NovelToon NovelToon

MONSTER HUNTER-13 DEMON KIDS

PORTAL?*

Summer camp atau perkemahan musim panas sedang dilaksanakan di beberapa negara di berbagai belahan dunia pada bulan Juli oleh para remaja yang duduk di bangku sekolah Dasar, Menengah, dan Atas. Di Indonesia, tak kalah serunya dengan acara kemah usai ujian kenaikan kelas.

Acara berkemah itu memberikan banyak pelajaran penting dan sangat cocok bagi para calon pengusaha karena dituntut kompetitif serta mandiri untuk sebuah keberhasilan.

Namun, beda negara, beda pula jenis kegiatan selama berkemah termasuk tempat tinggal mereka.

Indonesia, Pemalang.

"Ndeso banget kamu! Bukan begitu pasang patoknya! Ya Allah somplak!" gerutu seorang remaja lelaki yang marah-marah sedari tadi karena anggota regunya tak ada yang becus dalam mendirikan tenda.

"Woi! Zaman udah modern, kenapa harus bikin tenda manual? Bukan salah kita kalau bikinnya salah. Gak ada tutorialnya!" sahut remaja pria lain dengan tali tambang dalam genggaman.

"Sabar ... sabar ... orang sabar katanya banyak pacar," ucap ketua regu Kalajengking—Rangga— yang diketahui dari bordir di atas saku bagian depan seragam Pramukanya.

Rangga mengelus dada. Remaja lain yang berada di sekitar Rangga terkekeh karena pemuda itu sungguh sabar menghadapi anak buahnya yang cenderung anak mami karena dari golongan keluarga kaya dan tak mau repot.

"Sini, Nak, sini. Om kasih tau caranya. Sini cepetan!" pintanya galak seraya mengayunkan salah satu tangannya meminta kesembilan anggotanya mendekat.

Para remaja pria itu menuruti panggilan sang Ketua, meski terlihat sebal. Rangga menatap kawan-kawannya saksama dengan bertolak pinggang.

"Beruntung kalian, karena Rangga lahir dari keluarga petualang. Harusnya, kalian sering-sering main ke rumah Rangga untuk ikut camping," ucap pemuda itu mulai tenang.

"Kita semua udah berkunjung kok ke Arjuna's Adventure. Kita cobain semua permainannya dan selalu menang, dapet skor tinggi pula," sahut seorang remaja pria bernama Bara dari bordiran di seragamnya.

"Kayaknya kurang ekstrim. Besok Rangga mau request ke om Juna buat bikin permainan kejam biar kalian semua kalah dan pulang dengan air mata," tegasnya berwajah garang.

"Dih, gitu si Bos. Terus ini gimana? Lihat tuh, semua anak udah bikin tenda, kita doang masih jadi alas. Apa itu tenda jadiin selimut aja?" sahut Bara menunjuk tendanya yang masih digelar polos di atas rumput.

"Ikutin instruksi Rangga, gak pakai bantah biar kita cepet selesai. Nama doang keren, kelompok 'Kalajengking', tapi orang-orangnya nungging semuanya. Payah!"

Praktis, semua anak yang mendengar terkekeh dan malah mempraktekkan gaya menungging.

Rangga dengan telaten mengarahkan kesembilan kawannya untuk memasang tenda berbahan dasar bambu, terpal, patok besi, dan tali.

Rangga adalah anak dari pasangan warga negara asing yang menetap di Indonesia dan menjalankan usaha pertanian serta garmen baju seragam sekolah.

Rangga berwajah bule dengan kulit cokelat, berambut hitam, dan tubuh atletis. Meski wajahnya kebulean, tapi logat bahasa Jawa-nya, tidak menunjukkan demikian.

Rangga anak lelaki yang santun kepada orang yang lebih tua dan selalu mendapatkan juara dalam kompetisi olah raga antar sekolah menengah ke atas.

Di sisi lain, Kyoto, Jepang.

Kemah musim panas yang diadakan di lapangan dekat dengan aliran sungai tersebut sudah ramai oleh para remaja laki-laki dan perempuan yang akan melakukan pertandingan tarik tambang dengan sungai sebagai pemisahnya.

Kelompok yang tercebur lebih dulu dianggap kalah. Dua tim di seberang sungai terlihat siap dengan kedua tangan menggenggam tali tambang untuk ditarik.

PRIT!!!

"Ho! Ho! Ho!" seru anggota tim biru yang beranggotakan 10 remaja laki-laki menyuarakan irama seraya menarik tali berwarna cokelat berserabut dengan sekuat tenaga.

Satu diantara mereka berwajah lugu, berambut hitam, memiliki sorot mata tajam, dan tubuh jakung terlihat tangguh.

Mereka bicara dalam bahasa Jepang.

"Jangan sampai kalah, Kenta-San!" seru seorang gadis berambut panjang hitam memberikan semangat kepada remaja pria yang berumur lebih tua darinya. Pemuda itu berada di barisan paling depan sebagai ketua tim.

"Arrghhh! Tarik lebih kuat!" seru Kenta hingga wajahnya memerah dan berkerut saat menarik tali tambang itu dengan sekuat tenaga.

Semua anak bersorak memberikan semangat untuk tim yang mereka jagokan. Para pembimbing mengawasi dan menjadi juri dalam pertandingan di hari yang terik siang itu.

Tiba-tiba saja, "Oh!" kejut gadis berponi yang menyoraki Kenta saat mendapati sebuah benda melayang ke arah mereka.

Praktis, kegiatan di kawasan tersebut terhenti karena kedatangan sebuah drone yang tak mereka ketahui berasal dari mana, tapi sinarnya menyorot orang-orang di sekitar tempat itu.

"Siapa yang membawa mainan itu ke perkemahan?! Kalian ingat hukumannya bukan?" tegas seorang Pembina menatap para remaja yang berkumpul di lapangan tersebut.

"Kami tak membawa mainan mahal seperti itu, Sensei," jawab salah satu remaja ikut bingung.

"Tangkap benda itu! Awas saja jika sampai ketahuan pelakunya, aku tak segan memberikan hukuman!" ucap seorang Guru lelaki gusar, mencoba menangkap benda terbang tersebut yang mengitari sekitar kawasan perkemahan.

Saat orang-orang mencurigai benda tersebut dan berusaha menangkap dengan peralatan seadanya, ternyata drone tersebut tak sendirian. Mereka seperti dikepung karena benda tersebut ada di seluruh kawasan.

"Cukup main-mainnya! Hentikan!" seru Guru pria bertubuh besar mulai emosi karena menganggap kemunculan benda asing itu mengganggu aktifitas di area perkemahan.

Namun seketika ....

BRUKK! BRUKK! BRUKK!

"Sensei!" panggil para remaja memekik saat guru mereka roboh satu persatu tak sadarkan diri setelah terkena sinar tersebut.

Kenta langsung melepaskan genggaman tangan di tali tambang. Ia mendekati gadis berponi yang dibidik oleh sinar itu, tapi ia tak mengalami pingsan seperti para orang dewasa yang berada di sekitar perkemahan.

Anak-anak lain ketakutan dan menghindar. Beberapa dari mereka ada yang bersembunyi dari drone karena seperti memindai mereka. Kenta berdiri melindungi gadis berponi yang terlihat ketakutan itu.

"Itu apa, Kak?" tanya gadis bermata bulat bersembunyi di balik tubuh sang kakak.

"Entahlah, tapi firasat kakak, ini bukan hal baik. Benda itu sepertinya jahat. Lihatlah yang dilakukan pada guru-guru kita, mereka pingsan entah apa penyebabnya," jawabnya seraya melangkah mundur perlahan, menyingkir dari sinar sebuah drone yang membidiknya.

"Oh! Mereka pergi," ucap salah satu anak lelaki menunjuk beberapa drone yang terbang menjauh dari kawasan tersebut menuju ke langit.

Lama-kelamaan, benda terbang itu tak terlihat karena silau matahari yang mengaburkan pandangan.

"Azumi, kau bisa memeriksa guru-guru kita? Kau pintar dalam dunia medis 'kan?" pinta Kenta menatap Adik perempuannya saksama. Gadis berponi, berambut hitam panjang, bermata bulat bernama Azumi mengangguk pelan.

Ia mendatangi seorang guru wanita dan memeriksa denyut nadi di leher, pergelangan tangan, nafas dari lubang hidung dan detak jantung di dadanya.

"Ibu Kiyoko baik-baik saja. Ia hanya pingsan," ucap Azumi menoleh ke arah sang kakak yang terlihat cemas karena semua orang dewasa di sekitar itu pingsan.

Di tengah kebingungan yang melanda semua remaja di tempat perkemahan itu, lagi-lagi keanehan terjadi.

"Hei! Apa itu?" tanya seorang anak menunjuk sebuah lingkaran bersusun yang tiba-tiba saja muncul di sungai dengan kilau warna biru terang menyilaukan mata.

Matahari tiba-tiba lenyap dan kegelapan menyelimuti kawasan itu. Anak-anak ketakutan dan berkumpul di seberang sungai untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi karena semuanya berkesan mendadak.

"Apakah ... ini salah satu kegiatan atau ujian dalam perkemahan, Kak?" tanya Azumi pucat memegangi tangan kiri kakak lelakinya erat.

Kenta melihat lingkaran besar tersebut seperti sebuah terowongan yang berbentuk mirip cangkang keong karena mengerucut pada bagian ujungnya dan tak diketahui di mana akhirnya.

Saat anak-anak saling merapat karena merasakan keanehan dari benda itu, tiba-tiba saja ....

"Oh! Oh! Lubang itu menarikku! Menghindar!" teriak salah satu remaja yang berdiri paling depan di lubang lingkaran.

Praktis, semua anak panik seketika karena tubuh mereka seperti tersedot ke dalam terowongan tak dikenal tersebut.

***

ILUSTRASI

SOURCE : GOOGLE

Jadi ya to, jangan lupa dukungannya ya. Diusahakan daily update tapi jamnya gak tentu. Tengkiyuw lele padamu💋

DIKUMPULKAN

Mereka bicara dalam bahasa Jepang.

Suasana kacau-balau seketika. Anak-anak berteriak ketakutan dan beberapa dari mereka berusaha untuk melarikan diri, meski tarikan dari lubang portal itu semakin kuat jika melawan.

"Kak Kenta!" teriak Azumi menangis saat tubuhnya telah melayang dengan kedua tangan menggenggam kaki sang Kakak di mana Kenta berpegangan kuat pada sebuah pohon untuk mempertahankan dirinya.

"Bertahanlah, Azumi!" jawab Kenta lantang berusaha sekuat tenaga agar pegangannya tak terlepas. Namun ....

"AAAAA! KAK KENTA!!" panggil Azumi berteriak histeris saat genggamannya terlepas dan membuat dirinya tersedot oleh portal dengan cahaya biru menyilaukan.

"AZUMI!!" panggil Kenta dengan mata terbelalak lebar saat melihat sang Adik tertarik dengan sangat kuat dan cepat ke dalam lubang besar bersama seluruh anak-anak di perkemahan tersebut.

Kenta memejamkan matanya rapat. Akhirnya, "Arrrghhh!" teriaknya lantang saat melepaskan dekapannya dan merelakan diri tersedot ke portal asing itu.

Kenta hanya bisa melihat kegelapan di dalam terowongan yang entah membawanya ke mana. Jantungnya berdebar kencang saat ia merasa terowongan itu lebih luas dari dugaannya.

Kenta mencoba untuk membalik tubuhnya dan merapatkan tubuhnya seperti meluncur dari permukaan air ke dasar kolam.

Mata Kenta menajam untuk mencari keberadaan adiknya di mana anak-anak lainnya mulai terpisah darinya dan malah tersebar ketika mereka memasuki ruangan yang lebih besar.

Mata Kenta terbelalak lebar saat melihat ternyata banyak portal di berbagai tempat di ruangan besar tersebut yang membuatnya melayang tanpa menyentuh alas sebagai pusatnya.

"Aku ... ada di mana?" tanyanya gugup melihat sekitar.

China, Grey House.

Mereka bicara dalam bahasa Mandarin.

"Ayah! Ibu!" panggil seorang anak lelaki berwajah Asia dengan mata berkaca ketika tiba-tiba saja orang tuanya tergeletak tak sadarkan diri saat mereka keluar dari sebuah kapal perang untuk memastikan kondisi benda tersebut masih layak untuk digunakan.

Mata remaja pria itu melebar seketika saat mendapati sebuah drone melayang ke arahnya dan menyorotnya dengan sebuah sinar.

"Pasti kalian mata-mata! Tak ada ampun bagi penyusup! Rasakan!" teriaknya geram dan langsung menarik pistol dari balik pinggang sang ayah yang jatuh tengkurap.

DOR! DOR! DOR!

Remaja pria bertubuh tinggi tegap itu menembaki drone di depannya dengan teriakan lantang penuh kebencian.

Pemuda itu satu-satunya manusia yang tak terkena dampak dari sinar yang dipancarkan oleh drone ke semua orang di wilayah tersebut.

Drone tersebut berasap dan terbang menghindar, tapi pemuda itu tak membiarkannya lolos. Ia melompat dari atas kapal dan segera berlari ke pantai dengan pistol dalam genggamannya.

"Kau apakan ayah ibuku?!" teriak pemuda itu terlihat marah besar dan terus berlari dengan pakaian serba hitam serta sepatu boots ala militer mengejar benda terbang tersebut.

Hingga tiba-tiba, langkahnya terhenti karena kaget. Pemuda itu jatuh di atas pasir dengan posisi terlentang saat sebuah pesawat besar berbentuk seperti gangsing logam muncul dari balik awan yang menutupi sosoknya. Mata pemuda itu melebar seketika.

Ia melihat sekitar dan mendapati beberapa jet ski berada di dermaga. Pria berwajah Asia dengan alis tebal dan rambut hitam dicukur rapi ala tentara, segera bangun dan berlari ke arah benda tersebut.

"Hah! Hah! Hah!" engahnya karena ia dikejar oleh drone yang melumpuhkan sekelompok pria bersenjata di kawasan itu.

DEMM!

"No! No! No!" teriaknya lantang saat tiba-tiba tubuhnya tertarik ke atas dengan kaki lebih dahulu dan membuat kepala pemuda itu berada di bawah. "Ayah!" panggil pemuda itu sekencang-kencangnya saat tubuhnya melayang tinggi jauh dari permukaan dan masuk ke sebuah benda asing tak dikenalinya.

Korea Selatan, Seoul. Gedung Dream High Entertainment.

Mereka bicara dalam bahasa Korea.

"Ayah! Ayah! Apa kau mendengarku? Ayah?" panggil seorang remaja pria berwajah bule dengan rambut pirang terlihat panik, bersembunyi di toilet pria dengan ponsel dalam genggaman. "Apa yang terjadi?" tanyanya dengan jantung berdebar dan nafas tersengal.

"Nico! Nicolas!" panggil seorang pria di luar toilet terdengar panik.

"Oh!" kejut pemuda bernama Nicolas saat ia mengenali suara itu. "Harun! Harun!" jawab Nicolas lalu keluar dari bilik kamar mandi dengan tergesa.

BRUKK!

"Agh! Shitt! Hei, kau tak apa?" tanya Nicolas dengan mata melebar saat mendapati kawannya ikut jatuh di depannya.

"Yes. Aku menelepon ayah dan ibu, tapi tak ada jawaban dari mereka. Apa yang sebenarnya terjadi?" tanyanya panik seraya melihat sekitar di mana banyak orang-orang tergeletak tak sadarkan diri di sepanjang koridor.

"Entahlah. Kita harus bersembunyi sebelum drone itu datang kembali. Ayo," ajak Nicolas berbisik dan pria berkulit hitam bernama Harun mengangguk.

Keduanya merangkak di atas lantai seraya memepetkan diri ke tembok untuk menyembunyikan diri.

"Sttt," bisik Harun saat ia merasakan pergerakan di persimpangan koridor di hadapannya.

Nicolas segera merangkak ke bawah meja komputer diikuti Harun. Mereka bersembunyi di bawah tubuh seorang pria dewasa yang tak sadarkan diri, duduk membungkuk.

Kedua remaja itu berjongkok terlihat pucat karena kejadian mendadak yang tak pernah mereka ketahui alasannya.

Benar saja, drone itu melayang di sekitar koridor melakukan pemindaian. Jantung keduanya berdebar kencang dan berusaha untuk tak melakukan gerakan mencurigakan agar tak ketahuan.

Drone tak mendeteksi keberadaan dua pemuda yang bersembunyi itu. Harun mengangguk memberikan kode untuk mengajak Nicolas keluar dari tempat tersebut.

Keduanya sepakat untuk meninggalkan gedung dan pergi menuju ke rumah tempat tinggal pemuda berambut pirang tersebut.

"Teruslah merangkak, Nico. Gunakan tubuh orang-orang dewasa untuk menutupi keberadaan kita. Aku merasa, drone itu memindai manusia dari segi umur. Aku terpindai dan aku masih sadar sampai sekarang," ucap Harun berbisik dari hasil analisisnya seraya merangkak.

"Kau benar. Aku juga terpindai, tapi tak pingsan seperti orang-orang itu," jawab Nico mengikuti Harun di belakangnya dengan mata sibuk mengawasi sekitar.

Saat keduanya tiba di ujung koridor, terlihat sebuah sinar dari lorong. Harun dan Nicolas saling memandang.

Tiba-tiba, "AAAAA!" teriak seorang anak perempuan saat ia melintas di persimpangan koridor dengan cara terbang. Mata dua pemuda itu melebar seketika.

"A-apa itu barusan?" tanya Nicolas panik dan merangkak mundur.

Namun lagi-lagi, "AAAAAA!" teriakan-teriakan itu makin santer terdengar di seluruh ruangan yang membuat bulu kuduk meremang.

Nicolas dan Harun melihat para remaja di gedung itu seperti tertarik oleh sesuatu. Keduanya takut, tapi penasaran. Mereka akhirnya sepakat untuk mendekat.

Akan tetapi, "Arrrghhh! Harun!" teriak Nicolas lantang saat tiba-tiba kakinya tertarik dan membuat tubuhnya melayang.

Harun langsung memegangi lengan Nicolas dengan satu tangan kanan dan tangan kiri memegang bilik ruangan bersekat di lantai itu.

"Harrrghhh! Aku tidak kuat lagi!" teriaknya lantang dengan seluruh otot di tubuhnya menegang.

"Harun! Harun!" panggil Nicolas panik karena genggamannya hampir terlepas.

"AAAAA!" teriak Harun dan Nicolas bersamaan ketika tubuh keduanya ikut tersedot dan kini masuk ke sebuah portal bersama para remaja lainnya yang berada di gedung itu.

Rusia, Kastil Borka.

Mereka bicara dalam bahasa Indonesia campuran.

"Bapak!" teriak seorang anak perempuan panik ketika dirinya dikejar oleh sebuah drone serupa seperti yang terjadi dengan para anak lainnya di seluruh dunia. Drone itu juga menyinarinya.

Gadis berwajah Asia dengan rambut hitam ikal sebahu dan kulit sawo matang itu masuk ke sebuah ruangan untuk menyelamatkan diri.

Gadis itu lalu bersembunyi ke sebuah almari besar dan menutup pintunya rapat. Nafasnya terengah dan terlihat ketakutan. Bola matanya bergerak tak beraturan karena melihat kengerian yang terjadi.

"Ah!" teriaknya terkejut saat mendapati seorang anak lelaki berada di sebelahnya yang ternyata ikut bersembunyi.

Anak lelaki berwajah campuran Asia dan Eropa itu membungkam mulut lawan bicaranya, dan gadis itu mengangguk paham, meski terlihat jelas ketakutan di wajahnya.

Keduanya mengintip dari balik celah almari pakaian tersebut. Anak lelaki berambut hitam itu menemukan sebuah koper hitam di sampingnya.

Gadis berwajah manis itu menatap anak lelaki di sebelahnya dengan gugup saat melihat kawannya membuka koper tersebut.

KLEK!

BRAKKK!

"AAAAAA!" teriak gadis itu histeris saat drone yang mengejarnya berhasil menemukan persembunyiannya.

Mata anak lelaki itu ikut terbelalak lebar saat ia melihat sebuah portal terbuka dari pintu yang seharusnya membawanya ke ruang makan, tapi di balik pintu itu, hanya kegelapan tanpa cahaya yang terlihat.

"Jubaedah, sttt, sttt ... tidak apa. Jangan panik," ucap anak itu menatapnya saksama mencoba menenangkan.

"Gimana gak panik? Semua orang pingsan, Rex!" jawabnya seperti akan menangis.

"Sepertinya, kita harus masuk ke sana. Jangan takut, ada aku. Ayo," ajaknya seraya menenteng koper temuannya yang telah ia tutup lagi.

Gadis bernama Jubaedah terlihat ragu, tapi pada akhirnya mengangguk karena hanya anak lelaki bernama Rex yang masih selamat dari serangan tak terduga itu.

Jubaedah memegangi tangan kanan Rex erat dan melangkah ragu menuju ke pintu di hadapannya yang terlihat menyeramkan.

Rex melihat ke arah kamera drone dan menatapnya tajam penuh selidik. Dua anak itu akhirnya masuk ke dalam portal yang kemudian, pintu tersebut lenyap.

Drone kembali terbang menuju ke atas langit usai melakukan tugasnya dan hilang dari pandangan.

***

tengkiyuw tipsnya😍 novel ini dibuat dalam rangka ikut lomba dan menyelesaikan semua tokoh yang pernah nongol di novel sebelumnya dengan nama dan karakter belum dikisahkan biar gak utang dan ditanyain lagi. kwkwkw. selain itu, kisahnya gak sampai mereka gede karena mentok diumur segini aja, jadi gak ada sekuel selanjutnya. Ceritanya pendek kaya simulation❤️

KAMI DI MANA?*

Rangga membuka matanya dan terdiam untuk beberapa saat seperti mengumpulkan seluruh kesadarannya di tengah kondisi yang membingungkan saat ini.

Tubuhnya dalam posisi tengkurap dan berada di atas rumput. Remaja itu langsung mengangkat kepalanya ke atas lalu menoleh ke kanan dan ke kiri terlihat bingung.

"Ini di mana?" tanyanya bingung melihat sekitar dan mendapati dirinya sendirian tak ada anak-anak lainnya.

Rangga berdiri perlahan seraya membersihkan pakaian Pramukanya yang kotor. Ia diam sejenak mengingat kejadian terakhir hingga ia berakhir di tempat yang tak dikenalinya itu seperti berada di hutan, tapi terlihat tak lazim.

"Mm ... kalau gak salah ...," ucapnya menggantung dengan kening berkerut.

Rangga teringat saat ia dan kawan-kawannya telah selesai memasang tenda, kelompoknya tersebut beristirahat. Rangga merebahkan dirinya di dalam tenda sebelum jam makan siang di perkemahan. Ia yakin, jika dirinya tertidur, tapi tempat dirinya berada sekarang di luar nalarnya.

"Ini bukan mimpi. Tempat ini sungguhan. Tapi ... kenapa langitnya berwarna kaya pelangi?" tanyanya bingung mendongak menantang langit.

Tak lama, tubuh Rangga mematung seketika, saat ia mendengar suara erangan di kejauhan seperti binatang buas, menggema di hutan tak dikenal itu. Rangga langsung menoleh, meski tubuhnya kaku.

Ia melihat sekitar dan berlari ke sebuah semak dengan pepohonan rimbun yang memiliki batang tinggi, meski dedaunannya berwarna orange. Rangga tengkurap dan mengintip dari balik semak untuk melihat sosok yang berjalan mendekat ke tempat ia terbangun tadi.

"Tanda-tanda kiamat kah? Udara di sini rasanya lain. Kaya gak ada angin," ucapnya mencoba bernafas seperti orang normal, tapi ia merasa hembusan dari lubang hidungnya hampir tak terasa. "Rangga mati 'kah? Ini alam akhirat? Ya Allah, aku mati muda!" pekiknya dengan mata melotot.

Rangga pucat dan lemas seketika. Ia lalu merebahkan diri melihat langit dengan penuh tanda tanya.

Hingga akhirnya, suara seperti seekor makhluk besar kembali terdengar, tapi menjauh dari tempatnya berada. Pemuda itu takut, tapi penasaran. Ia memberanikan diri untuk mencari asal suara itu dengan tetap mengendap.

Rangga terlihat waspada terhadap sekitar. Matanya memindai, langkahnya penuh kehati-hatian, hingga ia melihat sebuah tempat berkabut berwarna biru yang semakin sulit untuk diungkapkan saat melihat sosok hewan yang ragu untuk diucapkan.

"Naga?" ucapnya dengan kening berkerut.

Naga itu terlihat samar untuknya. Berkilau dan menyala terang bagaikan api yang berkobar, tapi berwarna keunguan.

Rangga berasumsi jika dia masih bermimpi, tapi mimpinya kali ini terasa sungguh nyata. Ia bisa meraba pohon di sebelahnya dan merasakan teksturnya yang kasar. Kakinya juga memijak tanah, meski sekitarnya terlihat seperti fatamorgana untuknya.

"Kayaknya Rangga harus sungkem sama ayah dan ibu saat pulang camping nanti," gumannya memilih pasrah dan berpaling dari hewan yang dilihat barusan di kejauhan.

Rangga berjalan dengan bingung seraya memijat kepalanya yang tak pusing, tapi entah kenapa ia ingin melakukannya.

Rangga melihat jalan setapak dan memilih untuk mengikuti jalan tanah itu yang entah membawanya ke mana.

Pemuda itu sudah tak peduli lagi dengan sekitarnya. Ia hanya ingin berjalan dan berharap cepat bangun dari mimpi anehnya.

Di sisi lain.

"Rex," panggil Jubaedah saat mereka berada di sebuah tempat tak dikenal.

Dua remaja itu mematung dan saling bergandengan tangan dengan erat, tak saling bicara, tapi mata mereka memindai sekitar yang nampak asing dan di luar logika karena banyak jamur tumbuh dalam ukuran besar dari berbagai jenis dan corak.

"Jangan tanya aku tentang tempat ini. Ini di luar mata pelajaran, meski Rex selalu juara 1 di sekolah," jawab remaja pria di sampingnya yang ikut bingung dalam mendiskripsikan kejadian aneh yang menimpa mereka hari ini.

"Oh, Rexy, liat! Itu hewan apaan? Lucu ya," seru Jubaedah saat matanya mendapati sebuah makhluk aneh yang tak pernah mereka berdua lihat sebelumnya berada di pinggir sungai.

Kening Rex semakin berkerut. Jubaedah memaksanya untuk mendatangi hewan itu yang sedang duduk di atas batu memegang seekor kadal hijau.

"Hati-hati," pinta Rex seraya menarik tangan Jubaedah karena gadis itu terlihat tak takut dengan hewan asing itu.

"Dia kayaknya gak berbahaya. Lihat, dia gak punya taring dan kuku tajam. Dia pasti herbivora. Ini temuan baru, Rexy. Ayo foto!" pintanya riang dengan mata membulat penuh, tapi Rex terlihat enggan. Tiba-tiba saja, "AAAA!" teriak Jubaedah histeris saat hewan yang baginya menggemaskan itu memakan kadal tersebut hidup-hidup. Gigi dan cakarnya keluar begitu saja saat ia menyantapnya.

"Run!" teriak Rex lantang saat mata hewan itu kini membidik mereka.

Praktis, Jubaedah langsung berlari dengan panik dengan Rex di sampingnya yang menenteng koper. Portal yang membawa mereka menghilang begitu tiba di tempat antah berantah tersebut.

Rex menoleh ke belakang dan mendapati hewan itu masih duduk di atas batu, tapi dalam posisi seperti siap untuk menerkam mereka.

"Aag, aag, aag!" lengking hewan berkulit tebal berwarna abu-abu jingga seperti menyuarakan sebuah kode yang tak dimengerti oleh dua anak manusia tersebut.

Benar saja, "Ag! Ag! Ag!"

"AAAAAA!" teriak Jubaedah untuk kesekian kali saat tiba-tiba saja makhluk-makhluk sejenis muncul dari balik batu yang berada di sekitar tempat itu.

Keduanya berlari kencang melewati jalan setapak melintasi jamur-jamur besar yang terlihat tak berbahaya bagi mereka.

Namun, keanehan kembali terjadi, saat keduanya masuk ke wilayah jamur-jamur itu, para makhluk bertelinga runcing berhenti mengejar. Mereka tak berani mendekat, dan Rex merasakan bahaya baru akan muncul di depannya nanti.

"Juby! Kenapa mereka berhenti dan tak mengejar?" tanya Rex menarik tangan Jubaedah dan memintanya berhenti melaju.

"Hah? Mana aku tau, udah lari aja!" pintanya panik dan kembali menarik tangan Rex.

Rex yang bingung dengan keadaannya, akhirnya berlari mengikuti Jubaedah yang lebih dulu memasuki hutan di balik kumpulan jamur-jamur besar itu.

Ternyata, fenomena aneh itu dirasakan seluruh anak di seluruh penjuru dunia. Semua negara, bahkan tempat terpencil terkena dampak.

Anak-anak itu berada di sebuah tempat yang tak mereka kenal dan terpisah antara satu dan lainnya kecuali Jubaedah dan Rex yang sedari awal memasrahkan diri masuk ke portal seraya bergandengan tangan.

Anak-anak yang lainnya kebingungan. Beberapa dari mereka menangis bahkan memanggil nama orang tua di sepanjang kaki melangkah.

Di dimensi lain. Terlihat sebuah ruangan dengan kolam-kolam besar dan lantai di penuhi genangan air.

Mereka bicara dalam bahasa yang tak pernah dipelajari oleh manusia manapun di dunia karena bersuara seperti orang bersendawa.

Terjemahan.

"Mereka sudah memasuki level 1," ucap seekor makhluk bertentakel di bagian bawah dagunya melaporkan.

Seekor makhluk sejenis dengan corak warna biru melangkah pelan dengan dua kaki berjinjit, memiliki ekor panjang layaknya kadal, tapi berdiri tegak.

Makhluk yang mungkin akan kita panggil dengan sebutan 'alien', mendekati makhluk-makhluk bercorak serupa yang menghadap ke arahnya, membelakangi sebuah dinding seperti air yang tak tumpah dan terlihat bagaikan monitor komputer jika manusia menilainya.

Makhluk yang memiliki dua tangan dan tiga jari tersebut melihat genangan air di dinding yang menunjukkan anak-anak di seluruh dunia sedang menghadapi keanehan nyata di depan mereka.

"Oag!" panggil makhluk sejenis memasuki ruangan tanpa terlihat kabel, atau mesin di dalamnya. Makhluk itu memiliki corak lain yakni berwarna merah dan tekanan suara berbeda, terdengar lebih halus—jenis betina.

"Sudah 30 anak manusia yang gugur. Dan statistik menunjukkan, akan terus berkurang tiap jamnya," ucap makhluk yang ukurannya lebih besar dari makhluk bercorak biru.

"Hanya dibutuhkan 10 anak manusia untuk lolos dalam 10 level yang kita tawarkan. Lebih dari itu, anak-anak manusia itu memang layak untuk—"

"Oag!" panggil makhluk bercorak merah lainnya yang datang memotong ucapan makhluk bernama Oag.

"Ada anak manusia yang membawa senjata," ucapnya yang membuat Oag langsung meminta ditunjukkan keberadaan anak manusia itu.

"Siapa dia?" tanya Oag kepada makhluk yang bertugas bagian identifikasi latar belakang para anak manusia.

"Namanya Daniel Mandarin. Dia anak dari Daniel Maximilan dan Mayleen," jawab petugas bercorak biru.

"Dia menggunakan sebuah pedang laser berwarna kuning. Apakah manusia sudah menerapkan senjata itu di abad ini?" tanya Oag menatap para operator di sekitarnya tajam.

"Masih dalam tahap pengembangan dan diawasi ketat oleh pemerintah di negara yang bersangkutan, Oag. Sepertinya, itu senjata ilegal. Pasti ada manusia yang membuatnya karena tak ada lisensi dari pemerintah," jawab operator tersebut dari hasil analisis senjata.

"Panggil Jenderal! Awas saja jika dia berani menipu kita," tegasnya garang.

Dua makhluk bercorak merah segera pergi meninggalkan ruangan, dan tak lama, seorang manusia dewasa muncul dengan seragam layaknya seorang perwira.

"Itu apa?" tanya Oag menunjuk pedang yang digunakan Mandarin dengan silau warna emas. Praktis, mata Jenderal itu melebar.

"Agh! Aku tak menyangka jika komplotan mafia itu masih hidup dan memberikan senjata itu kepada generasi mereka," jawabnya dengan mata terpejam dan menundukkan wajah.

"Kalian memiliki konflik dengan sesama manusia di waktu silam dan belum usai sampai sekarang? Kau bilang jika duniamu sudah damai dan tak ada perang lagi. Oleh karena itu, kita menerapkan sistem ini sekarang," tegas Oag menatap sang Jenderal tajam.

"Ya. Memang seperti itulah yang kami tahu. Para mafia itu sungguh licik," jawabnya seraya membuka mata.

"Lalu ... siapa mereka?" tanya Oag seraya mendekat dan tentakelnya terjulur ke wajah sang Jenderal, meraba kedua pipinya. Jenderal manusia itu terlihat gugup, meski mencoba tetap tenang.

"13 Demon Heads. Pedang itu disebut Silent Gold. Namun aku pastikan, mereka bukan ancaman. Terlebih, anak-anak itu, tetaplah anak-anak," tegasnya tegang.

"Kita lihat saja, Jenderal. Apakah ucapanmu terbukti?" jawab Oag seraya melepaskan juluran tentakelnya yang hampir memasuki lubang hidung dan telinga sang Jenderal. Suasana di tempat itu tegang seketika.

***

ILUSTRASI

SOURCE : PINTEREST, GOOGLE, ArtStation, etc.

tadi mati lampu dan hujan gede, jadi bobo aja😆 eh pas bangun udah sore. kwkwk baru inget si novel pink belom di up. semoga suka dan jangan lupa like serta komennya. ditunggu tipsnya. lele padamu😍

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!