“Fai, aku tidak akan mungkin jatuh cinta padamu, kita sudah hidup lama satu atap dan kamu sudah seperti adik untukku. Jadi, tolong berhentilah.” Frans menatapku tanpa minat.
“Kamu bilang kamu mengangapku seperti adik. Seorang kakak tidak akan meniduri adik perempuannya, kan?”
Perkenalkan namaku Faila Kirana usia 24 aku lahir dan tumbuh di Malang sebuah Kota di Jawa Timur. Kedua orang tuaku sudah meninggal saat aku masih kecil. Saat kedua orang tuaku meninggal, kakekku mengantarku ke sebuah panti asuhan
Tepat saat lulus dari bangku SMP. Aku hijrah ke Jakarta, tinggal di rumah sahabat ibuku, aku diterima baik dan diperlakukan seperti anak sendiri.
Karena hal itulah membuatku nyaman dan betah tinggal di rumah mereka. Aku jatuh cinta pada salah satu anak pemilik rumah, namanya Frans Devan. Lelaki tampan yang membuat kaum hawa terpesona, termasuk diriku.
‘Apakah itu berlebihan? Iya itu memang berlebihan , aku sudah ditampung dan diterima baik di rumah keluarga Frans, aku masih maruk, jatuh cinta pada anak mereka’
*
Aku, masih berdiri di ambang pintu rumah milik keluarga Frans,
Menunggunya Frans pulang, ia orang yang paling sibuk, selain sibuk kuliah, ia juga ikut latihan Basket, Aku tinggal di ruamah Frans sekitar empat tahun yang lalu, bulanya aku lupa, apa lagi tanggalnya lebih lupa lagi.
Tinggal satu rumah bersama Frans membuatku bersemangat,
Bersemangat bangun pagi, karena bisa ikut menemaninya olah raga, bersemangat berangkat kuliah karena bisa berangkat
Bersama dengannya, hidupku terasa bersemangat jika ada Frans.
Kami sama –sama masih menempuh pendidikan di salah satu perguruan Negeri di Depok jawa barat.
Aku selalu mengekor kemanapun ia pergi, dimana ada dia di situ ada aku, aku seperti bayangannya untuknya.
Kalau di tanya apa ia tergangu atau marah? Jawabannya sudah pasti” Iya”
Tapi ia sudah terbiasa dengan segala tingkah dan kelakuanku, aku selalu menempel pada Frans, bak permen karet
Awalnya sih ia risih dan selalu mengusirku, karena ia bilang malu sama teman- temanya, setiap kali mengusirku dengan paksa, aku akan mengadu pada maminya Frans.
Di rumah ia akan di omelin dan di potong uang saku akhirnya ia lelah membiarkanku mengekorinya.
*
“Duduklah Fai” nanti juga datang panggil mami yang terlihat santai.
Mereka sudah terbiasa dengan diriku dan segala tingkahku, tante dan o, duduk bersantai di ruangan tamu, mencicipi cemilan yang aku hidangkan
Walau kami tinggal dalam satu rumah, maksudku satu atap, dengan Frans, tidak lantas hubungan kami menjadi dekat. Ia terkadang memiliki sikap yang tidak mudah di tebak. Terkadang perhatian, membuat siapapun yang dekatnya akan salah paham
Tapi aa terkadang menjadi sangat dingin melebihi dinginnya balok Es.
Tapi itulah yang membuatku semakin pensaran pada Franas.
Besi saja bisa melebur jika dibakar, Balok es pun akan mencair bila kena panas.
Bagi orang lain itu Cinta yang gila. Tapi untukku, Ini namanya bunga-bunga cinta. Aku hanya ingin tetap bersamanya selamanya. Umurku saat ini hampir beranjak 23 tahun, sudah dewasa memang dan sudah cukup dewasa, tapi banyak orang bilang sikapku masih kekanak- kanakkan
‘Horeeee orang yang kau tunggu akhirnya datang juga’ aku bersemangat bersenandung ria dalam hati melihatnya sudah datang.
Frans tiba sudah hampir malam dan mami sama papinya sudah pergi ke kamar mereka. Tinggal aku sendiri yang masih berada di sana menunggu sang pujaan hati pulang.
Aku berlari kecil menghampri Frans.
“Kok pulangnya malam bangat Kak?” Tanyaku membantu membawa tas punggung miliknya
“Iya,” jawabnya, membiarkanku membawa tas ke kamarnya.
Seperti biasa, ia akan cuek dan acuh, walau bagaimana aku bertindak dan melakukan apapun dia akan cuek, setelah menyerahkan tas rangsel miliknya. Ia lalu melonggos masuk kekamar.
Aku mengekor dari belakang, tapi kali ini raut wajahnya terlihat lebih suram dari biasanya, ia tidak membuka pakainya seperti yang biasa ia lakukan,
Biasanya membuka pakaianya, tanpa sungkan, walau aku berdiri di sana sepanjang waktu. Frans tidak pernah merasa malu ataupun terganggu, mungkin di matanya, aku bukanlah seorang wanita dan tidak perlu merasa malu.
Saat aku duduk di sisi ranjang Frans, ia menatapku dengan tatapan tidak suka atau lebih tepatnya ia mengusirku.
“Pergilah ke kamarmu, aku mau istirahat.” Tatapan matanya tegas, seperti Bos lagi memerintah bawahannya
Aku juga tidak mau mendengar kalimat menyuruh itu, aku membereskan isi dari tas rangsel miliknya dan duduk di sisi kasur miliknya
“Ada apa?” Aku bertanya dengan suara yang dibuat selembut mungkin
“Aku lagi tidak ingin membicarakan apapun, jadi tidurlah,” jawab Frans tegas.
“Aku tidak mau …. ceritakan dulu,” desakku kekanak- kanakkan
“Fai! Dengar baik baik, aku punya sedikit ruang frivasi untukku dan ini kamarku”
“ Tapi ceritakan dulu,” rengekku seperti anak kecil.
“Baiklah besok aku akan menceritakannya, jadi tolonglah keluar dari kamarku”
Frans endorongku keluar dari kamarnya, aku memilih menurut takut, ia bertambah kesal.
Aku bangun sangat pagi seperti biasa, berharap lelaki tampan itu segera turun dan kami berangkat sama-sama ke kampus. Tetapi pagi ini, Frans sudah berangkat sangat pagi, sepertinya ia menghindar dariku.
“Dia sudah berangkat pagi-pagi sekali Fai,” ujar mami Frans, saat aku menunggu Frans. Wanita cantik itu menatapku dengan iba.
“Baiklah Mi, aku berangkat sendiri saja”
Berangkat sendiri ke kampus tanpa Frans,
Saat tiba di kampus sahabatku Tari mulai mengintrogasiku dengan pertanyaan yang itu-itu lagi;
“Kenapa kamu yang harus mengejar-ejar dia, sih?” Tanya sahabatku, ia heran melihatku sifatku selama ini.
“Karena aku yang lebih mencintainya,” jawabku apa adanya.
“Itu bukan cinta, Aneh!” Tangannya itu menoyor kepala ini.
“Terus, karena apa donk?” Tanyaku dengan tawa tertahan, lucu melihat alisnya yang saling menyatu.
“Karena lo gila, karena ketampanannya,” ucapnya lagi dengan kesal.
Aku hanya tertawa setiap kali melihatnya marah.
“Aku mencintainya, bukan hanya karena dia memiliki badan kotak kotak kayak Roti sobek, ini.” Menunjuk roti di tanganku.
“Terus? Karena apa ?” tanya Tari sahabatku, mulutnya masih di penuhi roti. Ia memasukkanya sekaligus, takut aku minta sebagian.
“Karena hidupku bergantung padanya”
Aku dan Tari mengambil jurusan yang sama Ahli Gizi. Tari tinggal di asrama Putri di kampus, sedangkan aku menumpang hidup di rumah Frans di terima dengan baik oleh keluarganya. Walau aku tahu Frans tidak pernah mencintaiku karena ia punya selera tinggi untuk wanita yang jadi kekasihnya.
Tetapi usaha keras akan membuahkan hasil, aku akan selalu mengejarnya sampai aku mendapatkannya.
Bersambung …
Aku tinggal di rumah Frans tujuanya hanya ingin sekolah dan mendapatkan pendidikan yang tinggi. Kakekku berharap aku bisa sarjana tetapi harapan orang tua itu, sepertinya tidak akan berjalan mulus, aku saat ini jadi semakin malas belajar, alhasil nilai semesterku semuanya minus.
Aku jurusan Fakultas Kesehatan Masayarakat Ahli gizi memasuki Semester Enam. Niat awalnya masuk ke Universitas. Tujuan utamaku hanya ingin kuliah dan mendapatkan gelar sarjana, entah kenapa, tujuanku jadi berubah haluan, bukannya mengejar cita- cita malah mengejar laki- laki berwajah tampan itu.
“Aku ingin mengurus rumah tangga setelah menikahimu, karena itu tidak ada niatku kuliah lagi, hanya ingin bersamu,” kataku hari itu.
“Kuliah dulu yang benar, menikah mah.. gampang, banyak laki-laki yang hebat nanti Fai untuk kamu.” Frans memainkan remote TV ditangannya, menganti canelnya dengan malas, raut wajahnya tidak berselerah celana boxer yang di pakai menyingkap sampai di atas paha, memperlihatkan otot paha yang keras,
Ia seakan membuatku terbuai lagi, sengaja atau tidak kali ini, ia meneguk minuman dari botol minum di sampingnya, jangkungnya naik turun terlihat sangat seksi
Otak mensumku bergentanyangan, aku berfantasi liar melamun sampai ke langit ketujuh, membayangkan Frans menarik pinggangku yang lebar untuk duduk di pangkuannya, aku membayangkan ia memelukku. Lamunanku behenti saat tangan Frans memukul kepalaku dengan botol bekas minumnya.
“Lo, lamunin apa sih, ndut!”
“Mikirin kamu, kita lagi berciuman.”
Ia tertawa miring mendengar pengakuan polosku
“Jangan kebanyakan mikirin yang mesum-mesum, entar bawah lo, basah,” ujar Frans ia berdiri.
“Sudah basah,” jawabku apa adanya.
“Iya ampun Fai, lu itu polos apa bodoh sih, gue itu cowok Fai, lu gak takut, gue apa-apain lagi, terus gue tinggal?”
Ia menatapku dengan tatapan tegas, seperti seorang kakak yang mengajari, banyak hal untuk adek perempuannya yang kurang didikan.
“Tidak, aku tidak takut Kak Frans, justru aku pengen di cium sama Kakak, bagaimana rasanya di cium, kata Tari rasanya seperti makan permen nano-nano, tapi saat aku memakan permen itu, aku tidak bisa membayangkan bagaimana rasanya ciuman,” kataku.
Mendengar itu frans menarik napas panjang, matanya menelitiku,
“Fai, lu itu sudah dewasa bukan anak puber lagi, masa seperti itu sudah kamu lewati, bahkan lebih Fai,” bisik Frans pelan.
“Ngak frans, aku belum pernah, aku tidak pernah pacaran. Aku melakukannya saat itu baru pertama sama Kakak,” ucapku.
Tangan Frans membekap mulutku, ia melirik ke arah pintu.
“Sttt … Jangan kencang-kencang nanti mami mendengar, kamu tidak pernah bilang siapa-siapa kan? Ingat iya ini rahasia kita berdua”
“Tapi aku ingin melakukanya lagi. Kak aku iklas”
“Fai … Hentikan, kamu akan melakukanya dengan orang yang kamu suka dan mencintaimu nanti”
“Tapi aku menyukaimu Kak Frans. Aku hanya akan melakukannya dengan Kak Frans, tidak mau sama orang lain”
Frans terlihat putus asa mendengarku.
“Tapi aku tidak menyukaimu, Fai. Apa yang kita lakukan beberapa tahun lalu, satu kesalahan.” Menatapku dengan tatapan sendu.
“Tapi aku sudah mencintai Kak Frans dari sejak aku SMP”
“Perasaan tidak bisa dipaksakan Faila, kamu sudah seperti saudaraku sendiri, mami sama papi sangat menyayangimu, kami semua juga.”
“Tapi seorang kakak tidak akan merengut kesucian adik perempuannya kan. Kak?”
“Fai … Fai! Aku sudah bilang itu satu kesalahan, kita tidak seharusnya melakukan itu”
“Tapi mami mau kok aku jadi menantunya dia mendukung kakak”
“Aku yang tidak bisa Fai. Tolong mengertilah”Frans menatapku tajam.
Frans keturunan India, Papinya orang india dan Maminya orang Manado. Jadi perpaduan kulit hitam Papinya dan kulit putih ibunya terciptalah anak-anaknya memiliki kulit coklat dengan hidung lurus tegas, seperti pelosotan.
Frans mempunyai empat saudara dan semuanya berjenis kelamin laki-laki.
Papinya Frans memiliki beberapa Restauran mewah
Restaurant itu yang jadi ladang mata pencarian untuk mereka .
“Tapi aku tidak mau di anggap saudara aku mau jadi istri kamu, aku akan jadi istri yang baik nantinya, hanya mengurus rumah dan anak-anak dan mengurus kamu,” kataku dengan wajah bersemangat, aku akan bersikap bodoh amat setiap kali ia menolakku, aku tidak akan mau menyerah pada Frans.
“Ah … otak gue jadi sakit, sudah, sudah terserah lu. Keluarlah dari sini, gue mau tidur.” Lagi-lagi lelaki berwajah tampan aktor India itu mengusirku dari kamarnya.
“Tapi aku mau berciuman Frans, aku ingin merasakanya, ajarin aku sekali saja,” kataku lagi.
“Kamu gila iya, Fai, kamu itu perempuan. Perempuan itu harus punya harga diri,” kata Frans.
Aku mendekatinya lalu duduk di pangkuanya melingkarkan tangan ini, di lehernya.
“Ajarin aku,” ucapku menempelkan bibir ini dengan paksa.
“Fai.. kamu gila iya, kamu berat, kaki sudah mau patah.” Frans ingin berdiri tapi aku menahan tubuhnya.
Melakukanya dengan paksa, jika biasanya lelaki yang meminta duluan, tetapi saat ini, aku yang melumat paksa.
“Baik-baik, aku melakukannya,”ucapnya kemudian, aku melepas tanganku dari lehernya. “Awas kamu berdiri dulu, kamu berat.” Frans memintaku berdiri.
Matanya menatap wajah ini dengan tatapan mata datar, ia terlihat melakukanya, karena aku memaksanya.
Aku masih menunggu reaksi dari Frans, napasku tertahan menunggu reaksi Frans.
Tangannya meraih pinggangku dan memposisikan tubuh kami saling berhadapan, mataku semakin membelalak dan membulat, bola ini memutar dan aku tersenyum rianf tidak sabar menunggu sentuhan Frans. Lelaki yang aku kagumi dari sejak dulu.
Lagi-lagi ia menarik napas panjang, sepertinya ia sangat berat hati melakukan hal itu.
Saat ini posisi kami berdiri saling berhadapan dan ia sedikit mendorong tubuh ini ke dinding , awalanya aku kaget, tetapi posisi tubuhku sekarang lebih nyaman bersandar di tembok kamar Frans. Kamar bercat putih itu saksi saat Frans mengambil hal yang paling berharga dari hidupku. Itu jugalah yang membuatku tidak bisa melepaskan lelaki tampan itu begitu saja. Dulu saat aku memakai seragam putih abu-abu Frans merengut mahkotaku, saat itu juga aku mengantungkan segala harapan dan cintaku pada Frans seorang, aku tidak tahu bagaimana indahnya pacaran bagaimana manisnya sebuah ciuman.
Maka saat ini, aku menanginya pada Frans, lelaki yang paling aku cintai. Karena ia masuh menatapku dengan ragu, aku tidak ingin menunggu lama. Lalu aku kembali bertindak duluan, aku merangkulkan tangan ini lagi ke lehernya , aku yang duluan mendaratkan bibir ini, menyentuh bibir Frans dada besarku menekan kuat otot dada Frans, ukuran dadaku memang besar dan montok karena tubuh memang berisi alias bahenol.
Aku merasakan bagian kenyal di dadaku terhimpit oleh tekanan dada frans , tubuh itu menekan tubuh ini ke tembok kamar. Akhirnya ia melayania apa yang aku minta.
Ia ******* bibir ini dengan lembut, melakukanya dengan baik.
Tadinya aku pikir Frans akan melalukanya dengan kasar karena aku memaksa. Namun, lelaki berkulit coklat ini mempeelakukan diri ini dengan baik malam itu, membuatku bagai terbang ke angkasa paling indah terdampar di lautan kenikmatan. Anganku kembali melayang terbang sampai ke langit ke tujuh.
Aku merasakan aliran listrik mulai mengaliri tubuh ini menyinggapi tubuhku, keringat sudah membasahi tubuhku kami berdua. Di tengah aktifitas panas itu Frans bertanya.
“Fai, aku tidak ingin-”
Sebelum ia melanjutkan kalimatnya aku membekap mulutnya denan bibi ini, ia tampak pasrah dengan sikapku, ia hanya diam saat aku melepaskan kaos polo yang ia pakai. Ia hanya diam menatapku dengan pasrah. Hingga semua kain penghalang itu terlepas dan tubuh kami saling menyatu.
“Fai aku tidak ingin kamu menyesal,” ucap Frans menatapku dengan tatapan lelah.
“Tidak akan, Kak,” ucapku dengan napas memburu.
“Fai aku minta-”
Lagi-lagi aku membungkam mulutnya dengan ciuman panasku, aku tidak ingin ia menyebut sepatah katapun. Aku tidak butuh kata-kata, aku hanya butu kehangatan dari tubuh Frans. Lelaki yang membuatku selalu merasa gila jika tidak melihatnya lelaki yanga sangat aku cintai. Aku tergila-gila padanya, bahkan rela melakukan apapun untuknya. Aku tersenyum manis padanya dan berbaring di samping tubuh Frans yang bermandikan keringat.
Bersambung ..
Selalu diabaikan
Kriiing …!
Kriiing …!
Tanganku meraba-raba nakas kecil di samping tempat tidurku.
Tanganku menekan benda berisik itu dan berhenti.
“Selamat pagi dunia” kataku merentangkan kedua tangan mengerakkan otot
Menyeret langkah kaki ini dengan malas menuju kamar mandi, membasuh wajahku sebelum melangkah kedapur,
Menyajikan serapan pagi untuk keluarga Frans, dalam keluarga Frans semua menu makanan harus yang sehat-sehat.
Aku mulai belajar memasak agar bisa menyajikan makanan sesuai standar keluarga Frans. Aku memilih jurusan ahli gizi sebenarnya agar bisa selalu menyajikan menu sehat nanti untuk Frans dan anak-anak kami. Maka serapan pagi ini;
Serapan hari ini banana Fancake dan potongan-potongan buah segar.
Setelah selesai serapan Frans langsung pamit.
“Frans tunggu aku,” teriakku, saat ia bergegas mau berangkat duluan.
Aku biasa menumpang untuk berangkat ke kampus, walau nilaiku jelek setiap semester, aku tidak peduli yang penting aku bisa melihat Frans setiap saat, melihatnya bermain bola basket bersama teman - temannya hal yang paling menyenangkan untukku.
Kebanyakan kalau di kampus, sepanjang hari tugasku menemani lebih tepatnya mengekor pada Frans. Dia salah satu deretan cowok idola di kampus, Frans cowok populer di kampus kami, para mahasiswa perempuan akan menatap Frans dengan tatapan dalam setiap kami melintas, membuat hati ini sering sekali merasa panas. Mata wanita akan meleleh melihatnya, ia jago main basket ditambah lagi ia jago main gitar menambah bonus menjadi idola para wanita termasuk diriku.
Kakek, sudah s mengingatku beberapa kali agar menuntaskan kuliah, aku mengacuhkannya, aku bisa dekat setiap hari dengan Frans hal yang luar biasa untukku.
Apa Frans juga menyukaiku? jawabannya tentu saja. Tidak
Aku masih berjuang untuk mendapatkanya, aku memang hobby memasak sejak dari kecil.
Kakekku meninggalkanku di panti asuhan . Merasakan kehidupan yang keras. Kehidupan yang keras itu juga menjadikanku wanita yang pantang menyerah hingga saat itu, pantang menyerah untuk mengejar impian termasuk mengejar pria yang aku suka.
Rumah Keluarga Frans sudah sebagai rumah sendiri bagiku. Mami dan papi sudah menyerahkan dapur rumah itu padaku, untuk menyiapkan menu makanan menjadi tugasku, tugas masa memasak itu aku ambil alih dari bibi Atun, asisten rumah Frans yang sudah puluhan tahun mengabdi untuk keluarga Frans aku ingin belajar jadi seorang istri untuk Frans.
Kadang kalau aku tidak pengen masak, tugas itu ku kembalikan lagi buat bi Atun.
Pulang dari kampus hari ini Frans hanya diam, ia tidak banyak bicara padaku. Setelah malam panas kami malam itu, aku berpikir ia akan berubah sedikit baik padaku karena aku sudah memberikan tubuh ini seutuhnya padanya. Tetapi dugaanku salah, bukan makin dekat Frans selalu ingin menghindar dariku.
Aku jadi sedih, tidak tahu harus bagaimana lagi untuk mendapatkan hati Frans, aku sudah melakukan semuanya. Tetapi ia tisak pernah sekalipun ia mengangapku.
Saat di dalam kamar, ku tatap tubuh ini di pantulan kaca.
‘Iya tubuhku bengkak seperti anak gaja, tetapi aku merasa aku tetap cantik walau pipiku bakpau tetapi tetap manis, Serius aku ….
Frans tidak mau keluar dari kamarnya sejak kami pulang sekolah, aku sudah melakukan berbagai cara untuk menemuinya tetapi tetap tidak berhasil aku mencoba lagi. Tepat saat bibi membawa jus jeruk hangat pesanan Frans.
“Bi, biar aku yang membawa ke kamar Frans iya”
“Tapi Non ….” Si bibi menatapku dengan tatapan khawatir.
“Sudah, tidak apa-apa Bis, biar saja saya saja.” Mengambil alih nampan di tanganya.
Tok …! Tok ….!
“Iya?”
“Frans ini jus jeruknya pesanan kamu, si bibi memintaku mengantar ke sini”
Lama menunggu diam, aku masih berdiri di depan pintu Frans.
“Minum sajalah, aku tidak meminumnya,” ucapnya
Aku merasa sangat kecewa, sekaligus merasa sangat sedih. Tetapi percayalah aku tidak akan menyerah.
*
Pagi ini, Frans kabur duluan tidak menungguku.
Aku memasukkan pancake ke dalam termos bekal yang selalu aku, bawakan untuknya. Pagi tadi Frans belum sempat serapan, jadi aku akan membawakan serapan pagi untuk Frans.
Frans, berangkat pagi sekali dengan alasan ingin latihan basket sebelum pertandingan nanti siang.
Aku berharap latihan itu alasan yang sebenarnya, bukan karena pemaksaan yang aku lakukan malam itu.
Tapi belakangan ini, ia sering sibuk latihan sepanjang hari dan sering melewatkan serapan paginya, sebagai calon istri yang baik. Aku harus ikut andil pada kesehatan tubuh Frans, untuk aset kami nantinya setidaknya itu yang selalu aku pikirkan.
Jam kuliahku siang, aku berlari ke lapangan basket, ternyata benar, ia ada pertandingan hari ini, lapangannya sudah di padati manusia dan kebanyakan para gadis - gadis muda dari kampus.
Cewek -cewek muda penggemar basket. Frans devan sebagai kapten di timnya, jeritan histeris para wanita muda itu terdengar memenuhi lapangan basket hari itu, saat dia men dribble bola lalu memasukkan nya kedalam keranjang .
Tubuhnya yang tegap dan senyumnya yang menawan, tak pelak membuat cewek cewek seperti kena setruman aliran listrik dengan jantung yang berdebar - debar.
Termasuk diriku, bahkan sekelompok cewek cewek pengemar Frans Devan . Membuat clup Franslovers yang pencetusnya seorang gadis bernama Rania yang selalu menyebut diriku ‘babu’ si penganggu dan aku menyebutnya nenek lampir versi melania, bahkan club yang di bentuk sudah memiliki banyak anggota.
Ada lagi pengemar panatik lain, bernama Tiara seorang anak pengusaha Batubara yang ikut tergila- gila pada Frans dan sering kali Rania dan Tiara adu Banteng memperebutkan perhatian Frans . Jadi posisiku sebenarnya dalam keadaan sulit, cinta sepihak.
Saat pertandingan masih berlansung, aku mendekati lapangan basket, keringat yang membasahi tubuh Frans membuatnya semakin seksi, membuat teriakan dan jeritan histeris dari para pengemarn
Akhirnya prewitt panjang menderu memenuhi lapangan menandakan pertandingan telah usai dan kali ini di menangkan NBD 3-2 tim Frans dan teman- teman tepuk tangan sorak meriah mengisi seisi lapangan basket di Universitas ternama itu
“Frans!” teriakku sambil melambaikan tangan kearahnya. Tapi suaraku sepertinya dikalahkan jeritan para cewek-cewek pengemanya yang sedari tadi mengkerumuninya dengan sangat ramai.
Melihat itu hatiku tidak senang. Aku menerobos blokkade cewek- cewek pengemar itu, aku tarik tangannya dari cewek - cewek yang mengkrubuninya, aku menariknya paksa menjauh sampai keluar lapangan, para cewek-cewek pengemarnya meneriakiku, karena aku membawa Frans.
“Lu kenapa sih Fai!” Frans membentakku dengan wajah marah, ia meyingkirkan tangan ini dari lengannya.
“Aku membawa ini untuk Kakak,” ucapku menahan volume suaraku, kemarahan di wajah Frans membuatku ingin berteriak menangis.
Aku menunjukkan rantang bekal pancake yang ku buat tadi pagi.
“Aduh Fai, tidak usah seperti ini lagi, gue sudah serapan, kan gue uda bilang jangan bawa- bawa begituan lagi, gue malu, lihat … lihat semua mata teman-temanku menatapku aneh, mereka mentertawakanmu Fai dengan segala tingkah konyolmu”
“Aku tidak mau kamu sakit, makan di luar itu kan tidak sehat,” jawabku dengan santai seperti biasanya.
Tidak perduli apapun, aku menarik tangannya lagi, membawanya di kursi taman kampus, aku membuka bekalnya untuk ia makan.
“Ayo makan,” ungkapku penuh semangat.
“Fai gue masih belum lapar. Ayolah Fai jangan seperti ini … gue itu bukan anak kecil lagi, berhenti melakukan begini terus.. gue capek Fai, gue malu ama teman-teman gue, berhenti mengikuti gue terus-menerus, cobalah untuk mencari pria lain Fai. Lelaki di luar sana sangat banyak,” ucapnya menatapku dengan tatapan serius.
Aku sudah biasa dengan kalimat seperti itu pengusiran dari cara halus sampai kasar, ia sudah lakukan, dua tahun sudah aku melakukan hal yang sama setiap hari. Aku memang orang yang gigih, kali inipun aku mengacuhkan sikap penolakan itu, aku selalu mengangap semua hanya angin berlalu.
“Ini baju salinnya, aku mengeluarkan bag kecilku dari tasku,” wajahnya datar.
“Letakkan saja disitu, ndut..,” katany, tanpa menolehku, matanya menatap serius ke ponselnya.
Aku sudah mengerti dirinya , kalau dia buru -buru dia akan sering lupa bawa baju ganti, maka itu aku selalu membawa baju ganti untuknya.
“Aku masuk iya, aku ada kuliah siang hari ini,” kataku meninggalkan Frans.
“Iya”
Aku berjalan meninggalkanya, saat aku meliriknya dari jauh, ia masih sibuk dengan ponsel tanpa menyentuh bekal aku letakkan.
Tari sudah menungguku, ia juga melihat kami dari jauh.
“Fai, lo gak capek di acuhkan terus-menerus begitu sama Frans?”
“Gak, aku biasa saja, semuakan butuh proses,” jawabku ceria merangkul pundak mungil Tari sahabatku.
“Ini sudah berapa tahun lebih,Fai,” ucap Tari nada suaranya lagi-lagi terdengar kesal.
“Kita masuk, nanti kita bahas,” kataku menariknya ke dalam kelas
Bersambung.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!