NovelToon NovelToon

Berebut Hati

ibu

"Bu, makan sedikit lagi bu!" Edi membujuk ibunya yang sedang sakit agar mau makan lebih banyak.

" ibu sudah kenyang le. Ibu sudah baikan, kamu jangan khawatir begitu"

"Bu.... " Edi menangis sesenggukan di pangkuan ibunya. Ibu yang sudah menyayanginya dan memperjuangkannya sehingga dia bisa hidup layak seperti sekarang.

" sudah Ndak usah dipikirkan le. ibu nggak akan memaksamu". wanita yang sudah berumur hampir setengah abad itu membelai rambut putranya dengan penuh kasih sayang.

" panggilkan Mila sebentar le. Setelah itu kamu pergi sana jalan-jalan sama pacar kamu itu. jangan di rumah terus. anak Bujang kok di rumah.... terus kayak gadis pingitan saja" kata ibunya sambil tersenyum pada anaknya yang sudah dewasa itu

Edi meninggalkan kamar ibunya sambil mengusap air matanya . kemudian ia membasuh mukanya agar tak terlihat wajah sedihnya.

.

.

"ibu ingin aku menikah dengan mila" Edi mengatakannya tanpa melihat wajah pacar nya.

Mereka kini sedang berada di jembatan kecil yang ada di perbatasan desanya. Berdiri bersisian. melihat ke depan ke arah air jernih yang mengalir perlahan mengikuti aliran sungai.

" Apa kau menyukainya mas?"

"tidak, dari dulu aku hanya menganggapnya seperti adikku" Edi memang menganggap Mila seperti adiknya sendiri sejak Mila dilahirkan ke dunia ini.

"lantas?"

" Aku minta maaf padamu dek. sepertinya aku harus menikahi Mila. Ibu sakit dan dia terlihat bahagia hanya saat bersama Mila. Aku ingin membahagiakannya sebelum ibu menutup usia"

"lalu bagaimana denganku?"

"Aku minta maaf. sebaiknya kita berpisah. Aku tidak mau menikah dan masih menjalin hubungan dengan sembunyi-sembunyi. jika aku melakukannya, Apa bedanya aku sama dia?"

dia yang dimaksud oleh Edi adalah ayahnya sendiri yang sudah meninggalkan dia dan ibunya demi wanita lain. Nurul tahu itu karena Edi sering menceritakannya . Ia tahu bagaimana kebencian Edi pada ayahnya.

"kita sudah bersama satu tahun. apa aku tidak ada artinya untukmu mas,? apa kau sudah tidak mencintaiku lagi?" Nurul mengatakannya dengan suara yang bergetar dengan melempar air bersih yang mengalir dibawahnya dengan daun dan bunga liar yang menjuntai di sampingnya.

" Aku tak bisa berbuat apa-apa untuk hubungan kita. Lalu aku harus bagaimana?"

Mereka sudah berpacaran satu tahun lebih tapi ibunya tak menunjukkan kebahagiaan saat ia membawa Nurul ke rumahnya. Ibunya tak berkomentar apa-apa jika saja Edi tak bertanya pendapatnya tentang pacarnya itu. "cantik" hanya kata itu saja yang keluar dari mulut ibunya untuk sang pacar. Berbeda dengan saat ibunya bersama dengan mila . ia terlihat sangat bahagia.

"kalau begitu menikah saja mas. ridho Alloh itu tergantung pada ridho seorang ibu kan? tapi aku tak mau putus darimu"

"apa maksudmu dek?"

"entahlah. aku tak mau kau jadi anak durhaka mas. tapi aku juga tak mau berpisah denganmu"

Mereka kemudian terbisu. Mencoba mencari solusi atas masalah yang sedang mereka hadapi.

panas matahari kian menyengat membuat kedua sejoli itu menggerakkan kaki mereka untuk menepi ke arah yang lebih sejuk di bawah pohon-pohon yang menjulang tinggi.

Mengambil sepeda masing-masing dan mengendarainya. Mereka masih diam dengan pikiran yang mengambang.

sang lelaki mencoba merancang masa depan dengan beberapa pengandaian. Memantapkan hati untuk menjalani hari-hari esok. Entah dengan kekasihnya ini atau dengan Mila yang penting ibunya bahagia

cemong

"waktu kamu kecil dulu Edi selalu menggendong dan menciumi kamu" ibu terlihat bahagia saat menatap gadis cantik tetangga kecilku yang sudah yatim piatu itu. senyuman ibu adalah kebahagiaanku. Aku selalu berharap ibu akan selalu tersenyum seperti itu.

"hahaha.... masak sih bu?" terdengar suara sedikit malu dari Mila ," terus aku gimana Bu, aku nangis atau gimana?" Kepalanya tegak menghadap cermin karena ibu sedang mengepang rambutnya.

Sudah satu tahun ini Mila mengenakan jilbab bahkan didepanku pun ia selalu menutupi rambutnya. Melihat rambut hitam panjangnya dikepang ibu tiba-tiba tenggorokan ku terasa gatal seperti ada yang menyangkut di dalam sana. Jika ia tahu aku melihatnya pasti ia akan segera memakai kerudung yang ada di pangkuannya.

"kamu malah kesenangan sambil ketawa-ketawa. Kalau Edi sedang suntuk dan banyak pekerjaan rumah dia pasti mencarimu. Dia akan menggendongmu dibelakang punggungnya berkeliling kampung. Setelah itu dia seperti punya semangat baru untuk mengerjakan tugas-tugasnya. Dia itu kan agak lelet nggak kayak kamu yang selalu juara satu terus"

"Masak sih mas pangat lelet bu?"

"iya.... kalau pelajaran yang kayak gitu-gitu kan nilainya jelek-jelek. Tapi kalau olahraga dia memang jagonya"

"iya-iya bener.... makanya jadi guru olahraga ya Bu" kata Mila yang duduk membelakangi ibu karena ibu sedang mengepang rambutnya . mereka tampak seperti ibu dan anak yang sedang bercengkrama menghabiskan waktu bersama

"oh iya kamu ingat nggak? pernah suatu saat saking puyengnya mas mu mengerjakan PR matematika dan nggak bisa-bisa buku-bukunya dibiarkan terbuka begitu saja dimeja. Kamu yang waktu itu lagi nyariin mas mu kesini terus lihat bukunya Edi sebentar terus kamu jawabin soal-soal yang dicorat-coret sama mas mu itu. padahal waktu itu kamu masih umur 8 tahunan tapi kamu sudah duduk di kelas 4 waktu itu" ibu sangat antusias bercerita pada gadis yang kuanggap sebagai adikku itu.

Aku menguping pembicaraan mereka di ruang tengah setelah melihat ibu sedang mengepang rambut Mila. Aku berpura-pura membaca buku dengan sesekali membolak baliknya.

" masak sih bu? kok aku nggak ingat? terus jawabanku itu salah atau benar bu?"

"eh....gimana ya kok lupa. nanti kamu tanyain sendiri saja sama mas mu!"

aku tersenyum mengingat hal itu. aku memang sangat payah dalam bidang akademis. nilaiku selalu pas-pasan terutama pada matematika. aku harus belajar sangat keras agar mendapatkan nilai rata-rata.

waktu itu aku sedang pusing karena tidak bisa mengerjakan PR matematika. Aku meninggalkan buku-bukuku terbuka di atas meja untuk mandi dan keramas agar kepalaku bisa dingin sehingga aku bisa berpikir jernih. begitu aku kembali ke meja aku melihat soal-soal yang tadi aku coret-coret sudah ada jawabannya.

"mas sepedaku rantainya lepas" seorang gadis kecil berdiri di depan pintu dengan muka cemong hitam seperti terkena oli sepeda.

"hahahaha..., cantiknya, kesayanganku..., sini dulu....!" aku menariknya tapi dia tidak mau mendekat.

Aku langsung menggendongnya dan membawanya ke dapur kemudian membersihkan mukanya dengan air kran

"yang ngerjakan pr Abang tadi siapa?"

"aku..."

"awas ya kalau sampai salah Abang akan hukum kamu!" mila hanya menjawabnya dengan mengerucutkan bibirnya.

Aku tersenyum mengingat gadis kecilku yang lucu. Hubungan kamipun sangat dekat dulu. dan semua itu berubah semenjak wasiat yang disampaikan oleh ibunya di depan kami sebelum beliau meninggal.

Mila yang kini sudah berubah menjadi gadis remaja yang cantik dan pintar itu tampak menjaga jarak denganku. Bicaranya pun sangat pelit saat sekarang

berharap

"Mil, kamu nggak mau memenuhi wasiat ibumu?" tanya ibu hati-hati

Aku menajamkan pendengaran ku ingin tahu jawaban Mila . Entah kenapa hatiku dag dig dug berharap dia tidak menolaknya.

"Mas sudah punya pacar Bu.... " jawab Mila.

"Apa Edi bukan pria yang baik?" ibu malah mencecarnya lagi

" Bu.... biar begini saja. biarkan aku menjadi adiknya dan biarkan mas bahagia dengan pilihannya" kata Mila. Dari tempatku duduk aku menoleh dan melihat Mila sedang memeluk ibu.

Gadis kecil yang dulu ku gendong di belakang punggungku itu ternyata kini sudah dewasa. Diaa bahkan sudah berfikir tentang dunia pernikahan di usia dininya.

Umurnya baru 16 tahun dan dia sudah duduk di kelas 12 atau kelas 3 SMA. Dia adalah muridku yang paling pintar. Dulu Aku sangat protektif kepadanya. Menjaganya dari anak-anak yang menjahilinya. Aku juga sering mengantar dan menjemputnya ke sekolah tanpa diminta oleh orang tuanya. Tapi itu dulu.

Setelah kuliah barulah aku punya duniaku sendiri, tidak terlalu menjaga dan memperhatikannya. Aku mulai menjalin hati dengan beberapa gadis. Dan kali ini aku merasa gadis yang menjadi pacarku saat inilah yang paling mengena di hatiku. Paling pas dihatiku paling mengerti aku dan menerimaku dengan segala kekuranganku. Dia tidak pernah meminta ini itu. Dia juga sangat cantik, sabar dan keibuan.

"sudah pulang...." Mila menyapaku dengan kata-kata pendeknya setelah dia keluar dari kamar ibu dan melihatku duduk di ruang tengah.

"Hem...." Jawabku.

Ia berlalu begitu saja meninggalkanku tanpa pamit.

Ibu yang mendengar suaraku kemudian keluar untuk melihatku.

"Sudah pulang dari tadi le?"

"Sudah bu"

Ibu duduk terdiam di depanku. Beliau terlihat lebih baik sekarang. Wajahnya sudah tak pucat lagi seperti tadi. Mata sayunya kini menatapku seolah sedang menyelidik.

" Ada apa bu?"

"Nggak ada " jawab ibu sambil memalingkan mukanya ke arah lain.

"Aku bersedia menikahi Mila bu...." kataku sambil menaruh buku yang sejak tadi ku bolak balik tanpa kubaca isinya.

"Eh apa?"

"Aku akan menikah dengan Mila" kataku lagi sambil menunggu reaksinya.

"Ta-tapi kenapa?" aku tahu ibu bahagia mendengarnya tapi masih tak percaya dengan apa yang didengarnya.

"Karena ibu menyukainya" aku tak tahu harus menjawab apa sehingga kata itu yang keluar dari mulutku.

Ibu menarik nafasnya dalam-dalam. "ibu nggak akan egois,..... ibu juga ingin melihat mu bahagia. Pertanyaan ibu pada Mila tadi hanya karena penasaran saja, masak dia nggak menyukai anak ibu yang tampan ini?. Sudahlah lupakan saja!"

Ibu menjelaskan tindakannya pada Mila tadi. Terlihat sekali kalau dia sedang bersedih mendengar jawabanku. Mungkinkah ibu ingin mendengar aku menjawab bahwa aku menyukai Mila.

"Aku akan bicara pada Mila. Keluarganya sudah banyak membantu kita Bu.... Lagipula menjalankan wasiat adalah wajib hukumnya selama tidak menentang syariat. Dan aku ingin ibu selalu tersenyum dan bahagia. Seperti tadi. Aku bahagia kalau ibu juga bahagia" aku duduk bertumpu pada lutut ku dan mencium kedua tangan yang saling bertaut diatas pangkuannya.

"Tapi tadi..... Mila menolaknya"

"Aku yang akan berbicara padanya. Doain ya bu!" aku menatap matanya dan ibu mengusap rambutku dengan sayang.

"Semoga kalian selalu bahagia!" kata ibu sambil meneteskan air mata.

Aku berjalan ke rumah sebelah yang hanya butuh beberapa langkah untuk sampai Disana.

Berdiri didepan pintu yang saat ini tertutup aku menarik nafasku dan menghembuskannya dengan kasar. Dulu aku terbiasa keluar masuk rumah ini tanpa permisi untuk bermain dengan Mila dan kini aku harus minta izin dulu pada sang empunya rumah yang sudah tumbuh remaja untuk bisa masuk ke dalamnya.

tok tok tok

"La...,aku mau bicara sebentar!"

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!