Season 1: Ruang kekayaan Milik Saga.
Sinopsis:
Saga Indraguna, seorang anak yang dibuang oleh salah satu orangtua nya di panti asuhan. Maka dari itu, Saga hidup dan besar di panti asuhan. Diumurkan yang ke 19 tahun, Saga memutuskan untuk hidup sendiri dan pergi merantau ke kota metropolitan.
Setibanya di kota itu, Saga ditempatkan di rumah yang terkenal angker menurut para tetangga. Hingga suatu malam, Saga mendengar suara aneh dan saat mencari sumber suara itu ternyata berasal dari sebuah ruangan rahasia yang bernama Chamber.
Di ruangan itu, suara wanita di ruangan mengatakan bahwa Saga seorang pewaris dari ruangan itu dan diharuskan bekerja dengan pembayaran honorer satu poin seharga satu gram emas.
Saga pun mendapatkan informasi tentang kedua orangtuanya yang ternyata seorang yang kaya raya lalu, Saga mewarisi segala harta dari kedua orangtua kandung nya tersebut.
Sejak saat itulah, Saga menjalani kehidupan yang penuh dengan petualang dan melalui penghasilan itu juga Saga dapat banyak membantu sesama yang mengalami kesulitan ekonomi. Selain itu, Saga mencari kebenaran tentang kedua orang tuanya.
Ini adalah kisah Saga Indraguna bersama dengan ruang kekayaannya.
________________________________________________
...Chapter 01. Saga Indraguna (Revised)...
Banyak orang yang sering menanyakan.
Dimana kamu bekerja?
Jabatan kamu apa?
Gaji nya berapa?
Dan, masih banyak lagi. Sedangkan, Saga bekerja bukan di dunia ini melainkan di dunia lain. Meski, Saga tidak tahu dunia lain seperti apa? Namun, di ruang rahasia. Saga bekerja sebagai Tuan Labirin atau Dungeon di dunia yang berbeda dengan penghasilan yang luar biasa di dunia nyata nya.
Inilah kisah Saga yang pada awalnya dia belum tahu apapun tentang ruangan rahasia yang biasa Saga beri nama Chamber Of Secret.
Namanya Saga Indraguna, 19 tahun dan masih jomblo. Saga dibesarkan oleh Ibu Rosa di panti asuhan Mentari yang berada di Malang, Indonesia. Menurut, Ibu Rosa. Salah satu dari orang tuanya menaruh diri Saga di depan pintu panti ditengah malam. Pada saat itu, Saga berumur 2 tahun. Tangisannya menganggu para penghuni panti termasuk Ibu Rosa. Saat melihat kehadiran Saga yang tiba-tiba, Ibu Rosa dan karyawan nya mencoba mencari seseorang yang telah membuangnya namun, mereka tidak berhasil.
Ibu Rosa yang merasa iba kepada Saga, dia pun memutuskan untuk membesarkan nya dan di selimut yang digunakannya ada sepucuk surat berisikan nama Saga Indraguna, lahir Yogyakarta, 11 Juli 2001 dan itulah nama serta tempat tanggal lahir Saga.
Waktupun terus berlalu, Saga sudah berumur 19 tahun dan baru saja lulus sekolah menengah atas. Kehidupan sekolah nya biasa saja tidak ada yang istimewa. Peringkat biasa, teman hanya sedikit dan tidak punya pacar. Bagaimana Saga bisa punya pacar? Uang jajan nya dibawah rata-rata dan kesehariannya membantu panti mengurusi adik-adik ku.
Hingga suatu hari Ibu Rosa memanggil Saga dan mereka berbicara empat mata di kantor administrasi.
“Saga, kamu masih mau hidup sendiri?” tanya Ibu Rosa.
Ibu Rosa mengajukan pertanyaan itu dikarena kan Saga sudah meminta Ibu Rosa setelah dirinya lulus sekolah, Saga ingin kuliah sambil mencari kerja. Jika beruntung, Saga akan membantu mendanaan Panti Asuhan.
Pemikiran itu bukan tidak ada alasan karena beberapa tahun ini donator semakin berkurang sedangkan, Panti Asuhan Mentari masih harus mengasuh 25 anak dengan berbagai usia bahkan ada yang masih bayi dan dia baru datang beberapa minggu yang lalu.
Melihat situasi itulah menambah kuat untuk Saga hidup sendiri dan tidak ingin membebani Ibu Rosa lagi.
“Iya, Bu. Saya ingin hidup sendiri.”
“Baiklah, kalau begitu. Ambilah ini!” ucap Ibu Rosa sambil memberikan amplop panjang.
“Ini apa bu? Tidak usah, Ibu sudah memberikan saja Gaji beberapa hari yang lalu, Saya rasa cukup.”
“Saga, jangan begitu! ini pemberian dari ibu sendiri dengan perjanjian kamu harus jadi pria yang baik dan tidak boleh malas. Kamu mengerti?” ucap Ibu Rosa yang masih tetap memaksa.
“Iya, Bu. Terima kasih.”
Saga pun memutuskan untuk menerimanya amplop panjang tersebut.
“Oiya, kamu mau merantau ke mana?” tanya Ibu Rosa.
“Saya ingin pergi ke Jakarta. Banyak orang yang mengatakan, disana peluang sukses tinggi. Jadi, aku memutuskan pergi kesana.”
“Begitu, Tunggu! Ibu punya kenalan disana dan dia punya rumah yang disewakan. Ibu juga tidak tahu apa sudah diisi atau belum. Tapi, tidak ada salahnya mencoba kesana.”
“Iya, Bu.”
Seusai mengatakan itu, Ibu Rosa mengambil kertas dan menuliskan alamat kenalannnya tersebut lalu, memberikannya kepada Saga. Sesudah itu, Saga kembali ke kamar dan mengemasi pakaian yang bawanya. Setelah selesai mengemas, Saga kembali ke Ibu Rosa untuk berpamitan.
“Ibu, saya pergi dahulu,” ucap Saga sambil mencium tangan Bu Rosa.
“Iya, Nak. Hati-hati dijalan!” jawab Ibu Rosa sambil mengelus-ngelus kepala Saga.
Saga memberikan senyuman kepada Ibu Rosa.
Tidak hanya Ibu Rosa, beberapa anak panti juga merasa berat dengan kepergiannya namun, Saga mengatakan bahwa saat liburan panjang sesekali dia akan pulang dan berjanji untuk tetap berkomunikasi dengan mereka. Setelah itu, mereka pun menjadi tenang.
Sesudah itu, Saga pun pergi meninggalkan rumah panti asuhan Mentari ke Jakarta. Sebuah kota asing baginya, Saga pergi kesana dengan mengunakan kereta. Tidak mungkin, Saga mengunakan pesawat karena uang tabungan dan uang pemberian dari Ibu Rosa yang kira-kira sekitar 3 juta rupiah. Saga akan gunakan uang ini untuk biaya hidup dan uang sewa.
Beberapa jam kemudian, tibalah Saga di stasiun gambir, Jakarta dan setibanya disana, Saga langsung mengambil kertas yang dituliskan oleh Ibu Rosa. Saat keluar, Saga melihat beberapa ojek berpakaian hijau sedang parkir.
“Pak!” sapa Saga.
“Iya, Mas. Anda ingin naik ojek?” tanya supir ojek.
“Iya, saya ingin ke alamat ini!” ucap Saga sambil menunjukan kertas kepada supir ojek tersebut.
Supir Ojek itu pun merespon baik dan dia mengetahui tempat yang tertulis, “Oh, ini aku tahu. Baik, Mas. Silahkan pesan saja lewat aplikasi!”
Saat mendengar itu, Saga menatap heran. “Aplikasi?”
“Iya, Mas. Saya Ojek Online jadi, Mas harus memesan saya lewat aplikasi,” jawab supir Ojek.
Saga pun mengambil pemikiran bahwa aplikasi yang dimaksudkan itu, seseorang harus mengunakan smartphone namun, Saga masih mengunakan ponsel lipat.
“Maaf, Mas. Saya tidak mempunyai smartphone. Apakah bisa saya langsung membayar saja tanpa aplikasi?” tanya Saga.
“Boleh saja tapi sedikit lebih mahal. Tidak apa-apa?” tanya supir Ojek.
“Iya. Tidak apa-apa.”
Lalu, supir ojek menawarkan biaya 150 ribu. Saga pun tidak mempermasalahkannya karena ini resiko, Saga tidak memiliki ponsel smartphone dan dia pun menaikinya.
Beberapa menit kemudian, tibalah Saga di salah satu perumahan di Jakarta dan laju motor terhenti dirumah tingkat serta memiliki halaman yang luas.
“Disini, Mas!” ucap supir Ojek.
“Iya.”
Saga pun turun dan memberikan ongkosnya, “Terima kasih.”
“Sama-sama,” jawab supir ojek sambil melajukan motor diarah berlawanan.
Setelah itu, Saga pun menghampiri rumah yang tertulis di kertas.
“Permisi!” ucap Saga sambil menekan tombol bel disisi pagar.
Beberapa saat kemudian, seorang wanita dewasa keluar dari pintu dan melihat kearahnya.
“Siapa ya?” tanya wanita dewasa tersebut.
Saga melihat Ibu itu dan menjawabnya, “Saya Saga, Bu dari Panti Asuhan Mentari.”
“Ohhh, jadi kamu!” ucap Ibu itu sambil tersenyum dan menghampiri Saga.
“Iya, Bu. Saya disuruh ibu Rosa untuk menemui Ibu.”
Ibu itu membuka pagar dan menjawab, “Iya. Ya. Rosa itu sahabatku waktu SMA. Saya Lani, panggil saja Ibu Lani. Anak Asuh Rosa berarti anak ku!”
“Iya, terima kasih. Bu Lani.”
“Jadi, kamu mau mampir dulu atau langsung ke rumah tempat yang ingin kamu tinggal?” tanya Ibu Lani.
“Saya tidak ingin merepotkan. Jadi, langsung saja kesana. Bu!” jawab Saga.
“Begitu, baiklah. Tunggu sebentar! Ibu akan ambilkan kuncinya,” ucap Bu Lani dan masuk kembali ke rumahnya.
“Baik, Bu.”
Beberapa saat kemudian, Bu Lani keluar lagi dengan mengenakan jaket, “Ayo, nak Saga! Rumahnya tidak jauh dari sini!”
“Iya, Bu!”
Saga dan Bu Lani pun berjalan ke rumah yang ditunjukan oleh Bu Lani. Selama perjalanan, Bu Lani disapa oleh banyak orang sepertinya Bu Lani orang yang terpandang di perumahan ini. Perjalanan kami pun terhenti disalah satu rumah putih yang memiliki halaman yang luas tapi, rumbut dan ilalang sudah tinggi, cat sudah memutar serta lantai garasi sudah banyak yang bolong. Itu benar-benar rumah lama dan sudah lama juga tidak berpenghuni.
“Disinilah, rumahmu! Maaf, rumah yang ditunjukan ibu Rosa sudah terisi tapi, Ibu hanya memiliki rumah ini. Maaf ya, Nak!” ucap Ibu Lani.
“Tidak apa-apa. Jika dibereskan juga nanti terlihat seperti rumah pada umumnya.”
“Jadi kamu mau, baiklah. Ibu akan membebaskan uang sewa asalkan kamu mau merawat rumah ini!” ucap penawaran Ibu Lani.
“Benarkah, terima kasih. Bu. Tapi, kemana pemilik sebelumnya!”
“Entahlah! Tiga tahun yang lalu, pemilik nya menghilang. Semua warga enggan untuk mengurus rumah ini maka dari itu, Ibulah yang mengajukan diri untuk mengurus rumah ini namun tetap saja semua warga masih enggan bahkan tukang rumput dan sampah tidak ada yang mau mengurusnya. Iya menurut mereka sih sering terdengar suara aneh dan dikenal Angker. Jadi, bagaimana kamu mau, Saga?”
“Iya, Bu. Tidak masalah. Aku juga tidak begitu percaya dengan hal-hal seperti itu.”
“Oh, begitu. Ibu senang mendengarnya. Ayo kita masuk!” ucap Bu Lani.
Mereka pun masuk kedalam rumah itu bahkan beberapa warga ada yang melihat kami namun, mereka tidak mempedulikannya. Mereka pun masuk kedalam rumah dan disana masih ada beberapa prabot yang ditutup oleh kain putih.
“Jadi, inilah rumah barumu! Dan, sudah lengkap dengan perabotnya. Jadi, kamu bebas mengunakan prabot semua ini dan semua ruangan tapi ingat! Harus tetap kamu jaga!” ucap Bu Lani.
“Baik, Bu!”
“Yasudah, kuserahkan rumah ini kepadaku dan Maaf, ibu harus tinggal dahulu karena masih banyak pekerjaan rumah. Biasalah ibu-ibu!” ucap Ibu Lani.
“Iya, Bu. Terima kasih banyak.”
Setelah itu, Bu Lani meninggalkanku di rumah kosong ini.
“Baiklah, sekarang waktunya bersih-bersih.”
Inilah rumah Saga yang baru semoga semuanya baik adanya …
Chapter 02. Rumah yang angker? Mungkin?
Rumah tua yang cukup luas untuk tinggal seorang diri meski begitu, aku bersyukur karena Ibu Lani seorang yang baik bahkan dia melepaskan uang sewa rumah ini.
Mendapatkan tempat tinggal gratis, kenapa aku harus menolaknya?
Beberapa saat Ibu Rosa meninggalkan rumah, aku pun langsung bergegas membersihkan rumah dan secara kebetulan, peralatan tukang di rumah ini masih layak pakai seperti parit, cangkul, alat pel, sapu dan lain-lain. Maka dari itu, aku memutuskan untuk mengerjakan pembersihan rumah dan halaman.
Hal ini aku biasa lakukan di Panti. Selain itu, aku sudah lama tidur di kereta dan sudah makan jadi tidak masalah untuk aku langsung bekerja. Pertama yang kulakukan melepaskan semua kain putih, menyapu serta membersihkan sarang laba-laba setelah itu, aku mengepel lantai.
Selanjutnya, aku mengambil parit dan memangkas semua rumput dan ilalang. Ada beberapa orang yang lewat, mereka hanya memberikan senyuman dan anggukan kepala kepadaku. Meski, ini diperumahan namun para tetangga seperti ramah. Aku bersyukur akan hal itu.
Pekerjaan pemangkasan dibutuhkan waktu dua jam sampai benar-benar rapi. Langit pun tanpa terasa akan menjadi gelap dan awan sudah berubah orange. Syukurlah, aku menyelesaikan semuanya sebelum malam.
Disaat aku sedang membakar sampah, Ibu Lani datang mengunjungiku dengan membawa rantang dan air mineral yang besar.
“Kerja mu cepat juga, Nak Saga!” puji Ibu Lani.
“Tidak juga, Bu. Saya terbiasa mengerjakan di Panti.”
“Yasudah istirahat dahulu. Ibu bawa makanan dan minum untuk mu,” ucap Ibu Lani.
“Iya, terima kasih, Bu!”
Seusai itu Ibu Lani masuk ke rumah dan aku pun juga masuk kedalam. Ibu Lani melihat sekeliling rumah dengan wajah yang tersenyum dan menaruh rantang yang dibawanya keatas meja makan.
“Kamu memang anak yang rajin, Nak Saga,” ucap Ibu Lani yang memujiku.
Aku hanya tersenyum meresponnya.
“Nak Saga, Ibu sudah memberitahu beberapa tetangga disini. Jadi, kalau ada apa-apa kamu bisa meminta bantuan juga ada warung didekat sini!” ucap Ibu Lani.
“Baik, Bu.”
Tidak lama kemudian, seorang wanita cantik berambut panjang coklat berdiri ditempat pintu masuk dengan tangan yang dilipatkannya.
“Ma, ada tamu tuh di rumah!” ucap wanita tersebut.
Aku dan Bu Lani yang mendengar suara itu menoleh kearah pintu masuk dan aku serta dirinya saling menatap heran berbeda dengan Ibu Lani. Dia memperkenalkan wanita tersebut.
“Nak Saga, Perkenalkan dia Tanya anak kedua ku! … Tanya, yang sopan dong! Ayo kenalan!” seru Ibu Lani.
Wanita yang bernama Tanya itu dengan sikap malam menghampiriku dan Ibu Lani.
“Iya, ya. Aku Tanya!” ucap Tanya sambil memberikan tangannya kepadaku dengan sikap yang jutek.
“Aku Saga,” jawabku yang menerima tangan nya.
Tanya langsung melepaskan tangannya dari ku dan menyuruh ibunya untuk pergi.
“Ayo, Ma! Kasihan dia sudah nunggu lama!” seru Tanya.
“Maaf ya, Nak Saga. Ibu pergi dahulu!” ucap Ibu Lani.
“Iya, Bu!”
“Dah!” ucap jutek Tanya.
“Iya.”
Tidak lama mereka pun pergi meninggalkan rumahku. Aku pun kembali sendirian dan perut juga sudah berbunyi maka dari itu, aku memutuskan untuk menyantap makanan yang dibawa oleh Ibu Lani.
Malam pun tiba yang dimana banyak nyamuk berkeliaran dan mengigit seluruh badanku. Aku memeriksa gudang penyimpanan dan lemari namun tidak ada satupun obat nyamuk disana. Aku pun memutuskan untuk membelinya diwarung.
“Permisi, beli!” sapaku.
Tidak lama, keluarkan ibu penjaga warung. “Ya, mau beli apa?” tanya ibu warung.
“Saya ingin membeli sekotak obat nyamuk bakar!”
“Tunggu, sebentar!” ucap Ibu warung sambil mengambil sekotak obat nyamuk bakar.
Sesudah itu, Ibu warung melihat ku dan sedikit terkejut.
“Kamu anak muda yang baru pindahan itu ya?” tanya Ibu Warung.
“Iya, Bu.”
“Ibu hanya memperingatkan! Rumah itu angker suka ada suara aneh kalau malam,” ucap pelan Ibu warung yang sepertinya dia memang sedikit takut dengan rumah yang aku tinggali.
“Iya, Bu. Saya mengerti.”
Sesudah membayar obat nyamuk, aku pun kembali pulang dan melakukan aktifitas seperti biasa. Tidak lupa juga aku mengabari Ibu Rosa tentang Ibu Lani dan tempat tinggalku. Sesudah itu, aku pun beristirahat.
Ditengah tidurku terdengar suara orang yang seperti mengebuk-gebuk tembok.
Buk! Buk! Buk!
Suara itu membuatku terbangun dan aku pun penasaran dengan suara itu maka, kuhampiri sumber suara itu dan berakhir di gudang penyimpanan yang dimana suara semakin keras. Aku pun terus memeriksa ruangan itu dan tidak ada satu pun barang yang menjadi sumber suara sampai aku sadar bahwa suara itu berasal dari lantai.
Meski sudah mengetahui itu, aku tidak tahu bagaimana cara membukanya? Maka dari itu, aku mengambil lingis dan membongkar lantai gudang penyimpanan yang dimana setelah lantai terbongkar sebuah pintu besi yang berbentuk seperti berangkas dengan tuas memutar. Selain itu, ada alat pendeteksi sidik jari. Aku pun berusaha menarik tuas namun tidak membuahkan hasil.
Mungkin satu-satunya cara harus mengunakan sidik jari. Tidak ada salahnya mencoba.
Lalu, aku menempelkan ibu jari tangan kananku kedalam alat deteksi. Lalu, tiba-tiba sebuah laser hijau memeriksa jariku dan tidak lama, ada suara wanita yang memberitahu.
“Akses. Diterima!”
Sesaat suara itu muncul, tuas bulat itu pun bergerak dengan sendirinya dan pintu besi berbentuk kotak juga terbuka.
“Ini tanda, aku beruntung atau sial!” gumamku sendiri.
Seusai mengatakan itu, aku pun juga terpikir ada kemungkinan pemilik sebelumnya menaruh harta disini. Maka tanpa pikir panjang lagi, aku masuk kedalam dan menuruni tangga yang menempel di dinding. Setibanya dibawah, aku hanya melihat ruangan kecil yang tidak berisikan apapun hanya ada pintu lagi. Lampu diruangan itu pun hanya mengunakan lampu sorong.
Aku yang sudah terlanjur ingin tahu ruangan rahasia ini maka, aku pun membuka pintu namun sebelum terbuka sebuah laser hijau lagi-lagi muncul dan kali ini memeriksa kornea ku.
“Akses. Diterima!”
Kreng!
Pintu pun terbuka sendiri.
Aku yang melihat itu masuk kedalamnya yang dimana tidak ada ruangan dibalik pintu sangat gelap. Namun, saat pintu tertutup tiba-tiba sebuah cahaya terang menyinariku sampai-sampai sulit untuk melihat.
“Cahaya apa ini?”
Meski cahaya itu sangat menyilaukan tapi itu tidak lama dan cahaya itu berlahan memudar. Menyadari itu, aku pun membuka matanya dan terkejut saat melihat aku sedang berada di sebuah ruangan serba putih baik dinding atau pun lantai yang sangat luas.
“Dimana aku?”
“Selamat datang datang di Dungeon Chamber Of Secret, Sang Pewaris! Kami telah menunggu ada,” suara wanita yang sebelumnya ada di pintu kini bergema di seluruh ruangan.
“Aa, apa-apa ini?”
Dan, Itulah saat pertama kali menemukan sebuah ruangan misterius didalam rumahku.
Chapter 03. The Chamber Of Secret
Aku saat ini berada di ruangan aneh yang serba putih. Bagaimana tidak? Aku dihadapkan dengan ruangan yang setinggi 5 meter serta luasnya yang tidak bisa kuperkirakan. Seorang wanita pun memperkenalkan ruangan itu sebagai Dungeon Chamber Of Secret.
Banyak pertanyaan dibenak ku terutama saat suara wanita mengatakan dungeon.
“Dungeon? Penjarah bawah tanahnya kah? tapi, bagaimana bisa?”
Aku bertanya-tanya tentang itu sambil memeriksa pintu keluar ruangan yang masih berfungsi. Dalam pemikiranku ini tidak masuk akal karena Dungeon itu cuman ada di anime, game atau novel-novel ringan tapi sekarang, dungeon berada di rumahku. Ditengah aku memikirkan itu, suara wanita menjawab.
“Jawab. Benar sekali. Ini adalah dungeon hampa atau dungeon yang masih dalam keadaan kosong. Pemilik sebelumnya telah mendaur ulang dungeon ini dan diberikan kepada pewarisnya,” suara wanita diruangan menjawab.
“Aku?” ucapku sambil menunjukan jari kearah diriku sendiri.
“Tepat sekali. Anda lah penerus dari dungeon ini. Dungeon ini memiliki keunikan tersendiri dibandingkan dengan dungeon lainnya. Dungeon ini mampu menghubungkan dua dunia dengan hukum yang berlaku yang tidak bisa dilanggar oleh siapapun.”
Mendengar suara wanita yang terus menjawab. Aku terus penasaran dimana sumber suara wanita itu.
“Sebenarnya, siapa kamu? Dan, dimana?” tanyaku sambil memeriksa sekitar.
“Saya Operation System Dungeon atau OSD yang bertugas untuk memandu dan membantu anda dalam pengolahan dungeon. Saya berada di system dungeon ini,” suara OSD.
Aku sedikit terheran dengan jawaban nya. “Tunggu! Pengolahan Dungeon?!”
“Jawab. Benar sekali. Saat anda terpilih sebagai pewaris master dungeon maka secara otomatis anda bekerja sebagai Chief Executive Administration Dungeon,” jawab OSD.
“Dengan kata lain, aku harus bekerja disini?”
“Jawab. Benar sekali. Anda bekerja di dungeon ini dan untuk lebih lengkapnya. Apakah anda ingin melihat perjanjian kontrak kerja Chief Executive Administration Dungeon?”
“Iya, tunjukan kepadaku!”
Sesaat kemudian, muncullah layar udara sebesar TV LCD 14 inci muncul dihadapanku yang berisikan beberapa tulisan disana.
[ Surat perjanjian kontrak.
Didalam surat dan tanda tangan ini saya menyetujui beberapa aturan yaitu.
CEAD memiliki tanggung jawab untuk menjaga, mengembangkan dan merawat dungeon.
CEAD memiliki hak untuk membuat dan memerintahkan seluruh unit yang ada di dungeon.
CEAD diwajibkan masuk kerja dari hari senin sampai jumat jam 08.00 sampai 15.00 sedangkan untuk sabtu dan minggu diliburkan kecuali jika ada keadaan darurat. Maka dari itu, seminggu CEAD sudah harus membuat Dungeon yang mapan dari serangan-serangan luar.
CEAD tidak diperbolehkah keluar dari dungeon namun, CEAD diizinkan pulang ke dunia asal.
CEAD tidak diizinkan mati. Jika itu terjadi, dungeon akan di daur ulang dan akan memilih pewaris yang baru.
Nilai tukar di dungeon mengunakan Poin atau dikenal sebagai Dungeon Poin (DP).
CEAD tidak diizinkan memiliki nol poin jika itu terjadi, jabatan sebagai CEAD akan di hapus dan akan dicarikan pewaris yang lain.
CEAD diizinkan mengundurkan diri dan jika itu terjadi maka dungeon akan di daur ulang serta memilih pewaris yang baru.
Segala pembelian dan kebutuhan Dungeon diwajibkan membeli di Dungeon Shop serta tidak diperkenankan membawa barang dungeon ke Dunia luar namun barang dari dunia luar diizinkan untuk memasuki dungeon selama itu tidak membahayakan dungeon.
Sihir dan Skill dilarang membawa keluar. Jika, CEAD kembali ke dunianya maka, sihir dan skill akan dihilangkan.
CEAD akan dibayar secara honorer berupa Poin dan bagi CEAD dunia luar, Poin itu bisa ditukarkan dengan nilai emas yang berlaku didunia tersebut.
CEAD diizinkan untuk merekrut orang yang dipercaya untuk diperkerjakan didalam dungeon.
Keputusan ini tidak bisa diganggu gugat.
Apakah anda setuju? Iya / Tidak.]
Melihat semua peraturan itu, aku pun memahami semuanya namun aku masih menyimpan pertanyaan maka dari itu, aku mencoba bertanya kepada OSD.
“Siapa ya? Kamu … ah, sungguh merepotkan. Oi, Operation System Dungeon. Bolehkan aku beri nama untuk mu? Karena merepotkan jika aku harus memanggilmu,” ucapku sambil mengarukan kepalaku.
“Jawab. Itu diperbolehkan selama anda menerima kontrak kerja dan menjabat sebagai CEAD,” jawab OSD.
“Iya. Tapi, sebelum aku mentanda tangani. Boleh kah aku bertanya?”
“Silahkan!” jawab OSD.
“Apakah ada dungeon master lain selain diriku di Bumi?”
“Tidak ada. Di dunia Bumi hanya ada dungeon ini tidak ada yang lain.”
Mendengar itu, aku pun bernafas lega. Jujur saja aku sebenarnya tidak ingin ada konflik antar dungeon master apalagi sampai-sampai berperang dengan Dungeon Master di Bumi. Itu sungguh merepotkan.
Setelah berpikir matang-matang, aku pun memutuskan untuk menerima pekerjaan itu dan memilih [Iya].
“Terima kasih, Master telah bergabung di dungeon ini. Sekarang, anda harus mengisi data diri,” seru OSD.
Seusai OSD mengatakan itu, layar udara baru terbuka dan kali ini berisikan tulisan data diri yang harus kutulis. Layar keyboard udara pun juga muncul dibawa layar udara 14 inci. Lalu, aku pun menuliskan data diriku.
[Profile.
Nama: Saga Indraguna.
Ras: Manusia.
Umur: 19 tahun.
…. Dan masih banyak lagi tentang detail diri ku. ]
Setelah menulis data diri, layar baru pun datang lagi yang kali ini tertuliskan [Status].
[Status.
Nama: Saga Indraguna.
Ras: Manusia.
Nama Dungeon: The Chamber Of Secret.
Jabatan: Chief Executive Administration Dungeon.
Gelar: tidak ada.
…. Dan masih, banyak lagi.]
Sesudah itu, proses pendaftaran selesai. Aku kembali kerumah dan merebahkan diri dikamar. Meski, aku sudah merebahkan diri namun diriku sama sekali tidak bisa tidur.
Sungguh semua seperti mimpi saja…
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!