Kuedarkan pandanganku ke segala penjuru arah, dapat kulihat bunga-bunga anggrek yang tersusun rapi di salah satu sudut taman. Serta air mancur tiga tingkat ditengah-tengah. Disekelilingnya tertata bebungaan kecil beraneka warna, sementara jauh ditepian taman tertata rapi pohon-pohon besar nan rindang. Pohon-pohon yang cukup besar untuk dipanjat dan dinaiki ranting-rantingnya.
Tiba-tiba dapat kurasakan hawa kehadiran seseorang dibelakangku, membuatku refleks menoleh ke arah itu. Kudapati seorang gadis cantik seusiaku, kira-kira delapan belasan tahun usianya.
Gadis itu berambut lurus, berwarna coklat sebahu, mengenakan dress biru muda dengan desain sederhana. Gadis itu tersenyum lebar kepadaku, mengambil duduk dengan santainya di salah satu batang pohon yang dipijakinya.
"Halo pangeran Jasper," sapa gadis itu.
Kuteruskan saja kegiatanku mengamati segala penjuru taman luas ini tanpa menanggapi sapaannya. Terlalu malas untuk bercakap-cakap dengan gadis itu.
"Hahaha pasti kabur dari istana lagi ya?" si gadis melompat dari salah satu ranting.
"Yang kutakuti bukan prajurit yang berpatroli tapi justru ayahmu. Beliau ada di rumah, Saphir?" jawabku masih waspada dan tetap mengamati keadaan di sekeliling.
"Tidak ada. Sepertinya masih di istana," jawab Saphir ringan.
"Syukurlah kalau begitu," aku membuang napas lega.
Kulangkahkan kakiku ringan, tanpa perlu berjingkat dan sembunyi-sembunyi lagi ke rumah super mewah di seberang taman. Paviliun perdana menteri Almekia Kingdom.
Seperti bisa, aku langsung masuk tanpa sungkan ke dalam kediaman itu. Saphir mengikuti dengan setia dibelakangku sambil sesekali berceloteh tentang apa saja. tentang hal-hal dan gosip yang bahkan tidak penting sekalipun.
Hubunganku dengan keluarga perdana ini menteri memang sangat akrab. Satu hal yang paling membuatku senang adalah mereka tak pernah segan dan sungkan padaku. Mereka tak pernah mempermasalahkan statusku sebagai seorang pangeran kerajaan ini.
Sebenarnya selain keluarga perdana mentri masih ada tiga keluarga menteri lain yang seakrab ini denganku. Putra-putri mereka yang sepantaran denganku pun menjadi teman baikku.
Aku juga selalu memanggil mereka dengan sebutan 'paman dan bibi' jika berhadapan dalam situasi non-formal.
"Hei Jasper, kebetulan bibi baru selesai masak. Ayo sini cicipilah!" Seorang wanita setengah baya yang anggun dan keibuan dengan rambut coklatnya yang tersanggul rapi menyapaku.
Wanita itu sedang mempersiapkan hidangan makan siang diatas meja makan. Beliau adalah bibi Agata, ibu dari Saphir serta istri dari sang perdana menteri Kerajaan. Wanita nomer dua di negeri ini setelah ibundaku, sang Ratu.
"Hm, baiklah... aku memang sudah sangat lapar," jawabku senang.
Aku mengambil duduk di salah satu kursi yang mengelilingi meja makan oval yang terbuat dari mammer halus dan super besar.
Diatas meja sudah terhidang berbagai jenis makanan mulai makanan pembuka, menu utama, penutup bahkan sampai cemilan dan buah- buahan pun lengkap tersedia.
"Mewah sekali...Apa akan ada acara? Atau bibi Agata sengaja menyiapkannya untukku?" Tanyaku padanya.
"Tentu saja Jez, kemarin kau makan di rumah bibi Emerald dan kemarinnya lagi di rumah bibi Garnet jadi sekarang giliran rumahku kan?"
"Saphir, kamu temanilah Jasper makan!" jawab beliau sambil terus mondar-mandir dari dapur-ruang makan, membawakan berbagai makanan.
"Jadi? Kau kabur lagi dari pelajaranmu lagi, wahai pangeran nakal?"
"Hehe iya bi," aku mulai menyantap makanan pembuka dimsum, masakan cina kali ini.
"Ibunda terus saja mendatangkan guru-guru private untukku. Mulai dari guru bela diri, kemiliteran, kepribadian, taktik perang, ketatanegaraan, bahkan magic dan pengobatan. Membuatku suntuk saja, membosankan." Keluhku dan didengarkan dengan seksama oleh ibu dan anak itu.
"Semua itu bagus untukmu Jez, agar kau cepat pintar dan bisa cepat menyusul kakakku dan yang lainnya." Seperti biasa Saphir selalu berusaha menghiburku dengan ucapan manisnya.
"Terus kapan kau juga belajar memasak makanan yang enak seperti ibumu?" Jawabku balik menggodanya dan dia langsung memasang muka masamnya.
Sementara ibunya ikut tertawa bersamaku. Yah meskipun seorang gadis, Saphir termasuk gadis tomboy yang lebih suka belajar beladiri daripada memasak.
"Tapi entah kapan aku bisa menyusul mereka jika sampai saat ini ibunda bahkan tidak mengijinkanku untuk menyentuh Gear?"
"PYAR!!"
Aku terlonjak kaget saat bibi Agata tiba-tiba menjatuhkan gelas yang sedang dibawanya. Beliau terlihat sangat kaget dan syok mendengar perkataanku barusan.
"Jez?! Benarkah yang kau katakan?..."
Beliau buru-buru menghampiriku, memaksaku berdiri dari kursiku dan mencengkeram kedua pundakku dengan sangat keras. Sungguh aneh sekali.
"Tidak mungkin, tidak mungkin Nefrit melarangmu menyentuh gear...tidak jika sampai akhir hayatnya pun ayahmu berada bersama gear!"
Aku semakin bingung dan tidak mengerti menghadapi reaksi janggal bibi Agata ini. Lebih-lebih saat mendengar ucapan beliau barusan. Apakah beliau mengetahui sesuatu tentang ayahku? Sesuatu yang tidak kuketahui? Tentang kematian ayahku?
"Bibi? Bibi tahu sesuatu tentang ayahanda?" kugunakan kesempatan ini untuk balik bertanya.
"Bagaimana ayahanda wafat bi?"
Bibi Agata terdiam tanpa menjawab.
"Tolong ceritakan padaku... kumohon jawablah bi!" Pintaku penuh harap padanya.
Seolah baru tersadar bahwa merupakan hal tabu untuk membicarakan tentang mendiang ayahanda di hadapanku, bibi Agata langsung mengubah sikapnya. Menarik tangannya dari tubuhku dan menjauh dariku beberapa langkah.
"Tentu... tentu saja aku tahu tentang beliau...Ayahmu, ayahmu adalah raja yang sangat agung. Pahlawan kerajaan ini..." Tanpa bisa kucegah bibi Agata sudah menarik tangannya dariku.
Beliau beranjak pergi meninggalkan aku dan Saphir yang masih kebingungan akan reaksi janggalnya barusan. Kami berdua hanya bisa bertukar pandangan keheranan.
"Apakah aku tak berhak mengetahui tentang ayahandaku sendiri, Saphir?" Tanyaku frustasi.
Kuhempaskan diriku kembali diatas kursi yang tadi kududuki. Saphir yang biasanya selalu bisa menghiburku pun kali ini kehilangan kata-katanya. Dia tak bisa menjawab, hanya bisa memberikan dorongan dan kehangatan padaku dengan genggaman erat sebelah tangannya.
"Terima kasih..." ujarku mencoba tersenyum.
Aku berusaha melanjutkan menyantap hidangan yang telah susah payah disajikan bibi Agata untukku. Nafsu makanku telah hilang entah kemana perginya, meskipun perutku masih lapar tapi entah mengapa mulutku jadi susah untuk menelan makanan lezat ini.
_______#_______
Kupandangi langit malam dari salah satu balkon di lantai tiga istana, gelap dan pekat. Sang rembulan hanya menampakkan sebagian kecil cahayanya yang berbentuk seperti sabit. Seolah memberi kesempatan pada ribuan bintang untuk ikut memamerkan kilauan cahaya mereka.
"Selamat malam Jasper," sebuah sapaan dari sebuah suara yang halus dan lembut menyadarkan aku dari lamunan.
Kualihkan pandanganku kearah datangnya suara. Dan kudapati sosok seorang wanita yang sangat cantik bagaikan dewi yang baru turun dari langit. Wanita itu tampak semakin bersinar dengan gaun sutra berwarna putih dan selendang merah yang dikenakannya.
Sangat kontras dengan latar belakang gelapnya langit malam bertabur bintang. Sangat anggun, kharismanya mampu membuat siapapun yang melihatnya untuk menahan napas sejenak... Dialah ibundaku, sang paduka ratu agung negeri ini.
Beliau adalah seorang wanita kuat yang telah membesarkan aku seorang diri, tanpa sosok dan figure seorang suami. Ditengah kesibukannya sebagai seorang ratu yang memimpin kerajaan ini, beliau masih mampu mencurahkan segala cinta dan perhatiannya hanya kepadaku putra semata wayangnya.
Padahal dengan segala yang terdapat pada dirinya, tidak sedikit raja atau pangeran dari berbagai negeri yang berniat meminangnya untuk dijadikan istri. Tapi ibunda menolak semuanya, ibunda begitu setia kepada mendiang ayahandaku yang misterius.
Sangat misterius sampai-sampai aku putra kandungnya saja tidak tahu bagaimana wajah, nama, dan segala sesuatu tentang dirinya.
Bagaimana kejadian yang membuat beliau wafat? Kejadian besar seperti apa yang bisa menyebabkan wafatnya seorang raja suatu kerajaan?
Yang kutahu hanyalah bahwa ayahandaku adalah raja yang agung dan sangat hebat, pahlawan kerajaan. Semua orang di negeri ini berkata begitu. Tapi sehebat apakah beliau? Apa saja yang telah dilakukannya? Bagaimana sepak terjangnya semasa hidupnya? Semua masih tetap menjadi sebuah misteri besar.
Aku membungkukkan badanku sedikit, memberikan penghormatan kepada ibunda walau agak terlambat.
Beliau tersenyum simpul menyambut penghormatanku dan mengambil tempat berdiri di sebelahku, ikut memandangi langit malam di kejauhan.
"Bulan dan bintang indah berkilauan, tapi merekapun akan mati tak berdaya tanpa secercah cahaya dari sang surya" kata ibunda sambil menerawang jauh, seolah berkata pada dirinya sendiri, bukan kepadaku.
Aku memang sudah mendapat pelajaran sastra ataupun ilmu pengetahuan alam, tapi tetap saja aku bingung tak mengerti apa makna dari perkataan beliau. Setahuku bintang kan bisa bersinar sendiri tanpa matahari? Hanya bulan yang membutuhkan cahaya dari matahari untuk bersinar.
"Jasper, kamu sudah 18 tahun nak. Sudah waktunya kamu untuk mengemban tanggung jawab. Jangan terlalu banyak bermain dan melakukan kegiatan yang tidak perlu!" Kali ini perkataan beliau ditujukan padaku, dengan nada yang terdengar sangat halus tanpa nada menuduh.
Bahkan beliau juga melemparkan senyuman sayangnya padaku. Membuatku merasa malu pada diriku sendiri yang seolah tidak bertanggung jawab dan suka seenaknya kabur dari pelajaran-pelajaranku.
"Kurasa sudah saatnya kamu mendapat seorang mentor untuk mengawasi segala aktivitas dan pendidikanmu."
Aku kaget sekali demi mendengar ucapan ibundaku. Mentor? Orang yang akan, membimbing, mengawasiku serta membatasi semua kegiatan dan perasaan pribadiku? Yang benar saja...
"Kemarin paman Kunzite menawarkan dirinya menjadi mentormu. Bagaimana menurutmu?" Lanjut ibunda beberapa saat kemudian karena aku tak kunjung menjawab.
Benar-benar gila! Bagaimana mungkin Paman Kunzite, seorang perdana menteri kerajaan sampai turun tangan sendiri untuk menjadi mentorku? Kalau sudah seperti ini tentunya aku tak punya pilihan lain kan?
"Ehm maafkan ananda, ibunda ratu." Kupaksakan otakku loading lebih cepat untuk dapat mengubah situasi yang sangat merugikan bagiku ini menjadi sedikit menguntungkan.
"Terima kasih atas kebaikan ibunda. Dan tentunya tak ada keraguan lagi pada kecakapan perdana mentri Kunzite. Maka ananda dengan senang hati akan menerimanya..."
"Ehm, tetapi ananda memiliki satu permintaan. Tolong izinkan ananda mendapatkan pengetahuan tentang Gear. Perkembangan teknologi gear saat ini sangat pesat, ilmu gear pasti dapat memperdalam pengetahuan ananda." Kuberanikan diriku untuk membahas tentang gear pada ibundaku.
(Gear, robot ± 7 meter dengan berbagai macam bentuk, warna dan kemampuannya. Robot ini hanya memiliki satu kokpit untuk seorang pilotnya).
"Gear?" Tanya ibunda sedikit kaget. "Mau apa kau dengan benda berbahaya itu?" Nada suara ibunda ratu naik satu oktav.
"Ananda hanya ingin tahu bagaimana pengoperasiannya, spesifikasi dan cara mengendalikannya. Bukan untuk perang ataupun perusakan" Aku mencoba beralibi.
"Baiklah nanti akan ibunda pertimbangkan masalah Gear ini dengan Mentormu. Sekarang sudah larut malam, beristirahatlah karena mulai besok paman Kunzite akan memulai tugasnya. Besok beliau akan memberikan jadwal kegiatan baru untukmu." Ujar ibunda membelai lembut rambutku dan mencium keningku, memberiku ucapan selamat malam.
Membuatku mau tidak mau balas memberikan penghormatan dan meminta undur diri dari hadapannya.
Aku pun akhirnya melangkahkan kaki menjauh dari ibundaku. Hanya bisa mengutuki ketidakberdayaanku untuk menentang perintah beliau. Mana mungkin ibunda ratu mau bersusah payah untuk mempertimbangkan tentang Gear? Beliau yang bahkan tidak mengijinkanku aku menyentuh benda itu.
Gear adalah benda paling menakjubkan yang dibuat manusia di abad ini. Robot-robot yang umum digunakan dalam dunia militer maupun transportasi. Tidak jarang juga sebagai senjata perang dan alat penghancuran. Tapi tetap saja semua kembali kepada pilotnya masing-masing. Kembali kepada manusia yang memgendalikannya. Jadi bukanlah gear yang berbahaya melainkan pilot yang mengendalikan, hawa nafsu manusialah yang lebih berbahaya daripada gear itu sendiri...
_______#_______
🌼Yuuuuks say PLIIIIS jangan lupa kasih LIKE dan KOMEN 🌼
Pagi-pagi sekali saat aku masih dalam proses berpakaian, pintu kamarku diketuk. Segera kujawab dan mengijinkan siapaun itu untuk masuk ke dalam kamar. Seperti dugaanku, Paman Kunzite lah yang datang menghampiriku. Mentorku mulai hari ini.
"Selamat pagi, pangeran Jasper," Sapa beliau padaku dengan nada formal andalannya.
"Selamat pagi, perdana mentri Kunzite," jawabku tak kalah formal.
"Ini jadwal jadwal anda mulai hari ini. Silahkan anda periksa dengan seksama, mungkin ada yang belum jelas dan perlu ditanyakan." Diserahkannya beberapa lembar kertas padaku.
"Jika anda sudah siap, pelajaran pertama akan segera kita dimulai." Tambah beliau dengan nada yang lebih serius lagi, bahkan lebih kaku dari bisaanya. Nada yang membuatku langsung menurut saja tanpa membantah.
DAILY SCEDULE MONDAY
08.00-10.00 latihan kekuatan fisik
10.00-13.00 teknik dan jurus beladiri serta bersenjata
13.00-14.00 istirahat dan membersihkan diri
14.00-15.00 makan siang bersama pejabat istana
15.00-19.00 taktik perang dan ketatanegaraan
19.00-20.00 istirahat dan membersihkan diri
20.00-21.00 makan malam bersama ibunda ratu dan mentor
21.00- istirahat di ruangan pribadi
Dahiku sampai berkerut demi membaca daftar acaraku untuk hari ini.
'Gila! Apa-apaan ini? Padat sekali!' Umpatku dalam hati saja, tanpa kata-kata.
Kuamati lembaran-lembaran kertas yang lain. Jadwal kegiatanku untuk besok dan besoknya lagi yang sama padatnya. Hanya menu pelajaran sore yang berbeda tiap harinya. Dan setelah kuamati, aku bahkan tidak mendapat liburan akhir pekan!
"Maaf paman..." Ujarku ragu setelah memeriksa semua jadwalku selama seminggu dengan seksama. "Mengapa tak ada pelajaran mengenai Gear disini?"
"Gear?" Paman Kunzite sedikit mengerutkan dahinya. "Kurasa anda belum siap."
"Aku sudah dewasa paman, sudah saatnya aku mempelajari tentang Gear!" Selaku tidak puas, merasa didiskriminasikan.
Padahal Diamond, putra sulung Paman Kunzite sudah bisa dan diperbolehkan untuk mengendarai gear pada usia 10 tahun, jauh lebih mudah dari usiaku saat ini.
Diamond bahkan sudah ikut pergi berperang dua tahun kemudian. Lebih jauh lagi saat ini Diamond sudah menjabat sebagai Kolonel yang memimpin pasukan di wilayah perbatasan pada usianya yang masih 23 tahun...Sungguh tidak adil!
"Baiklah nanti akan saya bicarakan kembali dengan paduka ratu." Jawab Paman Kunzite beranjak pergi dari kamarku, tak ingin memperpanjang pembicaraan lagi.
"Ayo kita mulai pelajaran hari ini!" Beliau mendahuluiku ke training centre.
Aku mengekor saja di belakangnya sampai ke tempat tujuan. Ruangan tujuan kami di lantai satu istana.
"Oiya pangeran, karena saya tidak mungkin mengikuti anda kapanpun dan kemanapun anda berada. Maka saya sudah menyiapkan dua pengawal pribadi untuk anda." Paman Kunzite mengenalkan dua orang pria yang telah menunggu kami disana.
Kedua pria berbadan tegap dan berusia dua puluh tahunan yang berwajah sama. Yah mereka kembar, dan keduanya memiliki wajah yang bertampang sama seriusnya. Keduanya memiliki postur tubuh yang bagus layaknya seorang prajurit papan atas.
"Yang berbaju merah namanya Dextra dan yang berbaju biru Sinistra. Mereka bertugas untuk mendampingi anda. Jika masih di lingkungan istana anda bisa mengusir mereka saat menginginkan privasi...Anda keberatan?" Paman Kunzite memastikan kepuasanku akan kedua pengawal pilihannya.
Aku menggelengkan kepala untuk menjawabnya, bersyukur masih diberi sedikit privasi. Better than nothing.
Sejak hari itu, setiap harinya aku menjalani hari-hari yang sangat berat dan sibuk. Membuatku selalu terlentang di ranjang tanpa sempat mengganti pakaianku setiap malam. Seluruh tubuhku rasanya ngilu dan nyeri karena banyaknya memar dan luka ringan yang kuderita. Luka yang kudapat dari pukulan, bantingan, bahkan sabetan pedang Paman Kunzite saat sesi latihan bela diri.
Dan malam ini, betapa kagetnya aku saat kurasakan tubuhku begitu ringan, hangat dan nyaman. Saat kubuka mataku, kudapati ibunda ratu sedang duduk disamping ranjangku.
Beliau mengulurkan lengannya di atas tubuhku, menyalurkan tenaga dalamnya yang berwarna kehijauan, tenaga penyembuh untuk mengobati luka-lukaku.
"Se, selamat malam ibunda..." Saking kagetnya aku langsung terduduk, bangkit dengan buru-buru dari tidurku.
"Tak usah secanggung itu pada ibumu sendiri, Jez." Jawab beliau tersenyum lembut padaku. Perlahan beliau membuka kancing kemejaku satu-persatu.
"Astaga banyak sekali lukamu. Berbaringlah, ibu akan coba menyembuhkanmu!" Ujar beliau membantuku kembali berbaring.
Aku hanya menggangguk menjawabnya, entah kenapa detak jantungku menjadi lebih cepat tak terkendali menyadari posisi ibundaku sedekat ini.
Apalagi saat aku melihat penampilan ibunda. Jauh lebih cantik dari biasanya dengan wajah tanpa riasan, gaun tidur sutra putih yang sedikit tipis serta selendang merahnya...
"Apa kau begitu inginnya mengendarai gear?"
"Apa?...be, benar ibunda." Jawabku gugup saking kagetnya mendengar pertanyaan tabu tentang gear dari mulut ibunda.
"Apa kau yakin sudah siap dan sanggup untuk mengendalikannya?"
"Tentu! Tentu saja! Ananda akan berusaha dan berlatih dengan sekuat tenaga!" Jawabku mantap penuh semangat. Ingin meyakinkan ibunda akan tekadku.
"Sudah kuduga kau akan menjawab begitu. Ibunda tahu keinginanmu kali ini sudah tak dapat dibendung lagi...Baiklah kuijinkan kau mendapat pelajaran Gear, mulai besok akan ada pelajaran Gear untukmu"
"Terimakasih ibunda." Saking senangnya, kontan kupeluk tubuh ibundaku dengan erat. Membuatnya berhenti memberikan heal, energi penyembuh kepadaku. Beliau balas memelukku penuh kasih sayang.
"Berjanjilah kau tak akan lupa diri dan menjadi gila perang setelah mengenal gear." Tambah beliau yang langsung kusanggupi dengan anggukan mantap sebagai jawaban.
_________#__________
Aku membaca rincian jurus dan teknik menggunakan senjata gear yang akan kupraktekkan besok dari layar komputer hologram-ku. Sebelum memberikan materi baru, Paman Morgan, guru pelajaran Gearku selalu memberikan tutorial berisi rincian manual, penjelasan serta peragaan gerakan-gerakan yang akan dilakukan dalam sebuah megadisk.
Entah mengapa Paman Kunzite tidak mau mengajariku meteri gear, menurut ibunda beliau sudah tidak mau lagi menyentuh gear karena suatu hal. Selain itu juga dikarenakan Paman Morgan adalah Gear master terhebat di seluruh kerajaan.
Belum lama kuotak-atik komputerku, mataku sudah tak bisa diajak kompromi lagi. Aku tertidur diatas tombol-tombol keyboard dengan tiga layar komputer hologram masih menyala. Parahnya aku juga belum mengunci jendela kamar dan pintu balkonku. Sehingga angin dingin, kering dan tidak ramah gurun pasir pada awal desember ini dapat masuk ke dalam kamarku dengan bebas.
Pelajaran gearku sudah berlangsung dua bulan. Aku sudah mengalami banyak kemajuan sekarang, sudah bisa bertarung bahkan berperang. Walau hanya memakai Common Gear yang tidak canggih, gear yang biasa dipakai oleh para prajurit. Atau biasa dipakai sebagai sarana transportasi.
Gear menyerap begitu banyak tenagaku. Hampir tiap malam aku tergeletak kecapekan, tapi keesokan harinya entah mengapa aku merasa segar lagi. Seakan dialiri semangat baru, tak sabar menantikan saat-saat untuk mengendarai Gear lagi.
Aku tersentak kaget, terbangun saat sebuah tepukan keras mendarat dipunggungku. Sakit!!
Perlahan aku bangkit, kugosok-gosok kelopak mataku, memulihkan sebagian kesadarannya. Mencari sumber datangnya tepukan. Siapa coba yang begitu kurang ajar dan berani memukul seorang pangeran sekeras itu?
"Jendela dan pintu balkon belum dikunci, angin bertiup sangat kencang dan dingin. Kau malah enak tidur disini, bagaimana kalau kau sakit? Atau lebih parah ada penyusup yang ingin membunuhmu, wahai pangeranku?" Sapa sebuah suara santai dengan nada setengah khawatir, setengah mengejek. Suara yang sangat familier dan kurindukan.
"DIAMOND!" Pekikku terbelalak tak percaya mendapati sosok gagah dihadapanku.
Seorang pemuda dengan paras jauh diatas rata-rata, dengan mata coklat keemasannya yang tajam dan rambut pendek yang dibiarkan berantakan. Aku mengulurkan tanganku menyapanya, tetapi alih-alih menjabatnya Diamond malah menarikku kedalam pelukannya.
"Kau masih sama Jez, tetap manis seperti dulu." Ujarnya setelah puas memelukku.
"Ayahku bilang kau sudah mulai mahir mengendarai gear? Wah kita bisa duel 1 on 1 donk? pasti seru!" Lanjutnya dengan cengiran khasnya, mengamati ketiga layar hologramku.
"Iya," jawabku singkat, cepat-cepat mematikan komputerku. Yang benar saja, aku bisa mati konyol kalau nekat melawan Diamond saat ini.
"Hei mana yang lain?" Tanyaku mencoba mengalihkan pembicaraan.
"Zircon dan Opal sudah pulang sebelum aku tiba. Kurasa Opal masih sibuk membantu di rumah sakit pusat. Maklum banyak tenaga medis yang mengambil cuti akhir tahun..."
"Zircon, kau tahu sendiri kan seperti apa dia? Jangan harap dia mau menghamipiri hanya untuk memberitahukan kedatangannya. Lagian sepertinya bibi Garnet masih belum mengijinkannya keluar paviliunnya, kangen berat ama anak semata wayangnya" Jawab Diamond panjang lebar.
"Kalian disini sampai kapan?" Tanyaku takut tak bisa bermain lama-lama dengan ketiga sahabatku itu.
Para sahabatku yang kini bertugas sebagai prajurit yang menjaga perbatasan. Aku ingin bisa bermain bersama mereka seperti dulu, mereka selalu nempel kemanapun aku pergi. Tapi dengan jadwal kesibukanku saat ini rasanya semua itu mustahil dapat terlaksana.
"Sialan kau. Baru datang sudah ditanya kapan pulang... Tenang saja Jez, aku berencana disini sampai tahun baru. Entah kalau mereka berdua..." Ucapan Diamond tiba-tiba terhenti dan secepat kilat dia berlalu kearah balkon, hilang dari pandangan.
Tak lama kemudian kebingunganku terjawab dengan adanya ketukan di pintu kamarku. Hebat sekali dia bisa merasakan kedatangan seseorang dengan jarak sejauh itu, aku saja tak merasakan apa-apa sampai ada ketukan tadi. Kubuka pintu untuk memeriksa siapa yang datang...
"Maaf pangeran, kami mendengar ada suara-suara dari dalam. Kami khawatir ada seorang penyusup..." Sinistra, salah satu pengawal pribadiku melapor. Sementara satunya, Dextra berusaha melihat kedalam kamarku.
"Tidak ada siapapun, aku sendirian." Potongku cepat-cepat, tetapi kedua pengawalku itu memaksa masuk kamarku, memeriksa secara menyeluruh tanpa terkecuali balkon kamarku. Membuatku sedikit was-was kalau Diamond ketahuan bersembunyi.
Setelah yakin tidak ada siapapun dikamarku, mereka meminta maaf dan memberiku penghormatan. Tidak lupa pula menyuruhku menutup semua jendela dan pintu serta segera beristirahat.
Kuantarkan mereka sampai pintu, kututup rapat-rapat sebelum aku bergegas ke balkon, disana tak ada siapapun.
"Diamond?" Tanyaku lirih.
"Brengsek mereka! Kenapa tidak langsung kau usir saja sih?" Diamond kesal, melompat dari bawah balkon tempatnya bersembunyi.
"Tidak bisa. Mereka akan curiga dan melaporkannya kepada ayahmu. Pasti akan panjang urusannya. Lagian yang salah itu kau kan, menyelinap kekamarku tengah malam begini... Kau pulang saja, besok kita lanjutkan." Kugiring dia ketepi balkon untuk mengusirnya.
"OK, besok aku akan mengajak Zircon ikut latihan fisik, beladiri dan gear denganmu. Kau tak akan sendirian lagi, sobat...Aku pergi!" Diamond melompat dari balkon lantai empatku dan menghilang dalam gelapnya malam.
_______#______
🌼Yuuuuks say PLIIIIS jangan lupa kasih LIKE dan KOMEN 🌼
Keesokan harinya aku sengaja datang ke dojo latihan lebih pagi agar bisa sedikit ngobrol dengan sahabat-sahabatku.
Betapa kagetnya aku, saat kudapati seorang pemuda berambut hitam panjang sebahu yang diekor kuda sudah ada disana. Wajah pemuda itu sangat tampan, wajahnya bak karya seni yang sempurna lengkap dengan mata hitam tajam dan wajah dingin yang tanpa ekspresinya.
Dialah Zircon putra tunggal paman Morgan dan bibi Garnet. Zircon sudah banyak berkeringat saat ini, pasti sudah cukup lama berlatih. Dia menghentikan push up dengan satu jari-nya saat melihat kedatanganku.
Belum sempat kusapa, Zircon sudah menegurku. "Kau terlambat Jez, sudah sejam aku menunggumu." Ujarnya sangat kesal.
Zircon Cuma tiga tahun lebih tua dariku, tapi entah mengapa dia bahkan tampak lebih dewasa dari Diamond yang lebih tua darinya. Sikap tenangnya, pembawaan yang dingin bahkan cenderung ketus sangat berlawanan dengan Diamond yang ceria.
"Wah sepertinya kau salah informasi, sobat. Lihat saja Paman Kunzite juga belum tiba...Sepertinya kau kena dikerjai oleh-Nya hehe." Aku tersenyum geli melihat wajah Zircon yang berubah menjadi masam.
Tanpa berkomentar dia melanjutkan gerakan push up. Membuatku mau tak mau ikut ber-push up ria bersama disampingnya.
Tak lama kemudian paman Kunzite datang, keheranan melihat kami berdua yang sudah rajin berlatih bahkan sebelum beliau tiba.
"Paman, mana Diamond?" Tanya Zircon tak sabar.
"Diamond?...Kurasa dia masih tidur waktu aku berangkat." Jawab paman Kunzite.
Zircon mendengus kesal mendengar jawaban itu.
"Saya sampai disini saja paman, permisi." Zircon mengemasi handuk dan botol minumannya, dia melemparkan pandangan 'akan kuseret dia kesini' padaku sebelum meninggalkan dojo.
Aku hanya bisa terkekeh membalasnya. Mereka berdua memang selalu begitu. Tiada hari tanpa bertengkar seperti kucing dan anjing.
Dalam pelajaran-palajaran selanjutnya sampai makan siang, Zircon dan Diamond tidak nampak batang hidungnya. Membuatku dongkol dan uring-uringan saja.
Bahkan saat pelajaran gear mereka juga tidak hadir, alhasil aku hanya berlatih dengan paman Morgan seperti bisaanya. Yah sebenarnya ada untungnya juga mereka tidak datang, mereka tidak akan menertawakanku saat aku salah melakukan jurus-jurus combo atau meleset dari sasaran tembak.
Aku bisa berkonsentrasi sepenuhnya mempelajari jurus-jurus baru yang bahkan jauh lebih keren dan seru dibanding peragaan dari video...
Tapi konsentrasiku buyar seketika saat dua buah Gear super canggih melintas diatas ground latihan kami. Gear merah dengan pedangnya dan gear biru dengan senapan gandanya. Kedua gear itu pastinya selevel dengan private gear milik panglima atau prajurit dengan pangkat sersan keatas, yang menurut paman Morgan aku belum sanggup mengendalikannya.
Aku tak sanggup bergerak, hanya bisa tercengang kagum menyaksikan kedua gear itu bertempur di hadapanku, saling hajar.
Ledakan-ledakan saat kedua gear itu beradu membuat darahku bergejolak penuh gairah. Siapakah pilot kedua gear itu? Bagaimana bisa mereka masuk dan bertempur di kawasan istana ini?
"Hentikan!...Kubilang berhenti!" Teriak paman Morgan geram, ada sedikit nada khawatir di suaranya.
Tapi kedua gear itu terus saja bertarung, gear biru berhasil menembak gear merah hingga terhempas jatuh ke tanah. Saat gear biru mendekat hendak menyerang lagi gear merah menghunuskan pedangnya, serangan telak dan mematikan seandainya gear biru tak berhasil menghindar.
Tanpa sadar aku semakin menikmati pertarungan ini, semakin penasaran dengan kedua pilotnya di dalamnya.
Saat kusadari, aku sudah melompat turun dari Common Gear ku, Gear yang biasa dipakai oleh prajurit atau alat transportasi. Yang dari bentuknya saja sudah kalah jauh dibandingkan kedua private gear yang sedang bertarung itu.
Aku berdiri disamping paman Morgan yang kemarahannya sudah memuncak, wajah beliau merah sekali menahan amarah.
"Hentikan! Zircon! Diamond! Berhenti!" Teriak beliau lagi. Aku tersentak kaget menyadari pilot-pilot gear itu adalah Zircon dan Diamond, level mereka benar-benar sudah jauh diatasku, keren banget!
Beberapa menit kemudian kesabaran paman Morgan benar-benar habis karena kedua gear itu terus saja bertarung tanpa memperdulikan peringatannya.
"BERHENTI! FENRIR, PHOENIX... OFF!" Teriak beliau diikuti tekanan tenaga dalam yang sedikit aneh dan tiba-tiba saja kedua gear yang sudah siap saling menyerang itu berhenti bergerak, mematung.
Kedua gear itu sepertinya ter-shut down begitu saja. Kokpit tempat pilot keduanya terbuka, Zircon keluar dari gear merah dan Diamond dari gear biru, keduanya basah kuyup oleh keringat, terengah-engah dengan napas memburu.
"Apa-apaan kalian ini?" Dagu paman paman Morgan berkedut saking marahnya. Secepat kilat menghampiri mereka berdua yang tengah-engah membungkuk mengatur napas.
"Kami cuma latihan duel kok hehe...iseng aja." Jawab Diamond berusaha tersenyum disela-sela napas memburunya.
"Benarkah itu Zircon?" Paman morgan meminta penjelasan.
"Benar ayah." Jawab Zircon tegas, dengan sikap sempurna pula. Walaupun jelas terlihat dia juga masih kesusahan mengatur napas.
Maklum saja, dalam dunia militer paman Morgan adalah atasan mereka berdua. Tapi kenapa sikap Diamond masih santai? Dasar anak itu, tetap saja semaunya sendiri.
"Kalau hanya latihan tak perlu sampai mengeluarkan Phoenix dan Fenrir segala kan? Apalagi dengan persenjataan lengkap!" Hardik beliau penuh curiga. Zircon hanya mampu menunduk dalam sementara Diamond nyengir kuda tak sanggup menjawab.
"Untung kalian berdua tidak apa-apa...ayo!" Paman Morgan menarik dan menjinjing kemeja bagian leher belakang mereka berdua dengan kedua tangannya.
"Sampai disini dulu pelajaran kita hari ini pangeran Jasper. Saya akan membawa mereka berdua ke rumah sakit."
"Apapun yang terjadi jangan anda sentuh kedua gear itu!" Paman Morgan berlari setengah terbang membawa kedua sahabatku pergi.
"Jadi ini Phoenix dan Fenrir?" Gumanku mengamati kedua gear itu dengan seksama tetapi tak berani menyentuhnya sesuai dengan perintah Paman Morgan. Sebenarnya ingin sekali aku menyentuhnya, tapi paman Morgan yang super serius tak mungkin melarang tanpa alasan. Dan apapun alasannya pasti untuk kebaikanku.
________#________
Sore harinya Paman Kunzite memberiku waktu bebas untuk menjenguk kedua sahabatku yang dirawat di rumah sakit. Dengan catatan aku harus membuat ilustrasi perang dan taktiknya yang dikumpulkan besok. Padahal alasan sebenarnya karena beliau ada pertemuan penting kenegaraan.
Tapi aku cukup senang dengan waktu luang ini. Dari istana aku dikawal oleh dua pengawal pribadiku Dextra dan Sinistra. Mereka mengantarku dengan limusin hitam mewah untuk ke rumah sakit pusat di tengah kota. Sesampai di rumah sakit dan kamar kedua temanku dirawat, aku meminta kedua pengawalku menunggu di luar ruangan sementara aku masuk.
Betapa kagetnya saat membuka pintu kamar, kudapati Diamond dan Zircon sudah tidak ada diatas ranjangnya. Mereka berdiri siaga dalam posisi siap tempur, saling mengacungkan bantalnya ditangan masing-masing.
Keduanya serentak menoleh menyadari kedatanganku, menghentikan baku hantamnya. Keduanya beranjak ke ranjang masing-masing.
Aku hanya bisa melongo melihat mereka, tak percaya dengan apa yang baru saja kulihat. Jelas-jelas mereka terlihat masih lemah, pucat dan banyak plester yang menempel di tubuh mereka. Tapi mengapa?...
"Apa-apaan ini?" Tanyaku berdiri diantara kedua ranjang mereka.
"Tanya saja padanya." Dengus Zircon sebal. Kembali duduk ke ranjangnya.
"Aku tak berbohong, karena aku benar-benar ketiduran. Tak mempermainkanmu karena aku tak tahu kau mencariku. Aku juga tak bilang apa-apa kecuali kebenaran tentangmu. Sejujurnya ayunan pedangmu sangat lembek dan lemah. Mirip ayunan banci wahahaha." Diamod terang-terangan terbahak-bahak.
"Brengsek! Kau orang paling menyebalkan!" Zircon duduk tegak di ranjangnya siap melempar bantal lagi kearah Diamond.
"Kalau orang lain pasti sudah kubunuh kau dari dulu." Dilemparkannya bantal tadi dengan penuh emosi ke arah Diamond.
"Lantas kenapa tidak kau bunuh sampai sekarang? Tak sanggup dengan kemapuanmu sekarang hah? Jangan harap bisa mengalahkanku dengan tenaga bancimu!" Diamond balas melempar bantalnya.
Suasana semakin memanas, tidak hanya perang bantal tetapi juga perang mulut yang semakin lama topiknya semakin melenceng dan tidak penting bahkan semakin menggelikan. Seperti pertengkaran dua orang anak kecil saja.
Aku beranjak dari tempatku menepi ke dekat dinding, menghindari hujanan bantal menimpaku.
Tak lama kemudian pintu kamar terbuka, dan masuklah seorang dokter muda. Dokter itu masih sangat muda, tampak rapi, bersih dan sangat cedas dalam balutan jas putihnya.
Dialah Opal sahabatku lainnya. 'Si jenius Opal' dengan segala kebaikan, kepandaian, kesopanan dan kesempurnaan sifatnya. Opal seusia dengan Zircon cuma tiga tahun lebih tua dariku. Tapi dengan segala sifatnya itu dia bahkan seperti beberapa tingkatan lebih dewasa dari kami bertiga.
"Hei apa-apaan ini?" Tanyanya mengernyitkan dahinya memandang kami bergantian.
"Pesta!" Jawab Diamond santai, dia menghempaskan dirinya ke ranjang.
Menyadari lawannya duelnya sudah tak ada keinginan untuk bertarung Zircon pun ikut berbaring di ranjangnya.
"Selamat sore pangeran Jasper." Opal menghampiriku, membungkuk dengan sangat takzim padaku, memberikan penghormatan.
Membuatku mundur beberapa langkah saking canggungnya. Opal tak perduli dengan kecanggunganku, dia bangkit menghampiri dan memeriksa keadaan kedua pasiennya.
"Beginikah sambutan kalian padaku? Harus bertugas di hari libur untuk merawat pasien yang masih sanggup perang bantal?" Tanyanya tersenyum ramah.
"Apa maksud kalian sebenarnya hah?" Tetapi tiba-tiba saja senyumannya hilang dan berganti dengan wajah serius dan sinis menatap kedua pasiennya. Menyeramkan sekali, dia seperti mempunyai kepribadian ganda.
"Hahaha padahal kami berharap dirawat oleh dokter Amethys Sumeragi yang cantik. Tapi apalah daya yang datang malah dokter Opal Sumeragi...Sungguh sial sekali." Jawab Diamond berusaha terdengar riang.
"Apa benar hanya itu?" Tanya Opal lagi penuh penekanan dan melirikku sepintas.
Hei apa hubungannya denganku coba? Apa dia pikir aku terlibat pertengkaran konyol mereka?
"Sudahlah, kau tak akan bisa membohonginya." Zircon angkat bicara. "Kami ingin mengenalkan Japer pada gear kami, Phoenix dan Fenrir"
"Aku yakin dia sudah mampu mengendalikan gear selevel kita. Phoenix, Fenrir atau Hydra milikmu." Diamond menambahkan.
"Yah tapi Jez bahkan tak mau menyentuh mereka. Sia-sia saja perjuangan kami." Lanjutnya menghela napas kecewa.
"Jadi kalian?..." Aku sangat tak percaya mendengarnya. Aku terharu mengetahui ternyata para sahabatku memikirkanku sampai sejauh ini. Jadi semua tingkah aneh mereka ini untukku? Aku merasa beruntung memiliki sahabat-sahabat seperti mereka.
"Sudah kuduga." Opal tersenyum puas.
"Dan seperti biasa aku akan mendukung rencana gila kalian. Karena kurasa kalian membutuhkan seorang tactician, agar tidak serampangan begini. Maka disinilah peranku..."
"Kau sebaiknya mempersiapkan diri sebaik-baiknya, Jez." Lanjutnya menepuk punggungku akrab dan tersenyum lebar padaku.
Diamond dan Zircon juga tersenyum penuh arti, menyanggupi janji mereka padaku...
Tapi aku benar-benar tidak mengerti maksud mereka. Apa yang akan mereka lakukan?
________#________
🌼Yuuuuks say PLIIIIS jangan lupa kasih LIKE, VOTE dan KOMEN 🌼
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!