue tidur sini malam ini ya" Hana mengalihkan pembicaraan.

Pradjna menganggukkan kepalanya, Hana memang lumayan sering nginap di rumahnya, terutama jika mereka harus lembur.

Selain jarak rumah Pradjna ke kantor lebih dekat ada Bi May juga yang dengan senang hati menyiapkan sarapan untuknya, masakan wanita paruh baya itu sangat pas di lidahnya.

Hana meraih tas tangannya lalu memutari meja menepuk pundak sahabatnya itu, "istirahatlah, yang akan terjadi esok kita hadapi esok, jangan kau cemaskan terlebih dahulu, bayangan itu memang selalu lebih besar dan menakutkan dari wujud aslinya"

Pradjna menggenggam sekilas tangan Hana, "makasi Han, uda selalu ada buat gue yang rapuh ini" ucap Pradjna.

"Udah yuk, istirahat dulu, besok lagi mikirnya" tukas Hana sambil menarik Pradjna bangkit dari duduknya.

Pradjna menurut, menyesap habis kopinya lalu melangkah ke kamarnya sendiri.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!