NovelToon NovelToon

DEAR, MY RON

BAB 1

"Aku ingin cerai.."

Kata itu meluncur dari mulut seorang pria berpakaian formal yang duduk tenang di kursi roda.

Terlihat seorang wanita berdiri mematung tak jauh dari pria itu. Wanita berambut keriting dengan tubuh penuh lemak itu hanya termenung mendengar perkataan sang suami.

"Memang itu yang kuinginkan.." batin perempuan berbadan besar itu.

Pria yang duduk di kursi roda itu melempar surat ke atas meja. Ini adalah kali kedua pasangan suami istri tersebut berjumpa. Selama enam bulan menikah, pria bernama Ron itu tidak pernah sekalipun mengunjungi istrinya yang bernama Thrisca. Pertemuan pertama mereka adalah hari saat pernikahan mereka, dan pertemuan kedua mereka adalah hari dimana akan menjadi hari perceraian mereka.

"Tandatangani ini!" perintah Ron dengan galak.

Thrisca menarik selembar kertas yang diberikan oleh Ron dan dengan cepat menandatanganinya tanpa berkomentar apapun. Setelah hari ini, hari-hari Thrisca akan berakhir di rumah bak istana yang telah menjadi tempat bernaungnya selama enam bulan.

"Sebagai kompensasi, kau boleh memiliki rumah ini! Aku akan memberikan sertifikat rumah ini atas namamu." ujar Ron.

"Benarkah? Rumah ini.. untukku?" tanya Thrisca tak percaya.

"Lagipula aromamu sudah bertebaran di tempat ini. Aku tidak berharap bisa menggunakan barang bekas darimu!" ucap Ron dengan angkuh.

"Haruskah aku mengucapkan terimakasih?! Atau melemparnya dengan vas bunga atas keangkuhannya?!" batin Thrisca geram.

"Selamat tinggal. Semoga kita tidak dipertemukan kembali di masa depan!"

Ron berlalu begitu saja meninggalkan Thrisca.

Wanita itu hanya menatap kepergian suaminya. Begitu pintu tertutup, wanita itu langsung berteriak senang seraya berguling-guling di lantai penuh sukacita.

"Hanya seperti ini? Aku hanya perlu duduk di rumah ini selama enam bulan dan rumah ini menjadi milikku?! Aku hanya perlu bermalas-malasan di rumah orang, dan aku bisa membantu perusahaan kecil ayahku?! Jika menikah begitu mudah, aku tidak perlu repot melakukan hal yang tidak perlu untuk menolak!" ujar Thrisca penuh kegirangan.

Wanita itu segera melepas pakaian besar yang menutup tubuhnya. Thrisca mengeluarkan banyak sumpalan kain yang melilit tubuhnya hingga membuat tubuh gadis itu nampak besar karena lemak.

Benar saja, wanita itu hanya membuat lemak tipuan. Tubuh gemuk yang ia perlihatkan pada suaminya hanyalah kedok yang ia gunakan agar pria itu menolak menikah dengannya.

Thrisca bahkan membeli daging tempelan dari kain yang ia lilitkan pada lehernya agar penampilan gemuknya semakin sempurna. Ia bahkan menggunakan rambut palsu keriting yang bergaya aneh untuk menutupi rambut hitam cantiknya.

Wanita itu membasuh peluh yang bercucuran di dahinya. Beruntung ia tidak perlu melakukan hal yang merepotkan ini setiap hari. Karena ia tinggal di rumah suaminya sendirian dan suaminya tidak pernah pulang ke rumah, Thrisca tidak perlu repot berpura-pura setiap saat.

Wanita itu bahkan menyingkirkan semua pegawai di rumah suaminya dan hanya menyisakan tukang kebun serta penjaga keamanan yang tidak pernah masuk ke dalam rumah. Thrisca benar-benar hidup dalam sangkar sendirian tanpa ada siapapun yang menemani. Dan tentunya tanpa ada orang lain yang mengetahui penampilan aslinya pula.

Wanita langsing itu segera menyingkirkan properti yang ia gunakan untuk menyamar dan membuang benda itu jauh-jauh.

Rambut hitam panjang, tubuh tinggi langsing dan kulit putihnya kini tidak perlu ia sembunyikan lagi dari suaminya. Setelah menahan kesepian sekian lama, Thrisca pun memutuskan untuk melihat dunia luar dan menghancurkan dinding yang selama ini mengurungnya.

***

Ron membuka pintu mobilnya dan menapakkan kakinya dengan santai menuju rumahnya. Tak jauh berbeda dari Thrisca, pria itu melakukan hal yang sama seperti istrinya. Ron mengatur sebuah kecelakaan palsu sebelum hari pernikahan dan berpura-pura lumpuh akibat dari kecelakaan tersebut.

Memiliki tujuan yang sama dengan Thrisca, pria itu ingin membuat pihak wanita yang menolak.

Bukan tanpa alasan mereka berdua sama-sama tidak bisa menolak langsung pernikahan itu. Keluarga Thrisca membutuhkan bantuan dari keluarga Ron, dan keluarga Ron pernah berhutang budi pada keluarga Thrisca.

Kakek Ron, Tuan Hasan Diez, sang pengusaha besar yang dulunya merintis perusahaan dibantu oleh kakek dari Thrisca, Dani Liu. Merasa berhutang budi bantuan banyak dari kawan lama, kakek Ron tidak bisa mengabaikan begitu saja saat temannya itu membutuhkan bantuan.

Sebagai orang tua yang paling disegani di keluarga Diez, tentu saja Ron tidak memiliki hak untuk membantah titah sang kakek. Begitu pula dengan Thrisca, ia tidak tega jika harus membiarkan ayahnya kesusahan sendiri karena dirinya menolak untuk menikah.

Akhirnya karena menggunakan trik yang sama dan terjebak tanpa bisa memberikan penolakan, mereka berdua pun terpaksa melangsungkan pernikahan hanya untuk sekedar menyenangkan keluarga mereka. Setelah waktu berlalu, Ron pun memutuskan untuk menyudahi sandiwara mereka dan membuat-buat alasan untuk bisa menceraikan Thrisca.

"Bos, sepertinya Tuan Besar akan pulang dalam waktu dekat."

Suara asisten Ron membuat pria yang tengah asyik bermain game itu terkejut bukan main.

"Bisa tidak kau muncul dengan normal seperti manusia?!! Kenapa kau selalu muncul seperti hantu dan membawa kabar buruk?! Aku sedang merayakan kemenanganku, apa kau harus menghancurkannya sekarang?!!" Ron menarik pakaian pegawainya itu dengan geram.

"Ampun, Bos!" ujar asisten yang tak berdaya itu.

"Kenapa pak tua itu cepat sekali pulangnya?! Bukankah kakek bilang kalau kakek muak melihatku dan ingin pergi beberapa tahun?!"

"Ada hal mendesak di perusahaan. Tuan Besar ingin turun tangan secara langsung."

"Hal besar apa yang terjadi hingga kakek tua itu harus mengurusnya sendiri?!" tanya Ron dengan wajah tak peduli.

"Itu.. Tuan Besar ke luar negeri mencari investor. Dan Tuan Besar akan mengembangkan grup perusahaan Diez di bidang baru.." ujar asisten Ron dengan suara lirih.

Begitu mendengar ada pekerjaan berat baru menanti, Ron langsung mengamuk dan membanting semua alat game miliknya.

"Bisakah pria itu membiarkanku beristirahat?! Bahkan aku tidak bisa menikmati cuti satu hariku selama satu tahun ini dengan nyaman!" teriak Ron penuh amarah.

"Dasar pria tua sialan!"

Cucu keluarga Diez itu memaki-maki foto kakeknya yang terpampang besar di dinding rumah itu.

"Tuan.. Tuan Besar juga menanyakan.. kabar Nona.." semakin lama suara asisten Ron itu semakin mengecil saat membahas Thrisca.

"Apa kau bilang?!"

Ron melempar tatapan membunuh pada asisten setianya itu.

"Tuan Besar.. ingin bertemu Nona,"

"Kapan kakek tua itu pulang?"

"Itu.." asisten Ron bernama Han itu semakin tergagap menjawab pertanyaan bosnya.

"Kapan?!" bentak Ron dengan kasar.

"Besok!" Han menjawab sambil menutup mata dan menutup kepalanya untuk melindungi diri dari pukulan Ron.

Amarah Ron semakin meledak. Baru saja ia bersuka cita setelah memberikan surat cerai pada Thrisca, kini ia harus menjilat ludahnya sendiri untuk kembali menemui Thrisca setelah melempar surat cerai ke wajah wanita itu.

"Kenapa aku mempekerjakan orang bodoh sepertimu?!!"

Ron menarik kerah Han hingga membuat leher pria malang itu tercekik.

***

Sementara di kediaman Ron tempat Thrisca tinggal, wanita itu nampak termenung menatap jendela. Awalnya ia sangat antusias untuk keluar rumah dan menghirup udara segar.

Namun ia kembali teringat, bahwa dirinya tidak punya tempat yang bisa dikunjungi dan tidak ada orang yang bisa ia temui.

Ayah Thrisca saat ini tengah berada di luar negeri dan sibuk mengurus perusahaan kecil keluarganya yang hampir bangkrut.

Wanita itu juga diboyong ke kota asing setelah menikah dengan cucu keluarga kaya. Tak pernah sekalipun Thrisca menapakkan kaki ke luar rumah selama enam bulan berada di kota asing itu.

Bahkan untuk membeli semua kebutuhan, Thrisca hanya bisa mengandalkan sang tukang kebun yang datang setiap hari untuk membersihkan taman rumahnya.

"Pergi kemana ya? Bagaimana jika aku tersesat?!"

Gadis rumahan berusia dua puluh dua tahun itu nampak khawatir akan terjadi sesuatu yang buruk padanya jika ia meninggalkan rumah.

Selama tinggal bersama ayahnya pun, Thrisca hanya bisa berdiam diri di rumah. Selain sekolah, tidak ada tempat yang bisa Thrisca kunjungi. Setelah lulus sekolah, ayahnya terus mengurung putri cantiknya itu di dalam rumah.

"Tapi ini kesempatan bagus untuk melihat dunia luar. Ayah tidak ada disini. Aku juga sudah dewasa! Aku bebas melakukan apapun yang aku mau!" ujar wanita itu bersemangat.

"Aku juga sudah diceraikan, aku tidak bisa terus-menerus bergantung pada ayah untuk hidup. Aku harus mencari kegiatan yang menghasilkan uang!"

Wanita berparas cantik itu semakin termotivasi keluar kandang dan mencari pengalaman di luar sana.

Thrisca menatap dirinya di cermin besar yang terpampang di kamarnya. Wanita itu menatap wajahnya sendiri dengan mata sayu. Selama enam bulan ini, tidak ada hal yang bisa Thrisca lakukan selain mengurus rumah untuk menghabiskan waktu.

Wanita itu bahkan hampir lupa caranya berbicara karena tidak ada seorang pun yang bisa ia ajak berbincang.

Kesepian benar-benar sudah menjadi keseharian Thrisca. Sekuat apapun Thrisca menahan, ia tidak bisa memungkiri bahwa ia membutuhkan seseorang untuk menemaninya.

Pada saat ia sakit, juga saat ia merasa senang, ia tidak bisa meminta pertolongan dan ia tidak bisa membagi kegembiraannya dengan siapapun.

"Jika aku bilang pada ayah aku sudah bercerai, seharusnya itu tidak akan menjadi masalah kan? Lagipula bukan aku yang meminta cerai. Dan usaha ayah sudah bisa berjalan normal kembali. Aku sudah melakukan yang terbaik. Sekarang saatnya aku memberikan hadiah pada diriku sendiri.." ujar Thrisca pada dirinya sendiri melalui cermin.

***

Bersambung

BAB 2

Thrisca membuka pintu kamar mandi dan bersiap mengguyur seluruh tubuhnya dengan air segar. Wanita itu berendam begitu lama sebelum ia keluar rumah untuk bersenang-senang.

Wanita itu juga sibuk bersolek di depan cermin dan membuka lemari pakaian dengan riang. Namun satu hal yang ia lupakan, sebagai anak rumahan tentu saja gadis itu tak memiliki banyak baju dan peralatan rias.

"Dasar bodoh! Kenapa aku bisa melupakan realita mengenaskan ini?!!"

Thrisca menatap lemarinya dengan wajah depresi.

"Baiklah! Kalau begitu misi pertamaku hari ini adalah.. berbelanja!" ujar Thrisca dengan semangat berapi-api.

"Untung saja pria itu sangat murah hati. Uang bulan ini masih banyak. Aku bisa membeli beberapa baju."

Thrisca menatap dompetnya dengan girang.

Tak berselang lama, gadis itu pun siap dengan dandanan sederhana dan pakaian sederhana. Gadis itu hanya perlu memastikan tidak ada lubang tak diundang pada pakaiannya dan meloloskan pakaian kusut itu dengan mudahnya untuk ia kenakan keluar rumah.

Meskipun hanya memakai kaos polos dan jeans, namun Thrisca nampak tetap cantik dan menawan. Pakaian sederhananya tidak bisa menutupi aura mempesona dari gadis bertubuh tinggi semampai itu.

Gadis itu berjalan dengan percaya diri menuju pintu. Namun langkahnya terhenti begitu ia melihat tukang kebun dan penjaga keamanan yang berada di luar rumah.

"Orang-orang itu tidak akan mengira aku penyusup kan? Thrisca yang mereka tahu adalah Thrisca si gendut. Haruskah aku memakai sumpalan kain yang membuat gerah itu lagi?!"

Thrisca kembali mengurungkan niatnya untuk keluar rumah.

"Tidak! Aku hanya perlu berpura-pura di depan tuan muda itu. Aku tidak ada urusan dengan tukang kebun itu!"

Thrisca mengalami konflik batin untuk memutuskan ia harus keluar rumah atau tidak.

"Tapi tukang kebun itu begitu baik. Dia selalu membantuku membeli semua kebutuhanku selama aku disini. Aku jadi merasa bersalah sudah menipunya," gumam Thrisca seraya menatap tukang kebun rumahnya dari dalam jendela.

"Mereka sudah membantuku. Dan aku juga sudah mengajukan perceraian dengan tuan muda itu. Tidak ada lagi yang perlu aku tutupi,"

Thrisca membuka pintu perlahan dan berjalan menghampiri tukang kebun serta petugas keamanan yang tengah mengobrol.

"Pak Iman.."

Thrisca memanggil tukang kebun rumahnya dengan suara lembut.

Pria paruh baya itu menoleh ke arah suara yang memanggil. Tukang kebun itu sudah bersiap melihat badan lebar majikannya, namun yang ia dapati justru wanita cantik nan langsing berjalan ke arahnya.

Tukang kebun serta penjaga keamanan itu menatap Thrisca dengan mata melotot dan wajah terkejut. Mereka benar-benar dibuat takut dengan sosok asing yang tiba-tiba muncul dari dalam rumah majikan mereka.

"S-siapa gadis itu?! Kenapa keluar dari rumah nyonya?!" tukang kebun itu menatap Thrisca bak melihat hantu di siang bolong.

"Aku tidak ingat pernah membukakan gerbang untuk gadis itu?! Bagaimana gadis itu bisa masuk ke dalam rumah?!" bisik penjaga keamanan pada tukang kebun.

"Pak Iman, Pak Kian, ini Thrisca.."

Thrisca menunjukkan cincin nikah yang masih terlilit di jarinya.

"Nyonya?!"

Hampir saja tukang kebun itu pingsan melihat gadis tak dikenal mengaku sebagai nyonya rumah tempatnya bekerja.

"B-bagaimana bisa.."

Belum sempat Pak Iman melanjutkan kalimatnya, Thrisca sudah memotong.

"Aku akan bercerai dengan tuan muda itu. Tidak perlu memanggilku nyonya lagi. Maaf, aku tidak bermaksud menipu kalian."

Thrisca menundukkan kepala pada dua pegawai yang telah menemaninya itu.

"Nyonya, nyonya tidak perlu meminta maaf pada pegawai seperti kami."

Tukang kebun nampak tidak enak melihat nyonya majikannya meminta maaf dan menundukkan kepala padanya.

"B-benar, Nyonya. Kami tidak berhak menuntut maaf maupun penjelasan dari nyonya.." petugas keamanan itu ikut berbicara.

"Aku bukan lagi nyonya kalian. Maaf aku tidak bermaksud mengusir, tapi setelah bercerai aku mungkin tidak bisa membayar kalian. Jadi lebih baik kalian kembali ke rumah Tuan."

Mendengar perkataan Thrisca, dua pria paruh baya itu nampak bingung dan cemas akan kehilangan pekerjaan.

"Aku tidak bisa menjanjikan banyak hal. Tuan muda akan memberikan rumah ini untukku. Kalian bisa tinggal disini jika kalian belum memiliki tujuan. Namun aku hanya bisa memberi kalian tempat tinggal. Aku juga harus mencari pekerjaan untuk diriku sendiri. Maafkan aku," ujar Thrisca penuh rasa bersalah.

Tukang kebun itu menatap Thrisca dengan iba.

"Kasihan sekali.. gadis ini akan menjadi janda di usia belia. Tapi dia justru masih mengkhawatirkan orang asing sepertiku." batin tukang kebun itu.

"Nyonya, terimakasih atas kebaikan hati nyonya. Kalau nyonya tidak keberatan, tentu kami bersedia menemani nyonya selagi menunggu pekerjaan baru." ujar Pak Iman dengan senyuman tulus.

Mendengar perkataan itu, Thrisca benar-benar terharu. Tidak disangka meski ia jarang berbincang dan jarang bertegur sapa dengan mereka, Thrisca benar-benar merasa tidak rela harus berpisah dengan dua pria paruh baya itu.

Enam bulan mungkin memang waktu yang singkat. Tapi di hari-hari sepi yang ia lalui, tidak ada orang lain yang bisa ia tatap selain kedua pegawainya itu.

"Terimakasih.. terimakasih sudah menemaniku selama ini. Aku akan benar-benar kesepian di rumah besar ini tanpa kalian.." ujar Thrisca dengan air mata berlinang.

Tukang kebun dan penjaga keamanan itu ikut terharu dan mengusap ingus mereka. Mereka bertiga menangis bersama di rumah yang telah menjadi tempat mereka bernaung itu.

"Apa yang harus aku lakukan di usia tua ini?!" Keluh penjaga kebun itu dengan tangis sedih.

"Bagaimana aku bisa memberi uang pada istriku di kampung jika aku kehilangan pekerjaanku sekarang?!" Kali ini petugas keamanan ikut berkeluh kesah.

"Aku akan menjadi janda di usia muda! Bagaimana nasib Kartu Identitasku nanti?!! Aku akan berstatus janda di kartu identitasku!" Thrisca ikut bergabung dengan curhatan pria-pria tua itu.

Tiga orang itu sibuk berkeluh kesah hingga tidak menyadari sebuah mobil berhenti di luar halaman rumah dan berusaha menembus gerbang istana tersebut.

"Siapa itu? Sejak kapan rumah ini menerima tamu?!"

Thrisca menghentikan tangisannya.

Pak Kian segera membuka gerbang untuk tamu tak diundang itu. Ternyata tamu tak terduga itu adalah sang pemilik rumah, yang tidak lain suami dari Thrisca yaitu Ron Diez.

Bagai tersambar petir, Thrisca benar-benar dibuat kalang kabut atas kunjungan dadakan dari mantan suaminya itu.

"Baru saja pria itu pergi dari sini membawa surat cerai, kenapa dia kembali lagi?!!" batin Thrisca panik.

"Pak Iman.. apa itu mobil Tuan? Atau aku hanya berhalusinasi?!" tanya Thrisca dengan tergagap seraya memandangi mobil Ron dengan tubuh diam membeku.

Sama halnya seperti Thrisca, Pak Iman tak kalah terkejut dengan datangnya sang bos disaat Thrisca mulai menunjukkan penampilan aslinya.

Masih bersandiwara lumpuh, Ron muncul dengan kursi roda bersama dengan Han. Pria itu menatap Thrisca dengan wajah heran dan bingung.

"Siapa wanita itu? Ada tamu?!" gumam Ron.

"B-bagaimana ini? Pak Iman, aku tidak akan masuk penjara hanya karena mengubah penampilan kan?!" bisik Thrisca cemas.

"Nyonya, sebaiknya nyonya jujur saja pada Tuan. Nyonya juga akan bercerai dari Tuan. Anggap ini sebagai kado perpisahan juga permintaan maaf." saran Pak Iman.

"Bagaimana kalau aku dituntut?! Apa ini termasuk penipuan?!"

Thrisca masih terus berbisik panik pada Pak Iman.

"Siapa kau?"

Han mendorong kursi roda Ron mendekat ke arah Thrisca.

Gadis itu segera menutupi jarinya yang masih tersemat cincin.

Thrisca mencoba mengalihkan pandangan dan berdiri dengan gugup di samping Pak Iman. Sementara kedua pegawai itu hanya menundukkan kepala tanpa berani bersuara.

"Aku tanya, kau siapa? Kenapa kau ada di rumahku?! Kau teman si gendut itu?" tanya Ron dengan galak.

Thrisca mulai berkeringat dingin. Tenggorokannya tercekat dan peluh deras mulai mengucur di dahinya.

"S-saya.. saya.. saya hanya berkunjung sebentar Tuan. Saya pamit sekarang,"

Thrisca segera melarikan diri dari situasi menegangkan itu.

"Aku tanya kau siapa?!" bentak Ron.

"Bagaimana caramu bekerja?! Kau membiarkan sembarang orang memasuki rumahku?!" Kali ini Ron membentak petugas keamanan.

"Ini bukan salah Pak Kian!"

Thrisca reflek membalas bentakan dari Ron.

"Siapa kau berani menjawabku?!!" Ron semakin geram melihat gadis asing itu ikut campur dalam urusannya.

Merasa kasihan pada Thrisca, Pak Iman mencoba menengahi perdebatan kecil itu.

"Ini.. ini anak saya, Tuan. Anak saya hanya berkunjung. Mohon maklumi sikap anak saya yang kurang dewasa," bela Pak Iman. Melihat Thrisca yang tidak mau jujur pada suaminya, Pak Iman hanya bisa memilih untuk membantunya berbohong.

"Lain kali ajari anakmu sopan santun! Jangan biarkan anjing menggigit majikannya sendiri!" ujar Ron dengan angkuh.

"Bisa-bisanya pria jahat itu merendahkan orang lain!" batin Thrisca seraya mengepalkan tangannya kuat-kuat.

"Si gendut itu ada di dalam kan?" tanya Ron.

Thrisca mulai tersadar ada hal lebih merepotkan yang harus ia kerjakan. Saat ini Thrisca tengah berdiri di halaman bersama Ron, mana mungkin pria itu bisa menemukan Thrisca gendut di dalam rumah?

Ron masuk ke dalam tanpa menghiraukan orang-orang di halaman rumahnya itu.

"Pak Iman, bagaimana ini? Bagaimana aku bisa masuk ke rumah?! Aku juga tidak punya waktu untuk mengubah penampilan, memakai sumpalan kain itu benar-benar memakan waktu lama!"

Thrisca heboh sendiri di luar rumah bersama Pak Iman dan Pak Kian.

"Nyonya, bagaimana kalau bilang saja Nyonya tidak ada di rumah. Saat tidak bisa menemukan nyonya, tuan pasti akan menghubungi nyonya kan?" saran Pak Kian.

"Bagaimana kalau dia menyuruhku pulang sekarang? Bajuku ada di dalam, bagaimana aku bisa mengubah penampilanku?"

Thrisca yang panik benar-benar membuatnya tidak bisa berpikir.

"Bagaimana kalau minta bertemu di tempat lain? Nyonya bisa bersiap begitu Tuan pergi," saran Pak Iman.

"Itu lebih tidak mungkin. Mana mungkin pria itu mau menemuiku di luar rumah," ujar Thrisca dengan wajah depresi.

"Bilang saja aku sudah mati!"

Thrisca berlari meninggalkan rumah dengan tergesa-gesa.

"Nyonya!!"

Pak Iman dan Pak Kian berusaha mengejar, namun langkah mereka terhenti saat Ron ribut memanggil mereka.

"Kemana si gendut itu pergi?!" tanya Ron begitu sampai di halaman.

"Em.. itu.. nyonya.. nyonya mungkin sedang berbelanja. Benar berbelanja." jawab Pak Iman takut-takut.

"Belanja?! Benar juga, si gendut itu pasti butuh banyak makanan. Suruh dia pulang sekarang!" perintah Ron.

"Itu.. kami tidak tahu kemana nyonya pergi." jawab Pak Kian lirih.

"Kau tidak tahu tempat gadis itu biasa berbelanja?! Kalau begitu, jam berapa biasanya dia akan pulang?"

"Itu.. juga tidak bisa dipastikan. Nyonya tentu tidak pernah memberitahu kami rencana maupun janji yang nyonya buat saat keluar rumah."

"Jadi si gendut itu sering keluyuran keluar rumah?!" tanya Ron dengan nada curiga.

"B-bukan begitu Tuan. Nyonya sangat jarang sekali keluar rumah. Ini yang pertama kalinya."

"Pertama kali? Maksudmu dia tidak pernah keluar rumah? Hanya berdiam diri di dalam sana?!" tanya Ron semakin penasaran dengan kegiatan istri yang sebentar lagi akan ia ceraikan.

"Benar, Tuan. Nyonya sangat rajin dan pandai dalam pekerjaan rumah. Jadi nyonya menghabiskan waktu untuk mengurus rumah."

"Dibayar berapa kau untuk memuji si gendut itu?! Aku akan beristirahat di atas. Bangunkan aku saat si gendut pulang!"

Ron kembali ke dalam rumah. Dilihatnya rumah yang bersih tanpa asisten rumah tangga itu.

"Si gendut itu benar-benar menghabiskan waktu hanya untuk membersihkan rumah?!" gumam Ron tak percaya.

Pria itu berjalan kesana-kemari dengan santai tanpa kursi roda. Dilihatnya pigura besar yang terpajang di dinding rumahnya. Pigura itu berisi foto pernikahan dirinya dengan Thrisca.

"Si gendut ini.. rambutnya aneh sekali.." gumam Ron seraya menatap foto itu.

***

Bersambung

BAB 3

Thrisca berlari tidak jauh dari rumah karena ia takut tersesat. Gadis itu terus melirik ke arah rumah suaminya.

"Sampai kapan aku harus terus berdiri di sini?!"

Kaki Thrisca mulai pegal menunggu mobil suaminya keluar dari rumahnya.

Thrisca berlari pelan menuju gerbang dan berbicara dengan Pak Kian.

"Nyonya! Nyonya kemana saja? Untung nyonya tidak pergi jauh."

Pak Kian nampak begitu lega melihat Thrisca yang menampakkan batang hidungnya.

"Tuan belum pergi?" tanya Thrisca dengan wajah memelas.

"Tuan menunggu nyonya kembali. Bagaimana kalau mencoba masuk pelan-pelan. Tuan pasti berada di kamar." saran Pak Kian.

"Bagaimana dengan asisten itu?!"

"Kalau begitu nyonya pakai selimut saja. Bilang saja nyonya tercebur atau terpeleset di kamar mandi luar. Jadi nyonya bisa masuk dengan bertutupkan kain." Pak Kian makin bersemangat mengeluarkan ide-ide gila untuk Thrisca.

"Baiklah. Tidak ada salahnya dicoba. Tuan tidak akan memenjarakanku hanya karena aku mengubah penampilan, kan?"

Thrisca masih cemas memikirkan ia akan dituduh melakukan penipuan.

"Nyonya tidak melakukan itu untuk merugikan Tuan." Pak Kian mencoba menenangkan Thrisca.

Pria paruh baya itu berlari menuju kamarnya untuk mengambilkan selimut. Tak lupa gadis itu menciprat-cipratkan air ke tubuhnya untuk membuat sandiwara itu nampak nyata.

Thrisca berjalan perlahan masuk ke dalam rumah. Gadis itu membungkus rapi tubuhnya dan hanya menampakkan matanya. Begitu memasuki rumah, gadis itu tidak menemui siapapun di ruang tamu.

"Masih aman.." ujar Thrisca lega.

Namun baru beberapa langkah ia berjalan menuju kamar, Han muncul secara tiba-tiba hingga membuat Thrisca berteriak kaget.

Sama seperti Thrisca, Han juga tak kalah terkejut melihat gadis yang terbalut selimut tanpa terlihat wajahnya.

"T-thrisca.. ini Thrisca, Mas Han."

Thrisca segera menunjukkan cincin di jarinya sambil terus menutup wajahnya dengan rapat.

"N-nona.. kenapa berpenampilan seperti ini?" tanya Han seraya mengerutkan keningnya.

"Bajuku basah. Aku harus cepat-cepat berganti pakaian,"

Thrisca berlari kencang menuju kamarnya.

Thrisca segera masuk dan menutup pintu rapat-rapat tanpa melihat dulu ke dalam kamarnya. Gadis itu segera melepas selimutnya dan berjalan menuju lemari.

Namun tubuhnya membeku seketika saat melihat ada tubuh manusia yang terlentang di ranjang tempatnya tidur. Bak melihat penampakan mengerikan. Thrisca tak berani bergerak sedikitpun. Sementara sosok yang terlentang di ranjang itu tidak lain ialah suaminya sendiri, Ron Diez.

Ron sengaja tidak memasuki kamarnya sendiri karena mengira istrinya sudah menempati kamar tersebut. Pria itu pun memutuskan untuk berbaring di kamar tamu.

Sedangkan Thrisca sendiri merasa tidak pantas menempati kamar suaminya yang luas dengan ranjang besar. Karena itu sejak kedatangannya ke rumah itu, ia memilih untuk menempati kamar tamu.

"Kenapa makhluk ini ada disini?!" batin Thrisca menjerit.

Gadis itu ingin cepat-cepat melarikan diri namun terasa ada lem yang menahan kakinya. Ketakutan telah membuatnya hilang tenaga hingga ia tidak sanggup lagi kabur dari Ron.

Ron yang sedari tadi memejamkan mata, mendengar dengan jelas ada yang membuka pintu kamarnya. Namun karena tidak ada suara lagi, pria itu menjadi penasaran dan membuka matanya.

Melihat Ron yang mulai bergerak, Thrisca segera mengambil selimut kembali. Gadis itu meringkuk di lantai dengan selimut yang menutupinya.

Ron bangun dan berteriak kencang saat melihat gundukan besar tertutup kain terdampar di dalam kamarnya.

Ahhhhh!!

"Apa-apaan ini?! Sejak kapan rumah ini berhantu?!!"

Ron melempari bantal dengan kencang ke arah Thrisca hingga membuat gadis itu ikut berteriak.

"Siapa kau?!! Keluar!!" bentak Ron seraya berdiri di pojokan kamar.

"I-ini.. ini Thrisca!"

Gadis itu berteriak dari dalam selimut.

"Thrisca siapa? Aku tidak kenal makhluk bernama Thrisca! Aku tidak punya hewan peliharaan yang bisa berbicara!"

Gadis itu membuka selimutnya sedikit dan memperlihatkan matanya pada Ron serta cincin di jarinya.

"Ini Thrisca.." ujar gadis itu dengan cengiran kuda.

Saat membuka selimut, Thrisca melihat dengan jelas Ron berdiri dengan tegap di pojokan kamarnya. Gadis itu cukup terkejut dengan pemandangan aneh yang dilihatnya.

"Pria itu?! Bukankah pria itu lumpuh?!" batin Thrisca keheranan.

Ron ikut terkejut melihat Thrisca muncul dari balik selimut. Pria itu langsung berpura-pura terjatuh saat melihat Thrisca menangkap basah dirinya.

"Tuan!"

Thrisca membuka selimutnya dan hampir berlari menghampiri Ron yang terjatuh. Namun saat ia melihat penampilannya tanpa sumpalan kain ini, Thrisca segera menyelimuti tubuhnya kembali dengan cepat.

Ron yang tengah berpura-pura kesakitan, melihat dengan sekilas penampilan wanita yang tertutup selimut itu. Jelas itu bukan penampilan istri yang ia kenal.

Wanita cantik yang muncul sekejap dari dalam selimut itu, bukanlah Thrisca yang selama ini ia lihat.

"Apa ini? Apa kami.. saling menipu satu sama lain?"

Ron dan Thrisca berbicara dalam hati seraya saling menatap.

"Ron tidak lumpuh! Dia hanya berpura-pura! Aku yakin pria itu hanya ingin membuatku menolak menikah dengannya!" batin Thrisca penuh keyakinan.

"Si gendut.. bukan! Gadis yang ada di halaman tadi.. adalah si gendut yang sebenarnya?! Penampilan yang ia tunjukkan padaku, hanyalah kedok?!"

Ron juga asyik dengan pikirannya sendiri mengenai Thrisca.

"Akan aku panggilkan Mas Han,"

Thrisca membuka pintu masih dengan balutan selimut di tubuhnya.

Begitu Han datang, masalah terselesaikan. Ron menunggu Thrisca di ruang tamu, sementara Thrisca dapat bersiap dengan kemunculannya sebagai Thrisca gendut.

Gadis itu menundukkan kepalanya dalam-dalam. Ia cukup gugup Ron akan mengetahui penampilan palsu yang ia tampilkan selama ini. Sama halnya dengan sang istri, Ron pun cukup gugup Thrisca akan mengetahui sandiwara lumpuhnya selama ini.

Karena Ron dan Thrisca saling diam, Han yang berbicara memecah keheningan untuk mewakili Ron.

"Besok, Tuan Besar akan pulang. Mohon Nona menemani Tuan Muda menjemput Tuan Besar di bandara."

"Menjemput apa? Bukankah.. bukankah aku dan Tuan, sudah bercerai?" tanya Thrisca.

"Surat itu belum diberlakukan ke pengadilan. Tuan Besar juga belum mengetahui masalah ini. Jadi mohon kerjasamanya, Nona."

"Besok jam tujuh pagi. Setelah ini aku akan memberitahu kakek kalau kita sudah berpisah. Anggap saja besok adalah pertemuan perpisahan kita,"

"Baik."

Thrisca menjawab dengan setenang mungkin.

***

Begitu sampai di rumahnya yang lain, Ron bergegas mengumpulkan rekaman CCTV di rumah yang ditinggali oleh Thrisca.

Memang tidak terdapat banyak CCTV di rumah itu. Ia hanya memasang satu di halaman, satu di ruang tamu dan satu di belakang rumah.

Namun hal itu cukup untuk melihat pergerakan Thrisca dan mengetahui sosok sebenarnya dari istri yang telah dinikahinya selama enam bulan.

Ron menghabiskan waktu berjam-jam di depan layar monitor untuk mengamati istrinya. Baru membuka satu file acak saja, Ron sudah mendapatkan kejutan tak terduga.

Thrisca yang ia lihat selama ini ternyata hanya penampilan palsu yang dibuat-buat. Ron dapat melihat dengan jelas sosok Thrisca cantik yang tengah berlalu-lalang di ruang tamu rumahnya untuk membersihkan rumah.

Sementara itu ia selalu mendapatkan Thrisca gendut saat gadis itu mengambil belanjaan yang dibelikan oleh tukang kebun rumahnya.

"Apa-apaan ini?! Gadis kecil itu menipuku?!"

Ron menatap sinis layar yang terpampang di hadapannya.

Ron langsung beralih pada rekaman CCTV hari ini. Pria itu mengawasi gerak-gerik Thrisca dari jauh meskipun ia hanya dapat melihat sosok Thrisca saat gadis itu melenggang ke ruang tamu.

"Awas saja kau bocah kecil! Aku akan membalasmu karena telah berani membodohiku!" ujar Ron dengan tatapan dingin.

Sementara Thrisca tengah duduk dengan tatapan kosong di ruang tamu. Gadis itu mengambil camilan dan minuman, kemudian mengajak Pak Iman serta Pak Kian masuk berbincang dengannya.

"Maaf merepotkan nyonya,"

Pak Iman masuk ke dalam rumah dan duduk di ruang tamu bersama Thrisca.

"Jangan panggil nyonya! Pak Iman sendiri yang bilang kalau Thrisca anak Pak Iman kan?"

"Maaf nyonya. Bentakan Tuan membuat saya tidak berpikir jernih,"

Pak Iman nampak merasa bersalah atas kelancangannya pada Thrisca.

"Jangan begitu. Thrisca benar-benar senang Pak Kian dan Pak Iman mau membela Thrisca."

"Itu bukan masalah besar. Nyonya tidak mau mempertimbangkan lagi masalah perceraian? Nyonya dan Tuan tinggal terpisah dan jarang bertemu. Bagaimana cinta akan tumbuh kalau Tuan dan Nyonya tidak berusaha mengenal satu sama lain?" ujar Pak Kian.

"Kami memang tidak berniat membangun rumah tangga bersama. Aku berusaha keras membuat pihak pria yang menolakku. Dan Tuan, sepertinya juga melakukan hal yang sama. Untuk apa kami terus mempertahankan sesuatu yang tidak ada?"

"Apa rencana nyonya selanjutnya? Nyonya masih muda. Cobalah untuk membuka hati dan membangun rumah tangga yang sebenarnya." ujar Pak Iman bak menasehati putrinya sendiri.

"Tentu. Aku akan berusaha mencari pria baik di luar sana yang mau menerima janda."

"Janda apa? Itu hanya status. Faktanya nyonya masih muda dan cantik. Masih segar dan menawan. Pasti banyak pria baik di luar sana yang akan mengantri untuk memiliki nyonya," puji Pak Kian.

"Benarkah? Aku tidak pernah merasa secantik itu. Masalahnya aku hanya anak rumahan yang tidak pandai bergaul. Bagaimana aku bisa menemukan suami?" ujar Thrisca dengan senyum kecut.

"Nyonya, saya memiliki putra yang sudah dewasa. Bagaimana kalau menjadi menantu? Saya akan senang memiliki menantu yang cantik dan baik seperti nyonya." gurau Pak Iman.

Thrisca hanya tertawa mendengar ocehan pria paruh baya itu. Ketiga penghuni rumah itu nampak berbincang dengan sukacita di dalam rumah Ron. Sementara mereka tidak menyadari ada sepasang mata berwajah kesal yang tengah mengamati gerak-gerik mereka dari kejauhan.

"Beraninya orang-orang itu bersekongkol untuk membodohiku?!!"

Ron menatap tajam ke arah layar.

***

Bersambung

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!