NovelToon NovelToon

Mainan Tuan Dimitri

Membunuh Tuan Dimitri

Bosan dengan setting dunia modern?

Ayuk kita menjelajah ke dunia antah berantah dulu…

...AWAL MULA...

...PENGENALAN TOKOH...

Chloe Isabel

Aku wanita berusia 18 tahun yang bisu sejak lahir dan terlahir di keluarga kalangan bawah, yang tidak memiliki status apapun. Aku memiliki seorang kakak tiri bernama Sierra, ibuku hanya seorang manusia biasa yang telah bercerai dengan suaminya karena dia berselingkuh dengan pria lain yang akhirnya harus melahirkanku ke dunia. Dia telah meninggal dua tahun lalu dan membuat Sierra menjadi keluarga satu-satunya di dunia ini.

Ayahku? Aku tidak pernah tau keberadaannya dan siapa orangnya. Sosok ayah yang mendampingiku besar adalah papa Sierra, Paman Erik. Yang membuatku berbeda adalah aku memiliki tanda lahir di punggung yang mungkin dapat membuka jati diriku sebenarnya.

Keahlianku sebagai manusia biasa adalah aku rajin bekerja, lihai dalam melakukan tugas rumah tangga karena itu sudah menjadi kerjaanku sejak kecil di rumah. Tidak ada yang spesial dariku sampai aku masuk ke dunia Tuan Dimitri.

...***...

Dimitri D’Arcy

Aku seorang vampir yang telah hidup selama 999 tahun di dunia. Prajurit kepercayaan Raja Rudolmuv yang selalu berperang di baris terdepan dan satu-satunya vampir yang aktif berperang untuk raja. Hanya sedikit orang yang tau bahwa aku adalah vampir membuatku disegani oleh banyak orang karena kepribadianku yang misterius dan aku yang tidak pernah kalah saat bertarung membuatku mendapat julukan ‘Sang Penghancur’.

Kekuatan spesial vampir adalah bisa memanipulasi dan mengendalikan pikiran manusia, membuat mereka lupa akan keberadaan vampir di dunia. Kekuatan ini tidak berpengaruh terhadap vampir lainnya.

Semakin panjang umur seorang vampir maka semakin kuat dirinya jika ditempah dengan benar. Vampir yang malas dan hanya bersenang-senang tidak akan hidup lama di dunia karena sifat vampir yang penyendiri, membuat kita berhubungan dengan vampir lain hanya untuk kepentingan kekuasaan atau wilayah.

Okay! Masuk aja ke ceritanya…

...*** ***...

...Tahun 1509, abad ke-16...

...[Kediaman Myres]...

“Jadi kamu mau melakukannya atau tidak? Kalau tidak, nyawa kakakmu akan melayang.” ancam seorang pria bertubuh besar.

“Tidak! Jangan Chloe! Biarkan aku mati karena kesalahanku sendiri. Maafkan aku Tuan Myres, aku hanya mencuri sedikit uang dari kekayaanmu. Kamu boleh membunuhku, tapi jangan buat adikku melakukan itu!” jerit wanita yang dipegang oleh seorang pengawal.

Aku menggelengkan kepalaku dengan panik melihat ke arah saudara perempuanku satu-satunya di dunia ini. Aku menggerakkan tanganku dengan cepat.

‘Demi hidupmu, aku akan melakukannya, Sierra.’

“Hey! Apa yang kamu lakukan itu? Mau mengeluarkan jurus apa hah?” Tuan Myres tertawa mengejek.

“Adikku bisu, tuan. Dia tidak dapat berbicara jadi dia menggunakan bahasa isyarat.” ucap Sierra.

“Oh. Lalu apa katanya?!” bentak Tuan Myres tidak sabar.

Sierra melihatku lagi dengan air mata membasahi wajah cantiknya, aku mengangguk pasti.

“T-tidak Chloe! Kamu tau kan apa konsekuensinya jika kamu membunuh Tuan Dimitri?”

Namanya saja bisa memuat bulu kuduk orang berdiri, Dimitri D’Arcy adalah prajurit kepercayaan raja. Dia mendapat julukan sebagai ‘Sang Penghancur’.

‘Aku harus mencobanya, Sierra.’

Aku mengangguk pada Tuan Myres sebagai jawaban. Tuan Myres tersenyum puas dan bertepuk tangan.

“Bagus, bagus. Kita akan memulai latihanmu sekarang, aku memberimu waktu dua minggu untuk menguasai teknik membunuh. Selama itu juga, kakakmu akan berada di sel bawah tanah, tapi aku menjamin akan memberinya makan dan minum. Begitu juga dengan kamu.”

“Apakah tuan akan memberi kita bayaran?” tanya Sierra.

“Dasar orang miskin! Kamu berani mencuri dariku dan meminta bayaran!?” Tuan Myres murka.

Sierra tertunduk, “Maaf aku sudah lancang, tuan.”

“Jebloskan dia ke sel bawah tanah sekarang! Aku muak melihat wajah pencuri.” Tuan Myres memberi sinyal kepada penjaga untuk menyeret Sierra pergi.

‘Sierra! Aku pasti akan membebaskanmu. Tunggu aku!’

“Chloe, jaga dirimu baik-baik!” jerit Sierra saat diseret penjaga.

Tuan Myres duduk dengan kedua kaki terangkat diatas meja, dua dayang berada di sisinya, satu bertugas untuk menyuapi Tuan Myres anggur dan satunya lagi memijat bahu.

“Jadi namamu Chloe? Kamu benar-benar bisu?” tanya Tuan Myres memperhatikan wajah dan tubuhku.

Aku hanya mengenakan gaun panjang berlengan warna coklat yang biasanya dipakai oleh orang miskin dan sudah sedikit usang.

Wajahku tidaklah terlalu cantik, kalah jauh dengan Sierra. Orang bahkan menganggap kami bukan saudara. Tapi mereka betul, karena Sierra adalah kakak tiriku.

Kami lahir dari rahim yang sama. Mama sudah bercerai dengan ayah Sierra saat mengandungku. Kata ayah Sierra, Paman Erik, aku adalah anak hasil selingkuhan mama.

Sewaktu kecil aku tidak mengerti dan sering menangis ketika Paman Erik sengaja mengatakan itu dengan nada jahat di depan mukaku karena Paman Erik sebulan sekali pasti datang ke rumah untuk melihat Sierra.

Mama sendiri juga lebih sayang kepada Sierra walaupun dia tidak pernah mengatakannya secara langsung tapi dari perlakuan mama, aku bisa tau.

Aku memang tidak secantik Sierra, tapi aku lebih patuh. Hubunganku dengan Sierra juga selama ini baik-baik saja karena aku tipe orang yang mengalah sedangkan Sierra adalah tipe yang tidak bisa dikerasi.

Aku mengangguk kepada Tuan Myres.

“Hmm.. Baguslah, jadi kamu tidak akan pernah membuka mulutmu itu jika kamu gagal dalam tugas ini.”

Tuan Myres menjentikkan jarinya, “Eden. Latih gadis itu cara membunuh.”

“Baik, Tuan Myres.”

Seorang wanita paruh baya dengan rambut putih panjang dan berpakaian hitam mendatangiku. Aku berdiri dari posisi berlutut.

Kuku jarinya panjang dan tajam mengelus wajahku. “Chloe, aku bisa melihat bahwa kamu akan berhasil. Ikut aku.”

Aku memberi hormat pada Tuan Myres dan pergi mengikuti Eden. Latihanku dimulai tapi tanganku lamban dan aku ceroboh. Tidak mudah untuk menguasai teknik membunuh itu.

Sebenarnya aku hanya perlu mempelajari satu teknik mudah dan cepat. 5 hari belajar, aku sudah semakin mahir tapi aku juga harus belajar mengendalikan ekspresi.

Kata Eden, wajahku tidak bisa berbohong. Aku menunjukkan semua perasaanku dengan jelas. Setelah itu dia memberiku sedikit tips untuk memanipulasi ekspresi.

Itu hal yang penting karena aku harus menyamar sebagai seorang pelayan!

***

...[Kediaman Dimitri D’Arcy]...

Sudah 2 minggu aku bekerja di kastil tua ini, tidak pernah sekalipun melihat sosok Tuan Dimitri. Aku hanya mengenal wajahnya dari lukisan yang tergantung besar di aula.

Aku lolos seleksi dengan mudah karena aku sudah terbiasa melakukan pekerjaan rumah. Minggu pertama, kerjaanku adalah mencuci, menjemur dan menggosok pakaian Tuan Dimitri dan petugasnya. Kepala pelayan sangat senang dengan hasil kerjaku.

Dia ingin melihat keahlianku yang lain dan menempatkanku di bagian beres-beres rumah. Ada suatu noda bercak di anak tangga yang tidak pernah bisa hilang selama ini dan sanggup kubersihkan.

Kepala pelayan, Tuan Denis, bingung bagaimana caranya aku bisa melakukan itu. Aku tidak bisa memberitahunya karena aku bisu. Jadi aku menunjukkan cara membuat bahan untuk membersihkan noda dari tumbuh-tumbuhan.

“Wah, aku tidak pernah tau daun yang tumbuh lebat di kebun belakang bisa begitu ampuh membersihkan noda. Hebat kamu, Chloe!” ucap Tuan Denis memuji.

Sebenarnya cara itu diajarkan Eden, aku juga bingung kenapa Eden bisa berpikir sejauh itu.

“Minggu depan, kamu akan pindah ke bagian dapur. Aku ingin melihat posisi apa yang paling cocok untukmu Chloe. Kamu tidak keberatan kan?”

Aku menggelengkan kepalaku dan tersenyum. Mungkin aku sudah tidak akan berada disini minggu depan.

Antara aku berhasil atau mati.

Suasana malam begitu hening dan menyesakkan dada, aku tidak pernah keluar dari kamar melewati jam tidur. Tapi aku sudah mulai gundah karena waktuku hampir habis.

Nyawa Sierra bisa terancam jika aku gagal membunuh Tuan Dimitri.

Kamar pelayan berada di lantai bawah, aku memberanikan diri menaiki tangga ke lantai atas yang terlarang.

Aneh, sebagai orang yang penting, Tuan Dimitri tidak memiliki penjaga di dalam kastil. Hanya ada beberapa penjaga di gerbang depan.

Aku dapat melihat lukisan besarnya saat menyusuri anak tangga. Tuan Dimitri memiliki bola mata hitam yang memikat dengan wajah yang maskulin.

Bahkan aura gelapnya terpancar hanya dari dalam lukisan, membuatku bergidik.

Aku sudah tau Tuan Dimitri tidur di kamar yang mana. Saat melihat ke gagang pintu, aku terkejut karena pintu itu tidak terkunci.

Setelah melihat ke kiri dan kanan, aku menyapu keringat di tanganku ke baju putih yang kukenakan untuk tidur, aku membuka pintu dengan ekstra hati-hati.

Saat pintu itu terbuka, aku bernapas lega karena tidak ada bunyi. Tanganku memegang pisau kecil pemberian Eden yang kusimpan di saku.

‘Kamu harus berani, Chloe!’

Darah yang Mengalir pada Tubuhku

Ruangan itu hanya disinari oleh cahaya api yang membara di perapian besar. Suara kayu terbakar dan percikan api seakan berlomba-lomba untuk bertahan hidup.

Aku mengintip sedikit dari balik pintu yang sudah terbuka, kuberanikan diri untuk membuka lebih lebar. Kamar Tuan Dimitri sungguh luas, dengan dominasi warna merah.

Mataku langsung tertuju pada kasur besar yang terletak di tengah ruangan. Ada seseorang yang tidur disana, wajah itu dan rambut hitamnya langsung membuatku yakin bahwa dia adalah Tuan Dimitri.

Aku melangkah pelan tapi pasti, tak ada satupun suara saat kakiku menyentuh lantai kayu oak. Pisau belati sudah berada di tanganku dengan genggaman erat.

Hatiku berteriak untuk menghentikan ini. Seumur hidupku aku selalu menjadi orang baik, bahkan orang tidak akan tersakiti oleh perkataanku.

‘Tentu saja, Chloe. Kamu kan bisu.’

Mencoba untuk mengatur napasku yang mulai cepat, aku berdiri di samping kasur melihat Tuan Dimitri tidur tanpa pakaian. Dada bidangnya sedikit tertutup oleh selimut, dia putih sekali.

Aku mengulurkan tangan ke wajahnya, tapi dia tidak bangun.

Setelah memastikan dia tidur pulas, aku langsung menghunjamkan mata belati tajam berlapis perak ke arah jantung Tuan Dimitri.

Semuanya terjadi begitu cepat. Tanganku masih terayun keatas ketika sepasang mata hitam terbuka dan melihatku. Aku panik tapi aku tetap melakukannya, kuserang bagian dada Tuan Dimitri.

Dengan mudah dia menyergap lenganku, memutarnya dan beranjak dari kasur sehingga belati perak itu jatuh ke lantai.

CLAANK!

Lenganku sakit karena diputar tapi aku tidak bisa menjerit, jantungku berdegup tanpa ritme dan napasku tidak teratur.

Mati! Aku ketahuan!

Mata hitamnya menusuk diriku dan tangannya yang satu lagi melingkar di leherku dengan erat. Aku yakin besok saat mereka menemukan jasadku, akan ada bekas cengkraman itu.

“Siapa yang mengutusmu untuk membunuhku?” tanya Tuan Dimitri dengan wajah dingin, suaranya bergemuruh.

Aku membuka mulutku, tapi tidak ada suara yang keluar. Itu membuatnya marah. Dia mendorongku dengan keras ke dinding, cekikannya semakin erat.

Aku tidak bisa bernapas!

“Katakan sekarang juga! Berani-beraninya babu kecil sepertimu mencoba untuk membunuhku?”

Tanganku yang tidak diplintir, menarik lengan besarnya yang mencekik leherku. Tapi sia-sia, aku tidak berdaya. Napasku sudah hampir habis dan aku melihat wajah Tuan Dimitri sampai pandanganku kabur.

Aku akan pingsan sebentar lagi atau mungkin mati. Aku tidak tau.

Belum sempat mataku tertutup penuh, Tuan Dimitri melonggarkan cengkeramannya hingga aku bisa menarik napas panjang, tapi tangan itu masih melingkar di leherku.

“Kamu masih punya kesempatan, babu kecil. Aku akan membiarkanmu hidup jika kamu menjawab pertanyaanku. Siapa yang mengutusmu untuk membunuhku?”

Tuan Dimitri mengulang pertanyaan itu lagi. Dia melihat bibirku yang hanya bisa bergerak tanpa menghasilkan suara.

‘GO TO HELL!’

Bibir Tuan Dimitri terangkat keatas membentuk senyuman yang tidak penuh, “Kamu memang cari mati, babu kecil. Baiklah jika itu yang kau minta.”

Aku pikir dia akan memblokir saluran pernapasanku lagi, tapi Tuan Dimitri malah mendorong tengkuk leherku dan dia menurunkan kepalanya.

Aku terkesiap saat merasakan sakit di kulit, rasanya seperti ada paku yang menancap, lalu dia mulai menghisap leherku.

Sekujur tubuhku terbakar, panas sekali. Kakiku hampir tidak kuat menopang tubuhku sendiri dan aku pasti jatuh ke lantai jika tidak ada pria itu memegangku.

Suara hisapannya mengisi seluruh ruangan dibarengi dengan suara erangan wanita yang serak dan parau.

Tunggu!

Apa itu suaraku? Aku mencoba untuk mengeluarkan erangan lebih keras dan lebih lama, lalu berhenti. Suara itu juga berhenti.

Apakah aku juga bisa bicara?

Tapi belum sempat aku mencoba untuk membentuk kata, Tuan Dimitri berhenti. Aku mendesah kecewa tapi tidak ada suara yang keluar.

Tuan Dimitri mengangkat kepalanya dan aku bisa melihat bibirnya penuh dengan darah segar, dia menjilat bibirnya. Menikmati setiap sisa darahku yang menempel disana.

Matanya yang hitam telah berubah menjadi merah. Badanku bergetar hebat, campuran rasa takut dan sesuatu hal lain yang tidak aku mengerti.

“Kamu adalah manusia yang unik, babu kecil. Aku tadinya berniat untuk membunuhmu.. Tapi darah ini..”

Jari telunjuknya mengoles sisa darah yang ada di leherku dan lidahnya menjulur keluar untuk menjilat darah itu dan dua gigi taring terlihat. Tuan Dimitri menutup matanya dalam nikmat.

“Benar-benar sedap dan berbeda dari yang lain. Seumur hidupku, aku tidak pernah merasakan darah senikmat ini. Dan percayalah bahwa aku sudah hidup dalam waktu yang lama.”

Aku refleks memegang leherku yang masih berdenyut dan melihat kebawah. Ada darah yang mengalir menodai baju putihku.

Tuan Dimitri adalah seorang vampir!!

“Siapa namamu, babu kecil? Oh maaf, sepertinya kamu bisu.”

Aku menganggukkan kepala.

“Aku tidak jadi membunuhmu, babu kecil. Tapi sebagai gantinya kamu harus menjadi mainanku sampai aku bosan. Darah yang mengalir pada tubuhmu, semuanya adalah milikku!” ucapnya posesif.

Aku berontak karena ini gila! Aku tidak mau jadi mainan seorang vampir. Tuan Dimitri tertawa melihat usahaku untuk melarikan diri.

Tuan Dimitri menjentikkan jarinya, “Diam, jangan bergerak.”

Tapi aku terus memukul dan mencakar dadanya yang kekar. Gila, Tuan Dimitri punya badan yang bagus dan berotot. Dia sangat kuat, pantas saja dia itu prajurit kepercayaan raja yang selalu bertempur di barisan paling depan.

Eden bilang aku akan berhasil. Sungguh bodoh aku bisa percaya perkataan seorang nenek tua.

“Hentikan!” teriaknya lagi.

Aku tetap bisa melancarkan serangan tak berarti sampai dia menekan kedua lenganku ke dinding dengan tangannya.

Wajah Tuan Dimitri keheranan, “Kenapa kamu tidak bisa menurutiku? Menarik…”

Tuan Dimitri memperhatikan wajahku lalu turun ke badanku yang hanya terlapis baju putih yang tipis. Dia menatap dadaku yang turun naik karena aku bernapas dengan cepat.

Aku melemparkan tatapan mematikan karena dia sungguh lancang melihat tubuhku. Tuan Dimitri tersenyum kecil dan jantungku berhenti berdetak.

“Sungguh teramat menarik.” Tuan Dimitri melepas tanganku dan menekan bel di samping kasur.

Aku hendak menarik pintu ketika dia berkata, “Jangan coba-coba lari, babu kecil. Kamu akan menyesal.”

Aku tidak bodoh. Ada banyak penjaga di depan gerbang dan tidak ada celah untuk lari dari prajurit raja yang paling ditakuti.

Akhirnya aku hanya bisa membatu disana sampai tuan Denis muncul dengan napas terengah-engah. Ia tidak mengenakan pakaian kerjanya seperti biasa, hanya sebuah atasan putih dan celana coklat.

Tuan Denis terkejut melihatku disana. Aku pasti terlihat mengerikan dengan noda darah di baju putihku.

“Maaf, Tuan Dimitri. Apakah ada masalah?” tuan Denis melihat ke arahku lagi.

“Siapa nama pelayan ini, Denis?” tanya Tuan Dimitri.

“Ohh.. Dia adalah pelayan yang baru bekerja 2 minggu disini. Namanya Chloe Isabel.”

Aku menutup mataku pasrah. Tamat sudah.

“Chloe Isabel.”

Aku suka suara Tuan Dimitri menyebut namaku.

“Apa Chloe membuat masalah tuan? Maafkan saya tuan, saya sudah pernah memberitaunya bahwa tidak ada orang boleh naik ke lantai dua.”

“Dia mencoba untuk membunuhku, Denis.”

“Apa??” tuan Denis membelalakkan matanya lalu melihatku dan seisi ruangan. Matanya tertuju pada belati yang jatuh di lantai.

“Mulai sekarang kamu tidak perlu bekerja disini lagi, Chloe! Kamu dipecat! Malam ini juga kemaslah barangmu semua. Maafkan saya, Tuan Dimitri. Saya ceroboh telah merekrut gadis bisu ini. Tapi pekerjaannya selalu sempurna.. Saya tidak menyangka dia berani menyerang anda, tuan.” tuan Denis membungkukkan badan.

“Oh, bukan.. Aku tidak ingin dia dipecat. Sebaliknya, kamu harus mengawasi dia mulai sekarang. Dia boleh tetap bekerja disini tapi jangan biarkan dia lari,” ucap Tuan Dimitri.

“K-kenapa tuan? Dia mencoba untuk membunuh anda!” tuan Denis kebingungan.

“Dia bukan hanya seorang pelayan disini. Chloe Isabel adalah mainanku.”

...----------------...

...WARNING!! ...

...Sebelum lanjut wajib baca ini:...

Ini bukan cerita dimana Hero (karakter utama cowok) bakal langsung jatuh cinta sama

heroine (karakter utama cewek).

Kalau kalian suka tipe H yang manis & bucin akut silahkan berhenti. Karena dari bab 15-42 emosi kalian pasti akan memuncak.

Tapi kalau kalian suka cerita anti-hero, dimana h dibuat sengsara dulu namun akhirnya si H jadi bucin & rela mati demi h maka SELAMAT kamu telah menemukan cerita ini.

...⛔️⛔️⛔️...

Gara-Gara Gladys

Aku mendongakkan wajahku pada matahari terik dan menyeka bulir keringat yang jatuh dengan lengan bajuku. Lalu lanjut memetik tanaman herbal untuk keperluan dapur dari kebun belakang.

“Semua gara-gara kamu Chloe. Aku harus ikut berdiri disini mengawasimu.” gerutu Tuan Denis.

Aku hanya bisa memberinya senyuman kecut. Ini adalah hukuman Tuan Dimitri untuk kepala pelayannya karena telah merekrutku sebagai pelayan di kastil ini. Tuan Denis harus mengawasiku setiap saat, bahkan saat aku ke toilet, Tuan Denis akan berdiri di pintu depan.

“Kalau saja bukan karena setiap pelayan baru yang datang kesini tidak betah dan keluar, mungkin aku tidak akan memilihmu.”

Aku menatapnya dengan bingung.

Tuan Denis berkata, “Yah entah mengapa selama 25 tahun saya bekerja disini, pelayan tidak ada yang pernah betah selama lebih dari 1 bulan. Hanya koki dan asisten koki yang bertahan disini, itu pun mereka laki-laki. Mungkin aku harus berhenti merekrut pelayan perempuan.”

Aku bisa menerka jawaban dari misteri itu setelah apa yang terjadi padaku semalam. Ya karena Tuan Dimitri itu vampir. Dia hanya menghisap darah wanita.

Keranjangku sudah terisi penuh dan aku bangkit. Kami berjalan kembali ke kastil dari pintu belakang, langsung masuk ke dapur. Disana sudah ada koki utama dan asistennya yang mempersiapkan makanan.

Aku jadi berpikir apakah vampir juga makan makanan manusia?

Asisten koki, Ulrich, memberiku senyuman saat aku menyodorkan keranjang di tanganku.

‘Maaf, aku tidak bisa membantumu memetik karena harus ke pasar. Lain kali aku saja yang melakukannya. Lihat kamu sampai berkeringat begitu.’

Ulrich bisa menggunakan bahasa isyarat karena adiknya tuna rungu. Aku sangat gembira saat pertama masuk kerja karena sangat jarang sekali ada orang lain yang bisa bahasa isyarat.

Pria itu menyodorkan sapu tangan kecil dan aku tersipu malu menerimanya.

‘Tidak apa-apa, Ulrich. Aku hanya panas karena mendengar ceramah Tuan Denis.’

Ulrich tertawa lebar.

‘Sumpel saja telingamu dengan kapas.’

‘Ya terima kasih sarannya, Ulrich. Besok aku bukan hanya bisu, tapi tuli juga.’

Aku memutar bola mataku dan disambut dengan gelak tawa Ulrich. Dia pria yang menyenangkan, satu-satunya pekerja disini yang menyambutku ramah.

Tuan Dimitri juga memiliki seorang pelayan yang berbagi pekerjaan denganku, namanya Gladys. Tapi Gladys tidak suka padaku karena aku bisu dan dia semakin iri saat Tuan Denis menyukai caraku bekerja.

Gladys masuk ke dapur dan langsung tersenyum manis kepada Ulrich.

“Ulrich, apakah kamu mau membantuku pegang tangga? Aku harus membersihkan lampu gantung dan aku takut jatuh.” Gladys memanyunkan bibirnya.

“Ehmm.. Aku masih banyak kerjaan di dapur, Gladys. Bagaimana kalau setelah makan siang?” tawar Ulrich, ia lanjut memotong bawang bombay.

“Tidak bisa sekarang ya? Karna Tuan Denis maunya sekarang.” kata Gladys kecewa.

Aku menunjuk diriku sendiri sebagai isyarat aku siap membantu Gladys, tapi Gladys tidak acuh.

“Chloe bilang dia mau bantu kamu, Gladys.” Ulrich menangkap maksudku.

Pada akhirnya aku yang membantu Gladys membersihkan lampu gantung di ruang kerja Tuan Dimitri.

“Huh! Kamu tidak bisa liat aku senang sedikit aja ya, Chloe? Aku kan maunya ditemani Ulrich. Bukan kamu! Nih, sekarang kamu yang panjat tangga ini dan bersihkan debu di lampu gantung itu sampai mengkilap.”

Aku menelan ludah melihat tangga kayu yang menjulang tinggi itu. Rumahku tidak setinggi ini, jadi aku sedikit takut saat menaikinya. Gladys hanya memegang tangga dengan satu tangannya. Seperti ogah membantuku.

Akhirnya aku bisa sampai diatas dengan selamat dan membersihkan debu yang telah menumpuk disana. Aku telah menutup mulutku dengan kain, tapi mataku kelilipan. Aku merasa tangganya sedikit berguncang, saat aku melihat ke bawah, Gladys telah pergi.

Gila! Kemana dia?

Aku mengambil satu langkah turun saat tangga itu bergoyang dan hampir jatuh. Refleks aku memegang lampu gantung agar aku tidak ikut jatuh dengan tangga.

GUBRAKK!

Dentuman suara jatuhnya keras sekali sampai tangga itu terbelah menjadi dua. Tuan Denis datang dan menjerit.

“Ya ampun, Chloe! Gladysss!! Cepat kesini.”

Gladys tergopoh-gopoh datang dengan wajah panik. “Ada apa, Tuan Denis? Ya ampun Chloe! Kan sudah kubilang jangan naik dulu.. Tunggu aku selesai menjemur pakaian baru aku membantumu memegang tangga itu..”

Aku membelalakkan mata tak percaya. Gladys telah berbohong pada Tuan Denis. Dia yang sengaja meninggalkanku. Tapi aku tidak bisa membantah.

“P-panggil Ulrich cepat!” titah Tuan Denis.

“Tapi Ulrich lagi sibuk masak, tuan.”

“Masak atau nyawa orang lebih berharga? Cepat panggil dia!!” Tuan Denis kehilangan kesabaran.

Tanganku sudah mulai kehilangan kekuatan, kalau aku jatuh, cedera paling ringan adalah patah kaki. Kalau parah, aku bisa geger otak dan meninggal.

“Aduh. Kenapa tangga ini sampai terbelah dua juga? Tahan ya Chloe! Sebentar lagi bantuan datang.” seru Tuan Denis dari bawah.

Aku benar-benar tidak tahan lagi ketika Ulrich datang.

“Chloe! Lompat saja aku akan menangkapmu. Jangan takut..” perintahnya.

Aku ingin percaya pada Ulrich, hanya dia pria muda dengan badan yang tegap dan tinggi di kastil ini yang bisa menangkapku. Ada satu lagi sih, tapi mungkin dia sedang tidur.

Vampir kan memang tidurnya setelah matahari terbit.

Seharusnya aku membunuhnya di siang hari tapi aku tidak menyangka Tuan Dimitri adalah seorang vampir.

Aku terus bertahan disana, sampai tangan kiriku sudah lepas karena lemas. Tangan kananku pun menyusul kemudian. Aku memejamkan mata dan terjatuh.

Jika aku mati maka aku akan bertemu mama.

Tapi Ulrich benar-benar bisa menangkapku. Aku langsung melingkarkan lenganku ke lehernya tanpa membuka mata. Tapi aroma tubuh dan dinginnya kulit itu membuatku terlonjak.

Tuan Dimitri!

“Babu kecil, kamu seperti monyet saja bergelantungan disana.”

Aku buru-buru melepaskan pelukanku. Dengan terheran-heran aku bertanya ke Ulrich.

‘Aku pikir kamu yang menangkapku, Ulrich. Kenapa Tuan Dimitri bisa ada disini?’

Ulrich membalas, ‘Syukur saja ada Tuan Dimitri, aku hampir tidak dapat menangkapmu tapi tiba-tiba Tuan Dimitri sudah ada disini.’

“Apa yang kalian bicarakan?” gerutu Tuan Dimitri tidak senang.

“Maaf Tuan, Chloe bilang dia berpikir aku yang menyelamatkannya, dan aku bilang untung saja Tuan Dimitri datang tepat waktu.”

Tuan Dimitri menatapku sinis dan aku buru-buru mengucapkan terima kasih dan membungkuk. Tanpa sepatah kata, Tuan Dimitri keluar dari ruangan.

“Hayoo Chloeee.. Sepertinya Tuan Dimitri marah besar tuh seorang pelayan sepertimu memeluk dirinya.” ucap Gladys dengan nada semanis mungkin karena ada Ulrich dan Tuan Denis disana.

Aku menatap Gladys penuh amarah.

Ulrich bertanya, ‘Sebenarnya apa yang terjadi? Aku tidak percaya pada perkataan Gladys. Dia sengaja membuatmu jatuh?’

Aku tidak tega mengatakan yang sebenarnya karena Ulrich pasti akan membenci Gladys.

‘Tidak Ulrich.. Ini salahku. Maaf ya uda membuat kalian semua khawatir.’

“Ya sudah, bubar semuanya kembali pada kerjaan masing-masing. Chloe kamu dapat istirahat sebentar hari ini. Besok baru kamu lanjut pekerjaanmu. Tapi kamu tidak boleh keluar dari kamar sampai besok pagi, mengerti?” titah Tuan Denis.

Aku memijat tanganku yang pegal dan sakit. Gladys tersenyum senang melihat penderitaanku dan keluar mengikuti Tuan Denis.

Ulrich masih disana dan tersenyum sedih, “Sabar ya, Chloe. Aku tau kamu tidak mau mempermalukan Gladys. Kamu gadis yang baik.”

Kalau tidak ada orang lain di ruangan yang sama, Ulrich akan berbicara secara normal, dia tidak memakai bahasa isyarat. Aku cuma mengangguk lemah.

“Ehmm.. See you, Chloe. Istirahat ya..”

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!