NovelToon NovelToon

Menikahi Calon Ibuku

01.Jangan Mimpi

"Ku dengar, Sekretaris pak Theo yang baru itu calon istrinya," salah seorang karyawan swasta di sebuah perusahaan sedang bergosip tentang bos besar mereka.

"Ah, masa sih?"

"Ku dengar juga begitu, mana umurnya masih muda pula!"

"Itu pasti cuma mau hartanya saja," timpal karyawan lainnya.

Bisik membisik mereka terdiam ketika salah satu dari mereka terkejut saat anak pemilik perusahaan yang sekarang menjabat sebagai Direktur utama masuk ke dalam kantin.

"Tidak apa-apa, lanjutkan saja gosip kalian. Terlalu seru jika di hentikan!" ucap Evan dengan wajah dinginnya yang membuat beberapa karyawan perempuan tersebut mendadak diam.

Evan tak jadi makan di kantin, pria tersebut lebih memilih pergi ke ruangan papahnya untuk melihat Sekretaris pribadi yang sedang hangat menjadi gosip di kantor. Bukannya apa, selama tiga minggu terakhir Evan berada di luar negeri untuk melakukan pekerjaan. Jadi, pria tersebut tidak tahu jika sang papah memiliki Sekretaris pribadi.

Evan tidak mengetuk pintu lagi, menyelonong masuk hingga membuat Theo mengumpat kesal pada anak semata wayangnya.

Orang pertama yang di lihat Evan adalah sosok wanita muda yang duduk di sebrang meja milik sang papah. Wanita cantik dengan rambut sebahu.

"Keluar kau!" suara berat Evan menyuruh Viani keluar.

Via tersenyum pada Theo dan Evan lalu wanita itu keluar dari ruangan. Evan juga langsung duduk menganggap papahnya untuk memastikan gosip yang sedang beredar sekarang.

"Siapa namanya?" tanya Evan langsung pada intinya.

"Viani Anastasya," jawab Theo lengkap dengan nama panjangnya.

"Berjuta-juta perempuan seumuran papah, kenapa harus dia yang menjadi calon ibuku?" tanya Evan kembali. Theo tersenyum lebar, laki-laki berusia lima puluh empat tahun ini sudah bisa menebak apa yang akan di bicarakan oleh anak semata wayangnya.

"Karena kami saling mencintai," jawab Theo dengan santainya.

Evan melonggarkan dasinya, melepas kancing jasnya yang sekarang terasa sesak.

"Pah, buka mata papah. Perempuan seperti dia pasti memiliki tujuan tertentu selain cinta," ujar Evan menekan ucapannya.

"Papah yang menikah, kenapa kamu yang repot?" Theo melepas kaca matanya, "Apa kamu cemburu jika papah bisa dapat daun muda?"

"Aku cemburu?" tanya Evan balik, "Aku sedang tidak tertarik dengan yang namanya perempuan!" tegas Evan.

"Via cantik dan baik, keluarganya juga ramah. Papah suka dia," ucap Theo semakin membuat Evan seperti cacing kepanasan.

"Jadi, papah sudah mengenal keluarganya?" tanya Evan tidak percaya.

"Ya, Via dari keluarga sederhana. Bapaknya sudah meninggal. Jadi, papah berinisiatif menikahi dia. Kasihan keluarga mereka butuh tulang punggung keluarga," tutur Theo membuat anaknya terkejut.

Evan bergeleng kepala, membuang nafas kasar yang sejak tadi menyesakan di dadanya, "Papah benar-benar sudah gila!" ucap Evan tidak habis pikir, "Perempuan seperti dia sudah pasti hanya akan menguras harta saja,"

"Lah, memangnya kenapa?" tanya Theo membuat Evan bingung, "Uang papah banyak. Lagian, menikahi itu sudah wajib menafkahi," ucapnya dengan santai.

Otak Evan sudah mendidih, laki-laki ini memutuskan untuk keluar. Theo cekikikan melihat ekspresi anaknya. Baru saja menutup pintu, Evan langsung melihat Via yang ternyata sedang menunggu di depan pintu.

"Mau apa kau di sini?" tanya Evan dingin.

"Ingin bertemu dengan calon suamiku," jawab Via dengan santainya.

"Heh perempuan tidak tahu diri, sampai kapan pun aku tidak akan membiarkan mu menikah dengan papah ku!" kata Evan sambil menahan amarahnya.

"Hai calon anakku, bersikap baiklah dari sekarang karena sebentar lagi aku akan menjadi ibumu," ujar Via membuat mata Evan melotot.

"Jangan mimpi. Itu tidak akan terjadi," kata Evan geram.

"Tidak ada yang bisa menghalangi cinta kami. Mau kau anaknya mau kau ibunya mau kau bapaknya, kami akan tetap menikah!" kata Via lalu masuk ke dalam ruangan Theo.

Evan mengatur nafas yang sudah tidak karuan. Bagaimana bisa yang baru kembali ke perusahaan sudah mendapatkan masalah seperti ini. Bahkan, masalah ini jauh lebih besar dari pada proyek yang di tangani oleh Evan sendiri.

***Mampir yuk di novel yang ini***

02.Wahai Calon Anakku

Arlan langsung menyemburkan kopi panas yang baru saja dia minum ketika mendengar cerita Evan. Rasanya tidak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar barusan.

Namun, jika di lihat jelas sekali wajah Evan menunjukkan ekspresi kesal dan marah kepada papahnya.

"Heh, apa cerita mu ini bisa ku percaya?" tanya Arlan memastikan.

"Kau pikir aku sedang bercanda?" Evan bertanya dengan nada kesal.

"Bukan tidak percaya, tapi bagaimana bisa papah mu akan menikah dengan perempuan yang usianya saja lebih muda tiga tahun dari mu?"

"Perempuan itu pasti hanya akan mengincar harta papah ku saja!" ucap Evan geram.

"Dari mana kau tahu?" tanya Arlan semakin penasaran.

"Buktinya, baru tiga minggu aku di luar negeri dia sudah bekerja sebagai Sekretaris pribadi papah ku,"

"Gila, kau yang sudah dua puluh sembilan tahun ini saja belum menikah. Tapi papah mu sudah mau gas aja!" Arlan bergeleng kepala.

"Bantu aku untuk membatalkan rencana mereka. Masih banyak perempuan seumuran dengan papah, aku tidak setuju jika papah menikah dengan Via,"

"Oh, namanya Via. Nama yang cantik pasti orangnya juga cantik," ucap Arlan semakin membuat Evan kesal.

"Diam kau!" bentak Evan.

Arlan hanya cengengesan, lalu berkata dengan kata-kata mengejek Evan, "Sebentar lagi kau akan punya ibu tiri, sudah pasti kau akan segera memiliki seorang adik,"

Evan mendengus kesal, menjitak kepala Arlan yang sejak tadi terus mengejeknya. Lelaki itu pada akhirnya memutuskan untuk pulang.

Memasuki rumah dengan wajah lesu, di tambah lesu lagi ketika Evan melewati ruang keluarga, Theo sedang duduk menonton televisi.

"Van, papah gak sabar untuk menikah. Biar papah ada temannya menonton televisi," ujar Theo lalu menyeruput tehnya.

"Pah, ah.....! apa gak ada perempuan yang seumuran papah. Evan gak setuju!" Evan menjatuhkan bobot tubuhnya di sofa.

"Daun muda lebih legit Van, lebih segar. Kalau tua itu keset, sudah banyak santannya!" ujar Theo lalu tertawa.

"Papah pikir kita sedang berbisnis buah kelapa?" tanya Evan semakin kesal.

"Kau tahu sendirikan, kelapa muda lebih segar airnya dari pada kelapa tua. Kelapa tua cocoknya untuk masak opor saja," kata Theo berkelakar. Evan sudah tidak sanggup lagi menghadapi papahnya, pria ini memutuskan untuk masuk ke dalam kamar.

Gelak tawa Theo terdengar hingga kamar Evan. Evan yang geram dan kesal hanya bisa merebahkan diri lalu menutup wajahnya.

Malam telah berganti pagi, dengan wajah segar Evan turun ke lantai pertama untuk sarapan. Namun, wajah yang segar langsung berubah kusut ketika melihat Via yang sedang menyiapkan sarapan untuk papahnya.

"Ngapain kamu di sini?" tanya Evan tidak suka.

"Sedang belajar melayani calon suami ku," jawab Via dengan senyum termanisnya.

"Mari sarapan Van," ajak Theo.

"Pah, aduh. Apa ini pah, kenapa dia ada di rumah kita?" tanya Evan geram.

"Bersikaplah sopan Van, dia calon ibu mu!" kata Theo membuat mata Evan semakin melebar.

"Kau harus bersikap lebih sopan sedikit pada ku, wahai calon anakku," ucap Via mencibir Evan.

"Jaga bicara mu, kau mendekati papah ku pasti ada maunya. Lihat saja, aku tidak akan tinggal diam!" ucap Evan dengan nada penuh penekanan.

Tanpa memakan secuil pun, Evan langsung berangkat ke kantor. Theo dan Via yang melihat Evan kesal langsung tertawa bersama-sama. Rasanya seru juga jika setiap hari mengerjai Evan yang memiliki sifat dingin dan acuh pada orang lain.

03.Diam Kau!

"Papah mau kemana?" tanya Evan ketika melihat papah dan Via baru keluar dari lift.

"Kau menggunakan jam tangan, seharusnya kau tahu ini waktunya untuk apa!" jawab Theo dengan nada mengejek.

"Apa calon anak ku ini ingin ikut makan siang bersama kami?" tawar Via langsung mendapatkan tatapan tajam dari Evan.

"Siapa yang mau jadi anak mu hah?" tanya Evan kesal, "Dasar centil!" umpat Evan.

"Nanti jatuh cinta loh!" seru Via membuat Theo tertawa.

"Pah, bagaimana bisa papah ingin menikahi perempuan centil seperti ini?" Evan benar-benar tidak habis habis pikir dengan papahnya.

"Via masih muda. Papah tidak melarangnya untuk dekat dengan laki-laki lain," ucap Theo membuat mata Evan semakin melotot lebar.

"Apa kau dengar itu?" tanya Via, "Papah mu adalah laki-laki pengertian. Tidak seperti anaknya yang dingin dan aneh ini,"

"Siapa yang aneh?" tanya Evan tidak suka.

"Ya kau itu aneh, sampai sekarang betah sekali menjomblo dan tidak menikah. Umur sudah mendekati kepala tiga, apa kau ingin menjadi perjaka tua?" Via mengejek Evan.

Evan mengepalkan ke dua tangannya, tidak terima dengan perkataan Via.

"Heh, jangan marah. Yang di katakan Via itu ada benar. Jika kau tidak ingin di katai, carilah perempuan lalu menikah!" ujar Theo yang malah membela Via.

Theo dan Via kemudian pergi, meninggalkan Evan yang masih berdiri di depan lift sambil menahan emosinya.

"Selama siang pak," sapa karyawan yang lewat.

Bukannya membalas sapaan tersebut Evan malah melirik dengan tajam hingga membuat laju langkah karyawannya.

"Benar-benar ingin bermain dengan ku!" ucap Evan geram.

Evan kemudian pergi, janjian bersama Arlan bertemu di cafe biasanya. Arlan tertawa terbahak-bahak ketika mendengar cerita dari Evan. Bukannya apa-apa, baru sekarang ada seorang perempuan yang datang tiba-tiba suka mengejek Evan yang terkenal tidak ingin dekat dengan perempuan mana pun.

"Kenapa kau tidak mencoba untuk menghubungi Miranda?"

"Miranda siapa?" tanya Evan tidak ingat.

"Miranda, teman kampus kita yang dulu selalu mengejar mu. Dia kan cantik, aku yakin dia bisa melawan Via,"

"Tidak, aku tidak mau. Miranda sangat centil sama seperti Via. Yang lain...!"

"Siapa ya?" Alran berpikir sebentar, mengabsen nama-nama perempuan yang pernah mengejar Evan sejak kuliah dulu.

"Karin saja, bagaimana?"

"Karin yang mana lagi?"

"Ya itu, yang pernah melamar pekerjaan di perusahaan mu tapi kau tolak!"

Evan membuang nafas kasar, belum juga menjawab mata Evan tertuju pada dua orang yang baru saja masuk ke dalam cafe.

"Pah, ngapain di sini?" tanya Evan bingung.

"Oh, Via ngajakin papah buat nongkrong sebentar. Biar seperti pasangan lainnya gitu!" jawab Theo dengan santainya.

Arlan dan Evan menelan ludah mereka dengan kasar. Malu juga rasanya Evan melihat tingkah papahnya yang sekarang.

"Pah, apa papah gak malu?" tanya Evan.

"Cukup tidak mengenali papah maka kamu tidak akan malu!" jawab Theo membuat Arlan syok.

"Dasar anak durhaka!" seru Via.

"Diam kau!" bentak Evan, "Kau sudah meracuni otak papah ku!"

"Diam kau!" Theo membentak Evan, "Jangan ganggu kami," ucapnya kemudian Theo dan Via duduk di meja yang kosong.

Evan benar-benar kesal di buatnya, laki-laki ini langsung meneguk kopi yang masih sedikit panas miliknya.

"Astaga, papah mu sangat pintar mencari calon istri. Kenapa kau sangat bodoh?" ujar Arlan semakin membuat Evan kesal dan marah.

"Diam kau!" bentak Evan, "Cantik kalau murahan untuk apa juga?"

"Tidak, dia tidak murahan. Cinta itu lumrah, datang kepada siapa saja tidak mengenal waktu dan usia. Kau saja yang kurang berpengalaman!" ujar Arlan semakin membuat Evan geram, panas dan ingin mencabik mulut sahabatnya ini.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!