NovelToon NovelToon

PENGANTIN DADAKAN

Dia Tidak Datang

Gaun pengantin putih membalut tubuh ramping Anindya. Hiasan siger menempel diatas kepalanya. Wajahnya sedikit tegang tapi rona bahagia terpancar jelas di mukanya.

Hari ini adalah hari bahagianya. Impiannya untuk menikah di usia muda di kabulkan Tuhan. Kurang dari 23 tahun ia sudah di sunting orang.

Pacarnya Yudhistira yang sebentar lagi akan jadi suaminya adalah laki laki yang baik. Dia mengenal laki laki itu 2 tahun silam ketika dia masih kuliah. Yudistira adalah pria muda yang baru saja bekerja di sebuah perusahaan di Bandung.

"Mbak Anin cantik sekali. " Laras penata rias pengantin itu menatap lekat wajah Anindya yang tersipu malu.

" Ah,,, ini juga kan berkat tangan terampil teh Laras yang sudah menyulap mukaku jd cantik begini "Anindya berlenggok di depan kaca besar di hadapannya itu.

" Tapi beneran loh mbak,,,mbak Anin ini pengantin tercantik yang pernah saya rias selama ini. "puji Laras.

" Masa sih mbak? Mbak Laras nih terlalu memuji. " Anindya tersenyum ge er.

" Nin bagaimana, sudah ada kabar dari Yudis, sudah sampai di mana mereka? " Pak Haryadi ayahnya Anindya tiba tiba masuk ke ruang rias dengan tergopoh.

" Belum pak, sebentar Anin telepon dulu. "

Duh, kamu kemana sih mas,kok belum ada kabar padahal sebentar lagi akad nikah akan dimulai.

Nomor yang anda tuju sedang tidak aktif

" Tidak aktif pak" Anindya mulai gusar

" Bapak kan sudah bilang kalau anak itu memang tidak berniat serius nikahin kamu, jangan jangan dia memang berniat tidak datang ke pesta pernikahan kalian? " Pak Haryadi mulai menampakkan wajah kesannya.

Anindya merasakan sedikit rasa kesal menyelinap di hatinya mendengar perkataan ayahnya itu. Dia tahu ayahnya memang kurang menyetujui dia menikah dengan Yudis. Alasannya sepele sih karena beda suku. Padahal zaman sekarang hal tersebut harusnya sudah tidak menjadi masalah lagi. Tapi ya begitulah prinsip orang tua kadang tidak lekang oleh zaman. Walaupun pada akhirnya beliau menyetujui pernikahan mereka tetap saja jika ada hal buruk sedikit saja di matanya itu akan terus diungkit sebagai bukti penguat atas ketidak setujuannya.

"Mungkin mereka masih di jalan Pak" Anindya berusaha bersikap tenang. Walaupun sebenarnya ada rasa was was dalam hatinya. Ia merasa ada sesuatu terjadi yang membuat hatinya tidak tenang.

"Baiklah, kasih tahu bapak kl sudah ada kabar. Ingat Anin pernikahan ini harus tetap terlaksana, jangan buat malu keluarga" Pak Haryadi kembali ke ruang resepsi yang memang cuma diadakan di halaman rumah saja.

Anindya mencoba menelepon Yudis kembali, tapi lagi lagi hanya suara operator yang terdengar.

Ada apa ini? Kenapa nggak bisa di hubungi sih?

"Sabar mbak, mas Yudis pasti datang" Laras memegang bahu Anindya mencoba meyakinkan Anindya yg sudah terlihat cemas.

"Baiklah aku akan mencoba meyakinkan diriku untuk menikahimu, secepatnya aku akan bawa orang tuaku menemui orang tuamu."Kata Yudis ketika itu.

Saat Anindya mencoba membicarakan tentang hubungan mereka selama ini. Anindya memang tidak mau Lama lama pacaran, bagi dia ketika sudah sama sama cocok dan mereka pun tidak bisa di pisahkan satu sama lain tunggu apa lagi? Bukan kah lebih baik segera di halalkan? Ada banyak rencana indah yg telah mereka susun, diantaranya bulan madu ke Bali, membeli sebuah rumah dan sederet rencana indah lainnya. Dan dia tidak percaya kalau tiba-tiba Yudis melakukan ini, sengaja tidak datang di pernikahan mereka.

Ya, Anindya tahu persis kalau beberapa hari menjelang pernikahan memang sempat ada konflik dan sempat terlontar dari mulut Yudistira tentang pembatalan pernikahan. Tapi masalah itu sudah selesai dan hubungan mereka sudah kembali baik kok.

Pikiran Anindya menjelajah ke beberapa waktu yang lalu. Mencari alasan misalnya benar kalau Yudis membatalkan secara sepihak pernikahan mereka. Tapi semua normal tidak ada gelagat menuju ke arah itu. Dan kemana sekarang Yudis?

Anindya menatap nanar kearah luar jendela. Tak sanggup membayangkan kalau ternyata Yudistira benar benar tidak datang. Apa yang harus dia lakukan. Seberapa malu keluarganya nanti. Tamu undangan sudah berdatangan, hidangan sudah tersedia. Tapi pengantin laki lakinya tidak ada.

Ya Tuhan ada apa ini. Kenapa perasaannya semakin tidak enak. Anindya duduk lemas di atas kursi. Dunianya seakan runtuh. Sesaat tadi ia merasakan kebahagiaan yang sangat dan sekarang berganti duka yang mendalam. Tuhan mempemainkan hatinya seperti sebuah rollcoaster.

"Anin bagaimana? Sudah ada kabarkah? Waktu akad tinggal 10 menit lagi, pak penghulu tidak bisa menunggu terlalu lama karena beliau sudah ada jadwal di tempat lain." Pak Haryadi kembali muncul. Wajahnya semakin terlihat tegang.

Anindya menggeleng putus asa, matanya sudah berkaca kaca. Bak langit mendung yang sudah siap menurunkan hujan begitulah keadaan wajah Anindya kala itu.

Pak Haryadi mencoba tenang dan berpikir kembali, walau tak di pungkiri raut wajahnya menyimpan ketegangan luar biasa.

"Anin, Bapak harap kamu terima dengan keputusan bapak kali ini. Demi nama baik keluarga kita." tegas Pak Haryadi dan dia pun berlalu pergi. Meninggalkan Anindya yang terduduk lemas di atas sofa. Entah apa yang akan di lakukan ayahnya itu. Yang jelas Anindya sudah pasrah, apapun keputusan ayahnya akan ia turuti.

Ia merasa bersalah pada keluarga ini, bagaimanapun ia tidak ingin keluarganya menanggung malu gara gara dia.

Mbak Laras memberikan selembar tisu kearahnya. Disekanya pelan air mata yg mulai deras membasahi pipinya. Tiba tiba Bu Maryati ibunya Anindya masuk dan memeluk anak gadisnya sambil menangis membuat air mata Anindya semakin membuncah. Tentu saja mbak Laras panik takut make up pengantinnya luntur terkena air mata.

"Kenapa ini bisa terjadi nak,,,, maaf ibu baru dengar dari bapak mu, yang sabar ya nak" bagaimana pun seorang ibu akan selalu berusaha menenangkan hati disaat anaknya sedang gusar.

Anindya tidak sanggup lagi berkata apa apa dia hanya bisa menangis sedih di pelukan ibunya.

Pak Haryadi memasuki ruangan. Dan duduk di hadapan anak dan istrinya. Pria setengah baya itu menarik nafas berat.

"Anin maafkan kalau keputusan bapak ini nantinya akan menyusahkan mu. Tapi bapak rasa ini jalan satu-satunya untuk menyelamatkan muka keluarga kita, masuklah..." Pak Haryadi memanggil seseorang.

Seorang pria muda memasuki ruangan itu. Anindya melirik ke arah pemuda itu. Dan laki laki itu sudah tidak asing lagi di mata Anindya. Rio? Kenapa sahabatnya itu yang masuk? Ada rencana apakah ayahnya dengan Rio?

BERSAMBUNG...

Hai readers ini adalah karya pertama author. Mohon dukungannya ya. Untuk like,komen dan votenya selalu author tunggu. Saran dan kritik yang membangun juga Author harapkan dari kalian semua😘

Orang Itu?

Rio menarik kursi yang ada di dekatnya, di hadapannya terlihat Anindya terisak dipelukan ibunya. Tidak ada lagi Anindya yg selalu ceria dan jail. Dirinya saat ini terlihat lemah dan rapuh.

Ya semua wanita yang mengalami kejadian seperti ini pasti juga akan merasakan hancur sehancur hancurnya. Tidak tega rasanya Rio melihat pemandangan seperti itu. Ingin rasanya memeluk Anindya, berusaha memberinya kekuatan dan meyakinkan dia kalau dirinya akan selalu ada untuk Anindya.

"Anin maafkan kalau keputusan bapak ini nantinya akan menyusahkanmu, tapi bapak rasa ini jalan yang terbaik untuk keluarga kita. Walaupun semua ini sulit tapi bapak mohon kamu menyetujuinya ya." Laki laki setengah baya itu merapatkan tangannya di depan dada sebagai tanda permohonan yang sangat terhadap anak semata wayangnya itu. Suaranya terdengar parau, kedua matanya sayu. Anindya tahu betul perasaan ayahnya yang sedang kalut itu.

"Menikahlah dengan Rio."

Anindya terperangah, tak menyangka kalau ayahnya akan membuat keputusan seperti itu. Dia tahu kalau ayahnya sangat menyukai Rio dan sudah menganggap dia sebagai anaknya. Tapi menikah dengan Rio rasanya tidak masuk akal. Dirinya dan Rio adalah teman karib semenjak SLTP rasanya tidak mungkin kalau tiba tiba harus menikah. Rasanya aneh.

Rio menarik nafas panjang, tidak tahu harus berkata apa. Dia yang datang ke acara pernikahan sahabatnya sebagai tamu tiba-tiba di minta untuk menggantikan calon pengantin pria yang tidak datang. Sungguh di luar dugaan. Hatinya masih belum bisa terima. Disisi lain dia juga tidak tega dan iba mendengar permohonan Pak Haryadi tadi di saat memanggil dirinya. Lelaki setengah baya yang sudah mulai terlihat keriput itu memelas dan memohon untuk menggantikan posisi Yudistira. Tentu saja Rio tidak bisa menolak, mengingat semua kebaikan Pak Haryadi kepada dirinya. Rio yang sudah yatim dari kecil merasa menemukan sosok seorang ayah dalam diri Pak Haryadi. Beliau tak segan membantunya dalam hal apapun. Bahkan Anindya sendiri sering merasa iri melihat kedekatan Rio dengan Ayahnya. Apatah jadinya kalau sekarang dia menolak keinginan Pak Haryadi, betapa dirinya akan melukai hati lelaki itu. Aaahhh benar benar dilematis...

"Anin setuju dengan apapun keputusan bapak, sudah bukan saatnya lagi Anin memilih,tapi apakah Rio mau menikah dengan Anin? " Setelah beberapa saat terdiam dan berpikir Anindya akhirnya angkat bicara. Anindya menatap nanar wajah Rio yang menyiratkan kebingungan. Dia tahu keputusan ini juga bukan hal yang gampang bagi Rio.

" Aku juga setuju Nin" jawab Rio tegas. Entahlah bagaimana nanti saja. Yang penting sekarang selamat kan dulu keluarga sahabatnya. Urusan ke depannya nanti di pikirin belakangan.

Anindya, Pak Haryadi menarik nafas lega. Acara akad nikah harus segera di mulai. Setelah meminta restu dari ibunya kemudian Rio bersiap siap memakai baju pengantin yang sejatinya di peruntukan bagi Yudistira. Ibunda Rio yang terkejut dengan keputusan Rio yang tiba-tiba ini tadinya merasa sedikit ragu mengingat hubungan persahabatan yang terjalin antara anaknya dan Anindya. Tapi pada dasarnya ia memang sudah menyukai Anindya sejak dulu. Pembawaan Anin yang ceria, hormat pada orang tua, sopan dan penyayang itu, telah meluluhkan hatinya. Dia sih senang kalau pada akhirnya Rio menikah dengan Anindya.

Acara akad nikah berjalan lancar dan khidmat. Semua tamu undangan memandang takjub pada kedua mempelai. Sangat serasi katanya. Walaupun tak di pungkiri kalau banyak desas desus yang terdengar perihal pergantian mempelai pria secara tiba-tiba itu. Tapi mau bagaimana lagi. Resikonya memang seperti itu. Baik Rio Maupun Anindya dan keluarga tidak mau ambil pusing. Yang penting semuanya sudah berjalan sebagaimana mestinya.

Tepat jam 11 malam semua rangkaian acara selesai. Semua tamu undangan sudah pulang, tinggal keluarga dan beberapa tetangga yang masih bertahan untuk sekedar membantu membersihkan bekas bekas hajatan.

Di kamar pengantin.

Anindya tampak sibuk merapikan rambut. Dia sudah berganti baju dengan baju tidur biasa. Begitupun Rio dia hanya memakai celana pendek dan kaos yang sengaja ia ambil dulu dari rumahnya.

Rasanya sangat canggung berada dalam satu kamar dengan Anindya. Selama persahabatan mereka, tidak pernah sekali pun Rio sengaja masuk kamar Anindya atau berbincang dengan Anindya di kamarnya. Bagaimana pun Anindya masih menganggap tabu seorang pria selain ayahnya memasuki kamarnya,bahkan Rio sekalipun yang notabene adalah sahabatnya sendiri.

"Hei... Ngapain lihat lihat? "semprot Anindya yang memergoki Rio tengah mencuri pandang ke arahnya.

" liiih ge er. "Rio memalingkan wajahnya, merasa ketahuan, Rio berusaha menahan perasaannya yang tak menentu.

"Rio kita bikin kesepakatan yuk" Anindya menghampiri Rio yang tengah berbaring di sofa di dalam kamar Anindya yg kini sudah di sulap menjadi kamar pengantin.

"Kesepakatan apa? "Rio bangkit dan duduk. Wajahnya mulai terlihat serius.

" Aku tahu kamu terpaksa menikah denganku. Maka dari itu aku tidak mau memberatkanmu dengan kewajiban kewajiban sebagai suami. Dan begitu pula denganku aku tidak mau di ribetkan dengan urusan rumah tangga. Intinya kita tetap seperti dulu menjalani hubungan sebagai sepasang sahabat. Tidak berubah sedikit pun. Yang berubah mungkin hanya sandiwara ini. Yah... pernikahan ini kita anggap sebagai sandiwara. Kamu boleh jika ingin mengejar perempuan lain yang ingin kamu miliki. Tapi jangan sampai orang tua kita tahu bahwa kita seperti ini.Untuk sementara kita harus membuat orang tua kita percaya kalau pernikahan kita baik-baik saja. " jelas Anindya.

Berat memang mengatakan ini semua. Tapi dia juga tidak ingin merusak masa depan yang di cita citakan Rio. Dengan menikahinya sudah pasti masa depan yang sudah di susun Rio jadi berantakan. Dia menyayangi Rio sebagai sahabat dan dia tidak ingin menjadi penghalang masa depan sahabatnya itu.

Mendengar kesepakatan yang diajukan Anindya, Rio merasa sedikit kecewa. Tadinya dia ingin mencoba belajar untuk mencintai Anindya. Tapi mungkin Anindya yang tidak menginginkannya. Ya sudah lah dia juga tidak mau memaksa sahabatnya itu. Jadi apa pun yang membuat Anindya senang ia turuti.

"Oke aku setuju, asalkan kamu suka aku sih oke saja. " Rio mengangkat bahunya.

Anindya menghembuskan nafasnya. Well, mungkin ini yang terbaik buat mereka.

" Ya sudah kita tidur yuk sudah malam. Aku cape. " Rio ngeloyor ke tempat tidur. Tapi tangannya di tarik Anindya hingga ia terduduk kembali di atas sofa.

" Kamu tidur di sofa. " Anindya berjalan ke arah tempat tidur. Mengambil satu bantal dan satu guling serta selimut baru dari dalam lemari dan memberikannya kepada Rio yang masih ternganga.

" Nin, jangan gitu dong, sakit leherku kalau tidur di sofa,aku janji nggak bakal nyentuh kamu kok. Suer. " Rio mengacungkan dua jarinya. Tapi tak di gubris Anindya, perempuan itu terus berbaring dan memejamkan matanya.

" Selamat tidur Rio" Anindya menahan tawa melihat muka Rio yang masih di tekuk.

Sementara Rio mendengus kesal merasa permintaannya diabaikan Anindya.

BERSAMBUNG...

RUMAH CINTA

Rio ingin setelah menikah mereka pindah ke sebuah rumah yang sudah dia beli. Tadinya Anindya merasa sedikit keberatan karena harus meninggalkan kedua orang tuanya di rumah. Dari kecil dia belum pernah sekalipun jauh dari kedua orang tuanya itu. Waktu kuliahpun dia memilih kampus yang dekat dg rumahnya jadi dia tidak perlu ngekost.

Tapi sekarang dengan terpaksa dia mengikuti keinginan suaminya. Orang tuanya pun mendukung dan malah menyuruhnya untuk ikut suami. Karena sejatinya seorang istri memang harus mengikuti kemana suami tinggal selama hal itu memungkinkan. Walaupun hubungan pernikahan mereka tidak seperti hubungan pernikahan yang selayaknya, tapi dimata orang tua masing-masing tetap saja mereka ini adalah sepasang suami istri yang sah yang harus mengikuti semua aturan dalam berumah tangga.

"Anin pamit ya Pak, Bu" suara Anin parau menahan tangis. Air bening sudah hampir berderai dari sudut mata wanita cantik itu.

Tak kalah sedih wajah kedua orang tua Anindya pun terlihat sendu. Ketiganya berpelukan dan meluapkan emosi yang tak terbendung lagi. Untaian doa tak henti hentinya mengalir dari mulut kedua orang tua itu. Doa untuk kebaikan dan kesuksesan anaknya yang akan mulai mengarungi sebuah kehidupan pernikahan yang baru saja akan di mulai.

Sebuah dunia baru yang tidak semudah orang lihat dan perkirakan. Karena sejatinya dalam berumah tangga akan ada banyak konflik dan permasalahan pelik yang harus di hadapi. Karena tentu saja bukan perkara mudah menyatukan dua pribadi yang berbeda sifat, kebiasaan, watak dan karakter yang kalau tidak bisa menekan ego masing masing bubarlah biduk rumah tangga yang bersusah payah di bangun.

Setelah berpamitan Rio dan Anindya melangkahkan kaki keluar dari rumah keluarga Anindya. Menuju mobil Brio merah milik Rio. Rio memang sudah lebih dulu bekerja karena memang selisih umur mereka 2 tahun. Sedangkan Anindya tahun ini dia baru saja lulus kuliah. Belum bekerja dan keburu nikah.

Rencananya nanti di tempat yang baru Anindya akan mencoba mencari pekerjaan. Dia tidak ingin menggantungkan hidupnya sama Rio. Walaupun Rio sendiri tidak keberatan dan lebih menginginkan Anindya untuk tetap di rumah saja.

Di dalam mobil.

Hening. Tak ada yang berbicara satupun. Rio konsentrasi menyetir mobilnya. Dan Anindya menatap keluar jendela, menikmati pemandangan desanya yang akan segera dia tinggalkan.

Bekasi kota yang mereka tuju. Di sana ada rumah tipe 45 di sebuah perumahan yang sudah Rio beli. Kecil tapi cukup lah untuk mereka tinggali berdua. Rencananya kl ada rezeki lagi akan di bangun lantai dua biar agak legaan sedikit.

"Rio"

"Hmmm" jawab Rio tanpa mengalihkan pandangannya dari jalanan yang sudah mulai ramai dengan hilir mudik kendaraan.

"Kamu nggak nyesel dengan pernikahan kita"tanya Anindya menatap wajah Rio dari samping.

Rio tidak menjawab. Dia masih terlihat konsentrasi dengan kemudinya.

"Rio jawab iiih" Anindya mencubit lengan Rio, membuat Rio meringis sambil memegang lengan yang di cubit Anindya.

" Sakit Anin" Rio sedikit melotot ke arah Anindya yang sedang manyun.

" Biarin kalau nggak gitu kamu nggak bakal ngomong " jawab Anindya kesal.

" Aku nyesel deh kalau kaya gini nikah sama kamu,masa nggak ngomong aja langsung di cubit, lama-lama pada biru nanti badanku di cubitin kamu terus" Rio mengusap usap tangannya yang terasa perih.

" Ya sudah kalau gitu kita pisah aja jangan memaksakan diri " ceplos Anindya seenaknya.

" Muka gile,,, mau kumat penyakit jantung Bapakmu? Asam lambung mamaku bisa naik kalau tau anaknya baru nikah sehari udah pisah lagi, ya salam Anin kalau ngomong itu mbok ya di pikir dulu. " Rio terlihat kesal dan heran dengan perkataan Anindya barusan.

Anindya terdiam. Dia baru menyadari kalau ternyata dirinya terlalu egois dengan hanya memikirkan kebahagiaannya sendiri tanpa memikirkan perasaan orang orang terkasihnya. Bingung. Tak tahu lagi harus bagaimana. Ikuti alurnya saja sambil memikirkan jalan keluar terbaik untuk semuanya.

" Maaf ya Ri, aku galau. Aku tidak tahu harus berbuat apa. Aku juga merasa bersalah sama kamu. " tandas Anindya. Dia menatap nanar Rio yang mulai konsentrasi lagi mengemudi.

" Nanti saja kita bahas hal itu kalau sudah di rumah. Sekarang kita nikmati saja perjalanan ini dengan hati riang " Rio mengedipkan sebelah matanya ke arah Anindya. Di balas dengan kerlingan manja dari Anindya. Terdengar musik mellow dari tape mobil yang di stel Rio mengantarkan Anindya ke alam mimpi.

Kulit putih bersih mata yang bulat dan besar, hidung mancung dan bibir yang tipis, menjadikan Anindya sempurna di mata Rio. Cantik. Itulah yang terbersit di hatinya ketika dia pertama kali kenal dengan Anindya. Waktu itu dia kelas 3 SLTP sementara Anindya menjadi murid yang baru masuk di sekolah itu.

Banyak teman seangkatan bahkan kakak kelasnya yang menaruh hati terhadap gadis itu. Tapi Anindya yang masih menganggap dirinya anak kecil tidak meladeni mereka semua. Termasuk Rio. Bagi Anindya pelajaran sekolahnya lah yang utama tidak ada kata pacaran dalam kamusnya. Beruntung Rio masih diterimanya sebagai teman. Yahh tidak lebih dari sebagai teman dari dulu sampai saat ini.

Rio tersenyum sambil menggelengkan kepalanya, tak menyangka kalau kini dia sudah menjadi suami sah dari Anindya. Sahabat masa kecilnya. Bahagia sebenarnya karena terus terang perasaan sukanya masih ada dan kembali bersemi semenjak Pak Haryadi memintanya untuk menggantikan posisi Yudistira. Tapi,,, dia sadar Anindya cuma menganggapnya teman. Dan dia tidak ingin menyakiti perasaan sahabatnya itu dengan memaksakan kehendaknya.

Rio menatap wajah Anindya yang tengah tertidur pulas di jok mobil disampingnya. Sedih. Kok ada cowok yang tega berbuat seperti itu terhadap sahabatnya. Eeeehh tapi kok tiba tiba muncul perasaan bahagia di hatinya. Bahagia karena dengan adanya Yudistira yang tidak datang di hari pernikahan mereka dirinya jadi bisa menggantikan posisi Yudistira untuk jadi suami Anindya.

Ya Tuhan jahat banget sih kamu Rio.

Bukan,,, bukan seperti itu maksudnya. Rio beristighfar menyadari pikiran konyolnya.

Maafkan aku Nin. Bisiknya dalam hati.

Tepat pukul 1 siang mereka sampai di rumah mungil Rio. Di sebuah perumahan yang lumayan besar dan terkenal di kota Bekasi. Jabatan Rio yang menjadi seorang manajer di sebuah perusahaan automotif di kawasan industri Bekasi,memungkinkan Rio untuk memiliki rumah dan mobil dalam waktu singkat.

"Selamat datang di istanaku " selorohnya. Kedua tangannya mempersilahkan Anindya masuk ke dalam rumahnya dengan gaya ajudan yang mempersilahkan tuan putrinya masuk.

Pandangan Anindya beredar keseluruh ruangan rumah itu. Hanya ada 2 kamar tidur ruang tamu, kamar mandi dan dapur serta ruang terbuka di sebelah dapur yang di bikin seperti taman kecil agar udara di dapur tetap segar tidak pengap kalau sedang di pakai untuk memasak.

Harus ada sentuhan perempuan di rumah itu. Karena sedikit berantakan di tambah furniture yang masih sangat sedikit. Hanya ada sofa dan bupet tv serta lemari pakaian dan sebuah springbed.

" Kamu tinggal sendiri disini? " Tanya Anindya yang kini duduk di atas sofa.

" Ya sendiri, dan jadi berdua sama kamu sekarang. Ibuku tidak mau diajak tinggal disini, beliau lebih nyaman tinggal di kampung walaupun sendirian. " jawab Rio yang kini duduk di samping Anindya.

Anindya menganguk anggukan kepalanya.

" Terus aku tidur di mana nanti? "

" Sofa masih kosong nih kalau malam, kamu tidur disini aja" Rio nyengir. Anindya memukul Rio pakai bantal kecil yang ada di depannya. Rio tertawa puas karena melihat ekspresi lucu Anindya yang tak terima ketika di suruh tidur di sofa.

" Tega kamu ya nyuruh aku tidur di sofa sementara kamu enak tidur di kasur. " Anindya mengerucutkan bibirnya.

" Kamu tidur di kamar biar aku yg di sofa. Besok kita beli kasur satu lagi, nanti kamu tidur di kamar depan biar aku tidur di kamar belakang. " jelas Rio. Tangannya mengacak lembut rambut Anindya yang tersenyum mendengar perkataan Rio barusan.

Untuk makan siang mereka memesan makanan dari aplikasi online karena memang tidak ada bahan makanan yang bisa di masak. Kulkaspun kosong, hanya ada air putih di beberapa botol minuman. Memang Rio tidak suka memasak jadi dia tidak pernah menyetok sayuran atau ikan, paling nyetok buah dan cemilan lainnya.

Anindya menutup kembali kulkas setelah mengambil botol minuman dari dalamnya. Makan siang mereka sudah datang dan siap di santap.

Keesokan harinya merekapun membeli kasur dan lemari baju serta beberapa barang elektronik yang di butuhkan. Tak lupa membeli sayuran dan ikan untuk stok makan seminggu. Rio merasa sudah benar benar berumah tangga kalau seperti ini. Sempat cekikikan melihat Anindya sedang adu tawar dengan tukang sayur di pasar. Oohh Anindya tidak ada yang menyangka kalau mereka bakal menikah.

Akankah rumah cinta yang sudah di bangun Rio menjadi rumah cinta sesungguhnya? Atau hanya akan menjadi rumah singgah sebentar saja. Ikuti terus ceritanya yaaaa....

BERSAMBUNG...

☀️☀️☀️☀️☀️

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!