Bab 1
Suara petir yang memekakkan telinga menyambar di tengah hujan lebat menciutkan hati siapa saja yang hendak keluar rumah. Hujan deras mengguyur kota Semarang hampir seharian penuh membuat banjir di beberapa tempat.
Jam menunjukkan pukul delapan malam, Sari baru saja keluar dari tempat kerjanya. Hari yang cukup melelahkan baginya. Sari mengambil kuliah malam karena dia sendiri harus bekerja untuk salah satu portal berita di siang hari.
Ia salah satu mahasiswi berbakat di bidang jurnalistik. Penampilan cantiknya dengan tubuh semampai, rambut lurus sebahu, kulit putih, dan dikaruniai wajah blasteran Jawa - Belanda membuatnya mudah untuk mendapatkan pekerjaan yang ia inginkan...to be an Anchor.
Sayang jalan menuju impiannya tidak semudah yang ia bayangkan. Sari harus memulainya dari nol, diawali dengan menjadi penulis lepas. Semangatnya yang tinggi untuk mencapai impiannya mengantar Sari pada titik tertinggi saat ini. Dipercaya meliput berita dan menjadi host untuk sebuah acara.
Sudah sekitar lima belas menit Sari menunggu kedatangan taxi online pesanannya tapi belum juga ada tanda-tanda taxi itu datang. Sebenarnya Sari hendak membatalkan pesanan tapi si sopir taxi online memohon padanya untuk memberinya sedikit waktu. Maklum banjir dimana-mana membuat si sopir taxi kesulitan mencari jalan.
Sari berusaha memahami itu dan ia memutuskan untuk menunggu di sebuah halte tak jauh dari kampusnya. Hujan lebat dan petir masih terus mengguyur kota Semarang membuat udara malam semakin dingin.
Tak berapa lama muncullah taxi yang ia tunggu. Sang sopir taxi bergegas keluar menjemput Sari dengan payung di tangannya.
" Maaf mbak... banjirnya lumayan tinggi di Simpang Lima jadi saya harus cari jalan memutar dulu." kata sang sopir memohon maaf saat Sari sudah duduk di kursi penumpang.
" Iya pak, tidak apa-apa kok namanya juga lagi musim hujan kayak gini biasa kota pasti banjir." jawab Sari sambil terus menatap ke luar jendela mobil
" Matur Nuwun nggih mbak, pesanannya tidak dibatalkan... saya lagi sepi orderan soalnya hari ini." kata sopir itu lagi
Sari tersenyum ke arah sang sopir yang melihatnya lewat kaca spion di depan,
" Iya pak." jawab Sari
Taxi melaju menuju kawasan Bendan Ngisor, tempat kontrakan Sari. Hujan sepertinya belum mau bersahabat dengan malam dan Sari sudah membayangkan repotnya malam ini karena rumah kontrakannya memang bocor di beberapa tempat dan jika hujan lebat seperti ini dipastikan akan ada banjir lokal dari bocoran atap rumah.
Akhirnya sampai juga taxi di depan persis rumah kontrakannya. Sari membayar sejumlah uang beserta yang tips tambahan untuk si sopir.
" Ini uangnya pak, sesuai aplikasi ya."
Sari turun dari taxi dengan payungnya sendiri.
" Nggih mbak... maturnuwun."
Rupanya sang sopir baru menyadari jika uang yang diberikan Sari berlebih,
" Eh mbak, ini uangnya kebanyakan." seru si sopir pada Sari
Sari menoleh dan tersenyum,
" Buat bapak semoga berkah nggih pak."
"Alhamdulillah, maturnuwun mbak."
Sari menganggukkan kepalanya dan segera berbalik untuk masuk ke dalam rumah. Suara petir itu menciutkan nyali ya untuk berlama-lama diluar.
Benar dugaan Sari air tetesan hujan dari atap yang bocor mulai menggenang di beberapa tempat. Dengan cekatan Sari segera mengambil ember untuk menampung tetesan air dan kain pel untuk mengeringkan genangan air.
Semuanya beres dalam waktu singkat, Sari pun segera membersihkan diri dan merebahkan tubuh penatnya di atas ranjang. Dan sialnya listrik padam tak lama setelah Sari tertidur. Ia bahkan tidak menyadari jika listrik di rumahnya padam karena sudah lelap dalam buaian mimpi.
Suara tetesan air di ember penampungan seolah menjadi pengantar tidur bagi Sari. Udara yang dingin, listrik mati dan sesekali terdengar suara katak bersahutan diluar rumahnya membuat malam terasa semakin panjang.
...*********...
Tambak tambak Pawon
Isie dandang kukusan
Ari kebul kebul
Wong nontone pada kumpul
Sayup-sayup terdengar suara syair yang dinyanyikan beberapa wanita.
Sari berusaha menajamkan pendengarannya. Ia berjalan diantara kerumunan orang-orang yang berkumpul di suatu tempat.
Turun sintren, sintrene widadari
Nemu kembang Yun ayunan
Nemu kembang Yun ayunan
Kembange si Jaya Indra
Widadari temurunan
Kidung itu dilantunkan lagi oleh beberapa sinden wanita yang berpakaian kebaya putih. Aroma kemenyan mulai menusuk hidung Sari, rasanya sungguh menyesakkan dada. Hingga Sari menutup hidungnya dengan tangan.
Rasa penasaran membawanya semakin mendekati kerumunan orang-orang itu. Perlahan ia mencoba menyelinap di antara tubuh bercampur peluh. Tubuhnya yang cukup langsing memudahkannya untuk segera mencapai garis terdepan.
Sari terperanjat melihat apa yang ada di depannya. Sebuah pertunjukan sedang dimulai dengan pawang yang memutari sebuah kurungan tertutup. Ditangan pawang itu ada alat untuk membakar kemenyan yang dibawa mengelilingi kurungan.
Beberapa penari wanita tampak menari dengan gemulai sambil sesekali menabur kan bunga diiringi nyanyian tembang dari para sinden.
Tak berapa lama sang pawang berhenti dan berjongkok di sisi lain kurungan. Mulutnya terlihat berkomat kamit merapalkan suatu mantra. Kurungan itu bergetar. Sang Pawang dibantu dua asistennya segera membuka kurungan perlahan.
Sari terkejut melihat sosok dibalik kurungan itu. Ia berkali kali menggosokkan matanya, itu dirinya dalam pakaian penari dan berkacamata. Sari melihat dirinya berdiri didampingi dua pawang di belakangku dan mulai menari.
" Apa yang aku lakukan disana, dimana ini?" gumamnya lirih
Seseorang dengan berpakaian persis seperti sang pawang tiba-tiba telah berdiri di sampingnya dan menarik tangan kanan Sari dengan kasar untuk mengikuti langkah kakinya.
" Hei, siapa kau? Apa mau mu... lepaskan aku!" Teriaknya
Ia berusaha melepaskan tangannya tapi genggaman tangan pria itu begitu kuat hingga yang ada hanya nyeri yang dirasakan.
Pria itu tiba-tiba berhenti dan melepaskan tangan Sari. Ia berbalik dengan menampakkan wajahnya yang penuh amarah seraya menunjuk ke suatu arah.
Sari mengikuti arah yang ditunjuk si pria bermuka marah itu, ia kembali dikejutkan dengan sosok penari sintren dengan muka penuh darah. Ia bergidik ngeri membayangkan apa yang terjadi pada penari itu. Aroma anyir darah bahkan tercium dari tempat dimana Sari berdiri.
Sosok itu membuka mulutnya dan berkata,
" Tolong…,"
Tangannya terulur ke arah Sari seolah ingin menggapainya. Ketakutan melanda Sari hingga ia perlahan mundur dan berbalik arah, namun sayang si penari berdarah itu justru telah berada persis di belakangnya.
...********* ...
" Aaaargh...jangan!"
Sari terbangun dari mimpinya tepat disaat petir besar menyambar.
Keringat membasahi seluruh tubuhnya, jantungnya berdetak cukup kencang, matanya memandang ke arah sekitar, gelap... hanya sesekali terlihat cahaya dari luar karena kilatan petir.
Sari segera bangun, berjalan perlahan untuk mencari emergency lamp dan menyalakannya. Kepalanya terasa pusing dan detak jantungnya memburu cepat.
" Syukurlah hanya mimpi, mengerikan sekali." gumamnya
Ia berjalan menuju dapur dan mengambil air dingin dari lemari es. Ditempelkannya gelas berisi air dingin ke kepalanya yang terasa pusing, dengan mata yang terpejam.
Ia berjalan menuju ruang tengah, dan saat melewati meja ia melihat sebuah buku tebal yang terbuka. Seingatnya tidak ada buku yang baru ia baca saat pergi tadi pagi. Rasa penasaran membuat Sari ingin melihat buku yang terbuka itu. Matanya terbelalak, ia berusaha kembali melihat nya. Sebuah artikel tentang penari sintren dengan potret sang penari terpampang jelas pada halaman itu.
Petir kembali menyambar dengan keras, membuat jantung Sari semakin berdetak kencang,
" You must be joking with me…."
Bab 2
Drrt...drrrt... drrrt…
Suara ponsel bergetar di atas meja membangunkan Sari dari tidurnya. Dengan mata tertutup ia berusaha meraih ponselnya yang sedari tadi tidak berhenti bergetar.
"Goedemorgen lieverd je slaapt nog?"
( Selamat pagi sayangku kau masih tidur?)
Sari mengerutkan keningnya dan memegang kepalanya yang pusing,
" Morgen mam, hoe laat is het?"
( Pagi Mom, jam berapa ini?)
" Zeven uur Indonesische tijd schat en twee uur in de ochtend hier."
( Pukul tujuh waktu Indonesia sayang dan jam dua dini hari waktu di sini.)
" Dan apa yang Mom lakukan sepagi ini?" Tanya Sari
" Mom merindukanmu sayang bisakah kau kembali ke Amsterdam saja, kau bisa meneruskan kuliahmu disini Dad akan memberimu posisi bagus di perusahaan kita." pinta mom Adeline, ibu Sari dari seberang sana.
" Mom, kita sudah membicarakan hal ini bukan aku ingin mandiri di sini, mungkin nanti jika aku sudah bosan dengan kehidupan di sini aku akan pulang Mom." jawab Sari sambil menyandarkan tubuhnya ke bantalan sofa.
Rupanya semalam Sari tertidur di ruang tengah setelah melihat buku itu.
" Kau yakin bisa mengatasi kerasnya hidup disana sendiri sayang?"
" Tentu Mom aku yakin percaya padaku."
" Baiklah mom bisa apa jika itu keinginanmu tapi ingatlah satu hal sayang jika terjadi sesuatu cepat hubungi kami oke?"
" Okey mom tentu saja."
" Selamat bekerja sayang... jaga kesehatanmu ya, Mama houdt van je."
( Mom mencintaimu..)
" Bedankt mam... ik hou ook van jou Gegroet aan papa daar."
( Aku juga mencintaimu Mom… salam untuk Daddy disana.)
Sari meletakkan ponselnya di meja bersebelahan dengan buku besar yang aneh itu. Sari menatap buku itu saat Mbak Pur, asisten rumah tangganya datang membuka pintu.
" Eh non Sari, sudah bangun non?" Tanya Mbak Pur
" Ehm, datangnya pagi sekali mbak?"
Tanya Sari sambil terus menatap ke arah meja
" Iya non semalam kan hujan pasti bocor kan disini, jadi mau beberes dulu." jawab mbak Pur
" Iya….tuuu liat, banyak banget yang bocor mbak." sahut Sari sambil menunjuk ke arah beberapa ember penampungan
" Ya Allah, kok banyak banget saya panggil mas Ali aja ya non buat betulin atap yang bocor." kata mbak Pur
" Ya mbak atur aja... nanti biayanya berapa tinggal bilang aja ke saya." jawab Sari
" Oya mbak, ini buku siapa ya... saya kok belum pernah lihat buku ini?" Tanya Sari penasaran
Mbak Pur melangkah mendekati Sari dan melihat ke arah meja,
" Ooh itu… kemarin ada yang anter buku ini mbak, katanya buku milik mbak Sari yang ketinggalan di kos nya." jawab mbak Pur
" Hah….serius mbak, siapa yang kesini ini bukan buku saya lho?"
Sari terkejut karena memang dia tidak memiliki buku seperti itu.
" Laki-laki yang anterin mbak... ngganteng lagi orangnya, tinggi, putih, gagahlah pokoknya." jawab mbak Pur
" Siapa namanya mbak?" Tanya Sari
" Waduh lupa nanya he mbak, lha wong pas nerima yang saya liatin muka ma senyum nya aja." jawab mbak Pur sambil tertawa
" Heeee….dasar kemayu, nda bisa liat barang bagus dikit." sahut Sari gemas
" Mumpung mbak, rejeki jangan ditolak."
Mbak Pur dan Sari pun tertawa bersamaan.
Sari beranjak dari tempat duduknya dan bersiap untuk berangkat ke tempat kerja. Mbak Pur sudah menyiapkan sarapan seadanya, nasi goreng telor ceplok plus mentimun kesukaannya sudah cukup buat mengganjal perutnya di pagi hari.
Sari menyantap nasi gorengnya sembari mengecek beberapa pesan masuk di ponselnya. Tiba-tiba pesan masuk dari Doni, fotografer timnya.
Meeting jam sembilan….jangan lupa...Oya bawakan aku kopi latte yak...Bagas pesen es cappucino...Rara, ice americano...Ahmad, juga sama cappucino... jangan lupa si bos besar caramel latte with extra choco…
Sari terkekeh melihat list pesanan di ponselnya, ia membalas pesan itu
Gokil kalian….dipikir aku jualan kopi...bayarnya gimana nii...masa iya aku terus yang traktir... bangkrut dompet gue...
Doni membalas lagi pesan nya,
Biasaa… kasbon...lu kan tajir Sar...jangan itung-itungan sama temen…
Sari hanya bisa menggeleng kan kepalanya. Sari bukan tipe wanita yang pelit apalagi jika yang meminta teman-teman nya, karena ia sadar disini Sari hidup sendiri setidaknya mereka adalah pengganti ayah dan ibunya yang berada jauh di Amsterdam.
Jam sudah menunjukkan pukul tujuh Sari meraih tas nya dan segera berangkat,
" Mbak Pur, saya berangkat dulu ya... jangan lupa dikunciin semua kalau si Ali sudah selesai betulin gentengnya."
Pesan Sari pada Mbak Pur yang sedang mencuci pakaian di belakang.
" Siap non, hati-hati di jalan." sahut Mbak Pur sambil berusaha mengejar Sari untuk mengantarkan nya pergi.
" Naik apa non berangkatnya?"
" Biasa, ojek online Mbak." jawab Sari
" Makanya non, cepet punya gebetan biar ada yang antar jemput." sindir Mbak Pur sambil tertawa
" Cckk ... no tukang ojek online juga suka anter jemput berarti dia pacar Sari dong."
Mbak Pur dan Sari spontan tertawa lagi bersama.
Tak berapa lama ojek online pesanan Sari datang. Ia pun segera pergi meninggalkan Mbak Pur sendiri.
" Eman-emane….cantik, bule, kok ya nda laku-laku tho, cckk... mesak ne yo." gumam Mbak Pur
Sari menuju ke salah satu pusat perbelanjaan besar di area Simpang Lima. Ia harus mampir membeli pesanan kopi tadi. Sari memberikan catatan pada kasir dan membayarnya.
Suasana coffee shop pagi ini lumayan ramai mungkin karena kopi sudah merupakan suatu keharusan dan gaya hidup milenial. Sekitar lima belas menit Sari menunggu pesanannya datang juga.
Dengan sedikit kesusahan Sari membawanya menuju kantor tempat ia bekerja tak jauh dari coffee shop.
Tangannya penuh dengan pesanan kopi dan paper bag, Sari sedikit kesulitan untuk menekan tombol lift. Hingga akhirnya seorang pria berbaik hati menekankan tombol lift untuknya.
" Lantai berapa mbak?" Tanya pria itu sopan
" Lantai 5 mas." jawab Sari
Pria itu tersenyum pada Sari dan menekan tombol 5. Mereka berada dalam lift hanya berdua membuat suasana sedikit canggung bagi Sari.
" Mbak kerja disini?"
" Iya,"
" Sudah lama mbak?"
" Baru aja kok, sekitar tiga tahunan."
" Lumayan lama dong."
Sari hanya mengangguk dan tersenyum. Pria itu tampak mencuri pandang pada Sari tapi dirinya tidak memperdulikan pria itu.
Tiiiing…..
Pintu lift terbuka di lantai lima, Sari berpamitan pada pria itu tak lupa juga ia berterima kasih padanya.
Pria itu tersenyum menatap kepergian Sari hingga menghilang dari pandangannya,
" Kita akan bertemu lagi... aku akan pastikan itu terjadi... Sari,"
Bab 3
Sari memasuki selasar ruangannya dengan bersusah payah. Doni rupanya sedari tadi sudah menunggunya, ia tersenyum melihat Sari datang,
" Yang ditunggu datang juga nih." sapanya sambil mengambil alih kopi pesanan miliknya
" Eeeh, bawain sekalian kenapa Don, demen amat nyiksa temen." protes Sari
" Sori...lupa." sahutnya sambil memberikan senyuman konyol pada Sari
Sari hanya bisa menggelengkan kepalanya,
" Yang lain kemana nih?" Tanya Sari
" Noo….lagi di briefing ma komandan." jawab Doni sambil menunjuk ke arah ruangan kepala departemen.
" Hah...briefing, nah kamu ngapain disini aku nda ikutan dipanggil kan?" Tanya Sari was-was
" Mana mungkin komandan briefing kesayangannya, paling nti Sar private briefing." goda Doni sambil tertawa
" S****...bosan hidup kau rupanya." balas Sari sambil melemparkan buku ke arah Doni
" Ampuuuun….aku takut, ada bidadari ngamuk." seru Doni tertawa
Tak lama kemudian beberapa orang yang mengikuti briefing bersama kepala departemen keluar dengan wajah masam. Pak Arya kepala departemen baru terlihat ikut keluar bersama yang lainnya, ia tampak sedang mencari seseorang dan pandangannya terhenti pada Sari
" Sari...ke ruangan saya." Perintahnya
Sari terkejut mendengar namanya dipanggil, ia membulatkan matanya dan menoleh ke arah Doni. Tatapannya dibalas Doni dengan gerakan bibir..mampus loe...diikuti tawa kecil darinya.
Sari segera mendekati Pak Arya dan ikut masuk dalam ruangannya. Mata Pak Arya menatap Sari dengan tidak bersahabat, seolah Sari telah berbuat kesalahan yang sangat besar,
" Sari...menurutmu kenapa kamu saya panggil?" Tanya Pak Arya
" Maaf pak, saya tidak tahu,"
Pak Arya menghela nafas panjang lalu berkata,
" Duduk, saya mau membahas masalah serius tentang program acara kita."
" Maksudnya gimana ya pak, saya belum paham ini?" tanya Sari
" Program acara kita tentang journey to the east jeblok... rating turun... sponsor minta pertanggung jawaban dari kita atas kerugian mereka."
" Hah...kok bisa ya pak, padahal program kita Minggu lalu sempat jadi idola lho, ratingnya juga bagus." sahut Sari heran
" Kamu tahu kenapa, gara-gara kelakuan host kesayangan kita yang mencela budaya orang lain seenaknya, kamu gimana sih milih host. Apa gak ada orang lain lagi selain dia" kata Pak Arya kesal
" Ehm….sebenarnya dia kandidat cadangan pak, host yang saya pilih sedang menyelesaikan kontrak dengan televisi lain, baru bulan depan dia bisa kita kontrak pak." Jawab Sari
" Terlalu lama kalau harus menunggu bulan depan, sponsor kita tidak mau terima alasan seperti itu." kata Pak Arya sambil memijat kepalanya
" Kita teruskan program itu tapi kita ubah konsepnya bagaimana pak?" Usul Sari berhati-hati
" Konsep apa yang kamu tawarkan ?"
" Masyarakat sekarang cenderung senang dengan hal-hal berbau klenik, mistis, dan saudaranya pak... gimana kalau konsepnya berubah dari petualangan survival menjadi petualangan mistis." kata Sari menjelaskan
Pak Arya hanya menganggukkan kepalanya tanda mengerti, sejurus kemudian ia terdiam lalu menatap Sari.
" Ide bagus... kerjakan sekarang, tugasmu sementara menjadi host acara ini ... saya tunggu progres nya sore ini."
" Hah...sore ini pak?" tanya Sari memastikan
" Iya sore ini."
" Baik pak, kalau begitu saya permisi dulu…" pamit Sari disambut anggukkan kepala dari Pak Arya
Sari keluar dari ruangan Pak Arya dengan hati was-was. Sebenarnya Sari hanya asal bicara demi menyelamatkan dirinya dari ocehan Pak Arya tapi ternyata usulnya diterima.
" Gimana, private briefing nya lancar Sar?" Tanya Doni tertawa
" Iiish...kepo deh." Sari duduk di kursinya dengan kasar, ia menghela nafas panjang.
" Don...Pak Arya minta kita ubah konsep journey to the east dari petualangan survival ke petualangan mistis." kata Sari yang berhasil membuat Doni terkejut
" Hah...kok bisa?"
" Aku yang ngusulin...daripada kena omelan nda punya ide,ya udah asal aja aku usulin gitu." jawab Sari sambil memijat keningnya
" Gila...lu kenapa nda mikir dulu sih, main ganti konsep mistisberani lu ma demit?" Seru Doni kesal pada Sari
" Ya nda gitu Don, kita kan harus ganti kerugian sponsor naah satu satunya jalan yang banyak peminatnya ya horor... mistis dan supranatural... cuma itu aja yang terlintas di benakku." kata Sari melakukan pembelaan
" Iya juga sih, masyarakat kita demen banget hal-hal begituan tapi apa lu dah punya bayangan belum kita mo angkat topik apa ni buat episode pertama?" Tanya Doni penasaran
" Tau deh, aku juga bingung mikirnya." jawab Sari
Kepalanya terasa semakin berdenyut memikirkan perubahan konsep program yang diusulkan.
Doni mendekati kubikel tempat Sari bekerja tanpa sengaja ia menyenggol paper bag Sari yang berada di atas meja kerjanya.
Bruuugh…,
Isi paper bag Sari berserakan di lantai,
" Ccckk...pake acara jatuh segala si ni kantong." gerutu Doni
Doni memunguti barang-barang milik Sari yang berserakan di lantai. Ia tertarik dengan sebuah buku besar yang ikut ada dalam paper bag itu.
Buku itu lumayan cukup tua sepertinya, tampak dari kertasnya yang mulai menguning dan sedikit robek disana sini.
" Sar...ni punya lu bukan?" Tanya Doni penasaran
Sari membuka matanya yang terpejam dan menoleh ke arah buku di tangan Doni.
Sari terkejut melihatnya,
" Eh...darimana kamu dapat ni buku?" Tanya Sari
" Lah bukannya ni buku lu Sar? ni ada di dalam paper bag lho."
" Oh ya... perasaan tadi pagi cuma masukin beberapa buku doang, buku ini masih ada di meja waktu aku pergi." sahut Sari sedikit kebingungan
" Hah serius lu Sar, jangan bercanda kenapa hawanya jadi serem sih." kata Doni sambil bergidik merasakan bulu kuduknya meremang
Sari hanya terdiam tidak menjawab. Seribu tanya ada dibenaknya, rasanya sungguh tidak masuk akal. Siapa yang menaruh buku itu dalam paper bag nya. Mbak Pur kah?
Dengan perlahan Sari membuka halaman demi halaman dan berhenti pada halaman yang mengulas sintren.
" Buku apaan sih itu?" Tanya Doni sambil memaksa melihat kembali cover depan buku.
" Tau ni, ada orang kirim paket ke rumahku... katanya buku ini punyaku yang tertinggal di kosannya, tapi aku nda merasa pernah punya buku beginian Don." jelas Sari sambil terus membaca
" Eh... mungkin ini pertanda gimana kalau kita jadikan dasar cerita buat episode selanjutnya." usul Doni
Sari menghentikan bacaannya, lalu menjentikkan kedua jarinya
" Ide bagus Don...niih.kita ulas tentang ini…" kata Sari sambil menunjukkan bab yang sedang ia baca.
Doni tersenyum dan segera mengacungkan dua ibu jarinya. Mereka pun bergegas membuat proposal untuk dijadikan bahan materi liputan bersama berdasarkan kan buku tua yang misterius itu.
Menjelang sore semua proposal dan bahan pendukung telah siap, Sari segera menuju ke ruangan Pak Arya untuk melaporkan usulan rencananya.
Pak Arya menerima proposal yang dibuat Sari dan membacanya dengan teliti halaman per halaman. Sesekali dia mengerutkan keningnya tapi kemudian menyunggingkan senyum di sudut bibirnya. Sementara Sari menunggu respon Pak Arya dengan harap-harap cemas.
" Bagus.uwaya setuju...ini bagus...kapan kamu berangkat kesana?" Tanya Pak Arya mengagetkan Sari
" Hah... setuju pak ... oooh yaa mungkin, lusa pak...saya dan tim belum membahas persiapan liputan.' jawab Sari
" Tidak ada waktu lagi, saya mau malam ini juga kita meeting." perintah Pak Arya
" Malam ini pak...eeehmm…"
" Kenapa, kamu keberatan karena kuliahmu?"
" Ehhm...bukan, pak... iya... baiklah, aya akan siapkan meetingnya malam ini."
" Jam tujuh tepat on time, ingat itu." kata pak Arya dengan tegas
Sari menganggukkan kepalanya dan berpamitan keluar ruangan. Dia segera memanggil anggota tim lainnya untuk segera membantunya menyiapkan ruangan meeting.
Ini akan jadi malam yang panjang dan melelahkan untuk Sari dan timnya. Sebuah proses awal menuju sebuah liputan misteri perdana bagi Sari dan tim.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!