NovelToon NovelToon

Jejak

Hari Pertama

Hujan tak berhenti turun dari pagi hari, rasa enggan menguasai diri Tiara Fara yang akrab dipanggil Rara. Padahal hari ini adalah hari pertamanya di SMA Bakti.

Keminderan yang muncul dalam diri Rara saat di sekolah adalah karena baik di bangku SMP hingga SMA tak ada cowok yang menyukainya, sedangkan teman-teman sekitarnya telah berganti-ganti cowok.

Angkot langganan di kompleksnya telah tiba, Rara langsung naik, dan diam diliriknya Nita memiliki tas yang bagus, sepatu baru, siap masuk SMA dengan segala yang baru. Rara bukannya gak bisa meminta dari orang tuanya namun dia masih memiliki perasaan, dia tau papanya kerja keras hingga malam baru pulang, kadang tidak pulang. Mamanya hanya ibu rumah tangga, yang membuka usaha kecil-kecilan kios kelontong di pasar, dari pagi hingga sore.

Rara memiliki dua orang adik, Riris dan Rinli, mereka semua berbeda setahun. Konon cerita orang tuanya memang sengaja mereka atur begitu supaya sama-sama kecil, lalu tinggal besarkan semuanya. Berbeda dengan Rara, Riris lebih gengsian, dia ke sekolah gak mau naik angkot, dia rela nungguin teman dekatnya yang menggunakan mobil mewah. Rinli sudah ngotot minta dibelikan motor, jadi Rinli ke sekolah menggunakan motornya sendiri.

Sesampainya di SMA Bakti, Rara rasa minder, semua disitu adalah anak orang berada, dia sebenarnya tak mau masuk SMA Bakti, namun di suruh sama mami Ratna istri dari bosnya papa katanya, "Rara harus masuk SMA Bakti, uang sekolahnya semua akan saya tanggung."

Rara mencari namanya di tiap pintu, hingga berhenti di X MIPA 3, dia berdiri di depan pintu kelas, bingung mau duduk dimana, tak ada yang dia kenal disitu.

"Hai, kok bengong di pintu ayo masuk, duduk sama aku aja disini," ajak dia, di kursi deret kedua dari depan baris ketiga dari kiri, bolehlah pikir Rara.

Rara membalas kebaikan cewek itu dengan senyum, "Namaku Rara," sapa Rara duluan.

"Namaku Lilis, kamu dari SMP mana?" tanya Lilis.

"SMP 45."

"Aku dari SMP Bakti."

Yah kebanyakan siswa yang masuk di SMA Bakti adalah siswa lanjutan dari SMP Bakti.

"Kamu gak usah sungkan, santai aja, sepertinya tak ada teman-temanmu ya yang sekolah disini?" tanya Lilis.

"Tidak ada, hanya saya."

"Hmmm, gak apa-apa lama-lama kamu akan banyak teman."

Waktu semakin mendekati pukul 07.30 kelas mulai ramai dengan anak-anak. Hari pertama sekolah seperti biasa wali kelas yang datang mendampingi, mulai dari pemilihan wali kelas, dan jajarannya, mengingatkan kembali serentetan aturan sekolah.

Lalu pukul 09.00 mulailah pelajaran dimulai, pengenalan materi, dan dimulailah pelajaran pertama. hingga bel istirahat berbunyi pukul 10.25.

"Ke kantin yuk," ajak Lilis.

"Ayuk," jawab Rara.

Kantin sekolah ada empat, mereka memilih yang terdekat, Rara tak napsu makan dia hanya membeli biskuit, air dia bawa dari rumah. Lilis membeli nasi bungkus.

Tampak segerombolan cowok lima orang tinggi-tinggi sepertinya kakak kelas.

"Minggir-minggir, kami mau lewat," sahut mereka.

Lilis langsung menarik tangan Rara, Rara kaget melihat salah satu dari gerombolan itu ada Jose anak dari bosnya papa, Rara langsung cepat-cepat membalik badan membelakangi gerombolan itu.

"Ayo kembali ke kelas," balik sekarang ku tarik Lilis.

"Sabar, ada yang ku mau lihat."

"Apa yang dilihat?"

"Kak Jose dan Bella."

"Emang kenapa?" tanya Rara.

"Lihat aja, mereka kan pacaran, Bella ngebet banget dan bahagia banget bisa pacaran sama kak Jose."

Rara terdiam.

Mereka balik ke kelas, Rara beranikan diri bertanya "kamu kenal kak Jose dan Bella?"

"Bella kelas X sama-sama kita anak X MIPA 1, kak Jose dan Bella sama-sama dengan saya dari SMP Bakti."

"OOO."

"Aku juga naksir kak Jose, tapi kalah saing sama Bella, dia mah berani ngorbanin segalanya buat sama kak Jose."

Rara hanya diam, dia pun naksir Jose, tak dapat menyangkalnya, paras yang rupawan dimiliki Jose, beserta kekayaan buat semakin sempurnanya Jojo panggilan rumahnya Jose. Namun Rarakm tak pernah berani, karena mengingat bahwa orang tua Jose adalah bos papanya.

Saat pulang sekolah tiba, Rara tunggu bis sekolah, Dia berusaha gak melamun di bis, namun dia melihat Jojo tadi sempat main basket setelah bel berbunyi, dan banyak dayang-dayangnya di pinggir lapangan.

Rara menarik napas dalam-dalam, tampak di depannya seorang siswa SMA Bakti juga sepertinya kakak kelas, namun karena cowok dia enggan memanggilnya.

Rara berhenti di halte dekat rumah, lalu mengeluarkan payung dan berjalan kaki hingga ke rumah. Rumahnya masih sepi, mamanya belum pulang dari pasar jam telah menunjukan pukul tiga sore.

Percuma untuk tidur, Lilis lagi main HP, Rinli belum pulang, Rara langsung mengerjakan tugas hariannya, masak air panas termos, panaskan nasi, dan makanan, lipat pakaian jika ada ataupun cuci pakaian.

Malamnya saat semua kumpul di meja makan, papa belum pulang dari kerja, hp mama berbunyi ternyata panggilan dari mami Ratna,

"Hallo Wi..lagi buat apa?" tanya mami Ratna.

"Lagi makan malam sama anak-anak."

"Gimana sekolahnya Rara?"

"Baik Bu."

"Mana dia, aku mau bicara sama dia."

"Hallo nduk, gimana sekolahmu?"

"Baik mami, semuanya bagus."

"Puji Tuhan, kamu gak lihat Jojo?"

"Gak Mami, tadi Rara tidak keluar kelas."

"Hmmm ya, masih baru jadi masih sungkan ya."

"Iya mami."

"Oklah, belajar yang baik ya nduk."

"Iya mami."

Rara mengembalikan ponsel ke mama.

"Terima kasih sekali Bu, bisa sekolahkan Rara di sekolah bagus."

"Gak apa-apa, sudah harapan saya dari dulu, dari Rara masih TK, udah ya sampai jumpa hari Sabtu, ada rapat di rumah sini, bantu - bantu masak."

"Iya Bu."

"Ma, Riris bisa sekolah di SMA bakti juga gak?"

"Tidak nak, mbakmu bisa sekolah di sana kan semua biaya dari mami Ratna."

"Baiklah."

"Biayanya mahal nduk."

"Iya ma."

"Masing-masing orang ada jalan berkatnya masing-masing nduk," ibu berusaha menenangkannya.

"Iya ma," Riris jawab.

"Kamu gak bisa sekolah disitu, kamu kurang tekun belajar, kalau mbak Rara tekun belajar, mampu di situ, nilaimu selama ini pas-pas," Rinli menyambung pembicaraan.

"Apa ada kabel sambung kesitu?" balas Riris.

"Adalah, kita semua di meja makan."

"Sudah-sudah makan dulu," ujar ibu.

" Aku sadarkan dirimu, sebelum kamu ngotot minta yang tak harus kamu minta," kata Rinli.

"Emang nilaimu bagus?" tanya Riris.

"Tidak, makanya tak pernah ku berpikir mau masuk di sekolah itu, ku sudah rencanakan ku mau masuk STM."

"Ya udah diem," Riris kesel.

Rara hanya diam, selesai makan dia langsung masuk kamarnya, malam ini tugasnya Riris merapikan meja makan.

Malam ini Rara tidur cepat, dia tak mau terlambat besok ke sekolah, ntahlah apakah dia kuat berada di sekolah itu.

Perkenalan

Kehidupan di SMA berbeda banyak dengan di SMP. Kuantitas yang diberikan guru, pelajaran yang lebih banyak mengutamakan diskusi kelompok. Rara berusaha mengikuti semuanya.

Karena membentuk sebuah kelompok diskusi itulah maka perkenalan di dalam kelas semakin kuat terjalin.

Ada teman yang paling malas di ajak kerja sama seperti Irwan, ada yang paling rajin seperti Sofi, Lilis dan Rara masuk dalam golongan sedang-sedang, mereka tak malas namun enggan menunjukan diri bahwa mereka rajin.

Di kelas ada yang namanya Bima, perawakan Bima gak jelek-jelek amat, dia punya teman satu geng Indra dan Ruli. Geng itu terkenal sok cool,yang membuat banyak perempuan enggan dekat dengan mereka, walau satu kelas.

Namun ada satu cowok ramah banget namanya Irfan, wajahnya biasa, namun karena supel banyak yang mendekatinya baik hanya untuk pertemanan maupun karena suka.

Rara pun senang banget jika sudah ngobrol sama Irfan.

Irfan sering main ke rumah Rara, selain karena dekat jaraknya juga karena mereka sering terlibat dalam kelompok kerja.

"Ra, kamu satu kelompok lagi sama Irfan?" tanya Lilis.

"Iya."

"Hampir semua mapel kalian berdua satu kelompok, kali ini di Bahasa Indonesia untuk drama kamu sama siapa aja selain dia?" tanya Lilis saat jam istirahat.

"Bareng Bima dan Tia."

"Bima dan Tia cuma tinggal enaknya, paling kalian dua yang buat skenarionya."

"Iya, biarlah."

"Ra, ntar ku ke rumahmu ya, kita selesaikan skenario dramanya," ujar Irfan.

"Ok.m, jam berapa?"

"Jam 3 biar cepat selesai."

"Sip."

"Ku info Bima dan Tia ya."

"Boleh, coba saja kalau ada niat mereka datang kalau gak, coret saja nama mereka."

"Janganlah."

Sorenya pukul tiga Rara sudah mandi, nungguin Irfan.

"Jam berapa ni, dah harum," goda adiknya Rinli.

"Nunggu teman, mau kerja kelompok."

"Disini?"

"Iya, bagus kan daripada ku keluarkan uang angkot."

"Iya si."

"Kak Irfan juga datang kak?" tanya Riris dari dalam kamarnya.

"Iya, emang kenapa?"

"Gak papa."

"Hmmm Riris sudah dari awal kak Irfan datang dia sudah taksir kak, mereka sudah saling tukar nomor HP."

Rara terkaget sudah sejauh itu perkenalan Riris dan Irfan pantas saja Irfan senang kerja kelompok disini.

Irfan tiba di depan rumah.

"Selamat sore," ucap Irfan.

"Sore," balas Rara.

"Kita belajar disini?" tanya Irfan.

"Iya."

"Riris dimana?" tanya Irfan.

"Di dalam, mau ku panggilan?"

"Iya."

"Ris....," panggil Rara.

"Ya."

Riris segera keluar dari kamar.

Rara lihat waw rapi banget,

"Ini pesenanmu."

Irfan memberika sebuah novel ditektif.

"Terima kasih kak🤗," Riris senyum lebar, Irfanpun demikian.

Rara seperti terpukul melihat semua itu, apakah selama ini dia yang buat, sudah hampir enam bulan mereka sering belajar bareng di rumahnya, namun Rara tak sadar tentang hubungan Irfan dan Riris.

Rara segera cepat-cepat menyelesaikan skenario dramanya, dia ingin Irfan cepat pergi dari rumahnya, ntah kenapa apa karena cemburu di hatinya. Bima dan Tia juga datang namun kerjanya hanya main HP, jika di tanya hanya jawab iya, iya begitu sudah benar.

"Rajin banget," Suara dari pagar.

"Sore kak, ada apa datang," Rara segera berdiri dan berlari ke pagar, Jose sedang di pagar.

"Cuma antar ini, mami buat katanya untuk kamu, gua langsung pulang," Jose menyerahkan sebuah bingkisan.

"Terima kasih kak, nanti ku telpon mami," jawab Rara.

Irfan, Bima dan Tia sempat berbalik mereka kaget, bintang SMA Bakti muncul di pagar. Jose setelah mengantarkan makanan langsung pulang.

"Tadi tu kak Jose, Ra?" tanya Tia.

"Iya."

"Kamu kenal?" tanya Irfan.

"Kenal banget," Riris langsung menjawab dari dalam ruang tamu.

"Kenal gimana, saudara?" tanya Bima.

Rara menyerahkan bingkisan ke Riris, "Tolong taruh di meja."

Rara langsung mengambil ponselnya dan menelpon mami.

"Hallo mami, selamat sore."

"Sore sayang, sudah sampai kuenya?"

"Sudah mi, terima kasih."

"Gimana, enak?" tanya mami.

"Belum makan Mi, Rara masih belajar kelompok."

"Rajinnya, Jojo kok gak pernah belajar kelompok ya, ya udah selamat belajar ya nduk."

"Iya mi, terima kasih."

Rara mematikan panggilannya.

"Ayah kak Jose adalah bos papaku, maminya kak Jose yang menyekolahkan ku di SMA Bakti, karena papaku orang kepercayaan papanya kak Jose."

"Oh begitu," ucap Tia.

"Ayo bagaimana kerjaan kita, sudah selesai?" tanya Rara.

"Sudah ini, ayo praktek," ajak Irfan.

Keempat anak itu mempraktekan drama bahasa Indonesia yang akan mereka tampilkan.

Selesai Latihan, Bima dan Tia langsung pulang. Riris ngobrol bentar dengan Irfan, Rara masuk ke dalam rumah, mama belum pulang masih sibuk di kantor papa ada kegiatan. Rinli lagi main game.

Pesan masuk di ponsel Rara, dari Bima.

"Hai, jangan sedih lihat Irfan sama adek Lo."

"What?" Rara balas bertanya.

"Hahahaha, kelihatan tau, hari-hari di sekolah dan tadi di rumah."

"Kelihatan apa?"

"Kelihatan lo suka Irfan, tapi terjawab sudah, selama ini gua pikir Irfan sama lo pacaran, kerja kelompok bareng terus, taunya Irfan incer adek lo."

"hmmmm."

"Hahaha, oklah bye bye, tetap semangat."

Rara males membalas SMS tersebut.

Akhirnya ujian akhir semester 1 dimulai, enam bulan di SMA Bakti akhirnya bisa terlewati, Rara berusaha mendapat nilai bagus, dan berhasil. Mami Ratna bangga banget bahkan membandingkan dengan nilai Jose yang pas-pasan. Joses hanya terdiam ketika di marah.

Liburan Natal pun tiba, Irfan resmi pacaran denga Riris, Rara hanya terdiam, dia sudah malas menyukai cowok. Cowok pertama yang ia harapkan malah menyukai adiknya, sempat rasanya jadi minder, apakah dirinya kurang cantik tapi biarlah.

Ketika hari Natal, Rara di rumah mami Ratna, selain bantu-bantu, dia pun bersilahturahmi, dia kenakan gaun yang bagus dan indah sekali pemberian mami Ratna.

Orang akan berpikir Rara adalah putri dari mami Ratna. Kebetulan Jose tak memiliki saudara perempuan.

Semua temannya Jose terkaget melihat Rara,

"Jo, itu Rara anak X MIPA yang cupu?"

"Iya."

"Beda ya."

"Iya, namanya dipoles pasti beda, makanya jangan remehkan orang."

Rara tetap menjauh dari Jose dan teman-temannya, dia lebih senang bersantai di samping rumah sambil melihat kolam ikan yang tenang saat tamu mulai berkurang.

Tak disangka ada yang memikul pundaknya.

"Kok sendirian disini."

Bima datang, Rara menutup matanya, semua SMS Bima, chat WA Bima hanya dibaca tanpa dibalas.

"Gak papa," Jawab Rara.

"Kenapa semua pesanku cuma di baca tanpa di balas?" tanya Bima.

"Maaf," jawab Rara.

"What, maaf, gak bisa."

"ya maaf," pinta Rara.

"Maaf bukan sebuah alasan."

"Ngapain kamu kesini?"

"Aku kan team basketnya Jojo."

"Oh."

"Daritadi ku lihat kamu, tapi you sibuk banget , oh ya, maafmu diterima, besok gua jemput, kita natal kedua bareng ya,"

"Ra, sama siapa tu?" tanya Mami.

"Sama Bima, teman sekelas mi."

"Tante, besok Rara Natal kedua sama saya ya Tante."

Mami Ratna dan Rara kaget melihat keberanian Bima.

"Boleh, tapi jam tiga sore sudah pulang, nanti mami telpon mamanya Rara."

"Siap Tante, Ra besok jam 10 pagi kamu harus sudah siap, dah sampai jumpa besok."

Rara hanya diam.

Mami mendekati Rara, "berani sekali dia."

"Padahal semua Chat dia gak ada yang ku balas mi, tadi ku minta maaf tapi balik di bilang maafnya gak di terima, makanya di paksa natalan kedua dengan dia."

"Hmmm begitu ceritanya, kenapa chat dia kamu gak balas?"

"Dia anaknya sok cool, malas diajak ngobrol."

"Hmmm, besok jalan saja dengan dia, kelihatan dia anak yang baik."

"Iya Mi."

Rara melihat dari jauh, Bima terlihat PD dan supel dengan Jojo dan kawan-kawan team basketnya, mungkin dia cool di kelas aja kali ya.

Ntahlah lihat besok.

Pejajakan

Bima datang dengan motornya, yang biasa saja, bukan moge, kemeja rapi, pukul 12 siang pas dia sudah di depan rumahnya Rara. Untung Rara pun sudah siap. Riris dari pagi sibuk bertanya, "siapa yang jemput kakak?"

"Sudah tanya berapa kali si, Bima, teman yang suka kerja kelompok disini."

"Hmmm, kata Irfan, dia masuk dalam geng anak borju, and geng sok cool, cewek yang deketin dia juga banyak, and centil-centil, Lo sanggup kak bersaing?"

"Bersaing apa si?"

"Untuk mendapatkan hatinya Bima."

"Ku gak mau bersaing, ini jalan hanya untuk silih atas salahku."

"Salah karena tak membalas chattingannya, aneh."

Rara males nanggepin omongannya Riris.

Bima sudah muncul di depan pagar rumah Rara, dia turun, "Selamat siang, Tante."

"Selamat siang," sapa mamanya Rara.

"Selamat Natal Tante, mau ajak jalan Rara."

"Oh, iya, Rara sudah siap, Ra ayo cepat."

"Iya ma," Rara bergegas keluar rumah.

"Tante, pakai motor gak apa apa ya."

"Yang penting hati-hati."

"Iya Tante."

Rara telah siap di boncengan Bima, dia duduk ala cowok, sudah dipesan Bima dari malam, suruh pakai celana jins saja, ternyata Bima pun pakai celana jins.

Motor pun melaju kecepatan sedang, Rara hanya diam.

Rumah pertama ke pakdenya Bima, dari pihak bapaknya.

"Siapa namanya nduk?" tanya bude.

"Rara."

"Sekelas dengan Bima?"

"Iya bude."

"Boleh tau, Kristen kan?"

"Iya Bude."

"Itu Bude wanti-wanti ke Bima, harus satu iman."

Rara hanya senyum, emang dah mau nikah apa, masih kelas satu SMA bude. Dalam hati Rara berbicara.

Setelah itu mereka lanjut lagi ke pakde pihak ibunya, dan ke dua rumah sepupunya.

"Tumben Bima bawa cewek di Natalan, dah berani kamu," ujar kakak sepupunya.

"Daripada jalan sendiri, mama dan papa ke kenalannya."

"Teman Cowok lah, kaget aku, cewek tapi bukan pacar."

"Baru ketemu, di kelas satu ni."

"Hmmm, cantik kok Bim, mirip kakakmu ya."

"Iya, makanya ku ajak dia."

Rara hanya mendengar, dan senyum.

Karena tiap rumah cuma 20 menit, sore jam 5 and mereka sudah bisa nongkrong, Bima ajak ke Gerejanya, nongkrong di teras radio milik Gerejanya, ada beberapa pemuda Gereja juga sedang nongkrong, karena di buka seperti cafe.

"Bima, selesai ya utang gua, karna gak balas chat kamu," kata Rara.

"Jadi seterusnya apabila ku chat, di balas gak?" tanya Bima santai.

"Kita tu ketemu selalu setiap hari, kecuali hari Minggu, apalagi yang mau di bicarakan?"

"Banyak."

"Apa saja?" tanya Rara.

"Cuaca, kabar, teman, apapu, perasaan," jawab Bima.

"Bima, jujur aja ya cewek yang suka kamu tu banyak, kamu tinggal pilih, siapa bisa jadi teman cerita."

"Aku maunya kamu."

"Aku lagi gak deketin kamu," Rara berusaha. menegaskan keadaan yang harusnya Bima tau, menurut Rara.

"Iya, aku tau, kamu sukanya Irfan, tapi Irfan malah pacaran sama adikmu Riris, dan kamu hanya anggap aku teman biasa, teman satu kelompok, yang gak tau Napa, tiap mapel selalu aja kita satu kelompok, nah jika gak ada yang lagi deket sama kamu, apa salah aku yang deket?"

"Gak salah," Rara meminum jus yang di pesannya.

"Kamu sukanya makan apa Ra?" tanya Bima.

"Gado-gado, kamu?"

"Bakso."

"Enakan makan bakso dimana?" tanya Rara.

"Kalau mamaku buat, tapi di depan sekolah juga enak.

"Tadi kata masmu, kamu kakak perempuan?" tanya Rara.

"Iya, persis kamu, lagi kuliah, semester lima."

"Ada di rumah?"

"Iya, kenapa pengen ketemu?" tanya Bima.

"Penasaran, katanya mirip, mirip gimana coba?" tanya Rara lagi.

Bima keluarkan ponselnya dan memperlihatkan foto kakaknya, dan memang mirip dikit si.

"Kami berapa bersaudara Bim?" tanya Rara.

"Dua, dia dan aku aja, namanya Arimbi."

"Kamu sudah lama teman dekat dengan Jojo?" tanya Rara.

"Baru di SMA, yang ku tau dia anak orang kaya, dan anak basket, jadi ku haruslah dekat kan aku masuk team basket.

"Tapi kalau kalian jalan, keliatan kayak anak sombong, sok cool," kata Rara.

"Kalian aja yang negative thingking, yang pasti banyak cewek melirik," Bima senyum lebar.

Rara hanya ketawa kecil.

"Kamu suka warna apa Ra?" tanya Bima.

"Putih, kalau kamu?" Rara balik bertanya.

"Hitam, kenapa suka putih?"

"Kelihatan cerah kalau dipakai."

"Hitam kelihatan misterius."

"Kami memang kelihatan misterius kok," kata Rara.

"Misterius apaan?"

"Ya kayak gini, ajak aku jalan, Natalan ke keluargamu, ngobor lancar, tapi di sekolah diam aja adanya."

"Di kelas gak ada yang cocok, semua sifatnya macam-macam, yang pas sama aku ya kamu."

"Papa kamu kerja dimana?" tanya Rara.

"Kerja di PLN, urus listrik."

"Bagus tu, kamu rencana kuliah apa?" tanya Rara lagi.

"Kerja di PLN lagi, jadi ku akan sekolah khusus, kalau kamu rencananya apa?"

"Perawat."

"What?, ngurus orang sakit?" you mau?" tanya Bima sambil tercengang.

"Maulah, dah pengen dari lama.

"Baguslah, di rumah gua butuh orang kesehatan."

"Maksudmu?" tanya Rara.

"Kalau kita berjodoh."

"Ya ampun pikir panjang sampai kesitu, semester satu kelas satu aja baru selesai."

"Ra, gua serius loh, mulai hari ini kita jalani dulu, pejajakan kita, gak sah ada kata penolakan, coba jalani dulu," tegas Bima serius.

"Kamu bicara kayak orang dah mau nikah."

"Ra, walau memang masih SMA, tapi gak apa-apa kan, jalani dengan baik-baik, daripada yang datang mendekat dengan yang beda keyakinan, gak satu pemikiran, satu hati."

"Iya sih, tapi aku masih canggung," jawab Rara, kali ini Rara lihat, Bima serius.

"Ya sudah, istilahnya kita seperti pacaran tapi belum resmi, biar saja jalani dulu, jika kedepan bosen, atau labil hubungan kita ya kembali ke pertemanan, nah jika you masih malu, kita di luar sekolah aja kayak gini atau saat kerja kelompok, kalau di sekolah kita pura-pura sebatas teman biasa," Bima menghela napas panjang, akhirnya dia rasa lega bisa mengutarakan isi hatinya.

"Baiklah, aku terima niat baikmu, kita kalau bicara di sekolah gak sah dekat, bisa lewat HP saja," Rara juga mengutarakan persyaratannya.

"Asal setiap chatku harus dibalas, ku gak suka jika chatku gak di balas," kata Bima.

"Aku janji kali ini aku balas, satu lagi, aku gak suka ribut."

Bima hanya senyum, "kelihatan, contoh kamu ngalah saat Irfan milih Riris, kamu gak pernah jujur suka Irfan kan?" tanya Bima.

"Jangan pernah cerita ke Irfan, itu hanya perasaan anak SMA," kata Rara .

"Jangan sepelekan perasaan anak SMA, perasaan tulus itu yang utama," kata Bima.

"Bima, jika ada cewek yang ngebet banget usaha deketin kamu, aku akan undur diri menjauh darimu, dan jika ada cewek yang akhirnya kami taksir tak sah enggan hati jujur ke aku," kata Rara.

Bima hanya senyum, dia tak mau berkata iya, dan tidak, karena dia tak tau apakah bisa menahan dirinya agar tak dekarlt dengan Rara di sekolah.

"Bima jawab dong," bentak Rara.

"Untuk pertanyaan ini, ku gak jawab, ok."

"Pulang yuk Bim, dah malam," ajak Rara.

"Ayuk, kamu sadar gak, kita tu teman ngobrol yang baik, dari awal kita bertemu," kata Bima sambil bersiap-siap pulang.

"Iya,ku akui untuk hal itu."

Bima mengantar Rara pulang, Bima bahagia sekali, bisa jalan bareng Rara hari ini, pejajakan mereka berdua pun dimulai.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!