NovelToon NovelToon

The Tyrant'S Desire (Hasrat Cinta Sang Penguasa)

Menghindar

Hargai karya penulis, jika tidak suka. Tinggalkan 🙏🙏

*

*

Jumpa dengan karya baru author, mohon dukungannya dengan memberikan like dan favorit.

cerita ini sedikit berbeda dengan cerita author yang sudah-sudah, walaupun masih tetap komedi dan santai. Dengan konflik yang ringan.

Happy reading guys 🥰

🌟🌟🌟

Tok...tok...

Suara ketukan di pintu begitu keras terdengar, tetapi tidak ada terdengar suara dari dalam rumah yang memprotes apa yang dilakukan orang pada pintu rumahnya. Sepertinya, rumah dalam keadaan kosong.

"Tidak ada orangnya Tuan" beritahu orang yang mengetuk pintu rumah tadi, kepada orang yang berdiri membelakangi pintu.

"Coba lagi, mungkin saja dia sedang tidur. Gadis itu tidak terlihat meninggalkan rumah" ujar pria yang tinggi tegap, kumis menutupi bibirnya m Sehingga ada kesan sangat terlihat dari raut wajahnya.

Bagaimana bisa terdengar, gadis yang menjadi penghuni rumah tersebut sedang berada dihalaman belakang. Dan terlihat headset di telinganya.

Jovanka, gadis yang berusia hampir 20 tahun. Dia tinggal bersama dengan saudara laki-lakinya, tetapi saat ini. Jovanka tinggal sendiri, karena saudara kandungnya pergi bekerja.

Suara ketukan di pintu semakin keras, jika pintu bisa berkata-kata. Mungkin pintu sudah menangis dengan keras sampai meraung-raung, untunglah pintu benda mati. Sehingga pintu dianiaya juga diam saja.

Dari mulut gadis tersebut terdengar lagu yang berjudul killing me softly

🎶 Strumming my pain with his fingers.

Singing my life with his words.

Killing me softly with his song.

Killing me softly with his song.

Telling my whole life with his words.

Killing me softly with his song.

I heard...

"Aaa...!"

Bukk..k..

Jovanka jatuh telungkup nangkap kodok, karena asik menyiram tanaman bunganya. Dia tidak melihat selang air melintang didepannya.

Dan akhirnya..

"Dasar selang sialan!" umpatnya.

Headset ditelinganya terlepas, apa yang dialami pintu rumahnya tertangkap telinganya. Setelah headset tidak lagi nempel ditelinga Jovanka.

Tok...tok..tok...

Dug..dug...dug..

Ketukan di pintu masih terjadi, ketukan itu bukan hanya terdengar dari hasil tangan, tetapi terdengar seperti suara kaki menendang pintu rumah. Jovanka mendengarnya.

"Siapa yang ingin merobohkan pintu rumahku? awas orang itu, aku akan menjotos wajahnya!" seru Jovanka dengan tangan terkepal, dia melenggang menuju depan, dengan langkah kaki setengah berlari.

Dengan raut wajah masam, Jovanka membuka pintu rumahnya.

"What...!" Jovanka sontak terkejut, begitu pintu terbuka. Empat orang yang berpakaian serba hitam berdiri didepan pintu.

"Apa ada kematian dilingkungan rumah? mereka sepertinya salah rumah!" gumam Jovanka, seraya menatap wajah-wajah yang berdiri diberanda depan rumahnya.

"Bro, salah rumah. Disini tidak ada orang yang meninggal" ujar Jovanka.

Orang tersebut tidak menanggapi ucapan Jovanka.

"Apa anda Miss Jovanka Lovata Reuel?" tanya orang yang tepat berdiri didepan Jovanka.

"Ya" sahut Jovanka heran, karena orang itu tahu namanya dengan lengkap. Sebenarnya, tidak semua orang yang tahu dengan nama panjang Jovanka. Orang yang mengenalnya, selalu memanggilnya dengan panggilan Jo. Kalau orang tidak mengenalnya dengan dekat, orang mengira Jovanka laki-laki yang imut. Karena Jovanka lebih suka menutupi rambutnya dengan topi, dan memakai baju yang longgar. Sehingga lekuk tubuhnya terlindungi dari mata para pria.

"Miss Reuel, kami membawa pesan dari Tuan Eric Godfrey. Bahwa Tuan menunggu kedatangan Miss Reuel" ucap laki-laki tersebut dengan bahasa yang tertata rapi, dan terdengar kaku suaranya. Dan dari nada bicaranya, tidak menerima penolakan.

"Wait a minute ! siapa Tuan Eric Godfrey? kenapa dia menunggu kedatanganku? Aku tidak mengenalnya?" tanya Jovanka dengan wajah terlihat bingung.

Jovanka bingung, baru hari ini dia mendengar nama orang yang menunggu kedatangannya tersebut.

"Ini ada hubungannya dengan Tuan Bastian Reuel" ucap orang tersebut.

"Anda mengenalnya kan?" tanya pria tersebut.

"Dia kakak saya, ada apa dengannya? apa dia mengalami masalah?" timbul rasa khawatir dalam hati Jovanka.

Sudah dua bulan dia hilang kontak dengan kakaknya tersebut, biasanya. Bastian selalu menghubunginya.

"Tuan menunggu kedatangan Miss Reuel, Tuan yang akan mengatakan kepada Miss Reuel sendiri" kata pria yang berada dihadapannya, sedangkan tiga laki-laki yang dibelakangnya. Hanya diam, menatap kearah kiri dan kanan.

"Kalau aku tidak mau, bagaimana? Aku tidak mengenal kalian?" tanya Jovanka sembari menatap wajah laki-laki tersebut dengan tajam, dan tidak ada rasa khawatir terlihat diraut wajah Jovanka. Walaupun sebenarnya, dada Jovanka sudah berdetak kencang. Tetapi dia tidak mau menunjukkan rasa takut, terlihat di wajahnya.

"Jangan sampai kami bertindak kasar Miss" ancam pria tersebut dengan suara yang dingin dan datar.

"Hei! Mr black, jangan main ancam ya. Aku tidak mengenal kalian, bisa saja kalian ingin menculik aku, dengan menyebutkan nama saudaraku. Agar aku ikut dengan kalian, begitu aku ikut dengan kalian. Mungkin saja, kalian akan menjual seluruh organ tubuhku?" Jovanka meneliti wajah-wajah yang ada didepannya.

"Ganteng! tapi sungguh mencurigakan, patut diwaspadai mereka semua!" dalam benak Jovanka.

Pria yang berdiri tepat dihadapan Jovanka tidak terpengaruh dengan apa yang dikatakan Jovanka.

"Miss Reuel, kami akan menjemput Miss besok pagi. Tuan Eric Godfrey tidak mau menerima penolakan" setelah berkata, keempat pria tersebut meninggalkan kediaman Jovanka.

"Apa itu tadi? aku tidak bermimpi kan?" Jovanka menepuk pipinya dengan keras.

"Awww..!" pipinya terasa sakit.

"Aku tidak bermimpi, ini nyata. Gila...! siapa mereka?" pertanyaan berseliweran di otaknya.

"Enak saja dia memberikan perintah, tidak menerima penolakan. Aku juga tidak mau menerima perintah, enak saja memberi perintah kepada aku!" seru Jovanka dengan suara yang lantang, agar orang yang belum terlalu jauh meninggalkan rumahnya mendengar.

Dertt...dertt..

Ponsel dalam sakunya bergetar, Jovanka mengeluarkan ponselnya.

"Kakak!"

Pesan masuk dari Bastian Reuel, dengan cepat Jovanka membuka pesan tersebut dan membacanya.

"Jo, datanglah ke pulau Saint Angel" bunyi pesan dari Bastian.

"Saint Angel? dimana itu?"

Dalam pesannya, Bastian juga memberitahukan cara menuju pulau Saint Angel.

Jovanka berusaha menelpon ponsel Bastian, kakaknya. Tapi ponsel Bastian tidak terhubung.

"Aku harus cepat pergi, sebelum orang-orang itu kembali." ujar Jovanka, setelah tidak berhasil menghubungi ponsel Bastian.

Jovanka memasukkan bajunya secara sembarangan kedalam tas ransel yang selalu menemaninya pergi kemanapun juga.

"Hampir lupa" Jovanka mengambil foto keluarganya dan memasukkannya kedalam dalam tas.

Kemudian Jovanka mengunci pintu rumahnya, lalu keluar dari pintu belakang. Jovanka memutuskan untuk keluar dari belakang, karena takut. Orang-orang yang datang kerumahnya tadi masih berada didekat rumahnya.

Pemikiran Jovanka benar, karena tidak semua orang tersebut pergi meninggalkan rumah Jovanka. Dua orang tinggal menjaga, agar Jovanka tidak kabur.

Ternyata, apa yang ditakutkan oleh orang suruhan Tuan Eric Godfrey terjadi. Jovanka kabur, tapi mereka tidak tahu. Otak kecil Jovanka sungguh cerdas, dia kabur melalui belakang rumah. Walaupun harus menaiki tembok, tapi Jovanka berhasil melaluinya.

"Berhasil" Jovanka menepis kotoran yang mengenai bokongnya, karena posisi jatuhnya. Dia terduduk di rerumputan belakang rumah orang.

"Jovanka! kenapa kau seperti maling?" suara Arisa membuat Jovanka menoleh kearah kirinya.

"Diam, aku harus pergi" ucap Jovanka.

"Kau mau pergi kemana?" tanya Arisa.

"Berpetualang" jawab Jovanka asal.

"Ikut!" seru Arisa.

"Kau!"

"Iya, aku. Tidak mungkin Oma" kata Arisa.

"Apa kau mau meninggalkan oma sendirian?"

"Jangan khawatir, Oma pergi mengunjungi aunty Bella. Oma pergi selama sebulan, kau pergi tidak selama itu kan?" tanya Arisa.

"Mungkin tidak" sahut Jovanka.

"Ikut ya?" mohon Arisa.

"Cepat, aku beri waktu 5 menit" titah Jovanka.

Secepatnya Arisa masuk kedalam rumahnya, karena lokasi rumah Jovanka. Belakang rumah Arisa, sehingga Jovanka melompat dari temboknya jatuh dihalaman belakang rumah Jovanka.

"Tra..la..la.. selesai!" Arisa keluar dari dalam rumahnya dengan membawa tas ransel seperti Jovanka, dan syal menutup lehernya.

"Kau tidak memakai topi?" tanya Jovanka, seperti dia saat ini. Topi menutup rambut panjangnya.

"Tidak! aku tidak mau menutupi rambut indah ini" Arisa mengibaskan rambutnya.

"Ayo kita pergi"

"Ayo kita berpetualang!" seru Arisa.

"Berpetualang? kalau kau tahu, kemana kita pergi. Pasti kau tidak akan mau ikut." gumam Jovanka.

Keduanya sampai di dermaga menuju pulau Saint Angel.

"Kita naik kapal?" tanya Arisa.

"Yup" sahut Jovanka.

"Serius?" wajah Arisa terlihat pucat, karena dia sangat takut naik kapal.

"Iya"

"Kenapa tidak kau bilang, bahwa kita akan naik itu?" Arisa menatap kapal laut yang tidak terlalu besar didepannya.

"Kenapa? apa kau batal ikut?" tanya Jovanka seraya menatap wajah Arisa yang berdiri menatap kearah kapal didepannya.

Terlihat kebimbangan terbaca di raut wajah Arisa, mau kembali kerumahnya. Sudah berada disini.

"Aaahh...!" Arisa mengacak-acak rambutnya dengan jemari tangannya.

"Hei! apa kau ingin menakut-nakuti orang dengan rambut kribo mu itu" ujar Jovanka.

"Aku ikut!" seru Arisa.

"Jangan menyesal?" kata Jovanka.

"Menyesal juga sudah sampai sini, ayo " Arisa naik keatas kapal, Jovanka mengikutinya dari belakang.

🌟🌟🌟

Next...

Like

Like

Like

Thanks....

Pulau aneh

Jumpa lagi dengan author recehan rempeyek kacang ✌️.

Happy reading guys ❤️.

❤️❤️❤️

Seorang gadis duduk, dan seorang lagi tiduran di deck kapal. Keduanya mengalami mabuk laut, karena ombak yang tinggi membuat kapal terombang-ambing. Jovanka dan Arisa merasakan mual dan pusing. Jovanka masih dapat menahan mual, sedangkan Arisa tidak. Perutnya sudah kosong, karena isinya sudah keluar semua. Saat dia muntah tadi.

"Aah..!" kenapa aku bisa mabuk begini" Jovanka menutup mulutnya, kepalanya terasa pusing tiba-tiba, saat matanya terbuka. Jovanka menutup matanya, agar pusingnya tidak semakin menjadi-jadi.

"Risa, kenapa kau tidur disitu. Jorok itu" kata Jovanka dengan mata yang masih tertutup.

"Kalau tidak disini, aku harus tidur dimana? apa diatas kasur empuk milik kapten kapal ini?" tanya Arisa.

"Sini" Jovanka menepuk kursi yang didudukinya.

"Nggak sanggup lagi aku naik keatas kursi itu, biarkan aku disini. Tolong, jika sudah sampai, bangunkan ya" kata Arisa.

"Hemm" sahut Jovanka dengan mata terpejam.

Tidak ada lagi suara, karena mereka duduk diluar kapal. Hanya terdengar suara deburan ombak, dan suara burung camar mencari makan terbang disekitar kapal.

Terdengar suara langkah kaki yang lembut, tapi langkah itu tidak terdengar ditelinga Jovanka dan Arisa. Mereka sudah dalam keadaan setengah tidur, atau lemas. Tidak ada yang tahu, yang tahu hanya mereka berdua.

"Nona, kenapa kalian berdua?" suara seorang wanita menyapa Jovanka dan Arisa.

Jovanka membuka matanya, dan mendongak menatap orang yang berdiri didepannya. Seorang wanita yang jangkung, berdiri didepan Jovanka yang duduk menyandarkan kepalanya di kursi.

"Mual, dan pusing kepala kami Nyonya" jawab Jovanka, sedangkan Arisa hanya diam. Mungkin saja Arisa sudah tidur.

"Kapal ini terlalu goyang" sambung Jovanka lagi.

"Saya juga pusing dan mual, tidak biasanya begini. Saya keluar untuk melihat pemandangan, didalam. Kepala saya bertambah pusing " kata wanita tersebut.

"Apa Nona ini juga?" tanya wanita tersebut kepada Jovanka, dengan menunjuk jemarinya kearah Arisa yang telentang.

"Iya, dia sudah mengeluarkan isi perutnya. Sehingga dia lemas" beritahu Jovanka.

jovanka memejamkan matanya kembali, karena rasa pusing menyerangnya kembali.

Sedangkan wanita tersebut, duduk di kursi didekatnya.

"Nona, makan ini" ujar wanita tersebut kepada Jovanka.

Jovanka membuka matanya, dan menoleh kesamping. Dimana wanita tersebut duduk.

"Apa itu?" tanya Jovanka sembari memandang tangan wanita tersebut.

"Hanya permen mint Nona, jangan khawatir. Hanya permen, tidak mengandung zat membuat orang tidur. Dan juga tidak ada zat perangsang, lihatlah. Saya juga memakannya." wanita tersebut membuka mulutnya, dan terlihat diatas lidahnya ada permen.

Jovanka masih ragu untuk menerima pemberian wanita tersebut.

"Saya biasa membawa ini, jika ingin naik kapal Nona. Karena saya juga sering mengalami mabuk laut" ucap wanita tersebut.

"Makanlah, permen ini bisa mengurangi rasa mual ingin muntah" ucap wanita tersebut.

Jovanka menerima permen pemberian wanita tersebut, kemudian memasukkannya kedalam mulutnya.

"Kalian mau ke pulau Saint Angel?" tanya wanita itu kepada Jovanka.

"Iya Nyonya" sahut Jovanka.

"Beri kepada temanmu" titah wanita tersebut kepada Jovanka.

"Ris..Risa!" panggil Jovanka.

"Hem..! sudah sampai?" tanya Arisa dengan mata yang masih menutup.

"15 belas menit lagi sampai" sahut wanita tersebut.

"Risa, makan ini" Jovanka bangkit dari tempat dia duduk, Jovanka berjalan menghampiri Risa. Memberikan permen yang diberikan wanita itu.

"Apa ini" Risa menerima permen, dan meneliti bacaan yang ada dibungkus permen.

"Makan, hanya permen" kata Jovanka.

"Baca dulu, mungkin saja permen. Tapi ada kandungan zat terlarang didalamnya" ucap Risa.

"Hih..!" Jovanka menoyor jidat Risa.

"Tidak ada zat mematikan didalam permen itu Nona, jangan khawatir" ujar wanita itu.

"Lihatlah, aku juga memakannya. Buang rasa khawatir yang berlebihan" kata Jovanka, dan kembali ketempat dia duduk semula.

"Kalian sudah sering berkunjung ke pulau Saint Angel?" tanya wanita tersebut.

"Baru kali ini Nyonya" jawab Jovanka.

"Apa Nyonya tinggal, atau berkunjung ke pulau Saint Angel?" Jovanka bertanya kepada wanita itu.

"Oh..kita belum berkenalan, saya Lauri Rivera" wanita yang bernama Lauri mengenalkan diri.

"Saya Jovanka Nyonya Rivera, dan teman saya itu. Arisa " beritahu Jovanka.

"Kalian liburan?" tanya nyonya Lauri Rivera pada Jovanka.

"Iya Nyonya." Jovanka tidak mengatakan, kenapa dia mengunjungi pulau Saint Angel.

Karena, saudaranya Bastian memberikan pesan kepadanya. Agar dia tidak mengatakan apapun mengenai tujuannya ke pulau saint Angel.

"Pulau Saint Angel tempat yang indah, kalian akan betah liburan disini" kata nyonya Lauri Rivera.

" Apakah nyonya tinggal di pulau Saint Angel? atau liburan seperti kami juga?" tanya Arisa sembari bangkit dari rebahannya dan sekarang duduk dilantai kapal.

"Saya tinggal disini, oh ya. kalian harus hati-hati jika menyangkut penguasa pulau ini" kata nyonya Lauri Rivera kepada Jovanka dan Arisa.

"Kenapa nyonya" sontak Arisa bangkit dari duduknya, dan beranjak mendekati Jovanka dan nyonya Lauri Rivera.

" Penguasa pulau ini orang yang tidak tersentuh, dan tidak ada orang yang pernah menyebutkan namanya. Pernah orang menyebut mamanya, keesokan harinya. Orang itu sudah hilang dari pulau ini" cerita nyonya Lauri Rivera dengan suara yang sangat pelan.

"Seperti apa orangnya?" tanya Jovanka kepada nyonya Lauri Rivera.

" Pasti orangnya sangat mengerikan, rambutnya panjang. Giginya hitam karena keseringan menghisap tembakau, kulitnya hitam karena tidak pernah mandi" ujar Arisa.

"Hitam? seperti mu? jangan-jangan kalian bersaudara" ledek Jovanka, karena kulit Arisa juga hitam.

"Hei! aku bukan hitam, aku ini eksotis. Karena aku suka berjemur di pantai" ucap Arisa.

"Jangan mengejek penguasa pulau ini, walaupun dia tidak ada disini. Mata-matanya sangat banyak, burung yang berterbangan itu. Mungkin saja salah satu mata-matanya" ucap nyonya Lauri Rivera.

"Apa segitu mengerikan orang itu?" tanya Jovanka.

"Dan tidak ada yang pernah melihat wajah orang tersebut, dia hanya keluar saat penduduk pulau sudah berada dalam peraduan."

"Fix sudah, orang itu pasti orang yang sangat jelek. Sehingga dia tidak berani menunjukkan wajahnya yang jelek didepan umum" kata Arisa.

"Nona, dengarkan apa yang saya katakan. Jangan sesekali menyebutkan nama penguasa pulau ini, dan selamat liburan" nyonya Lauri Rivera pergi.

Jovanka dan Arisa saling pandang.

"Nyonya!" jovanka menoleh kearah nyonya Lauri Rivera berjalan, tetapi nyonya Lauri Rivera sudah tidak terlihat lagi.

"Cepat sekali nyonya itu berjalannya, sedangkan dia memakai tongkat" kata Jovanka.

Nyonya Lauri Rivera berjalan dengan memakai tongkat, sehingga Jovanka dan Arisa heran. Secepat itu nyonya Lauri Rivera tidak terlihat.

"Benar, jangan-jangan nyonya Lauri Rivera itu. Salah satu mata-matanya penguasa pulau ini" kata Arisa.

"Kau percaya dengan yang dikatakan oleh nyonya Lauri Rivera tadi?" tanya Jovanka.

"Sedikit, mungkin saja apa yang dikatakannya tadi tentang penguasa pulau itu ada benarnya. Dan sebagian sudah ditambahi bumbu" kata Arisa.

"Bagaimanapun, kita harus hati-hati" ingatkan Jovanka kepada Arisa, karena Arisa orang yang sedikit ceroboh.

🌟🌟🌟

Kedua gadis yang baru turun dari kapal menyusuri jalanan yang ramai dengan orang yang berjalan kaki.

"Jo, apa kau tidak heran. Kenapa tidak ada mobil yang berlalu lalang? orang pada berjalan kaki.

Next..

Jangan lupa untuk selalu menekan tombol like..

**Like

Like

Like

Mampir juga ke cerita author.

👇👇

Husband for my mother**.

Mencari

Jangan lupa like like like ya kakak-kakak, lope..lope sekebon singkong 🤩🙏.

🌟🌟🌟

Kedua gadis turun dari atas kapal, keduanya bingung. Mau kemana kaki mereka melangkah.

"Jo, kenapa tidak ada kendaraan lalu-lalang?" tanya Arisa kepada Jovanka.

"Mungkin saja, jalan dekat pelabuhan. kendaraan dilarang masuk" jawab Jovanka.

"kita mencari hotel naik apa? apa kita jalan kaki? oh..no! kakiku ini tidak bisa berjalan jauh Jo!" rengek Arisa.

Jovanka memutar badannya menghadap Arisa, dengan berkacak pinggang. Jovanka mengeluarkan jurus mata melotot dan sedikit omelan kepada Arisa, yang sedari tadi hanya mengeluh.

"Ris, ini masih didekat pelabuhan. Dan jika ingin kembali, silakan. Tadi aku tidak mengajakmu, kau yang ingin ikut!" ucap Jovanka.

"oke..oke!" aku akan silent" jemari Arisa memberikan gerakan tutup mulut kearah bibirnya.

Jovanka memutar badannya, menghadap kearah persimpangan jalan. Dia bingung, kearah mana jalan yang harus dilaluinya.

"Jo, kemana kita? kanan atau kiri?" tanya Arisa.

"kanan-kiri, kiri-kanan" ucap Jovanka, sembari menggerakkan jari telunjuknya. kearah kiri dan kanan.

Jari telunjuk Jovanka berhenti kearah kanan.

"kesana kita!" seru Jovanka kepada Arisa, dengan penuh percaya diri.

"kesana! kenapa tidak kesana saja?" tanya Arisa seraya menunjuk kearah kiri, sedangkan Jovanka menunjuk kearah kanan.

"Menurut feeling" sahut Jovanka.

"Bagaimana jika feeling mu salah?" tanya Arisa.

"Hemh! kita kembali lagi!" seru Jovanka.

Jovanka melangkah menuju arah yang ditunjuknya, Arisa mengikutinya dari belakang.

"kembali lagi ke sini? aduh..! keram kakiku" Arisa meratapi nasibnya.

Niatnya ingin jalan-jalan, tapi nasib apes yang dialaminya. Sejak dari atas kapal.

"lihatlah, kita sudah keluar dari pelabuhan" ujar Jovanka.

"Jo, rumahnya sungguh aneh. Apa ada hotel disini? lihatlah, rumah disini terbuat dari batu-batu besar. Seperti rumah keluarga flintstone" ucap Arisa dengan berbisik.

"Tuan..tuan" Jovanka menyapa seorang laki-laki yang lewat dari hadapannya.

"Iya Miss" sahut pria setengah baya tersebut.

"Apakah Tuan bisa memberitahukan kami hotel ada di jalan apa?" tanya Jovanka.

"Sini tidak ada hotel Miss, disini hanya ada rumah untuk disewakan" beritahu pria tersebut.

"What..! tidak ada hotel? kita tidak bisa berendam?" kaget Arisa, karena sejak turun dari atas kapal. Arisa sudah membayangkan ingin mendinginkan badannya, dengan berendam bersama dengan wewangian yang membuatnya menjadi rileks.

"Disini sama sekali tidak ada hotel, gedung pencakar langit?" tanya Jovanka dengan mimik wajah yang heran.

"Tidak ada Miss, disini dilarang untuk membangun gedung-gedung yang tinggi" beritahu pria tersebut.

"Tuan, apa ada larangan dari penguasa pulau saint Angel untuk membangun gedung-gedung tinggi dilarang?" penasaran Arisa, sehingga jiwa kepo nya mengeluarkan pertanyaan seperti itu.

"Kalau mengenai pembangunan gedung pencakar langit, itu larangan dari Tuhan sang pencipta Miss" jawab pria tersebut.

Drap...drap...

Terdengar suara drap dari kejauhan, membuat pria yang berbicara dengan Jovanka dan Arisa tiba-tiba menepi dan langsung menundukkan kepalanya. Seperti sedang mengheningkan cipta.

Jovanka dan Arisa sontak kaget, dan terheran-heran. Melihat orang yang tadinya sedang berjalan, tiba-tiba menepi dan menundukkan kepalanya.

"Miss..Miss..! minggir, jangan ditengah jalan. Ada yang mau lewat!" seru pria tersebut, sembari menundukkan kepalanya.

Jovanka dan Arisa tersadar, langsung menepi. Mengikuti apa yang dilakukan oleh orang-orang, menundukkan kepalanya.

"Ada apa tuan? kenapa kita menunduk, siapa yang mau lewat?" tanya Arisa, yang jiwa kepo tetap ada. Walaupun sebenarnya, jantungnya sudah berbunyi dug..dug..dug...

Pria tersebut tidak menjawab, dia menundukkan kepalanya. Tangannya lurus dikedua sisi pahanya. Memberi hormat kepada orang yang lewat didepannya, walaupun sebenarnya. Belum ada yang lewat, baru terdengar seperti suara drap kaki kuda.

"Jo, kenapa kita mengheningkan cipta begini? ada apa?" tanya Arisa kepada Jovanka, karena pria yang ditanyainya tidak menjawab.

"Diam, tidak kau dengar apa yang dikatakan orang itu. Ada yang akan lewat" bisik Jovanka kepada Arisa, sembari memberikan cubitan kecil di lengan Arisa.

"Aduh..! kenapa kau mencubit ku" Arisa mengelus-elus bekas cubitan jemari Jovanka.

"Diam!" seru Jovanka kepada Arisa.

Arisa menutup mulutnya dengan rapat, takut dia jiwa kepo nya muncul kembali.

Suara langkah kaki kuda semakin mendekati tempat mereka, dan sebelumnya. Ada seekor anjing besar berjalan dulu, dan berhenti didepan Jovanka dan Arisa.

"Oh..my God!" seru batin Jovanka dan Arisa, saat anjing tersebut mengendus-endus kaki Jovanka dan Arisa.

"Hus..hus..! go..go..anjirr! aku takut. sebentar lagi pipis di ce*lana aku ini" batin Arisa, yang sangat takut dengan namanya anjing dan sejenisnya.

Anjing itu sepertinya tahu, Jovanka dan Arisa orang baru di pulau tersebut. Sehingga lama mengendus-endus kaki Jovanka dan Arisa.

"Conan! let's go Boy!" seru pria dari atas kudanya.

Conan langsung berlari pergi, begitu mendengar suara tuannya. Yang menyuruhnya untuk pergi.

"Thanks God, hamba mu ini terselamatkan" batin Jovanka, walaupun sebenarnya. Dia tidak takut dengan yang namanya binatang berkaki empat, tetapi entah kenapa. Binatang yang baru saja meninggalkannya tadi, sangat mengerikan. Tubuhnya yang tinggi dan besar, matanya tajam menatap wajah Jovanka. Seakan-akan Jovanka ada salah dengannya.

Anjing yang bernama Conan pergi, di gantikan kuda dan penunggangnya yang berdiri didepan Jovanka dan Arisa.

Penunggang kuda tersebut menatap kearah Jovanka dan Arisa, ada senyum smirk disudut bibirnya. Sebelum orang itu dan kudanya pergi dari depan Jovanka dan Arisa.

Begitu kuda-kuda dan penunggangnya menjauh, orang-orang baru mengangkat kepalanya. Dan berjalan seperti biasa, sebelum rombongan tadi lewat.

"Tuan, siapa orang tadi?" tanya Jovanka.

"Pemilik pulau ini, tapi saya tidak tahu. Apakah tadi Tuan besar, atau wakilnya" kata pria tersebut.

"Miss, kenapa dengan temanmu? kenapa dia menunduk terus?" tanya pria tersebut, saat melihat kearah Arisa yang masih dalam keadaan menundukkan kepalanya.

"Hei..Arisa, kenapa kau masih menunduk?" tanya Jovanka seraya menepuk pundaknya.

"Jo, leherku kaku.Aku takut sekali dengan binatang itu tadi. Dia lama sekali dihadapan ku" ucap Arisa dengan suara yang bergetar dan pelan.

"Naikkan kepalamu" titah Jovanka.

"Naikkan kemana? mati aku jika kepalaku dinaikkan" ucap Arisa.

"Permisi Miss, sepertinya temanmu ini terlalu takut. Sehingga lehernya tidak bisa tegak, biar saya beri pijatan" ujar pria tersebut, dan langsung memegang tengkuk Arisa. Dan memijatnya.

"Bagaimana?" tanya pria tersebut kepada Arisa.

"Sudah Tuan, terima kasih" ucap Arisa, setelah lehernya bisa bergerak keatas kebawah, dan kiri-kanan.

"Aku takut sekali, binatang itu lama sekali mengendus kakiku. Sepertinya dia sangat suka dengan kakiku ini" ujar Arisa.

"Karena kalian orang baru, Conan ingin mengenali penghuni baru pulau ini" kata pria tersebut.

Next.. Next...

Jangan lupa untuk menekan like like like like like like 🙏

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!