Setiap orang pasti memiliki impian. Termasuk gadis cantik satu ini. Sebut saja namanya 'Jessica Veronica Eveline' Tidak muluk-muluk impian yang Jessica miliki, impiannya hanya satu, yakni membahagiakan sang ibu.
Jika ada yang bertanya, siapa Jessica Veronica? Dia bukanlah siapa-siapa. Dia hanyalah seorang gadis berusia 22 tahun yang terlahir di tengah keluarga yang kurang mampu.
Jessica memiliki dua kakak, laki-laki dan perempuan dan satu adik laki-laki yang saat ini berusia 20 tahun. Tapi sayangnya mereka berdua tidak lagi tinggal bersama Jessica, sibungsu dan ibu mereka, mereka berdua sudah menikah dan memiliki kehidupan sendiri.
Jam dinding baru saja menunjuk angka 04.30 pagi. Masih terlalu awal memang untuk bangun. Tapi hal tersebut tidak berlaku bagi Jessica. Itu adalah jam normal untuknya bangun setiap pagi.
Dia harus pergi bekerja. Ya, setiap pagi Jessica mengambil pekerjaan sampingan sebagai pengantar susu dari rumah ke rumah.
Dan hal itu dia lakukan demi mendapatkan uang tambahan untuk biaya sekolah adiknya, juga untuk membiayai kehidupan mereka sehari-hari. Ibunya membutuhkan banyak biaya untuk pengobatan. Itulah kenapa Jessica harus bekerja keras.
Jessica mengambil peran sebagai tulang punggung keluarga semenjak ayahnya meninggal 5 tahun yang lalu. Sedangkan Ibunya tidak bisa bekerja apalagi sampai kecapean karena sakit yang dia derita.
Adiknya masih kuliah dan Jessica tidak bisa mengandalkan
"Ibu, aku berangkat dulu ya." Pamit Jessica pada sang ibu sebelum ia pergi bekerja.
"Hati-hati, Nak." Pesan Karina pada putrinya. Jessica tak menjawab. Dia hanya melambaikan tangan sambil tersenyum lebar.
Karina mencengkram dadanya yang berdenyut sakit. Memangnya Ibu mana yang akan baik-baik saja saat melihat putrinya harus bekerja keras, membanting tulang demi memenuhi semua kebutuhan mereka sehari-hari.
Di saat gadis seusianya menjalani kehidupannya dengan normal. Seperti kuliah, bermain bersama teman-teman sebayanya dan melakukan banyak hal seperti yang dilakukan anak muda masa kini.
Pergi ke club malam untuk bersenang-senang. Dan lain sebagainya ... Maka hal itu tidak berlaku untuk Jessica.
Dari pada harus membuang-buang waktu untuk hal-hal yang tidak penting. Jessica lebih suka menghabiskan waktunya untuk bekerja dan mengumpulkan banyak uang.
Bahkan Jessica rela putus kuliah demi bisa mendapatkan banyak uang untuk membiayai hidup Ibu dan adiknya.
"Bibi, susunya aku simpan disini ya." Seru Jessica dengan suara meninggi.
"Oke, Sayang. Seperti biasa, satu Minggu sekali ya!!"
Jessica mengangkat tangannya, jarinya membentuk huruf O. "Oke," jawabnya.
Jessica melanjutkan pekerjaannya. Masih ada lima rumah yang harus dia datangi. Meskipun lelah, tapi Jessica harus semangat. Karena ada Ibu dan adiknya yang harus dia hidupi.
Tin..
Tin..
Tin..
Jessica terlonjak kaget karena suara klakson mobil. Gadis itu berhenti mengayuh sepedanya lalu menoleh kebelakang. Ada sebuah mobil hitam mewah yang melaju pelan di belakangnya.
"Hei, Nona. Minggir-lah, kau dan sepeda mu menghalangi jalan." Teriak seorang pria yang duduk di balik kemudi.
Jessica mendecih. "Dasar orang kaya sombong. Kenapa kau tidak sabaran sekali sih, lagipula jalannya lebar kenapa harus menggangguku!!" Teriak Jessica kesal.
"Dasar gadis kecil menyebalkan. Minggir-lah, kau tidak tau ya, jika kami sedang terburu-buru." Teriak pria itu lagi.
"Itu bukan urusanku!!"
Jessica mengambil satu botol susu dari keranjang sepedanya lalu melemparkan pada bagian depan mobil mewah tersebut. "YAK!!" tanpa memperdulikan teriakan marah pria itu, Jessica pergi begitu saja.
Pria itu menghela napas sambil mengusap dadanya. "Dasar gadis jaman sekarang," sambil menggelengkan kepala.
"Gadis yang menarik."
Sontak saja pria yang duduk dibalik kemudi itu menoleh dan menatap tak percaya pada pria yang duduk di jok belakang. "Tuan, Anda mengatakan sesuatu?"
"Hn. Chan, cari tau segala hal tentang gadis itu."
"Hah!! Tapi untuk apa, Tuan?!"
"Tidak usah banyak tanya, lakukan saja atau kau mau jika gaji-mu aku potong lagi bulan ini?"
Sontak kedua mata pria bernama Chan itu membelalak. Chan menggeleng. "Tidak mau!! Jika Tuan memotong lagi gaji bulan ini, lalu bagaimana saya harus menghidupi tujuh kucing liar saya?"
"Hn, itu bukan urusanku."
Chan mendesah berat. Berbicara dengan Boss-nya itu terkadang memang membutuhkan tingkat kesabaran yang tinggi. Kevin Nero memang sangat mengerikan.
-
"Ibu, aku pulang." Seru Jessica sembari memasuki rumah minimalisnya.
Gadis itu mengganti sepatunya dengan sendal rumah dan menghampiri sang ibu yang sedang menyiapkan sarapan di dapur. Karina memicingkan mata melihat wajah kusut putrinya.
"Sayang, apa kau baik-baik saja? Kau terlihat buruk, apa ada masalah?" Tanya Karina memastikan.
Jessica menggeleng. "Tidak ada, hanya saja pagi ini aku bertemu dengan manusia super menyebalkan."
"Mentang-mentang dia adalah orang kaya dan menggunakan mobil mewah. Dia jadi bersikap seenaknya dan menganggap jalanan umum sebagai jalanan nenek moyangnya."
Karina mendengus geli. "Semua orang kaya memang seperti itu. Seharusnya kau tidak perlu memasukkan ke dalam hati. Sebaiknya kau cepat mandi dan setelah ini kita sarapan bersama, sekalian bangunkan Jerremy."
Jessica hanya mengangguk. Kemudian dia beranjak dan pergi ke kamarnya. Toko bunga tempatnya bekerja baru buka sekitar pukul 8 pagi, dan masih ada 2 jam lagi.
Selain sebagai pengantar susu, Jessica juga bekerja di toko bunga milik pasangan tua yang sudah sangat baik dan menganggapnya sebagai cucunya. Dan malam harinya, Jessica masih harus bekerja sebagai pelayan di sebuah restoran elit di kawasan Gangnam.
Meskipun sangat berat. Namun Jessica menjalaninya dengan penuh semangat. Dan semua itu semata-mata dia lakukan demi sang Ibu.
Jessica ingin Ibu dan adiknya hidup tanpa kekurangan sedikit pun. Meskipun terkadang rasa lelah sering kali menggerogoti sekujur tubuhnya, namun Jessica mengesampingkannya.
"Dasar bocah, kebo!!"
Usai mandi dan mengganti pakaiannya. Jessica pergi ke kamar Jerremy untuk membangunkan sang adik. Dan seperti biasa, pemuda itu masih asik bergulat dibawah selimut tebal miliknya.
Adiknya itu memang sangat sulit dibangunkan, dan bukan Jessica namanya jika tidak memiliki ide cemerlang untuk membangunkan si bungsu.
"Jerremy, bangun. Banjir." Teriak Jessica di telinga Jerremy.
Sontak saja kedua mata Jerremy terbuka dan terbelalak sempurna. "Apa, banjir?!" Pekiknya terkejut.
Jerremy melompat turun dari tempat tidurnya. Tiba-tiba dia terdiam seperti orang kebingungan. Jerremy menyapukan pandangannya, dan semua terlihat normal dan baik-baik saja.
"Noona, kau membohongiku lagi!!" Teriaknya kesal.
"Salah sendiri sulit dibangunkan. Mandi gih, Ibu sudah menunggu kita untuk sarapan."
"Huft, baiklah."
"Oya, ini uang jajan-mu untuk satu bulan ke depan. Noona juga sudah membayar semua sisa pembayaran bulan lalu. Kau harus belajar dengan giat," Jessica mengacak rambut Jerremy sembari tersenyum lebar.
Jerremy tiba-tiba meneteskan air mata dan langsung berhambur ke dalam pelukan Jessica, dan memeluk sang kakak dengan erat.
"Maafkan aku, Noona. Karena aku selalu menjadi beban untukmu. Aku tidak bisa membantu apapun selain menghabiskan uang-uangmu."
"Apa yang kau bicarakan? Noona tidak pernah berpikir sampai sana. Apa yang Noona lakukan, semata-mata karena Noona ingin kau menjadi pemuda yang berguna."
Jessica menghapus air matanya, kemudian melepaskan pelukannya pada si bungsu. "Ya sudah, cepat mandi." Pinta Jessica yang kemudian dibalas anggukan oleh Jerremy.
"Baiklah, aku mandi dulu." Kemudian Jerremy beranjak dari hadapan Jessica.
Jessica meninggalkan Jerremy dan menghampiri sang ibu yang sedang duduk dimeja makan sambil mencengkram dadanya. Raut wajahnya menunjukkan jika dia sedang kesakitan.
Gadis itu berlari ke dalam kamar sang Ibu untuk mengambil obat. "Ibu, minum dulu obatnya." Pinta Jessica seraya memberikan beberapa butir obat dan segelas air putih padanya.
"Bagaimana sekarang? Apa Ibu sudah merasa lebih baik!" Tanya Jessica memastikan. Kecemasan terlihat jelas dari sorot matanya.
Karina mengangguk. "Ibu sudah tidak apa-apa, Sayang. Adikmu sudah datang, ayo kita sarapan." Ucap Karina yang kemudian dibalas anggukan oleh Jessica.
"Baiklah."
-
Bersambung.
Tokk..Tokk..Tokk...
Ketukan pada pintu mengalihkan perhatian Kevin dari tumpukan dokumen yang ada diatas meja kerjanya. "Masuk." Dan seruan dari dalam mengintrupsi orang itu untuk masuk.
Seorang wanita yang tampak anggun dalam balutan pakaian kerjanya, menghampiri Kevin sambil membawa sebuah dokumen yang harus segera ditandatangani.
"Presdir, ini adalah dokumen yang harus segera Anda tanda tangani." Wanita itu memberikan dokumen itu para Kevin.
"Hn, letakkan saja di atas meja. Setelah ini akan aku tanda tangani. Kau boleh keluar."
"Baik, Presdir."
Pintu kembali diketuk dan kali ini giliran Chan yang datang. Chan datang sambil membawa map yang didalamnya berisi semua informasi yang Nathan butuhkan.
"Tuan, saya sudah mendapatkan semua informasi yang ada minta. Dan ada beberapa lembar foto juga di dalamnya. Percayalah jika informasi itu saya dapatkan dari sumber terpercaya."
Nathan mengeluarkan sebuah cek yang telah ditandatangani dari dalam laci, yang kemudian dia berikan pada Chan. "Bonus-mu bulan ini."
"Yahuuu... Tuan, Anda memang yang terbaik. Kalau begitu saya permisi dulu." Chan membungkuk dan pergi begitu saja.
Sesekali dia berteriak dan melompat kegirangan. Tingkahnya yang konyol sering kali menjadi hiburan tersendiri bagi karyawan lain.
"Yak!! Erica Choi, kembalikan cek itu padaku. Itu milikku!!" Teriak Chan saat seorang perempuan bernama Erica tiba-tiba mengambil cek itu dari tangannya.
"Kau lupa jika kau masih memiliki hutang padaku sebesar 1 juta won, dan kau belum membayarnya sampai sekarang. Anggap saja bonus dari Boss ini sebagai uang cicilan pelunasan hutang, dan kau masih memilik 500 ribu won lagi."
"Oh, ayolah Erica. Kau jangan kejam padaku. Bukankah kau tau sendiri jika aku memiliki 7 kucing liar yang harus aku hidupi. Jika semua uangku kau ambil, bagaimana aku bisa menyenangkan mereka. Tanpa uang mereka tidak mungkin memuaskan ku." Rengek Chan memohon.
"Itu bukan urusanku. Makanya jangan hutang kalau berat untuk membayar. Lumayan, bisa buat shopping akhir pekan ini." Erica mencium cek tersebut. Sedangkan Chan hanya bisa mendengus pasrah. Menatap nanar cek-nya yang dibawah pergi oleh Erica.
"Dasar lintah darat. Hutang 500 wan dalam tiga bulan beranak jadi 1 juta won. Huhuhu, uangku." Chan terkukuh sedih meratapi uangnya yang hilang dari tangan.
Beberapa karyawan langsung berdiri dan membungkuk ketika melihat atasan mereka keluar dari ruang kerjanya. Kevin menghampiri Chan yang sepertinya masih belum menyadari kedatangannya.
"Berhentilah bertingkah menggelikan, Chan!! Segera hapus air matamu dan ayo pergi."
Bahkan Kevin pun bersikap kejam padanya. Kenapa hari ini nasibnya begitu buruk. Dan kesialan selalu datang bertubi-tubi hari ini. Dengan lemas Chan pun berjalan mengekor Kevin sambil sesekali menghapus air matanya.
-
'VIVIAN'S FLORIST'
Pasangan tua itu terus terpaku pada papan nama yang sudah terpasang di atas toko bunga milik keluarganya. Berbagai macam ingatan berputar setiap kali melihat papan nama dan toko bunga tersebut.
Toko bunga itu bukanlah sekedar toko biasa bagi keluarganya, itu adalah satu-satunya peninggalan terakhir dari putri mereka satu-satunya yang telah meninggal sekitar 3 tahun yang lalu karena sebuah kecelakaan.
"Nenek, Kakek, apa yang kalian lakukan di luar sini?" Tepukan pada pundaknya segera menyadarkan pasangan tua itu.
Si nenek menggeleng. "Tidak ada, kami hanya teringat pada putri kami yang telah tiada." Jawabnya.
Jessica memeluk pasangan tua itu dengan erat. Gadis cantik itu mengangkat wajahnya dan menatap keduanya bergantian. "Nenek dan Kakek tidak perlu sedih. Bukankah masih ada aku di sini, aku akan selalu bersama Nenek dan Kakek."
"Terimakasih karena selalu ada untuk kami, Sayang. Kehadiranmu sedikit banyak mengurangi kesedihan kami setelah kepergian Vivian."
"Kalian tidak bisa berpelukan tanpa diriku." Seru seorang gadis yang entah dari mana munculnya tiba-tiba sudah ada diantara mereka bertiga. "Bagaimana pun juga aku adalah bagian dari tokoh bunga ini." Tuturnya, ketiganya pun terkekeh.
"Sudah-sudah, sebaiknya segera kita buka tokonya. Pelanggan bisa kabur jika kita kesiangan membuka tokonya." Seru Kakek Daeman.
"Kakek benar. Ayo kita semangat!!!" Seru Jessica dan Sunny hampir bersamaan.
Meskipun hidup yang dia jalani teramat sangat berat. Namun tak sekalipun Jessica pernah mengeluh. Dia menikmati apa yang Tuhan telah garis-kan untuknya.
Sejak ayahnya meninggal karena kanker hati yang dia derita, dan ibunya yang mulai sakit-sakitan, Jessica selalu bekerja mati-matian untuk membiayai pengobatan ibunya dan kuliah adiknya.
Dan pada akhirnya Jessica juga terpaksa harus berhenti kuliah dan kembali ke Korea bersama ibu, adik dan jasad ayahnya yang telah dingin setelah mengukir semua kenangan menyedihkan itu di negeri Paman Sam.
Jessica teringat akan ucapan seorang teman lama yang mengatakan jika setiap orang memiliki ceritanya hidup masing-masing. Ada yang tanpa konflik, ada yang penuh konflik, ada yang berakhir bahagia, dan ada pula yang berakhir menyedihkan. Semua tergantung bagaimana mereka menerima akhirnya.
Dan sampai sekarang Jessica tidak bisa menyenyahkan kata-kata itu dari otak dan kepalanya.
Jika boleh berkata jujur, maka Jessica rasa cerita hidupnya adalah cerita yang penuh dengan kesedihan dan tumpahan air mata.
Pertama, Jessica harus bekerja paruh waktu saat SMA demi mengumpulkan uang agar ia bisa kuliah dan mewujudkan impiannya untuk menjadi seorang Desainer ternama.
Namun, pada akhirnya dia harus membuang impiannya itu karena semua tak berjalan sesuai keinginannya.
Kedua, dia harus kehilangan sang ayah dia saat Jessica belum siap untuk kehilangan. Dan kepergian sang ayah merubah total hidupnya. Dari yang semula baik-baik saja, menjadi tidak baik-baik saja.
"Apakah Mawar biru itu di jual?"
Perhatian Jessica teralihkan seketika. Sontak saja dia menoleh dan mendapati seorang pria berdiri tepat dibelakangnya. Kedua mata Jessica memicing, ia memperhatikan wajah orang itu dengan seksama, terlihat tidak asing.
"Nona, aku tau jika aku ini sangat tampan. Jadi berhenti memandangku seperti itu!! Secantik apapun dirimu, aku tidak mungkin tertarik apalagi jatuh cinta padamu. Aku telah memiliki pasangan!!"
"Ck, kau terlalu percaya diri. Memangnya siapa yang tertarik padamu!! Aku memperhatikanmu karena aku merasa pernah melihatmu sebelumnya, dan aku mengingatnya sekarang!!"
"Mengingat apa?" pria itu menyela kalimat Jessica.
"Mengingat jika kau adalah pria menyebalkan yang membuatku kesal pagi ini!!" jawab Jessica dan berlalu begitu saja. Meninggalkan Chan yang terus berteriak memanggilnya.
Dan jika bukan karena Kevin yang memerintahkannya, dia tidak akan Sudi bertemu dengan gadis menyebalkan seperti Jessica.
Tak lama setelah kepergian Jessica. Gadis lain datang menghampiri Chan. Dan gadis itu tak lain dan tak bukan adalah Sunny.
"Mawar biru ini lumayan mahal, harganya sekitar 100 ribu won. Jika kau memang ingin membelinya, aku akan membungkusnya dengan segera."
Chan tak langsung menjawab. Dia menoleh pada Kevin, pria itu menggeleng. Chan pun berpamit pergi pada Sunny. Sebenarnya tujuan mereka bukan untuk membeli bunga. Tapi karena Kevin ingin melihat Jessica secara langsung.
"Tuan, sebenarnya apa yang Anda harapkan dari gadis galak dan menyebalkan menyebalkan seperti dia?!" tanya Chan penasaran.
"Diamlah!! Kau terlalu berisik," Chan mendesah frustasi. Berbicara dengan Kevin terkadang memang membutuhkan tingkat kesabaran yang tinggi. "Apa yang kau tunggu. Segera jalan."
"Baik, Tuan."
-
Karina bangkit dari duduknya setelah mendengar suara deru mobil memasuki halaman rumah sederhananya. Ibu empat anak itu tersenyum lebar melihat kedatangan putri, menantu dan cucunya.
"NENEK.." Bocah berusia 5 tahun itu berlari menghampiri Karina dan langsung memeluknya. "Laura merindukan Nenek."
"Nenek juga merindukan Laura."
"Laura, kemari." Seru Elia menarik putrinya dan menjauhkan dari sang ibu. "Kau jangan terlalu lama dekat dengan Nenek. Dia banyak kumannya dan kau bisa sakit jika terlalu lama dekat dengannya."
Sakit...
Itulah yang Karina rasakan ketika mendengar ucapan putri kandungnya sendiri. Elia selalu memandang rendah dirinya dan menganggapnya sebagai sesuatu yang mengerikan.
"Kami tidak akan banyak basa-basi. Ulang tahun Laura hanya menghitung hari lagi, sebaiknya Ibu dan Jessica datang ke sana. Kami kekurangan pelayan, terlalu mahal menyewa jasa pelayan dari luar. Sebaiknya kalian bertiga saja yang menjadi pelayan di sana."
"Baiklah, kami akan datang."
"Baguslah, jangan sampai telat ataupun tidak datang. Atau Ibu tidak akan pernah bertemu Laura lagi!! Sayang, ayo kita pergi." Seru Elia pada suami dan putri kecilnya.
Karina meremas dadanya yang berdenyut sakit. Air matanya tak mampu lagi dia tahan. Putri kandungnya sendiri bersikap sangat kejam padanya. Orang yang seharusnya dia hormati, ''malah Elia perlakukan layaknya babu.
-
Bersambung.
"ELIA, KELUAR KAU ANAK DURHAKA!!"
Elia dan suami yang tengah menikmati makan malamnya dengan tenang harus rela meninggalkan meja makan karena teriakan seseorang dari arah depan.
Elia menghampiri Jessica dan langsung menampar sang adik dengan keras. "Dasar gadis tidak tau sopan santun. Apa begini Ibu mengajarimu selama ini? Dimana otakmu ketika bertamu ke rumah orang lain?! Apa kau tidak memiliki sopan santun dan tata Krama?!"
PLAKK...!!
Jessica membalas tamparan Elia tak kalah keras. Saking kerasnya tamparan itu sampai-sampai membuat wajah wanita itu menoleh kesamping.
"Brengsek!! Berani sekali kau menamparku?!" Amuk Elia penuh emosi.
Jessica menahan tangan Elia dan sekali lagi menamparnya. "Dimana otakmu, Kak? Bisa-bisanya kau meminta ibumu sendiri menjadi pelayan di acara ulang tahun putrimu?! Dimana otak dan nurani-mu?!" Teriak Jessica penuh amarah.
Gadis itu benar-benar tidak terima karena sikap dan perilaku Elia pada ibu mereka. Kapan Elia akan bersikap hormat dan memperlakukan ibu mereka dengan layak.
"Ingat!! Aku tidak akan pernah tinggal diam dan membiarkanmu bersikap semena-mena pada Ibu!! Aku tidak peduli meskipun kau adalah kakakku. Aku akan tetap menghalangi-mu!!"
Melihat istrinya diperlakukan dengan buruk oleh adiknya sendiri membuat Aldo tidak terima. Pria itu menghampiri Jessica dan langsung mendorongnya.
Hampir saja Jessica terjengkang kebelakang jika saja seseorang tidak datang dan menahan tubuhnya. Sontak saja gadis itu menoleh dan mendapati sosok tampan berdiri dibelakangnya.
"Kau tidak apa-apa?" Tanya pria itu memastikan.
Jessica mengangguk. Gadis itu menatap punggung pria yang kini sudah beranjak dari hadapannya.
Jessica memiringkan kepalanya dan menatap pria itu penuh tanya, sepertinya wajah pria itu tidak asing dan Jessica merasa pernah melihatnya tapi dimana? Jessica tidak mengingatnya.
Tiba-tiba pria itu menghentikan langkahnya dan menatap Jessica dengan tatapan tak terbaca. Selama beberapa saat mereka saling menatap dalam diam, tak sepatah kata pun keluar dari bibir keduanya.
Kemudian pria itu melanjutkan langkahnya, dan masuk kekediaman keluarga kakak Jessica.
Sedangkan Jessica memutuskan untuk meninggalkan halaman rumah tersebut. Ia harus kembali ke toko bunga, bisa-bisa Sunny mengomel tidak jelas jika ia pergi terlalu lama.
-
Aldo dan Elia mempersilahkan tamunya untuk duduk. Mereka tampak terharu karena penerus utana dari Nero Empire sudi datang berkunjung ke rumah mereka.
"Tuan Muda, silahkan diminum tehnya." Elia meletakkan secangkir teh yang baru saja dia seduh di atas meja depan pria itu yang ternyata adalah Kevin.
"Tuan Muda, saya sungguh merasa sangat terhormat karena Anda mau menerima undangan makan malam kami. Sungguh, Anda adalah orang yang sangat rendah hati." Ujar Aldo seramah mungkin.
"Hn,"
"Tuan Muda, kami sungguh minta maaf atas ketidak nyamanan Anda tadi. Atas nama adik saya , saya ingin meminta maaf. Dia memang seperti itu, suka berbuat onar. Dia datang untuk meminta uang, dan marah karena kami tidak memberinya." Ujar Elia.
Kevin menyeringai sinis. Dia tau jika Elia sedang berbohong karena Kevin melihat semuanya. Bahkan dia datang sebelum kedatangan Jessica, hanya saja pasangan suami-istri itu yang tidak menyadarinya.
Kevin sengaja tidak langsung turun karena ingin melihat apa yang terjadi, kenapa gadis yang dia perhatikan akhir-akhir ini datang dengan emosi dan kemarahan.
"Bukan masalah yang besar." Ucapnya dengan seringai yang sama.
"Karena Anda sudah di sini. Dengan khusus saya ingin mengundang Anda untuk datang ke pesta ulang tahun putri kecil kami. Kami mengadakan pesta kecil-kecilan untuknya."
"Hn, akan aku usahakan."
Kevin mengeluarkan ponsel pintarnya kemudian mengetik sebuah pesan pada Chan. Dalam pesan singkatnya itu, Kevin meminta supaya Chan menyusul Jessica dan mengantarkannya.
-
Tiiinn... Tiiinn... Tiiinn...
Jessica yang sedang berjalan santai di trotoar terlonjak kaget karena ulah seorang pengendara mobil. Dengan penuh emosi, gadis itu menoleh dan mendapati sebuah mobil mewah berhenti tepat disampingnya.
"Yakk!! Tiang gila, apa kau sengaja ingin membuatku terkena serangan jantung eo?" Amuk gadis itu pada si sopir yang pastinya adalah Lee Chan.
"Nona, berhenti ngomel-ngomel. Naiklah, aku akan mengantarkanmu."
"Tidak perlu!! Aku tidak butuh bantuan dari orang menyebalkan sepertimu!!" Jessica menolak dan tidak mau Chan antar.
Chan turun dan menghampiri gadis itu. "Nona, aku mohon ikutlah denganku dan berhenti bersikap menyebalkan. Ini masalah hidup dan mati ku. Atasanku bisa memotong gajiku lagi jika kau menolak untuk ikut."
"Itu bukan urusanku!!"
"Nona, kau tidak memberiku pilihan lain selain harus memaksamu!!"
"Yak, yak, yak!! Mau apa kau? KKYYYAAA!!! Tiang gila, apa yang kau lakukan? Turunkan aku brengsek!!" Pinta Jessica menuntut.
Chan mengangkat tubuh Jessica dipundaknya dan memasukkan gadis itu ke dalam mobil. Dan apa yang Chan lakukan tentu saja membuat Jessica histeris karena merasa terancam.
"Apa maumu? Omo!! Jangan bilang kalau kau mau menculik ku, kemudian memperko** lalu memutilasi tubuhku dan terakhir membuangnya ke laut. Benar bukan?"
Chan mendengus berat. "Kau banyak berpikir, Nona!!" Sinis-nya kesal. "Jika bukan Tuan yang memintaku untuk mengantarkanmu, aku juga ogah berurusan dengan gadis mengerikan sepertimu. Kau tau, kau adalah gadis tergalak yang pernah aku temui di dunia ini!!"
Jessica mendecih kesal. Dan selanjutnya kebersamaan mereka hanya diwarnai keheningan. Baik Chan maupun Jessica sama-sama memilih untuk diam dalam keheningan.
.
.
.
20 puluh menit berkendara mereka tiba di toko bunga tempat Jessica bekerja. Jessica turun dari mobil yang dikemudikan oleh Chan tnpa mengucapkan terimakasih.
Dan hal itu membuat Chan langsung dongkol setengah mati. Dan jika bukan karena Kevin, Chan juga tidak akan Sudi berurusan dengan Jessica. Dan jika dia menolak, sudah pasti Kevin akan langsung memotong gajinya.
"Dasar gadis tidak tau terimakasih. Bilang terimakasih saja apa sih susahnya, menyebalkan." Gerutu Chan kesal.
Chan menghidupkan kembali mesin mobilnya. Dan dalam hitungan detik mobil itu telah melesat jauh meninggalkan 'Vivian'S Florist'
Jessica menghampiri pemuda yang sedang berbincang dengan Sunny. Gadis itu tersenyum lebar melihat kedatangan pemuda itu.
"Kau sudah lama menungguku?" Pemuda itu pun menoleh saat merasakan tepukan ada bahunya juga suara seseorang yang berkuar di dalam telinganya.
Pria itu menggeleng. "Tidak, aku baru saja sampai. Kau terlihat lelah, sebaiknya istirahat dulu dan jangan terlalu memaksakan diri."
"Tenanglah, Ben. Aku baik-baik saja. Tidak perlu mencemaskan ku."
Ben maju dua langkah lebih dekat dan membelai rambut Jessica penuh kelembutan sambil mengunci manik hazelnya. "Aku seperti ini karena aku peduli padamu, dan aku tidak ingin jika kau sampai jatuh sakit."
"Aku-" Jessica menggantung kalimatnya saat merasakan ponselnya berdering. Nama Jerremy menghiasi layarnya yang menyala terang. "Ada apa, Jerr? Kenapa kau menghubungi Noona?"
"Noona pulanglah, kakak ipar tiba-tiba datang dan marah-marah pada Ibu. Dia memaki dan mencoba mencoba menyakiti Ibu. Sedangkan kak Dion hanya diam saja melihat Ibu diperlakukan seperti itu oleh istrinya."
"APA?! Baiklah, Noona akan pulang sekarang juga!! Dion, Mirra, aku pasti akan menghabisi kalian berdua!!"
-
Bersambung.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!