Karin sedang mematut-matut dirinya di depan cermin. Dipoleskannya bedak tipis-tipis, kemudian lipstik berwarna nude melapisi bibir kecilnya yang memang berwarna mewah muda. Wajahnya memang sudah cantik, tak perlu make up berlebih untuk membuat wajahnya tampil menawan. Kemudian di kenakannya dress warna putih selutut bermotif floral dengan leher berpotongan v yang membuat tubuh mungilnya terlihat amat manis. Terakhir, disematkannya seuntai kalung berlian bermata hitam, yang tampak kontras dengan kulit leher dan dadanya yang seputih susu. Sempurna. Begitulah definisi penampilan Karin malam ini yang akan pergi kencan dengan kekasih hatinya, Mas Tejo Suseno.
Ponselnya bergetar tepat setelah Karin selesai menyemprotkan parfume ke seluruh bagian tubuhnya. Sebuah pesan masuk.
Sudah siap sayang? Aku jemput ya
Tanpa sadar seulas senyum terukir di bibir manis Karin.
Ok, kutunggu sayang
Karin segera mengetik balasan.
Kekasih Karin, Tejo Suseno adalah pria matang yang terpaut usia lima belas tahun lebih tua darinya. Seusia dengan Om Drajat, adik kandung Papa Karin yang tinggal di Solo. Pantas saja kalau teman-temannya suka meledeknya pacaran dengan om-om. Tapi Karin yang keras kepala memilih tak peduli dengan pendapat teman-temannya. Karin merasa nyaman bersama Mas Tejo. Baginya Mas Tejo adalah sosok pria matang yang mampu memberinya getaran dan sensasi berbeda dibandingkan pacar-pacar Karin sebelumnya yang usianya hampir sebaya dengan Karin. Ditambah lagi Mas Tejo adalah Pemilik sebuah bisnis properti, yang dengan kemapanannya mampu membelikan apa saja yang Karin inginkan. Bahkan tanpa memintapun, Karin kerap dihadiahi barang-barang mewah yang tak pernah dia bayangkan sebelumnya. Hal yang membuat Karin semakin jatuh cinta pada pria pujaan hatinya itu.
"Mau kemana Karin?"
Tanya Mama saat melihat Karin melintas ke kamar mandi dengan dandanan lengkap.
"Pergi sama Mas Tejo, Ma..."
Jawab Karin tanpa memperdulikan raut khawatir di wajah Mama. Putrinya terlihat cantik dan amat anggun. Tapi saat tahu Karin akan pergi bersama pria yang sudah cukup berumur membuatnya sedikit khawatir.
"Hati-hati Karin, semua orang memang terlihat baik di depan, tapi kita tidak tahu apa maksud yang dia sembunyikan"
Kata Mama mencoba menasehati anak bungsunya.
"Mama tidak usah khawatir, sekarang Karin sudah dewasa, bukan anak kecil lagi."
Jawab Karin menenangkan Mamanya.
Tak berselang lama bel rumah mereka berbunyi, pertanda ada tamu di depan.
"Pasti itu Mas Tejo yang datang"
Seru Karin dengan yakinnya. Karin langsung bergegas dengan langkah panjang dan wajah riang untuk menyambut kekasih hatinya.
"Malam Cantik."
Sapa Mas Tejo sambil mengangsurkan satu buket bunga mawar berukuran besar kepada Karin.
"Wah, cantik banget bunganya, makasih sayang"
Jawab Karin dengan wajah makin merona. Sepertinya sekarang Karin benar-benar jatuh cinta pada pria dihadapannya.
"Tapi masih lebih cantik yang pegang"
Kata Mas Tejo menggodanya.
"Bisa aja, ayo masuk dulu, biar aku panggil Papa Mama dulu"
Hal itu sudah menjadi peraturan dikeluarga Karin sejak dulu. Siapapun yang akan mengajak Karin pergi, harus berpamitan langsung pada kedua orang tuanya. Bagi Mas Tejo yang sudah sering berbicara dengan banyak orang, itu bukan hal yang sulit. Berbeda dengan pacar-pacar Karin sebelumnya yang kadang grogi atau takut berhadapan dengan orang tuanya.
Mas Tejo langsung masuk dan duduk di sofa tamu sambil meletakkan sebuah plastik besar, berisi dua kotak kue kekinian bertoping premium.
Karin melihat isi bungkusan itu sekilas, sebelum membawanya ke dalam.
"Mama pasti suka"
Kata Karin, sebelum kemudian melangkah ke dalam.
"Malam Om, Tante..."
Sapa Mas Tejo, sambil menyalami kedua orang tua Karin yang lebih cocok jadi temannya.
"Malam, wah repot-repot nih pake bawa kue segala"
Kata Mama Karin berbasa-basi. Meskipun tidak suka, Mama Karin selalu menyambut tamunya dengan ramah.
"Nggak repot kok tante, oh ya, skalian saya minta izin ngajak Karin makan diluar ya Om, Tante.."
Kata Mas Tejo sesopan mungkin.
"Gimana Karin kalau Papa bilang nggak boleh? Kamu pasti ngambek, orang sudah dandan cantik-cantik begini."
Jawab Papa Karin, sedikit menyindir. Berbeda dengan Mama, Papa Karin lebih suka jujur memperlihatkan rasa tidak sukanya, meski masih dengan cara halus.
"Ih, Papa.."
Rajuk Karin, sambil bergelanyut manja dilengan Papanya. Cara yang selalu ampuh untuk meluluhkan hati Papanya.
"Ok, tapi jangan pulang malam-malam"
Kata Papa memberi syarat.
"Baik Om, saya akan antar Karin pulang sampai rumah sebelum jam 10"
Jawab Mas Tejo dengan percaya diri.
Merekapun segera pergi setelah berpamitan sambil mencium tangan Papa dan Mama.
"Mau kemana kita Mas?"
Tanya Karin memecah keheningan diantara mereka.
"Kita dinner aja ya? Waktunya mepet. Ada restoran bagus di dekat sini."
"Ok. Maaf kalau orang tuaku masih kaku"
Kata Karin yang merasa tak enak dengan perlakuan orang tuanya yang tidak suka pada Mas Tejo.
"Nggak papa, santai aja. Wajar mereka protektif sama anak perempuannya yang cantik begini"
Mas Tejo malah menggoda sambil menyentuh pipi Karin. Hal itu lantas membuat Karin tersipu dan jantungnya berdegup kencang.
Lalu lintas malam itu padat merayap. Mas Tejo memutar lagu beautiful in white dari dari Shane Filan untuk menemani perjalanan mereka. Sepanjang sisa perjalanan Karin memilih menikmati alunan lagu sambil memandang pendar lampu jalanan dari balik jendela.
Mau kemana Mas?
Tanya Rania, saat Mas Tejo sudah berdandan rapi lengkap dengan semerbak harum parfume beraroma maskulin favoritnya.
"Ada meeting sama klien.."
Jawab Mas Tejo sambil lalu, kemudian mengambil ponsel untuk mengetik sebuah pesan.
"Alya panas mas, dari tadi rewel terus, nggak mau makan"
Keluh Rania sambil membawa anak bungsunya yang terus menangis di gendongan.
"Namanya anak kecil wajar kalau nangis, apalagi lagi sakit, sudah dikasih obat?"
Jawab Mas Tejo dengan mata tak lepas dari ponselnya.
"Meeting apalagi Mas? Kemarin kan sudah meeting? Malam sebelumnya juga? Apa setiap malam selalu ada meeting? Ini kan malam minggu. Kapan Mas meluangkan waktu buat keluarga. Anak-anak juga masih butuh Ayahnya."
Rania tak tahan untuk tidak mengomeli suaminya. Rania lelah melakukan semuanya seorang diri. Mengurus rumah dan mengurus anak-anak benar-benar membuat energinya terkuras. Bukan hanya lelah secara fisik, tapi juga lelah hati dan pikirannya. Apalagi belakangan ini dia sama sekali tak merasakan kehadiran suaminya. Mas Tejo jarang sekali ada dirumah. Saat sekalinya berada dirumah, hanya fisiknya saja yang hadir, ekspresinya datar dan tak ada antusiasme yang terpancar, entah hati dan pikirannya sedang berkelana kemana. Rasanya semua beban kini tertumpu di pundak Rania. Rasa lelah, penat, kesal, bosan, marah, semua berkumpul jadi satu. Entah kemana semua perasaan negatif itu akan dilampiaskan. Rania rasanya ingin meledak.
"Arrgh, kamu cerewet banget sih, sudah aku bilang aku ada meeting."
Jawab Mas Tejo tanpa merasa bersalah. Rania sudah benar-benar menangis sekarang. Suara tangisnya seakan berlomba dengan tangisan Alya yang terus meronta di gendongannya. Tapi Mas Tejo tetap tidak peduli.
"Maaf, tapi aku benar-benar harus pergi sekarang. Aku sudah terlambat."
Jawab Mas Tejo akhirnya. Dengan berat hati Mas Tejo tetap melangkah pergi. Di pintu saat menjumpai Mbok Sum, Mas Tejo menyampaikan pesan.
"Mbok Sum, Saya harus pergi sekarang, minta tolong titip Ibu sama anak-anak, tolong dibantu, hubungi saya kalau ada apa-apa"
"Baik Den"
Jawab Mbok Sum dengan patuh. Mbok Sum adalah pembantu kepercayaan keluarga Tejo yang sudah mengabdi sejak Tejo masih kecil.
Mas Tejo akhirnya meluncur meninggalkan rumah dengan sedan hitamnya.
"Bu...Ibu kenapa nangis?"
Tanya Rendra, anak sulung Rania yang berusia sembilan tahun.
"Nggak papa nak, nggak papa."
Rania menjawab asal, tak siap dengan kedatangan anak sulungnya. Lalu buru-buru dihapusnya air mata di wajahnya. Bagaimapun kacaunya hati dan pikirannya, Rania ingin tetap terlihat baik-baik saja di depan anaknya.
"Alya sayang...ciluk ba"
Rendra mencoba menghibur adik kecilnya yang masih menangis. Tangisan Alya seketika terhenti, berganti dengan senyum manis yang melengkung dari mulut mungilnya.
"Lala dimana Kak?"
Rania menanyakan keberadaan anak keduanya pada Rendra.
"Ketiduran Bu, tadi habis makan terus kita main sebentar terus si Lala malah ketiduran deh"
Jawab Rendra sambil menjelaskan panjang lebar.
"Sini biar kakak gendong, Alya sayang...jangan rewel ya...nanti Ibu capek.."
Rendra mengambil alih Alya dari gendongan Ibunya, lalu mengajak Alya bercakap-cakap seolah Alya mengerti apa yang dia katakan. Rendra, anak laki-laki sulungnya memang amat manis dan pengertian. Dengan senang hati Rendra membantunya menjaga adik-adiknya dan mengajak mereka bermain.
Alya menjadi lebih tenang saat berada di gendongan Rendra. Beberapa saat kemudian Alya yang kekelahan jatuh tertidur. Rendra menidurkan adiknya di tempat tidur lalu Rania menyusui bayinya sambil menyentuhkan punggung tangannya ke kening bayinya. Alya masih panas. Tapi setidaknya sementara waktu Alya sudah tertidur dan tidak rewel. Rania memilih ikut beristirahat bersama anak-anaknya.
Mas Tejo membelokkan mobilnya ke sebuah restoran dengan konsep romantis minimalis.
Pendar lampu bernuansa kekuningan langsung menyambut mereka begitu memasuki kawasan parkir yang dipenuhi deretan mobil. Ini malam minggu, pastinya pengunjung lebih padat dibandingkan hari-hari biasa. Di pintu masuk ada seorang pelayan yang menyambut mereka.
"Silahkan, sudah reservasi?"
"Belum, untuk dua orang, outdoor yang paling romantis dan private ya"
Request Mas Tejo kepada pelayan itu. Mas Tejo sudah hafal selera Karin yang kurang nyaman berada di tengah keramaian.
"Sebentar saya carikan.."
Beberapa saat pelayan itu sibuk dengan tabletnya, sebelum kemudian kembali menyapa mereka dengan ramah.
"Silahkan, sebelah sini.."
Pelayan itu menuntun langkah mereka menuju tempat yang dimaksud. Melewati kolam panjang dengan penerangan lampu kecil bersinar kuning, kemudian di pojok ada panggung kecil yang sedang menampilkan live acoustik, lalu mereka menaiki tangga kayu berwarna hitam. Sampai diatas, mereka keluar ke arah rooftop yang cukup tersembunyi dari keramaian, disana ada seperangkat kursi kayu klasik dengan sandaran yang terlihat nyaman, dan ditengah meja ada sebuah lilin apung cantik dengan aromateraphy. Di atas mereka ada sederet lampu kecil dengan nyala kuning yang memancarkan sinar temaram, membuat suasana semakin romantis.
"Mau makan apa sayang?"
Tanya Mas Tejo sambil mengangsurkan buku menu kepada Karin.
Restoran itu menyediakan menu yang cukup lengkap western food sampai indonesian food, dari makanan berat hingga makanan ringan.
"Tenderloin with fries sama orange jus aja"
Jawab Karin sambil mengembalikan buku menu.
"Ada yang lain? Desert mungkin?"
"Cukup"
Mas Tejo sendiri memesan nasi goreng dan capucino kepada pelayan.
"Kamu cantik banget malam ini"
Puji Mas Tejo saat pelayan sudah berlalu meninggalkan mereka.
"Makasih, jadi cuma malam ini aja cantiknya?"
Tanya Karin menggoda.
"Kamu selalu cantik, tapi malam ini tambah cantiknya."
"Gombal!"
Karin mengelak meski tersipu.
"Karin, Mas serius sama kamu..."
Kata Mas Tejo tiba-tiba yang langsung membuat Karin salah tingkah.
"Maaf, saya belum bawa apa-apa buat melamar kamu. Tapi saya pingin kamu tahu kalau saya tidak main-main dengan hubungan ini, kapanpun kamu siap saya bisa segera..."
Kata-kata Mas Tejo terpotong, dia terlihat berfikir sebelum akhirnya melanjutkan.
"Oh ya, kapan kuliah kamu selesai?"
Tanya Mas Tejo.
"Mungkin sekitar tiga atau empat bulan lagi..."
Jawab Karin meski tak yakin. Tesis nya hampir selesai, tapi dosen pembimbing Karin belakangan cukup sulit ditemui. Jika sudah maju sidang, Karin bisa ikut wisuda April nanti.
Ini yang Karin sukai dari Mas Tejo, komitmen yang dijanjikan membuat Karin tenang dan merasa dihargai. Berbeda kalau pacaran dengan anak muda yang asal jalan saja dan selalu pihak perempuan yang mengejar kepastian. Meski begitu rencana tentang pernikahan belum terpikir oleh Karin. Pernikahan memang salah satu impiannya, tapi bukan hal yang ingin dikejarnya dalam waktu dekat. Rasanya masih banyak hal yang ingin dilakukan Karin sebelum menikah. Tapi berhadapan dengan Mas Tejo, Karin jadi ingin menikah lebih cepat. Apa rasanya menikah dan hidup bersama laki-laki yang memperlakukannya seperti tuan putri. Karin jadi penasaran.
"Sepertinya saya masih harus bersabar"
Kata Mas Tejo kemudian.
"Sabar kenapa Mas?"
Tanya Karin heran.
"Sabar kalau harus nikahin kamu, padahal kalau lihat kamu pinginnya cepat-cepat bawa ke KUA, hahaha"
Mas Tejo menertawakan candaannya sendiri. Padahal meski bercanda, perkataan Mas Tejo langsung membuat bulu kuduk Karin meremang. Sebegitukah Mas Tejo menginginkannya? Tiba-tiba Karin merasa menjadi wanita paling cantik di dunia. Karin pun hanya bisa menunduk malu.
Di sela-sela moment canggung itu, ponsel Mas Tejo berdering.
"Maaf, saya angkat telpon dulu"
Mas Tejo berjalan cukup jauh hingga pembicaraannya tak terdengar oleh Karin. Karin penasaran, siapa yang menelpon Mas Tejo malam-malam begini, tapi gengsi untuk bertanya.
"Maaf Karin, saya ada urusan mendadak, kamu bisa pulang sendiri?"
Kata Mas Tejo usai menerima panggilan telepon "penting" itu.
Perasaan Karin langsung terjun bebas. Dari berbunga-bunga menjadi kecewa. Rasanya seperti patah hati, mungkin.
Karin hanya diam, tapi wajahnya berubah mendung. Senyum yang merekah langsung sirna.
"Saya benar -benar minta maaf Karin, ada urusan penting, kamu masih mau disini atau mau pulang? Biar saya pesankan taksi ya?"
"Nggak usah urusin aku, urus aja urusan penting mu itu!"
Karin langsung berdiri dan beranjak pergi.
"Jangan begitu Karin, maafkan saya..."
Mas Tejo mencoba mengejar Karin, tapi Karin berbelok ke toilet perempuan. Tak mungkin Mas Tejo masuk ke sana. Ponselnya kembali berdering. Mas Tejo memilih tidak mengangkatnya dan langsung meluncur pulang ke rumah. Sudah tidak ada waktu. Sebagai gantinya dia mengirimkan pesan ke Karin.
"Maaf Karin, saya ada urusan sebentar, lain kali kita ketemu lagi..."
Karin masih di dalam toilet ketika membaca pesan itu. Seketika air matanya meluncur. Urusan penting apa sampai Mas Tejo tega meninggalkannya begitu saja? Bahkan Mas Tejo tak sempat untuk sekedar mengantarkannya pulang. Dan ini bukan kali pertama. Sudah tiga kali kejadian seperti ini menimpanya sejak berhubungan dengan Mas Tejo. Karin memesan taksi online dan langsung pulang. Di sekanya air matanya sepanjang perjalanan. Karin tidak ingin orang tuanya tahu kalau dia menangis. Sampai dirumah Karin cepat-cepat lari masuk ke kamarnya. Dia tidak ingin orangtuanya tahu kalau dirinya pulang dengan taksi online bukan diantar Mas Tejo seperti yang seharusnya. Tapi sepertinya telinga Mama terlampau peka.
"Karin, kamu sudah pulang?"
Tanya Mama dari balik pintu kamarnya.
"Sudah Ma"
"Cuma sebentar, mana Mas Tejo mu?"
"Iya kan kata Mama nggak boleh lama-lama, Mas Tejo langsung pulang ada urusan katanya"
Jawab Karin, tak sepenuhnya berdusta. Untung Mama tidak melanjutkan pertanyaannya. Karin segera menghapus riasan dan pergi tidur.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!