Pandangan seorang pria fokus kedepan dengan tangan kanan yang bersiap memutar gas motornya. Saat bendera dikibarkan, dia memutar gas motornya dan langsung melesat dengan kelajuan tinggi.
Pria itu begitu lihai, setiap ada tikungan tajam disitu juga badannya condong mengikuti setiap tikungan sirkuit.
Sampai satu putaran selesai, bendera dikibarkan kembali. Pria itu menghentikan laju motornya yang disambut oleh sorakan crew motor.
Saat pria itu membuka helmnya, dia tersenyum tenyata skillnya masih ada walaupun dia sudah lama tidak bergelut di bidang itu.
Valentino Bagaskara, pria berumur 30 tahun mantan pembalap yang sekarang menjadi CEO di Bagaskara Group karena harus menggantikan posisi papanya yang harus pensiun karena penyakit kanker yang dideritanya.
Semenjak saat itu, terpaksa Valentino harus mengubur keinginannya menjadi pembalap karena harus meneruskan perusahaan papanya. Maka dari itu, Valentino membeli saham salah satu perusahaan agensi pembalap dimana saat dia ingin balapan bisa sesekali mencoba menunggangi kuda besi yang kadang dirindukannya.
“Wah, Tuan Valentino ternyata masih sehebat dulu,“ tegur salah satu crew dengan tepuk tangannya.
Valentino hanya tersenyum, saat ini memang dia sedang berada di sirkuit Sepang, Malaysia dimana diadakan babak kualifikasi untuk menentukan posisi pembalap saat pertandingan dimulai nanti.
“Aku yakin pembalap kita akan menang,“ ucap Valentino.
Dan tak lama seorang pria yang notabene adalah asisten dari Valentino lari tergopoh mendatangi bosnya.
“Bos, kita harus cepat kembali ke Indonesia,“ ucapnya.
Valentino mengernyit. “Bukankah jadwal kita masih beberapa hari lagi? Kita harus melihat pertandingan sampai selesai!“
Pria yang bernama Yuda itu mendapat kabar mengejutkan dari Indonesia, oleh karena itu mau tidak mau dia harus menyampaikan ini pada bosnya.
“Tuan Bagaskara dalam keadaan kritis, Bos,“ lapornya.
Satu kalimat dari Yuda yang membuat Valentino langsung meninggalkan pekerjaannya dan pulang ke Indonesia hari itu juga.
*****
Di sebuah gedung di Jakarta, hari itu tengah diadakan acara wisuda di mana salah satunya ada gadis cantik bernama Chanel Solastika menjadi pesertanya.
Akhirnya Chanel bisa menyandang sarjana S-1 di usianya yang sudah menginjak 24 tahun. Dia begitu bahagia karena disela kuliahnya, dia juga harus bekerja untuk memenuhi kebutuhannya sendiri.
Sebenarnya keluarga Bagaskara, bisa saja memenuhi kebutuhan Chanel tapi semenjak lulus SMA gadis itu ingin mandiri dan pergi dari keluarga itu.
Dari usia 10 tahun memang Chanel diasuh oleh keluarga Bagaskara karena di usia itu, orangtua Chanel meninggal dalam sebuah kecelakaan dimana Bagaskara menjadi tersangka dalam kecelakaan tersebut.
Karena rasa bersalahnya, Bagaskara mengasuh Chanel dan menganggapnya seperti keluarga sendiri tapi Chanel selalu memposisikan dirinya sebagai orang lain. Sebab, diam-diam dia jatuh hati pada anak semata wayang Bagaskara yang sering dia panggil kakak, Valentino.
Takut perasaannya semakin dalam dan juga berharap lebih akhirnya Chanel memutuskan untuk menjauhkan diri dari keluarga Bagaskara.
“Chanel Solastika!“
Mendengar namanya dipanggil, Chanel berdiri dari tempat duduknya dan menuju panggung dimana sorakan teman-temannya terdengar disana.
“Akhirnya kita wisuda juga!“ ucap Icha, sahabat dari Chanel.
“Iya, akhirnya,“ lirih Chanel karena dari sekian peserta wisuda hanya dirinya yang tidak didampingi oleh orangtua.
Sebenarnya dia bisa saja meminta keluarga Bagaskara datang tapi dia juga tahu jika mereka tidak mungkin datang karena keadaan Bagaskara yang sakit keras dan tidak memungkinkan untuk datang.
“Aku mau foto dulu ya!“ pamit Icha yang diangguki oleh Chanel.
Masih hanyut dalam pikirannya tiba-tiba Chanel didatangi oleh seorang pria yang notabene adalah orang suruhan dari keluarga Bagaskara.
“Permisi, Nona Chanel. Anda diminta datang ke rumah sakit oleh tuan Bagaskara,“ ucapnya.
*****
Di rumah sakit, tangisan Amelia memenuhi ruangan dimana suaminya dirawat. Keadaan Bagaskara sudah semakin kritis, detik-detik terakhirnya dia menunggu Valentino datang karena ada sebuah amanat yang harus anak laki-lakinya itu penuhi.
“Ma, dimana Valen?“ tanya Bagaskara dengan nafasnya yang tersengal.
“Sabar, Pa. Valen baru sampai di bandara dan sedang menuju kemari,“ sahut Amelia karena suaminya terus bertanya sedari tadi.
Dan tak lama yang ditunggu akhirnya datang juga. Valentino dengan tergesa masuk ke ruangan papanya dirawat.
“Papa!“ panggil Valentino mendekati Bagaskara yang terbaring lemah.
Dengan sisa tenaganya Bagaskara meraih tangan Valentino dan berkata. “Penuhi amanat papa untuk terakhir kalinya!“ pintanya.
“Apa itu, Pa? Aku akan memenuhi semuanya asal papa sembuh!“ ucap Valentino tanpa ragu.
“Jagalah Chanel seumur hidupmu, menikahlah dengannya!“ pinta Bagaskara.
Bagai tersambar petir Valentino mendengarnya, pria itu terdiam cukup lama karena bingung harus menjawab apa. Sementara Bagaskara menunggu jawaban anaknya dengan penuh harap, selama ini Bagaskara dihantui rasa bersalah karena dirinya Chanel menjadi yatim piatu. Untuk menebus rasa bersalahnya, dia ingin Valentino dan Chanel menikah. Dia berharap Valentino akan menjaga Chanel seumur hidupnya dan membahagiakan gadis itu.
“Valen__“ panggil Bagaskara mulai menuntut.
Valentino masih tampak berpikir dengan melihat alat penunjang kehidupan di tubuh papanya. Selama ini dia hanya menganggap Chanel sebagai adik dan tidak lebih dari itu. Tapi karena tidak ingin membuat papanya kecewa akhirnya Valentino menyetujui permintaan terakhir papanya itu.
“Baiklah, Pa! Aku akan menikahi Chanel!“ ucap Valentino kemudian.
“Papa titip Chanel dan bahagiakan dia,“ pinta Bagaskara lagi.
Valentino terdiam bingung harus menjawab apa karena selama ini ada sesuatu hal besar yang dia sembunyikan pada keluarganya.
“Aku akan berusaha, Pa!“ sahut Valentino.
Chanel yang baru saja datang dengan masih mengenakan baju kebaya juga tak kalah syok saat mendengar penuturan Amelia yang menyambutnya saat dia datang.
“Aku akan menikah dengan kak Valen?“ tanya Chanel untuk kesekian kalinya.
“Iya, Valen sudah menunggumu di dalam,“ jawab Amelia dengan menggandeng tangan calon menantunya itu masuk ke ruangan Bagaskara dirawat.
Ternyata disana sudah ada seorang penghulu yang siap menikahkan Valentino dan Chanel. Semua sudah direncakan oleh Bagaskara sebelumnya.
Dengan wajah tertunduk Chanel mendekati Valentino yang menunggunya. Gadis itu duduk di samping calon suaminya itu dengan gugup.
Sampai akhirnya dengan disaksikan semua yang ada di ruangan itu, Valentino mengucapkan kalimat sakral dengan lantang dan dalam satu tarikan napas.
“Sah!“
Satu kata yang membuat Chanel menangis tergugu karena tidak menyangka jika hari ini dia sudah sah menjadi istri Valentino, pria yang dia sukai diam-diam.
Chanel meraih tangan Valentino dan mencium tangan itu dengan Valentino yang mencium keningnya.
Hal itu disaksikan oleh Bagaskara dengan senyuman bahagia. Sampai layar monitor pendeteksi jantung berbunyi panjang menandakan bahwa dia sudah pergi dengan damai karena amanatnya sudah dipenuhi oleh anak laki-lakinya.
“Papa!“
Semua yang ada di ruangan itu berteriak saat Bagaskara menghembuskan nafas terakhirnya.
Di pemakaman keluarga Bagaskara tampak semua kolega-kolega bisnis dari Bagaskara Group hadir saat prosesi pemakaman. Disana Valentino terus berdiri dengan tatapan nanar kearah makam papanya yang baru saja ditutup oleh tanah.
Satu persatu yang hadir menaburkan bunga dan memanjatkan doa supaya almarhum diterima disisi yang Maha Kuasa.
“Kami turut berduka cita, Tuan Valentino!“
Valentino hanya bisa mengangguk saat satu persatu berpamitan untuk pulang. Tertinggal Valentino yang masih mematung ditempatnya, pikirannya saat ini berkecamuk.
“Ayo kita ke mansion!“ ucap Valentino pada asistennya yang setia berdiri di belakangnya.
“Baik, Bos!“ sahut Yuda dengan berlari kecil karena ingin membukakan pintu mobil untuk Valentino.
Yuda yang dibalik kursi kemudi membelah jalanan menuju mansion keluarga Bagaskara dimana Chanel ada disana untuk menemani Amelia yang masih belum menerima kenyataan atas kepergian Bagaskara.
“Mama, makan dulu ya biar satu suap aja!“ bujuk Chanel dengan membawakan semangkok bubur.
Karena semenjak Amelia merawat mendiang Bagaskara, makannya tidak teratur. Chanel takut justru nanti Amelia akan gantian sakit.
“Tidak!“ tolak Amelia dengan menggelengkan kepalanya.
Tapi Chanel tidak menyerah, dia tetap memaksa wanita yang sudah menjadi mama mertuanya itu untuk makan.
“Aku sudah membuatnya dengan susah payah loh, Ma. Bahkan berasnya saja tadi aku mengupasinya satu persatu yang masih membentuk padi!“ ucap Chanel.
“Mana ada begitu!“ sahut Amelia yang merasa ucapan Chanel tidak masuk akal.
“Beneran! Coba tanya mang Sholeh!“ ucap Chanel tak mau kalah dengan menyebut kepala pelayan di mansion itu. “Makanya buburnya ini namanya bubur maju mundur cantik karena dibuat dengan keparipurnaan yang ada!“
Amelia terkekeh kecil mendengar penuturan anak menantunya itu. Itulah Chanel gadis ceria yang dia rawat dari umurnya 10 tahun, Amelia selalu menganggap Chanel anaknya sendiri semenjak itu terlepas dari rasa bersalah suaminya.
“Valen pasti akan menjagamu dengan baik,“ ucap Amelia kemudian.
Mendengar nama Valentino disebut membuat jantung Chanel langsung berdebat hebat. Wajah Chanel merona mengingat sekarang dirinya sudah sah menjadi istri pria itu.
“Acara resepsi kalian tunggu setelah 40 hari kematian papa!" tambah Amelia.
“Tidak masalah, Ma. Kita kan memang sedang dalam suasana berkabung!“ sahut Chanel.
Sampai akhirnya Valentino sudah sampai di mansion keluarganya. Pria itu segera mencari mamanya berada dan bertanya pada mang Sholeh.
“Nyonya besar dan nona Chanel ada di kamar, Tuan!“ ucap mang Sholeh.
“Aku akan kesana! Oh iya, setelah ini aku akan pulang ke apartemen! Tolong awasi mama dengan baik ya, Mang! Kalau ada apa-apa segera hubungi aku!“ pinta Valentino.
“Baik, Tuan!“
Valentino melangkah ke kamar mamanya dimana disana Chanel mulai menyuapi Amelia dengan telaten.
“Valen__“ panggil Amelia saat melihat putranya menyembul masuk ke kamarnya.
Valentino mendekati mamanya dengan meraih tangan wanita yang telah mengandungnya selama sembilan bulan itu.
“Jangan bersedih, Ma. Papa sudah tenang di surga, kita relakan kepergian papa!“ ucap Valentino kemudian.
Amelia hanya bisa menganggukkan kepalanya walaupun masih tidak rela suaminya pergi begitu saja setidaknya Bagaskara sudah tidak kesakitan lagi karena kanker yang menggerogoti tubuhnya.
Setelah Amelia tertidur baru Valentino mengajak Chanel untuk pulang ke apartemennya.
“Ayo pulang ke apartemen!“ ajak Valentino.
“Tapi ambil barang-barangku di kostku dulu ya, Kak!“ sahut Chanel.
“Baiklah, Ayo!“
Sesuai permintaan Chanel, mereka singgah dulu ke kost yang beberapa tahun ini ditinggali oleh Chanel. Wanita itu segera mengemasi barangnya dengan cepat karena tidak ingin Valentino menunggunya terlalu lama.
Di perjalanan ke apartemen pasangan suami istri itu terdiam tenggelam dalam pikirannya masing-masing. Sampai akhirnya keduanya sampai di kawasan apartemen mewah.
Valentino menarik koper Chanel dan membawanya ke unit apartemennya dengan Chanel yang terus mengekorinya di belakang.
“Ceklek!“
Pintu apartemen terbuka setelah Valentino memasukkan nomor sandi pada pintu digital tersebut.
Saat pintu terbuka dari dalam apartemen nampak seorang wanita cantik berlari dan langsung memeluk Valentino dan Valentino juga membalas pelukan wanita itu.
“Kau sudah mendengarnya, Sayang?“ tanya Valentino pada wanita itu yang langsung dibalas dengan anggukan.
“Apa kau tidak apa-apa, suamiku?“ tanyanya.
Sementara Chanel yang melihat itu membulatkan matanya. Dia bingung dengan apa yang dilihatnya saat ini. Sayang? Suami?
Pertanyaan demi pertanyaan berputar di otak Chanel saat ini. Dan wanita yang ada dipelukan Valentino juga menyadari keberadaan Chanel.
“Siapa dia?“ tanyanya.
“Aku akan menjelaskan semuanya, Sayang!“ sahut Valentino dengan menggandeng tangan wanita itu untuk duduk di sofa.
Dior Maheswari, wanita yang dinikahi secara siri oleh Valentino beberapa bulan yang lalu. Mereka saling mengenal saat mereka kuliah dulu, hubungan mereka ditentang oleh keluarga mereka karena ternyata Bagaskara dan Maheswari musuh bebuyutan serta saingan bisnis.
Untuk itu, mereka berhubungan secara diam-diam setelah itu mereka memutuskan menikah karena rasa cinta mereka yang semakin dalam. Mereka berharap, Dior segera hamil supaya keluarga mereka merestui pernikahan mereka tapi keadaan semakin rumit karena ada Chanel diantara mereka sekarang.
“Sayang__“ panggil Valentino karena Dior menjauhi dirinya setelah dia menceritakan semuanya pada istri pertamanya itu.
“Bahkan status pernikahan kita masih siri tapi kau menikahi wanita lain lagi, Val?“
Dior berkata dengan meneteskan airmatanya, dia merasa sangat sakit hati saat ini. Valentino terus membujuk dan meyakinkan wanita yang dia cintai itu.
“Ini hanya sementara Sayang, saat keadaan kondusif aku akan menceraikan Chanel!“ bujuk Valentino.
Bukan hanya Dior yang sakit tapi Chanel yang mendengar semuanya juga sakit hati. Dia terus mematung ditempatnya sampai dia merasa kakinya kesemutan.
Chanel yang tidak tahan akhirnya ikut duduk di sofa dengan memijit kakinya.
“Ini istriku yang sesungguhnya, Chanel,“ ucap Valentino memperkenalkan Dior pada istri keduanya.
“Jadi disini aku hanya istri abal-abal, Kak?“ tanya Chanel memastikan.
“Kau sangat tahu aku menikahimu karena apa, 'kan?“ terang Valentino.
Valentino menarik Dior ke pelukannya dan berusaha menenangkan istrinya yang masih menangis itu.
“Cintaku hanya untukmu Sayang, percayalah!“ ucap Valentino berusaha meyakinkan.
“Kau jahat, Val,“ lirih Dior yang masih tidak terima.
“Aku ingin mengabulkan amanat terakhir papaku, Sayang!“ sahut Valentino dengan membelai punggung istrinya dengan lembut.
“Amanatnya kau harus menjagaku seumur hidupmu, kak Valen,“ sela Chanel yang merasa sangat cemburu dengan pemandangan yang dilihatnya.
Pupus sudah harapannya, dia ingin Valentino membalas cintanya tapi ternyata suaminya itu mempunyai istri lain.
“Chanel, mengertilah posisi kami!“ ucap Valentino.
“Aku harus mengerti posisi kalian lantas siapa yang harus mengerti aku?“ tantang Chanel.
Karena suasana semakin panas, Valentino membawa Dior ke kamar. Dia ingin berbicara dari hati ke hati dengan istrinya itu.
Tertinggal Chanel sendirian yang masih termenung memikirkan semuanya.
“Ternyata kak Valen itu suami SCTV, satu untuk semua!“ batin Chanel menjerit.
Di kamar, Dior enggan berbicara dengan Valentino lagi karena dia masih mencerna semuanya. Dior selama ini mempunyai usaha butik, sebelumnya dia masih tinggal bersama orangtuanya tapi karena menikah dengan Valentino akhirnya dia memisahkan diri dan beralasan ingin mandiri.
“Sayang__“ panggil Valentino untuk kesekian kalinya tapi Dior masih memiringkan tubuhnya membelakangi suaminya.
“Lebih baik urus istri keduamu itu!“ ketus Dior menahan gemuruh dihatinya.
Valentino mendekati Dior dan memeluknya dari belakang. “Aku baru kehilangan papaku dan seharian ini aku selalu memikirkanmu!“
“Aku juga selalu memikirkanmu, Val. Bahkan aku seharian ini tidak makan karena mendengar papamu meninggal. Aku ingin ke pemakaman tapi tidak bisa karena takut ditolak keluargamu!“ ucap Dior mengungkapkan isi hatinya.
“Maafkan aku! Secepatnya pernikahan kita akan aku publikasikan!“ bujuk Valentino.
“Publikasikan? Bagaimana dengan istri keduamu? Bagaimana dengan keluargaku? Mereka pasti akan syok selama ini aku menikah diam-diam dan parahnya aku punya madu sekarang!“ protes Dior.
Belum sempat Valentino menjawab terdengar suara pecahan gelas diluar kamar. Valentino beranjak keluar kamar dan mendapati Chanel sengaja membanting gelas di lantai.
“Apa-apaan ini!“ pekik Valentino melihat pecahan gelas di lantai dapur.
“Ini cara memanggil suami metode baru! Aku juga istrimu kak seharusnya kakak lebih adil. Bukankah ini malam pertama kita?“ tanya Chanel tanpa dosa.
Valentino mengusap wajahnya kasar lalu mendekati istri keduanya itu.
“Aku tidak akan menyentuhmu, Chanel! Aku hanya mencintai Dior dan aku ingin menjadikan dia istriku satu-satunya!“ ucap Valentino penuh penekanan.
“Terus aku bagaimana, Kak Valen?“ tanya Chanel mulai berkaca-kaca.
“Untuk sementara kita begini dulu setelah keadaan tenang, kita bicarakan pada mama!“ jawab Valentino.
“Tapi aku juga ingin jadi istrimu, Kak!“ ucap Chanel.
Chanel mengatur nafasnya karena ingin mengungkapkan perasaannya yang selama ini dia pendam walaupun terlambat.
“Kak Valen, sebenarnya selama ini aku falling in love padamu!“ ucap Chanel memberanikan diri.
“Apa?“ tanya Valentino memastikan kalau dia tidak salah pendengaran.
“Aku cinta kamu, Kak!“ jawab Chanel lantang.
Dior yang mengintip mereka dari tadi akhirnya tidak tahan juga. Dia keluar kamar untuk mendekati suami dan madunya.
“Apa aku tidak salah dengar? Valen itu suamiku, bisa-bisanya kau mengungkapkan cinta pada suami orang!“ ketus Dior.
“Loh, kak Valen kan juga suamiku! Jadi wajar kalau aku mengungkapkan cintaku!“ Chanel tidak mau kalah.
Valentino memijit pelipisnya karena merasa pusing menghadapi kedua istrinya. Tetapi Valentino tetap teguh pada pendiriannya untuk memilih Dior, istri pertamanya.
“Lupakan perasaanmu itu Chanel, dari dulu aku menganggap kau sebagai adikku tidak lebih!“ ucapnya dengan menarik Dior masuk kedalam kamar lagi.
“Jangan lupa bersihkan pecahan gelas di lantai!“ timpal Dior sebelum berlalu pergi.
Chanel melihat keduanya dengan perasaan kesal. “Kak Valen, apa benar kau menolak istri gemoy seperti aku!“ pekiknya.
Dan itulah hari-hari yang dihadapi oleh Chanel, dia tidak mendapatkan perhatian dari suami berbeda dengan Dior yang selalu mendapatkan semua perhatian dari Valentino.
Pagi itu, Valentino bersiap akan berangkat ke kantornya tapi sebelum itu dia menemui Chanel untuk memberi istri keduanya sesuatu.
“Mulai sekarang tidak perlu bekerja lagi, biaya hidupmu aku yang akan menanggungnya!“ ucap Valentino memberikan sebuah kartu ATM untuk Chanel.
“Jadi aku harus ngapain kak? Bekerja tidak boleh, melayanimu juga tidak boleh!“ gerutu Chanel saat menerima kartu ATM tersebut. “Nasib jadi istri abal-abal ya begini!“
Saat mereka sedang berbincang bersamaan dengan Dior yang selesai membuat sarapan.
“Val, sarapan sudah siap!“ ucapnya.
Dua piring nasi goreng sudah tersaji di meja membuat Valentino mengernyitkan keningnya.
“Kau tidak membuatkan sarapan untuk Chanel, Sayang?“ tanyanya.
“Dia kan tidak punya pekerjaan, seharusnya bisa buat sarapan sendiri!“ jawab Dior tanpa beban.
“Emang aku bisa sendiri!“ sela Chanel dengan membawa nasi pecel yang baru dia pesan melalui kurir makanan.
Chanel membeli 2 nasi pecel dan memberikan satu pada Valentino. “Kakak kan punya dua istri jadi makanlah dua-duanya!“
“Tentu saja Valen memilih nasi gorengku!“ ucap Dior percaya diri.
“Hei, istri tua! Dimana-mana itu kalau pagi enaknya makan nasi pecel!“ sahut Chanel yang selalu tidak mau kalah.
“Beraninya kau memanggilku istri tua!“ pekik Dior tidak suka.
“Lah emang begitu kenyataannya, 'kan!“
BRAK!
Valentino menggebrak meja supaya Chanel dan Dior berhenti berdebat. Pria itu menatap istri keduanya dengan lekat karena sudah beberapa hari ini Valentino memperingatkan Chanel.
“Chanel, kau tidak perlu repot-repot menyiapkan kebutuhanku karena Dior sudah menyiapkan semua untukku jadi kau siapkan kebutuhan untuk dirimu sendiri saja!“ ucapnya.
“Aku itu pasti dimata kakak seperti 1+1\= 3, salah lagi__ salah lagi!“ gerutu Chanel berlalu pergi.
Tapi baru berapa langkah dia berbalik lagi untuk mengambil nasi pecelnya.
“Aku ingin makan nasi pecel di kamarku saja!“
Dior menghela nafasnya, sebenarnya dia tidak tahan hidup bertiga bersama Chanel tapi dia selalu berusaha menerima keadaan dan berharap Valentino menepati janjinya.
“Hari ini aku akan memeriksakan diri ke dokter kandungan, Val,“ pamit Dior.
Valentino terkesiap dan mengingat jika memang Dior sudah lama tidak datang bulan.
“Sayang__“ Valentino menarik istrinya itu untuk duduk di pangkuannya. “Apa sudah ada Valentino junior disini?“ tanya Valentino dengan mengusap perut Dior yang masih rata.
“Semoga saja dan aku berharap anak kita bisa menjadi jalan keluar untuk masalah kita!“ ucap Dior lirih.
Valentino tidak menjawab tapi dia mencium bibir istrinya itu lembut. “I love you, Dior!“
“I love you too, Val!“
Setelah menyelesaikan sarapan, mereka berdua pergi untuk melakukan pekerjaan mereka masing-masing. Valentino pergi ke kantor sementara Dior pergi ke butiknya.
Beberapa hari ini Valentino meliburkan diri karena suasana berkabung jadi pekerjaannya menumpuk di kantor. Belum lagi dia harus memikirkan mamanya dan juga kedua istrinya.
“Yuda__“ panggil Valentino saat pria itu menaiki lift menuju ruangannya.
“Iya Bos!“
“Belikan obat sakit kepala! Aku harus menyetok banyak untuk kelangsungan hidupku!“
*****
Setelah mengecek keadaan butiknya, Dior pergi ke dokter kandungan untuk memeriksakan dirinya. Dia harap-harap cemas saat menunggu namanya dipanggil.
Saat gilirannya tiba, Dior menjawab sejumlah pertanyaan dari dokter setelah itu dokter memeriksa perut Dior dengan USG.
Di layar monitor USG terlihat benih yang tumbuh buah cinta antara Dior dan Valentino yang berusia 4 minggu.
“Selamat ya, Nyonya!“
Dior tidak bisa menyembunyikan kebahagiaannya. Dia segera pulang ke apartemen untuk mempersiapkan kejutan untuk suaminya.
Saat pulang ke apartemen, Valentino membawakan buket bunga dan cokelat untuk istri pertamanya. Dia ingin memberikan bukti bahwa cintanya hanya untuk istrinya itu walaupun sekarang ada Chanel diantara mereka.
“Sayang__“ panggil Valentino saat masuk apartemen dan mendapati lampu mati disana.
TEK!
Lampu menyala dan Dior berdiri dengan membawa kotak yang akan dia berikan untuk suaminya.
“Apa ini?“ tanya Valentino.
“Buka saja!“ sahut Dior dengan senyum cantiknya.
Di dalam kotak itu ada foto USG yang mana membuat Valentino membulatkan matanya.
"I__ ini?“ tanya Valentino terbata.
Dior mengangguk. “Aku hamil!“
Tubuh Dior langsung diangkat oleh Valentino dan pria itu memutar badan istrinya dengan tawa bahagia.
Dan hal itu tak luput dari perhatian Chanel yang mengintip dari celah pintu kamarnya.
“Jika aku hamil, apa kak Valen akan memperlakukanku seperti istri tuanya?“ batin Chanel yang merasa iri hati.
“Aku harus hamil anak kak Valen juga! Ayo Chanel, kau harus menjadi yamaha. Semakin di depan!“
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!