Greenarisha Febriono ialah gadis berparas cantik, ceria dan cerdas yang merupakan putri tunggal dari pasangan Pak Arwan Febriono dan Bu Shani Haryuni.
Pak Arwan merupakan seniman pengerajin kayu yang memiliki usaha meubel furniture kecil-kecilan di salah satu kota di Jawa Tengah, sedangkan Bu Shani merupakan ibu rumah tangga yang mempunyai usaha rumahan yaitu katering makanan.
Greenarisha Febriono yang kerap dipanggil Risha merupakan murid SMA Merpati kelas XII IPA 1 yang memiliki segudang prestasi baik akademik dan non akademik.
Risha memiliki sahabat bernama Andriana Zerrin yang biasa dipanggil Andri. Berbeda dengan Risha yang feminim, Andri berkarakter tomboi namun memiliki prestasi tak kalah dari Risha.
*Di Kelas XII IPA 1*
Siang itu, saat mata pelajaran Bahasa Inggris, Bu Devi mengumumkan perlombaan English Speech Contest (ESC). ESC yang akan diadakan di Universitas G yang merupakan Perguruan Tinggi Swasta nomor satu di Indonesia.
"Anak-anak, ibu minta perhatian sebentar sebelum kegiatan belajar ini ibu akhiri." kata Bu Devi saat mata pelajaran Bahasa Inggris berakhir.
Para siswa yang tengah sibuk mengemaskan alat tulis masing-masing seketika menghentikan aktivitasnya dan segera memperhatikan Bu Devi.
"Dua Minggu lagi akan ada acara English Speech Contest (ESC) yang diadakan di Universitas G. Masing-masing Sekolah Menengah Atas (SMA) baik swasta maupun negeri diberi kuota perwakilan lomba tiga siswa untuk mengikuti perlombaan." jelas Bu Devi.
Andri menyenggol siku Risha dan berbisik, "Sha, ikut yuk!"
"Pasti aku ikut Ndri." jawab Risha dengan senyum manisnya.
Anak-anak mulai riuh membicarakan perlombaan. Ada yang antusias untuk mengikuti ada juga yang mendengar malas karena kemampuan Bahasa Inggris mereka yang hanya rata-rata.
"Sssttt! Dengarkan ibu dulu! Para guru telah rapat dan memutuskan untuk melakukan seleksi kepada murid-murid yang mau ikut perlombaan. Dalam hal ini, masing-masing kelas diperbolehkan mendaftarkan 5 kandidat. Bagi yang lolos seleksi, nanti akan ada mentor yang akan membimbing dan melatih kemampuan speaking peserta. Diskusikan dengan teman sekelas kalian, dan tentukan perwakilannya." terang Bu Devi dengan panjang lebar.
"Ketua kelas, nanti tolong catat daftar nama yang mau seleksi. Kumpulkan besok pagi di meja ibu ya." perintah Bu Devi.
"Baik Bu." Jawab Ridho selaku ketua kelas XII IPA 1.
"Baiklah anak-anak, ibu cukupkan sekian untuk hari ini. Terima kasih atas perhatiannya." tutur Bu Devi kemudian berlalu meninggalkan kelas.
"Guys, siapa nih yang mau mewakili kelas kita buat selesai lomba?" tanya Ridho.
Andri dengan semangat angkat tangan sambil berdiri, "Risha sama aku ikut ya Dho."
"Oke aku catat. Yang lain siapa nih yang mau ikutan? Kalau aku jelas nggak bakalan ikut, ntar malah buat malu. Ngomong Inggris jadi gagu." kata Ridho sambil cengengesan.
"Aku ikut Dho." sambung Ryan.
"Aku sama Dino juga ikut deh." sambung Putra.
Sambil menghela napas, "Huffft, okelah. Jadi ini yang ikut Risha, Andri, Ryan, Putra sama Dino ya. Udah Fix ku catat, gak boleh ganti-ganti." jelas Ridho.
"Setuju..." riuh siswa satu kelas bersamaan.
Para siswa segera lanjut membereskan alat tulis mereka masing-masing lalu berlalu meninggalkan kelas. Ada yang langsung menuju parkiran, ada pula yang singgah ke kantin untuk sekedar minum.
*Di parkiran*
"Ndri, aku langsung pulang ya. Tadi ibu pesen katanya disuruh langsung pulang dan ga boleh mampir-mampir. Mungkin dapat pesanan katering dadakan kali Ndri." kata Risha pamit ke Andri.
"Oke Sha, aku juga langsung pulang nih. Mau coba-coba olah speaking rasanya lidahku pasti kelu kaku udah lama nggak ngomong sama bule. Hehehe." kata Andri sambil sesekali tertawa.
Mereka lalu pulang mengendarai motor masing-masing. Risha singgah di toko buah langganan ibunya untuk membeli buah sesuai pesan ibunya tadi.
Setelah membeli buah, Risha melajukan motornya menuju rumahnya.
Tiba di rumah, ia memarkirkan motornya di teras di samping rumahnya. Rumah Risha memang tidak terlalu besar, tapi nyaman.
Ayahnya yang seorang seniman kayu, dengan kemampuannya menata berbagai furniture kayu yang antik di berbagai sudut rumahnya yang akhirnya memberi kesan sederhana namun indah. Setelah melepas sepatu, cuci kaki dan tangan, Risha kemudian masuk ke dalam rumah.
Seperti biasa Risha mengucapkan salam saat masuk ke rumah.
"Assalamualaikum ayah... Ibu... Eh ada tamu. Maaf om, tante." kata Risha sambil menunduk menyalami orang tuanya dan juga tamunya.
"Waalaikumussalam." jawab mereka dengan kompak.
"Wah, ini putrimu Risha ya Wan. Udah besar, cantik sopan lagi. Ga salah ya Bu kita milih Risha." kata Pak Ody kepada istrinya yang di balas senyuman oleh Bu Mida tanpa mengalihkan pandangan kagumnya kepada Risha.
"Oh ya Sha, kenalin ini Om Ody sama Tante Mida. Mereka teman ayah dan ibu dari jaman SMA." kata Pak Arwan memperkenalkan Pak Ody dan Bu Muda.
"Salam kenal Om, Tante." kata Risha sambil tersenyum.
"Sha, bawa pesanan ibu ke dapur ya! Cuci, lalu potong-potong trus bawa kesini ya!" kata BU Shani.
"Iya bu, om tante Risha pamit ke dapur dulu ya." pamit Risha sambil menundukkan kepalanya.
Risha kemudian mencuci buah semangka itu, ia lalu memotongnya dan kemudian menyajikan semangka itu di piring saji. Setelah selesai, Risha membawa buah semangka itu ke ruang tamu.
"Ini Om, Tante. Silahkan dinikmati buahnya! Risha pamit ke kamar dulu ya, mau bersih-bersih dulu." pamit Risha meninggalkan ruang tamu menuju kamarnya.
"Ini nih buah kesukaan kita, dulu kalo lagi ngumpul nggak boleh ketinggalan ini buah. Ya nggak Wan?" kata Pak Ody sambil mengambil irisan buah semangka lalu memakannya.
"Bener Dy, entahlah aku juga heran. Banyak buah yang lebih enak tapi lidahku nggak bisa berpaling dari semangka." kata Pak Arwan sambil tertawa.
"Eh ngomong-ngomong soal pembicaraan kita tadi gimana? Langsung nikah apa tunangan dulu nih?" tanya Pak Ody.
"Kalau menurutku kita sampaikan ke anak-anak dulu kalau sudah dijodohkan. Biarkan mereka yang menentukan mau langsung nikah apa tunangan dulu. Toh anakku masih belum lulus, mau kuliah dulu." jawab Pak Arwan.
"Bener kata Arwan mas, biarkan anak-anak yang menentukan. Kita sebagai orang tua cukup memantau saja, kalau mulai belok kita luruskan, kalau nggak mulus kita muluskan, kalau nggak jodoh kita paksa jodohkan. Hahaha." kata Bu Mida sambil tertawa.
Pembicaraan mereka berlangsung sampai senja. Pak Ody dan Bu Mida memutuskan untuk pamit pulang. Mereka melewati pintu samping sambil melihat hasil karya Pak Arwan. Ukiran dan pahatan kayu yang bernilai seni terlihat tersusun rapi di sisi kanan dan kiri ruangan.
"Makin maju aja usahamu ya Wan." puji Pak Ody.
"Alhamdulillah, ditekuni walau masih sering kena palu jariku hahaha." lagi-lagi mereka tertawa mendengar ucapan Pak Arwan.
Sampai mereka tiba di tepi kolam ikan. Mereka melihat Risha yang sibuk berlatih _speaking_ untuk seleksi ESC.
"Anak itu kalo udah sibuk dengan dunianya, udah deh kita dilupain." kata Bu Shani.
"Calon mantu kita tu mas." kata Bu Mida sambil mencolek suaminya.
"Kita pamit dulu ya, lain kali kalian harus main ke rumah kita. Ajak Risha biar ketemu sama anakku. Assalamualaikum." pamit Pak Ody.
"Waalaikumussalam. Kalian hati-hati ya. Kami pasti main kesana." jawab Pak Arwan.
Pak Arwan dan Bu Shani kemudian masuk ke dalam rumah untuk membersihkan diri.
Arga Dirgantara Nugroho, atau yang lebih kerap dipanggil Arga. Pemuda tampan yang gila karir. Di usianya yang menginjak dua puluh lima tahun ia sudah memiliki perusahaan di beberapa negara di Asia. Ia memiliki asisten pribadi yang sekaligus sahabat karibnya dari SD bernama Arlan.
Sore itu di sebuah ruangan lantai atas perusahaan Ar Group terlihat dua laki-laki yang tengah serius memeriksa beberapa dokumen perusahaan.
"Lan, berapa persen perkembangan pembangunan proyek di Singapura?" tanya Arga di sela kesibukannya memeriksa laporan pengeluaran pemasukan perusahaan.
"Perkembangan proyek pembangunan di Singapura sudah berjalan 85%. Hanya tinggal finishing saja. Kita ada jadwal peninjauan proyeknya akhir bulan ini, lebih tepatnya tiga minggu lagi bos." jelas Arlan mengenai proyek besar di Singapura.
Arlan merupakan orang kepercayaan keluarga Nugroho. Ia dibesarkan oleh keluarga Nugroho karena kedua orang tuanya meninggal pada perjalanan bisnis mereka. Orang tua Arga dan Arlan merupakan sahabat karib seperti halnya dengan orang tua Risha.
"Atur jadwalku untuk peninjauan kesana. Oh ya, seperti biasa jangan beritahukan informasi kedatanganku ke pihak manajemen sana. Aku mau lihat seberapa nyata pengerjaan proyek disana, mengingat dana yang kita keluarkan tidak sedikit." jelas Arga.
Arga merupakan pengusaha muda tampan yang gila karir. Ia sangat menjunjung tinggi nilai kejujuran. Ia lebih suka melakukan kunjungan dadakan pada anak cabang perusahaannya. Hal semacam ini akan lebih memudahkan pemantauan perkembangan proyek tanpa ada rekayasa hasil laporan dengan keadaan di lapangan.
"Siap bos. Ini laporan pemasukan perusahaan minggu ini. Semua anak cabang menunjukkan peningkatan keuntungan hasil yang signifikan, bahkan sampai 45%." kata Arlan sambil menyerahkan dokumen laporan pemasukan perusahaan.
"Bagus, pertahankan seperti ini. Jika bisa lebih ditingkatkan lagi. Beritahu semua karyawan bulan ini mereka dapat reward atas kerja keras mereka bulan ini." seru Arga dengan ekspresi senang karena pemasukan dari minggu ke minggu terlihat menunjukkan kenaikan.
Tiba-tiba dering ponsel Arga terdengar, terlihat nomor yang tertera "Ayah".
Panggilan dari pak Ody yang langsung diangkat oleh Arga.
"Halo, assalamualaikum ayah." jawab Arga sambil mengangkat ponselnya.
"Halo, waalaikumussalam Ga, lagi sibuk kah? Istirahat ini langsung pulang ke rumah ya! Nggak boleh nolak! Ada hal penting yang mau ayah dan ibu bicarakan sama kamu. Ajak Arlan sekalian makan siang di rumah!" kata Pak Ody di sambungan telepon.
"Baik yah. Arga sebentar lagi langsung pulang." jawab Arga.
Tak lama panggilan dimatikan oleh Pak Ody. Arga sudah tidak heran lagi dengan sikap Pak Ody yang suka mematikan telepon sepihak seperti ini.
"Lan, siang ini ayah minta kita makan di rumah. Ayah nyuruh langsung pulang katanya ada hal penting yang mau dibicarain." kata Arga sembari merapikan berkas-berkas yang sudah ia periksa.
"Oke bos. Aku juga sudah rindu masakan ibu. Hehehe." sambung Arlan dengan sesekali tertawa.
Setelah selesai mengemaskan dokumen masing-masing, mereka keluar ruangan untuk turun ke lantai bawah dan segera pulang.
Sepanjang jalan menuju lobi bawah, beberapa karyawan menyapa dan menunduk patuh kepada mereka. Tak heran lagi, kharisma dan wibawa mereka tampak terpancar.
Banyak karyawati yang jatuh hati pada mereka. Bahkan banyak anak perempuan dari rekan bisnis mereka yang jatuh hati pada mereka.
Namun baik Arga dan Arlan adalah tipe laki-laki yang tidak suka main wanita. Mereka bahkan belum menemukan wanita yang bisa mengisi ruang hati mereka.
Tak lama mobil memasuki kediaman Nugroho.
"Assalamualaikum." salam mereka berdua memasuki rumah.
Terlihat Bu Mida yang tengah sibuk menyiapkan makanan dan minuman di atas meja makan.
"Waalaikumussalam. Kalian cuci tangan dulu, ibu panggilkan ayah sebentar." jawab Bu Mida.
Bu Mida masuk ke ruang kerja Pak Ody.
"Yah, itu Arga sama Arlan udah datang. Yuk makan siang dulu." ucap Bu Mida.
"Iya Bu. Sebentar ayah siap-siap dulu." jawab Pak Ody sembari menyimpan file dan mematikan laptopnya.
*Di meja makan*
"Ga, gimana perusahaan?" tanya Pak Ody saat makan siang telah selesai.
"Baik yah, income terus naik. Arga terus coba kembangkan." jawab Arga disertai Arlan yang mengangguk-anggukkan kepalanya tanda setuju.
"Ga, ayah sama ibu sudah menjodohkan kamu dengan anak sahabat ayah sama ibu. Dia gadis yang cantik, sopan juga cerdas. Ayah yakin, dialah nanti yang mampu menemani perjalanan hidupmu. Besar harapan ayah sama ibu untuk kamu membina rumah tangga dengannya kelak." kata Pak Ody dengan serius.
"Yah, Arga belum kepikiran hal yang sejauh itu. Arga masih mau fokus ke bisnis Arga yang baru berkembang ini. Arga belum kepikiran nikah yah." jawab Arga sambil menghela napas beratnya.
"Ayah tau Ga, kamu bisa menjalani kehidupanmu seperti biasa. Hanya saja, nggak ada salahnya kamu mencoba mengenal dan buka hati kamu untuk wanita pilihan ibu dan ayah. Setidaknya mulailah menata masa depanmu nak. Ibu sama ayah sudah tidak muda lagi." pinta Pak Ody dengan mata berkaca-kaca.
"Baiklah, Arga akan memikirkannya. Ayah sama Ibu atur saja semuanya." jawab Arga pasrah.
"Arga balik kantor dulu ya yah, bu. Ada pertemuan dengan rekan bisnis setengah jam lagi. Ayo Lan!" pamit Arga.
Di perjalanan Arga hanya terdiam sedangkan Arlan yang memegang kemudi bingung mau memulai pembicaraan.
"Ehm..." deheman Arlan menyadarkan lamunan Arga.
"Sorry Lan, aku bingung banget ini. Karir tengah menuju puncaknya, eh ada aja rintangannya. Aku nggak bisa nolak permintaan ayah dan ibu, karna aku yakin mereka pasti banyak pertimbangan sampai memutuskan menjodohkanku dengan gadis itu. Cuma masalahnya, aku bahkan belum pernah menjalin hubungan dengan wanita, apalagi memutuskan hidup berumah tangga. Menurutmu gimana?" kata Arga sambil mengusap wajahnya.
"Ehm... aku paham posisimu serba sulit Ga, aku bisa ngerasain itu. Kalau menurutku, kamu coba jalani aja dulu. Ayah sama ibu pasti nggak salah pilih. Sembari jalan, nanti kalau dia benar jodohmu pasti nggak bakal lari kemana kok. Memang sulit nerima sih, tapi kalo dipikir-pikir nih ya, umur kita juga udah cukup untuk memikirkan wanita. Kita aja yang terlalu asyik sama karir Ga. Hehehe. Aku khawatir kita bakal jadi bujang lapuk. Hahaha. Atau kita belok ya?" jelas Arlan sambil tertawa.
Mereka memang sangat akrab. Jika di luar kantor, maka Arlan akan menjadi sosok sahabat untuk Arga. Tak heran sikap dan omongannya yang sering konyol.
"Kurang ajar kamu Lan, amit-amit dah. Aku masih normal tulen ya." jawab Arga sambil menegakkan posisi duduknya.
"Hahaha... Kali aja Ga. Kalo aku sih normal, masih aman." tutur Arlan.
"Bener juga kata Arlan, ayah sama ibu nggak bakal salah pilih. Kalo udah jodoh gak bakal kemana. Aku harus coba menerima walau sulit." batin Arga.
Sesampainya di kantor, mereka langsung menuju lantai atas. Arlan yang sudah mendapat pesan dari sekretarisnya yang memberitahukan bahwa sudah ada utusan dari universitas G yang menunggu mereka.
"Selamat siang Pak Arga, Pak Arlan. Kami utusan universitas G mau membicarakan mengenai event yang akan kita adakan." sapa seorang lelaki yang merupakan ketua panitia ESC sambil mengulurkan tangan.
"Selamat siang pak. Mari kita bicarakan di ruang rapat sebelah sana." jawab Arlan sambil menerima uluran tangan bapak tersebut.
Pembicaraan singkat namun serius sedang berlangsung.
"Baiklah, sesuai keputusan Pak Arga bahwa ketiga pemenang akan mendapatkan hadiah piala, uang binaan dan juga beasiswa penuh kuliah S1 di universitas G." jelas Arlan menyampaikan kesimpulan di akhir pembicaraan mereka.
Arlan sengaja mengambil alih rapat, melihat Arga yang tidak bisa fokus di rapat ini.
Setelah utusan universitas G pamit, Arlan mendekati Arga yang sedang melamun sambil menepuk pundak Arga.
"Astaghfirullah... Ada apa Lan?" tanya Arga kaget.
"Dari tadi nggak fokus ngelamun mulu. Mikirin apa sih Ga?" tanya Arlan.
"Kira-kira gadis seperti apa ya Lan yang dijodohkan sama aku?" tanya Arga.
"Astaga, ternyata kamu lagi mikirin gadis yang mau dijodohin sama kamu. Kenapa tadi nggak nanya langsung sama ayah atau ibu? Atau minta fotonya kek, nomor hp nya kek. Main setuju aja. Hahaha. Gini aja deh, kalo ntar udah ketemu trus kamu nggak cocok, buat aku aja tu gadis."ucap Arlan mengolok Arga.
"Sembarangan". kata Arga meninggalkan Arlan dengan perasaan dan pikiran yang masih penasaran sama sosok gadis itu.
Triiing...Triiing...Triiing...
Suara bel menandakan berakhirnya kegiatan belajar mengajar. Banyak siswa yang berhamburan menuju parkiran untuk mengambil kendaraan masing-masing. Ada beberapa siswa yang juga tengah sibuk berlatih speaking sebagai persiapan mengikuti seleksi perwakilan ESC.
"Sha, gimana persiapan kamu? Aku masih cari bahan ini." tanya Andri.
"Aku sih udah cukup bahan. Tinggal latihan speaking nya aja sama memahami isi temanya. Udah tenang aja, kalo udah paham isi dan alur topiknya ntar ngalir sendiri kok idenya." jelas Risha kepada Andri.
Mereka masih terus berlatih sampai akhirnya mereka pulang.
Sesampainya di rumah, Risha membantu ibunya berkutat di dapur untuk menyiapkan pesanan katering kue.
Saat jam makan malam, mereka makan malam bertiga seperti biasanya. Pak Arwan terlihat serius memulai pembicaraan.
"Sha, ayah mau bicara penting sama kamu." kata Pak Arwan memulai pembicaraan.
"Iya yah. Ada apa? Sepertinya sangat penting." jawab Risha.
"Ayah sama ibu sudah menjodohkan kamu sama anak dari teman ayah dan ibu yang kemarin kesini. Kamu masih ingat kan?" tanya Pak Arwan.
"Iya nak, ibu sama ayah udah mutuskan ini jauh-jauh hari waktu kamu masih kecil. Kami berteman baik, dan punya rencana akan menjodohkan anak-anak kami kalau sudah besar nanti. Sekarang kamu sudah cukup besar, sudah cukup untuk memikirkan hal ini. Lagi pula anak mereka juga sudah mapan nak." tutur Bu Shani menyakinkan Risha.
"Tapi bu, yah, Risha masih sekolah, masih mau kuliah terus membangun karir Risha. Masih banyak mimpi Risha yang belum terwujud." jawab Risha dengan suara parau dengan mata berkaca-kaca.
"Ayah sama ibu tau nak, bahkan kami sudah membincangkan masalah ini ke mereka. Mereka tidak keberatan. Kamu tetap bisa jalani hari-harimu nak, seperti biasa aja. Nanti saatnya kamu bertemu dengan jodohmu pasti di waktu yang tepat. Ayah yakin, ayah sama ibu nggak bakal salah pilih yang terbaik buat kamu." jelas Pak Arwan dengan serius.
"Nanti Risha pikirkan yah, untuk saat ini Risha masih mau fokus dengan sekolah Risha. Sebentar lagi Ujian Nasional terus persiapan masuk perguruan tinggi yah. Oh ya. Ayah, Ibu, doakan Risha ya, minggu depan Risha mau ikut lomba English Speech Contest (ESC) mudah-mudahan Risha menang. Hadiahnya selain piala dan uang binaan, ada juga beasiswa penuh kuliah di kampus G itu. Ini mimpi Risha dari dulu. Ayah sama ibu doakan Risha ya!" sambung Risha meminta doa kepada orang tuanya.
"Kami pasti mendoakan yang terbaik buat kamu nak." jawab Bu Shani yang diikuti anggukan kepala oleh Pak Arwan.
Setelah makan malam selesai, Risha pergi ke kamar. Ia uring-uringan memikirkan perjodohan yang telah direncanakan oleh orang tuanya.
"Arrrgghhh... Kata ibu lelaki itu udah mapan, berarti udah tua dong. Ya kali aku nikah sama bapak-bapak. Huhuhu... Hancur sudah susunan rencana masa depanku. Oke Risha.... Fokus... Fokus. Siapkan dirimu buat ESC, terus UN lanjut seleksi PTN. Jalani aja, Risha pasti bisa." batin Risha memberi semangat untuk dirinya sendiri.
Risha larut dalam pemikirannya sampai terbawa ke alam mimpi.
Pagi itu merupakan hari dimana kegiatan seleksi perwakilan dari masing-masing kelas di SMA Merpati.
Setelah Andri selesai diuji oleh Bu Inggrid dan Bu Devi, makan giliran Risha yang diuji.
"Good morning all the jurries of this speech contest... (selamat pagi semua juri lomba pidato bahasa Inggris)." Risha memulai pidatonya.
.
.
.
sampai pada akhir pidatonya...
"Thank you for your nice attention, i'm sorry if i made some misthakes. Thank you....(terima kasih atas perhatiannya, saya minta maaf jika terdapat kesalahan. Terima kasih)." Risha menutup pidatonya, kemudian menghampiri Andri.
"Gila kamu Sha, keren banget Sha. Perfect. Aku tadi aja banyak part yang lupa nggak tersampaikan." kata Andri memuji Risha sambil mengangkat tangannya dengan jari jempol dan telunjuknya membentuk huruf O dan ketiga jari lainnya yang di rentangkan.
"Ah, kamu bisa aja Ndri. Kamu tadi juga bagus banget, mungkin kurang fokus aja dirimu. Yuk ke kantin, tenggorokanku udah kering kerontang ini. Hahaha." kata Risha sambil berlalu menuju kantin bersama Andri.
"Buk jus alpukat dua ya. Nggak pakai susu, nggak pakai gula. Kami udah cukup manis." pesan Andri ke ibu kantin yang hanya ditanggapi senyuman oleh ibu kantin.
"Ini jusnya nona manis." kata ibu kantin sambil menyerahkan dua gelas jus alpukat sambil sesekali tersenyum.
"Akhirnya tenggorokanku basah juga, hampir setengah jam nyerocos pidato, nahan kencing lagi. Kebiasaan ku kalo grogi suka mau kencing tau nggak. Trus Bu Inggrid sama Bu Devi cuma mengangguk-angguk tok nggak ada komen. Kan aku jadi galau, lolos nggak ya?" oceh Risha setelah minum jus alpukat ya.
"Trus sampai sekarang kamu belum kencing, ntar ngompol lagi Sha. Hahaha." kata Andri sambil tertawa.
"Udah hilang hasrat mau kencingku. Eh kira-kira lolos nggak ya, Ndri?" tanya Risha.
"Kalo kamu sih, aku yakin pasti lolos. Kalo aku, harap-harap untung buat lolos." jawab Andri.
"Aku masih berharap lolos, trus ntar menang ESC. Denger-denger kan hadiahnya selain piala sama uang binaan ada beasiswa penuh kuliah S1 di kampus G Ndri. Impianku dari dulu." jelas Risha.
"Iya bener Sha. Aku udah ngebayangin. Pertama lolos seleksi mewakili sekolah kita, trus ntar lomba ESC menang, trus masuk kuliah disana, terus.... (ucapan Andri terhenti karna mulutnya ditutup sama Risha).
"Terus terus mulu ntar nabrak Ndri. Hahaha." kata Risha sambil tertawa.
Setelah selesai minum jus di kantin, mereka segera pulang ke rumah. Pengumuman hasil seleksi akan disampaikan di hari Senin waktu upacara bendera.
*Upacara hari Senin*
Upacara bendera sedang berlangsung khidmat di lapangan SMA Merpati. Para siswa berbaris rapi sesuai kelas masing-masing.
Pada saat amanat pembina upacara, kepala sekolah mengumumkan siswa yang lolos seleksi untuk mengikuti ESC.
"Ehm... baiklah saya akan mengumumkan nama-nama siswa yang akan mewakili sekolah kita di perlombaan ESC. Yang pertama ada Greenarisha Febriono, kedua Andriana Zerrin dan yang terakhir Yoga Prasetyo. Besar harapan sekolah, kalian bertiga dapat memenangkan lomba ESC ini." kata kepala sekolah.
Prok....prok...prok...
Suara tepuk tangan bergemuruh dari para peserta upacara.
Kegiatan upacara telah selesai, para siswa mulai melakukan kegiatan belajar mengajar seperti biasanya. Setelah selesai kegiatan belajar mengajar, dilanjutkan kegiatan bimbingan untuk persiapan kegiatan ESC bagi ketiga perwakilan sekolah.
Satu minggu penuh ketiga perwakilan SMA Merpati berlatih dengan pembimbingnya yaitu Bu Inggrid.
"Sha, kamu udah siap belum buat lusa?" tanya Andri saat mereka berjalan menuju parkiran sekolah.
"Udah dong. Siap nggak siap ya harus siap Ndri. Kita harus menunjukkan kemampuan terbaik kita. Eh Ndri, Ga, besok agak awalan ya kumpul di sini. Biar nggak kejebak macet pas berangkat ke kampus G. Maklum hari Senin kan hari sibuk kerja." kata Risha mengingatkan Andri dan Yoga.
"Siap." jawab Andri dan Yoga bersamaan.
"Ya udah kalo gitu, yuk pulang." ajak Andri.
Mereka bertiga lalu pulang mengendarai kendaraan masing-masing menuju rumahnya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!