Happy reading 😘😘😘
Saqueena Khanza Humaira, seorang dokter obgyn berwajah cantik dengan segudang keunikan dan pesona. Namun sayang ... masih single di usianya yang sudah memasuki angka 27 tahun. Bukannya tidak laku, Khanza hanya belum bisa move on dari Albirru, cinta pertamanya.
Sudah belasan kali, Khanza menolak kaum Adam yang mengajukan proposal. Tentu saja proposal yang berisi tembak-an cinta ala kaum Adam jaman now untuk meng-khitbah Khanza.
"Za, usiamu sudah 27 tahun lho. Jangan terlalu memilih calon suami berdasarkan bobot bibit bebet ... perfect! Yang terpenting itu iman dan kecakapannya untuk menjadi seorang imam," tutur Kirana yang mulai gemas karena putri comelnya menolak pinangan Fadhlan saudara kembar Fadhli, putra pasangan Fadhil dan Hana. Bahkan, satu bulan yang lalu, Khanza juga menolak pinangan Fadhli dengan alasan yang sama. Karier.
Dengan santai Khanza menanggapi ucapan bundannya, "Bundaku sayang, slow aja ya! Kata Cak Nan ... Los Dol --"
"Mana bisa slow, Za? Kata orang, jika seorang gadis sering menolak pinangan kaum Adam, apalagi pria itu hampir mendekati kata sempurna, maka jodohnya akan seret --" Kirana sedikit meninggikan intonasi suara. Ia semakin dibuat gemas dengan ucapan putrinya.
"Bunda, ucapan adalah doa. Jadi, jangan percaya omongan orang! Percaya saja pada goresan takdir Illahi. Lagian, Khanza menolak Fadhlan bukan tanpa sebab --" ucap Khanza mendadak bijak.
"Oya?" Kirana memutar bola mata jengah. Ia sangat hafal, Khanza memiliki segudang alibi.
"Yaiya donk, masa yaiyalah Bund ...," jawab Khanza jauh dari kata serius diikuti senyuman ala iklan pasta gigi.
Uchhhhhhhgggg ... tangan Kirana serasa gatal ingin menjitak gadis comelnya.
"Ehemmm ... bisa nggak sih, sehari aja Bunda dan Mbak Khanza nggak ribut?" protes Dylan yang baru saja keluar dari kamarnya.
"Bunda hanya menasehati mbakyumu itu, Lan. Kami nggak ribut kog --" elak Kirana dengan mengerucutkan bibir.
Pemuda yang kini berusia 22 tahun itu mendaratkan tubuhnya di antara Kirana dan Khanza.
"Mbak, jelaskan pada kami! Sebenarnya, apa alasan Mbak Khanza menolak pinangan Mas Fadhlan? Bahkan, sebulan yang lalu ... Mbak Khanza juga menolak pinangan Mas Fadhli. Apa sich kekurangan mereka?" tanya Dylan. Ia menatap manik mata kakaknya dengan intens.
Khanza menghela nafas dalam lalu menghembuskannya dengan perlahan sebelum menjawab pertanyaan Dylan. "Lan, kamu sudah pernah mendengar kisah kedua putra Nabi Adam dan Siti Hawa? Kalau sudah, pasti kamu mengerti kenapa Mbak Khanza menolak pinangan Mas Fadhlan dan Mas Fadhli."
Dahi Dylan mengerut hingga kedua pangkal alisnya saling bertaut. Ia nampak berpikir .... Sebenarnya apa maksud ucapan kakak perempuannya itu. Habil dan Qabil ... Fadhlan dan Fadhli?
"Lalu, apa hubungannya Mas Fadhlan dan Mas Fadhli dengan kedua putra Nabi Adam?" Setelah sejenak berpikir, Dylan melisankan tanya. Ia terlihat sangat penasaran dengan jawaban yang akan diberikan oleh Khanza.
Senyum terbit menghiasi wajah cantik Khanza dan Kirana kala mendengar kalimat tanya yang dilontarkan oleh Dylan.
Setelah mendengar ucapan Khanza, Kirana dapat memahami alasan putrinya menolak pinangan kedua pemuda saleh putra Fadhil dan Hana.
"Dek, masa kamu nggak ngerti sich ...," ucap Khanza tanpa memudarkan senyuman di wajahnya.
"Za, Bunda sudah faham. Pasti, kamu tidak ingin jika kedua putra kembar Ustadz Fadhil dan Tante Hana bernasib sama dengan kedua putra Nabi Adam. Mungkin, Fadhlan dan Fadhli bisa saling bertengkar bahkan bermusuhan hanya karena mencintai gadis yang sama," sahut Kirana.
"Apa yang Bunda ucapkan memang benar --" Khanza merekahkan senyumnya disertai netra yang berbinar.
"Ishhhh PD amat," cibir Dylan. Kedua bola matanya berotasi dengan malas.
"Tapi Dylan yakin, Mas Fadhlan dan Mas Fadhli nggak bakalan seperti Habil dan Qabil. Mereka dua pemuda saleh dan berilmu tinggi. Kepribadian mereka pun nggak diragukan lagi. Pasti Mbak Khanza hanya beralibi 'kan? Dylan tau, Mbak Khanza masih mencintai Kak Birru. Ya 'kan?"
DEG
Khanza bergeming. Ucapan Dylan sukses mencubit hatinya.
"Mbak, inget ...! Kak Birru sudah mempunyai istri. Bahkan sebentar lagi, istrinya itu akan melahirkan. Mbak Khanza nggak boleh memikirkan Kak Birru lagi! Masih banyak pemuda yang pantas bersanding dengan Mbak Khanza selain Kak Birru." Dylan menjeda sejenak ucapannya.
"Mbak, andai dulu Mbak Khanza membalas perasaan Mas Rangga, pasti dia nggak akan pergi dari kota ini. Dylan sangat yakin, hanya Mas Rangga yang mampu menjadi imam terbaik untuk Mbak Khanza. Seorang dokter comel dan menyebalkan ...," sambungnya.
Dylan beranjak dari posisi duduk. Ia kembali masuk ke dalam kamar meninggalkan bunda dan kakak perempuannya yang kini sama-sama terdiam.
Khanza menghembus nafas kasar. Ia membenarkan semua ucapan Dylan. Andai waktu dapat berputar kembali, ia tidak ingin menyia-nyiakan ketulusan cinta seorang Rangga Adithya Fairuz. Meski di hatinya masih terukir nama Albirru.
Ada rasa kehilangan ketika Rangga pergi meninggalkan kota ini. Khanza terbiasa dengan rayuan Rangga yang terbilang unik. "Za, seperti Hamzah Qat'ie yang perlu disebut, begitu pula namamu yang harus selalu kusebut di setiap sujudku, di sepertiga malam."
Kirana memahami apa yang kini dirasakan oleh putrinya. Ia pun meraih tubuh Khanza lalu membawanya ke dalam pelukkan.
"Za, lebih baik ... segeralah beristirahat! Bangunlah di sepertiga malam, dan panjatkan pinta pada Robb yang Maha membolak-balikkan hati agar perasaan cintamu terhadap Birru benar-benar terhempas. Benar apa yang diucapkan oleh adikmu. Masih banyak pemuda yang pantas bersanding dengan putri Bunda yang cantik dan comel selain Albirru. Mengenai Rangga ... jika dia calon imam terbaik, Insya Allah kalian pasti akan bertemu dan menyatu dalam ikatan yang halal," tutur Kirana.
"Assalamu'alaikum ...." Terdengar ucapan salam diikuti suara langkah kaki. Seketika, Kirana melepas pelukannya lantas beranjak dari sofa untuk menyambut seseorang yang selalu bertahta di hati. Abimana Surya Saputra.
"Wa'alaikumsalam, Ayah ...." Kirana menghambur ke dalam pelukkan Abimana. Setengah hari tidak bertemu, serasa satu abad bila berjauhan dengan suami handsomenya.
Menyadari Abimana pulang bersama seorang pemuda, Kirana segera melepas pelukannya. Lantas ia menyapa pemuda itu.
Abimana memperkenalkan pemuda yang telah mengantarkannya pulang pada Kirana dan Khanza. Dia ... Adithya. Seorang pemuda gagah, berambut gondrong dan wajahnya dihiasi kumis serta jenggot yang lebat.
Khanza bergidik ngeri melihat wajah pemuda itu. Tak terbayang olehnya jika memiliki suami ... berkumis dan berjenggot lebat seperti Adithya.
Kirana mempersilahkan Adithya untuk duduk di sofa. Lantas ia menyuruh putrinya untuk membuatkan teh hangat. Khanza segera melakukan apa yang dititahkan oleh sang bunda.
Tanpa membutuhkan waktu lama, empat cangkir teh hangat telah tersaji di atas meja. Kemudian mereka berempat berbincang sambil menikmati kesegaran teh hangat buatan Khanza.
"Jadi begini, Bunda, Khanza, Adith, karena Ayah sudah bernazar bahwa siapa pun yang menolong Ayah ketika tadi terjebak lumpur di desa W, jika dia seorang gadis ... Ayah akan menjodohkannya dengan Dylan. Namun jika dia seorang pemuda ... maka Ayah akan menjodohkannya dengan Khanza. Jadi ...." Abimana menjeda sejenak ucapannya lantas menatap lekat-lekat wajah putri comelnya.
DEG DEG DEG
Degup jantung Khanza terdengar tak beraturan. Ia dapat menebak apa yang ingin disampaikan oleh ayahnya.
"Jadi, menikahlah dengan Adithya, Za! Karena Ayah sudah terlanjur bernazar --" pinta Abimana.
Khanza menggeleng. Ia tidak bisa menyanggupi permintaan ayahnya.
"Tidak Yah, Khanza tidak mau menikah dengannya. Bagaimana bisa, Ayah tega menikahkan Khanza dengan pria yang belum jelas kepribadiannya? Tidak Yah. Khanza tidak mau ...."
Khanza beranjak dari sofa lalu mengayunkan kaki menuju kamar. Apapun alasan ayahnya, Khanza benar-benar tidak bisa menerima Adithya sebagai calon imam. Batinnya menjerit diikuti lelehan kristal bening yang jatuh membingkai wajah .....
🌹🌹🌹🌹
Bersambung .....
Happy reading 😘😘😘
Khanza beranjak dari sofa lalu mengayunkan kaki menuju kamar. Apapun alasan ayahnya, Khanza benar-benar tidak bisa menerima Adithya sebagai calon imam. Batinnya menjerit diikuti lelehan kristal bening yang jatuh membingkai wajah ....
....
Di sepertiga malam ketika banyak pasang mata yang masih terpejam karena buaian mimpi semu, Khanza melantunkan kalam cinta seusai rukuk dan bersujud. Ia pun melangitkan pinta dan berkeluh kesah pada Robb-nya atas segala kegundahan hati yang dirasa.
Tiba-tiba indra pendengarannya terusik oleh lantunan kalam cinta yang terdengar sangat merdu. Khanza beranjak dari sajadah lalu ia berjalan ke arah sumber suara.
Khanza menghentikan langkah kaki tepat di depan pintu mushola yang berada di dalam rumahnya. Ia berdiri terpaku menatap punggung seseorang yang baru beberapa jam dikenalnya, Adithya. Ayahnya meminta agar pemuda berambut grondong, berkumis, dan berjenggot lebat itu bermalam di rumahnya dengan alasan rumah Adithya cukup jauh. Tepatnya di desa W. Desa yang dahulu pernah dibangun oleh seorang dokter berhati mulia. Dia ... Ayunda Kirana, ibunda Keanu, Khanza, dan Dylan serta istri comel pilihan Abi.
Mendengar suara merdu Adithya, mengingatkan Khanza pada pemuda yang selalu mengejar cintanya. Dia ... Rangga Adithya Fairuz.
"Ngga, mengapa suara Adithya mirip sekali denganmu? Tetapi wajah kalian sangat berbeda. Wajahmu selalu bersih sedangkan Adithya terlihat kusut. Blassss nggak ada ganteng-gantengnya." Khanza bermonolog lirih.
"Ehemmm ...." Khanza terlonjak kala terdengar suara deheman ayahnya. Sampai-sampai latahnya kumat.
"Pot copot copot cupapi menyonyo --" pekik Khanza sambil memegangi dadanya.
Abimana berusaha menahan tawa meski ia geli menyaksikan kebiasaan unik putrinya. Jika latah selalu saja mengucapkan kata-kata yang sukar untuk diterjemahkan.
"Lagi ngapain, Za? Ngintip calon menantu Ayah, ya?" godanya sambil menoel hidung mancung Khanza.
"Enggak lah. Siapa juga yang ngintip calon menantu ayah," elak Khanza diikuti bibir yang mencebik. Tanpa ia sadari, kata-kata yang baru saja terlisan menyiratkan ... bahwa ia mengakui Adithya sebagai calon menantu ayahnya sekaligus calon imamnya.
Abimana terkekeh mendengar ucapan putrinya. Timbul keinginannya untuk kembali menggoda Khanza. "Bersabarlah Za! Satu minggu lagi, insya Allah kalian akan resmi menjadi pasangan yang halal. Bukan hanya ngintip, memandang dari jarak yang sangat dekat pun sangat diperbolehkan. Bahkan dianjurkan."
"Issshhhh, apaan sih Yah. Kenal pribadinya aja belum --"
"Setelah menikah, kamu bisa mengenal pribadi Adithya, Za. Insya Allah ... Adithya calon imam terbaik untuk putri Ayah. Ayah sangat yakin, kamu nggak akan menyesal menerima Adithya sebagai calon imam, Dokter Saqueena Khanza Humaira."
"Tapi Yah, pernikahan tanpa cinta akankah bisa memberi kebahagiaan untuk Khanza?" tanya yang terlisan dari bibir Khanza disertai manik mata yang mulai mengembun.
Abimana meraih tangan Khanza lalu menggenggamnya dengan erat. Ia tatap manik mata putrinya dengan tatapan yang menyiratkan kasih sayang.
"Za, dulu ... Ayah dan Bunda menikah tanpa didasari oleh rasa cinta. Kami hanya dua insan yang saling membalut luka. Alhamdulillah, setelah terucap nya akad, perasaan cinta di hati kami tumbuh dengan sendirinya. Bahkan, seiring berjalannya pasir waktu, perasaan cinta itu tumbuh semakin besar. Ayah sangat berharap, kamu dan Adithya pun akan sama seperti kami. Yang terpenting, terimalah goresan takdir Illahi dengan keikhlasan. Yakinlah bahwa segala kehendak-Nya adalah yang terbaik," tutur Abimana.
Khanza bergeming. Ia berusaha menelaah kata-kata yang diucapkan oleh ayahnya.
"Za, pernikahanmu dengan Adithya sudah Ayah persiapkan. Bunda akan mengantar kalian berdua ke butik langganannya. Pilihlah kebaya pengantin yang menurutmu bagus!" sambung Abimana.
"Tapi Yah, Khanza tidak --"
"Maaf Za. Kali ini, Ayah tidak bisa menerima penolakan. Nazar yang terlanjur Ayah ucapkan tidak bisa ditarik kembali," tandas Abimana. Perlahan ia melepas genggaman tangannya lantas berlalu pergi dari hadapan Khanza.
Khanza berdiri terpaku. Ia tatap punggung ayahnya hingga tak terlihat.
"Assalamu'alaikum calon istri ...." Ucapan salam Adithya sukses mengalihkan perhatian Khanza. Boro-boro membalas ucapan salam pemuda berambut gondrong itu, Khanza malah memasang wajah jutek.
"Loh, kog nggak dibalas salamnya? Dosa lho kalau nggak membalas salam," protes Adithya seraya menggoda calon istrinya.
Khanza membuang nafas kasar kemudian ia menjawab ucapan salam dengan sangat terpaksa sembari merotasikan bola mata dengan malas.
"Wa'alaikumsalam wahai penghuni kubur --"
Adithya mengelus dada dan mengucap istighfar kala mendengar jawaban salam yang terlontar dari bibir Khanza, gadis comel yang seminggu lagi akan dinikahinya.
"Astaghfirullah --"
"Napa, nggak terima?" Khanza berkacak pinggang dan membelalakkan netranya.
"Santuy aja Yank! Jangan gampang emosian!" balas Adithya dengan memperlihatkan deretan gigi putihnya.
Khanza semakin geram mendengar ucapan Adithya hingga tangannya serasa gatal ingin melayangkan bogeman mentah.
"Za --" Seketika Khanza menoleh ke arah asal suara. Keinginannya untuk melayangkan bogeman mentah menguap begitu saja ketika terdengar suara lembut yang sangat familiar.
"Bunda," lirihnya.
"Bunda Kiran," sapa Adithya disertai seutas senyum. Lalu ia mencium punggung tangan calon ibu mertuanya dengan khidmat.
"Nak Adith, sudah waktunya menjalankan ibadah sholat subuh. Mari kita sholat subuh berjamaah!" ajak Kirana.
"Iya Bund," balasnya sambil mengangguk pelan.
"Kita tunggu Ayah dan Dylan sebentar ya," ucap Kirana.
Tanpa menunggu lama, Abimana dan Dylan tiba di Mushola. Kemudian kelima insan itu mensucikan diri dengan air wudhu sebelum memulai ritual ibadah sholat subuh.
Setelah mengumandangkan iqomah, Abimana mempersilahkan Adithya untuk menjadi imam.
"Allahu Akbar." Adithya melantunkan takbiratul ihram sebagai penanda dimulainya ritual sholat subuh. Bibir Adithya sangat fasih melantunkan ayat-ayat cinta. Suaranya pun terdengar merdu hingga menggetarkan hati setiap insan yang mendengarnya, tak terkecuali Khanza.
🌹🌹🌹🌹
Bersambung .....
Jangan lupa untuk selalu meninggalkan jejak like 👍
Beri komentar
Rate 5
Gift atau vote jika berkenan mendukung author agar tetap berkarya
Trimakasih dan banyak cinta ❤😘
Happy reading 😘😘😘
Seperti apa yang telah disampaikan oleh Abimana, pagi ini Kirana mengantar Khanza dan Adithya pergi ke butik langganannya. Butik tersebut dimiliki oleh Tiara, putri Adam dan almarhumah Shelly.
Tiara menyambut para tamunya dengan ramah. Bagi Tiara, Kirana merupakan pelanggan yang teramat spesial.
"Tante Kiran," sapa Tiara. Kedua wanita berbeda generasi itu saling berpeluk singkat.
"Tiara, apa kabar sayang?"
"Alhamdulillah, baik Te. Tante apa kabar?"
"Alhamdulillah, sama seperti Tiara. Oya, apa kabar Mama Misshel? Sudah dua minggu ini kami tidak bertemu. Mama Misshel sehat 'kan?"
"Mama Misshel juga baik-baik saja, Te. Beliau dalam keadaan sehat wal afiat. Sudah satu minggu lebih Mama Misshel dan Papa Adam berlibur ke Inggris."
"Syukurlah kalau Mama Misshel dalam keadaan sehat wal afiat. Papa dan mama sambungmu selalu so sweet. Mereka pasangan yang sangat serasi, Ra."
"Iya, Te. Tapi Tante Kiran dan Om Bima juga pasangan yang selalu so sweet. Bahkan lebih so sweet bila dibandingkan dengan Tiara dan Mas Nino," puji Tiara seraya merendah.
Hati Kirana berdaun-daun kala mendengar pujian yang dilontarkan oleh Tiara. "Ahhhh, bisa aja kamu Ra," sahutnya dengan melebarkan senyum.
"Astaghfirullah, sampai lupa nggak menyapa adik comel." Tiara menepuk jidatnya. Karena keasyikan berbincang dengan Kirana, sampai-sampai ia terlupa menyapa Khanza.
"Khanza sayanggggg," sapa Tiara sambil memberi pelukan erat.
"Mbak Tiara sayang." Khanza membalas pelukan wanita yang sudah ia anggap sebagai kakaknya sendiri dengan tak kalah erat.
"Tumben ikut ke butik, Za?" tanya Tiara sambil melerai pelukan.
Khanza menghembus nafas sedikit kasar lantas membalas pertanyaan Tiara, "perintah dari Baginda Raja, Mbak."
Dahi Tiara mengerut kala mendengar jawaban yang diberikan oleh Khanza. "Baginda Raja? Maksudnya ... Om Bima?"
"Yupsss, bener banget Mbak."
"Ehem, begini lho Ra --" Kirana menyela obrolan Tiara dan Khanza.
"Insya Allah, satu minggu lagi ... Khanza akan menikah. Jadi, ayahnya Khanza meminta Tante untuk mengantar putri dan calon menantu kami ke butik agar mereka berdua bisa memilih kebaya pengantin dan jas hasil rancangan terbaikmu Ra," imbuh Kirana.
Tiara terkesiap kala mendengar penjelasan Kirana. "Beneran Te, Khanza comel sebentar lagi akan menikah? Dengan siapa? Pasti calon suami Khanza nggak kalah cakep dari Albirru 'kan?" cecar nya.
"Iya, Ra. Khanza akan menikah dengan calon imam yang insya Allah lebih baik bila dibandingkan dengan Albirru," jawab Kirana dengan mengulas senyum, sedangkan Khanza ... ia memilih untuk tidak menanggapi semua pertanyaan yang dilontarkan oleh Tiara. Khanza teramat malu untuk mengakui bahwa Adithya lah yang menjadi calon suaminya. Pria berambut gondrong, berkumis, dan berjenggot lebat. Sangat jauh dari kata handsome. Bila dibandingkan dengan Albirru, wajah Adithya tidak ada apa-apa nya.
Kirana sangat memahami putrinya. Ia pun mewakili Khanza ... memperkenalkan Adithya pada Tiara.
"Ra, kenalkan ... ini Adithya! Calon suami Khanza."
Netra Tiara berotasi sempurna. Ia menatap Adithya dari bagian kaki hingga ke ujung kepala. Tiara tidak percaya, ternyata calon suami Khanza jauh dari bayangannya.
Adithya mengulas senyum sambil menangkupkan kedua telapak tangan di depan dada. Setelah sejenak terpaku, Tiara melakukan hal yang sama dengan Adithya.
"Emmm, Khanza ... Adith, silahkan memilih kebaya dan jas yang kalian sukai!" ucap Tiara dengan tersenyum kikuk.
"Terserah Mbak Tiara aja dech. Mbak Tiara sudah tau 'kan, model kebaya yang Khanza suka? Dan untuk jas nya ... model apapun, pasti cocok untuk dia," sahut Khanza seraya menyindir calon suami gondrongnya.
Kirana menghela nafas dalam dan menggelengkan kepala ketika mendengar sindiran Khanza yang ditujukan untuk Adithya. Sedangkan Adithya, dia hanya tersenyum. Pemuda berambut gondrong itu sangat memaklumi calon istri comelnya.
Tiara pun mulai memilihkan kebaya dan jas untuk kedua calon pengantin dadakan.
"Coba kebaya yang ini, Za!" Tiara mengulurkan kebaya dengan model kerah semi sanghai berwarna putih yang dihiasi renda dan bertabur payet.
Dengan malas Khanza menerima kebaya tersebut lalu ia masuk ke kamar pas untuk mencobanya.
Adithya menatap kagum ketika calon istrinya keluar dari kamar pas dengan mengenakan kebaya yang dipilihkan oleh Tiara. "Masya Allah, cantik sekali --" puji Adithya tanpa mengedipkan netranya.
"Ngapain lihat-lihat?" ketus Khanza.
"Za, sebagai seorang perempuan yang berpendidikan, nggak baik lho bicara seperti itu. Bicaralah yang manis dan sopan dengan calon suamimu!" tutur Kirana sambil mengelus pundak putrinya.
Khanza mendengkus. Ia teramat sebal jika harus berbicara manis dan sopan dengan calon suami yang sama sekali tidak diinginkan nya.
Setelah Khanza mencoba kebaya, kini gantian Adithya ... mencoba jas yang dipilihkan Tiara untuknya. Pria berambut gondrong itu terlihat bertambah gagah dengan jas berwarna putih.
Khanza mengakui kegagahan Adithya. Namun sayang, setiap melihat kumis dan jenggot lebat yang menghiasi wajah calon suaminya itu, membuat Khanza bergidik ngeri. Jika bukan karena baktinya terhadap sang ayah, Khanza serasa ingin melarikan diri saat ini juga demi menentang perjodohannya dengan Adithya.
Khanza hanya bisa pasrah. Ia berusaha menerima goresan takdir dengan keikhlasan meski di dalam batinnya menjerit dan menangis. Pernikahan tanpa cinta, bukanlah impian Khanza selama ini ....
🌹🌹🌹🌹
Bersambung ....
Jangan lupa untuk selalu meninggalkan jejak like 👍
Beri komentar
Rate 5
Gift atau vote jika berkenan mendukung author agar tetap berkarya
Trimakasih dan banyak cinta ❤😘
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!