Sebuah mobil mewah merek Alphard warna hitam berhenti di depan sebuah Sekolah Menengah Atas. Semua mata tertuju ke mobil tersebut. Pasalnya jarang sekali ada mobil mewah berhenti di sekitar sekolahan mereka.
Seorang pria dengan berpakaian jas lengkap keluar dari mobil. Menghampirinya gadis bertubuh ramping dengan rambut panjang sedang menunggu angkot di halte depan sekolahan.
"Permisi, Nona. Silahkan anda masuk ke dalam mobil. Tuan sudah menunggu Anda," ucap Ferdi asisten dari Mahesa.
"Hah? Maksudnya bagaimana?" tanya Delina kebingungan.
Setelah perdebatan panjang yang sedikit alot. Delina masuk ke dalam mobil mewah itu, meskipun banyak mata memandangnya dengan aneh. Dia berpikir lebih baik menuruti perintah pria itu daripasa berlama-lama ribut di keramaian pulang sekolah.
Mahesa menyunggingkan senyuman menyambut kedatangan Delina ke dalam mobilnya. Kemudian dia berkata, "Oh ini dia anaknya?"
"Maaf anda siapa?" tanya Delina yang sampai sekarang masih kebingungan.
Kembali Mahesa memberikan kode kepada asistennya untuk menerangkan maksud dan tujuannya. Ferdi yang mengerti langsung menjelaskannya semuanya agar Delina tidak larut dalam kebingungannya.
"Ini adalah Tuan Mahesa yang akan menjadi suami anda mulai besok, Nona," ucap Ferdi menjelaskan.
"Hah? Suami?" pekik Delina terkejut.
"Iya. Suami anda Nona. Tuan Mahesa telah melamar anda dan ayah anda menyetujuinya," terang Ferdi.
"Ayahku? Ta-tapi --" ucapan Delina terpotong.
"Diamlah tak usah banyak bicara!" ketus Mahesa.
Gadis yang baru saja lulus dari SMA itu belum bisa menutupi kebingungannya. Masih banyak sekali pertanyaan-pertanyaan yang mengendap di dalam hatinya. Namun, mengetahui respon ketus dari pria yang ada disebelahnya itu membuat Delina terdiam. Lebih baik dia mengikuti alurnya sampai benar-benar paham dengan apa yang sedang terjadi.
"Silahkan Tuan, Nona," ucap Ferdi membukakan mobil.
Mata Delina membulat sempurna dengan pemandangan rumah mewah yang ada dihadapannya. Rumah bak istana di negeri dongeng yang bisanya dia lihat dari layar televisi. Sebentar lagi rumah dengan pilar-pilar besar itu akan menjadi tempat tinggalnya.
Sebentar tetapi Delina belum percaya dia akan segera menikah dengan tuan muda. Dan siapa sebenarnya Mahesa dan darimana bisa kenal dengan Delina.
"Silahkan masuk, Nona. Ini akan menjadi kamar anda," ucap Ferdi mempersilahkan.
"Sebaiknya Anda istirahat terlebih dahulu. Besok adalah hari pernikahan Anda," lanjutnya.
Saat Ferdi balik badan dan hendak berlalu. Delina mencegahnya, "Tolong jelaskan apa yang sebenarnya terjadi."
Pria itu tersenyum mendapat pertanyaan dari Delina. Dia membalas, "Maaf Nona. Saya tidak bisa menceritakan semuanya sekarang. Nanti akan diceritakan sendiri kronologinya oleh Tuan Mahesa."
Seiring pintu kamar itu ditutup oleh Ferdi. Delina menghembuskan napas kasar dan mendaratkan tubuhnya di atas tempat tidur nan empuk itu.
"Kirain yang mendadak menikah cuma ada di novel atau film saja," gumam Delina.
Persis seperti cerita di novel yang sering dia baca. Dimana tokohnya tiba-tiba menikah dadakan. Dan calon suaminya adalah pria terkaya di negeri itu.
"Aku harus mendengar penjelasan ayah," ucap Delina sembari merogoh ponselnya dari dalam tas sekolahnya.
Tampaknya dia harus menelan kekecewaan lantaran ponselnya telah mati. Dikarena baterai ponsel yang sudah habis semenjak dia keluar dari gerbang sekolah.
**
Acara pernikahan sengaja digelar sederhana telah usai. Hanya mengundang kerabat terdekat saja. Dan kini rumah mewah itu kembali sepi, hanya ada beberapa pelayan yang sibuk membersihkan sisa-sisa acara.
Masih dengan gaun kebaya putih yang membuatnya tampak semakin cantik. Delina mencari dimana keberadaan pria yang sudah meminangnya. Dia akan menagih penjelasan yang sudah dijanjikan.
"Permisi," sapa Delina kepada dua orang pria yang sedang duduk di ruang keluarga.
Ferdi mempersilahkan Delina untuk duduk di sofa yang tadinya dia duduki. Sementara dirinya bergeser ke sofa yang lainnya. Itu dilakukan supaya Delina bisa duduk berhadap-hadapan dengan Mahesa.
"Anda harus menjelaskan kepada saya tentang pernikahan ini," pinta Delina.
Namun, pria yang diajak bicara itu tidak menanggapinya. Membuat Delina harus bertanya lagi, "Apakah Anda tidak mendengarkan pertanyaan saya?"
Justru pria yang berada disampingnya berdehem, "Saya akan menjelaskannya, Nona."
"Tidak perlu. Saya ingin yang bersangkutan yang menjelaskan kepada saya," ucap Delina.
Sebuah senyuman tersungging di bibirnya. Tanpa menoleh kearah Delina. Mahesa berkata, "Saya juga terpaksa menikahi kamu."
"Jika terpaksa kenapa Anda lakukan semua itu? Harusnya Anda tidak perlu menikahi saya," ucap Delina.
"Saya tidak bisa menolak apa yang papa saya katakan," balas Mahesa masih menoleh ke sembarang arah.
"Dan papa saya meminta kamu menjadi istri kedua saya."
Jawaban pria bernama lengkap Mahesa Putra Pratama itu berhasil membuat Delina bak disambar petir. Bagaimana bisa ceritanya tiba-tiba gadis yang baru mau lulus sekolah itu menjadi istri kedua.
"Apa? Istri kedua?" tanya Delina memastikan pendengarannya tidak salah.
Pria yang sedang menyesap rokok itu menganggukkan kepalanya.
"Tidak. Saya tidak mau menjadi istri kedua. Saya ingin Anda menceraikan saya sekarang juga!" tegas Delina.
"Anda ini sangat kurang ajar sekali. Tiba-tiba menculik saya lalu diajak nikah. Eh ternyata jadi istri kedua."
"Saya tidak mau menjadi istri kedua. Titik!"
Delina terus saja menggerutu mengungkapkan kekesalannya. Meskipun suaranya memekakkan telinga. Namun Mahesa membiarkan dia berbicara sampai capek sendiri.
"Tuan tolong ceraikan saya sekarang juga!" pinta Delina.
"Saya tidak mau menjadi madu."
Karena tidak segera mendapatkan jawaban dari Mahesa. Delina berkata, "Kalau Anda tidak mau menceraikan saya. Saya akan pergi dari rumah ini!"
Ancaman itu tidak berpengaruh apa-apa terhadap Mahesa. Pria itu tetap santai menikmati rokok yang menyelip di antara telunjuk dan jari tengahnya.
"Jika kau kabur kembalikan uangku sejumlah 500 juta yang sudah aku berikan kepada ayahmu," ucap Mahesa.
Baru beberapa langkah Delina beranjak dari tempat duduknya. Sontak langkah kakinya terhenti.
"Aku telah membelimu dengan harga 500 juga," lanjut Mahesa.
Tidak. Delina yakin ayahnya tidak akan tega menjual anak gadis satu-satunya demi uang. Apalagi merelakan Delina menjadi istri kedua.
"Tidak mungkin! Jangan berbohong, Tuan," elak Delina.
Mahesa menyunggingkan senyuman dan memberikan kode kepada Ferdi. Asistennya itu mendekati Delina dan menampilkan sebuah foto saat Mahesa berkunjung ke rumah Delina.
"Apa yang dikatakan Tuan Mahesa memang benar, Nona," tutur Ferdi.
Ferdi menunjukkan foto-foto saat Mahesa melamar Delina. Termasuk foto saat Mahesa menyerahkan sekoper uang kepada Nugroho, ayah dari Delina. Barulah Delina bisa mempercayai kata-kata mereka.
"Tuan saya mohon ceraikan saya," pinta Delina yang sudah bersimpuh dihadapan Mahesa.
Delina yakin tidak akan sanggup mengembalikan uang yang telah diberikan kepada ayahnya. Pasti Nugroho telah menggunakan uang tersebut untuk membayar utang. Mengingat memang Keluarga Delina memiliki banyak utang dimana-mana.
"Tuan saya mohon," lanjutnya.
Gadis itu memohon dan tak kuasa menahan tangis. Dia membayangkan kejamnya menjadi istri kedua. Apalagi istri kedua dari orang yang tidak dia ketahui asal usulnya.
"Saya akan mengembalikan uang anda dengan cara mencicilnya."
Senyuman sinis itu terus menempel di bibir pria itu. Hanya satu jenis senyuman sinis itu saja yang dia tampilkan semenjak tadi. Seolah tidak ada senyumannya lain dari bibirnya.
"Baiklah. Saya akan menceraikan kamu dengan syarat ..."
###
Kira-kira apa syaratnya ya? Ada yang bisa menebak? Ikuti terus novel ini.
🌱 Hello! Jangan lupa klik favorit, like, dan tinggalkan komentar ya. 🌱
Delina yang tadinya tertunduk, langsung mendongakkan kepalanya. Telapak tangannya menyeka air mata yang membanjiri wajahnya. Kemudian kembali duduk di sofa yang berhadapan dengan Mahesa.
"Apa syaratnya, Tuan?" tanya Delina masih dengan sesenggukan.
"Sebisa mungkin saya akan memenuhi syarat tersebut," lanjutnya.
Gadis itu sudah terlalu bersemangat untuk mendengarkan apa syarat yang diberikan oleh Mahesa.
"Aku akan ceraikan kamu setelah kamu melahirkan anakku nanti," ucap Mahesa.
"Kita hanya pura-pura menikah saja dihadapan papaku."
Jujur saja Delina belum mengerti dengan apa yang diungkapkan Mahesa.
"Bagaimana maksudnya?" tanya Delina.
"Aku hanya butuh rahimmu untuk mengandung calon anakku," lanjut Mahesa menjelaskan.
"Aku janji akan menceraikan kamu setelah anak itu lahir. Karena aku hanya butuh anak, bukan kamu."
Alasan utama Atmajaya, ayah dari Mahesa mendesaknya untuk menikah lagi adalah karena keturunan. Pria berusia 66 tahun itu merasa sudah sangat menginginkan cucu. Ditambah kondisinya yang sudah sakit-sakitan. Tidak bisa menjamin hidupnya bisa lebih lama lagi.
"Anak itu akan aku rawat bersama dengan istri pertamaku."
"Dan kamu tidak perlu mengembalikan uang yang sudah aku berikan kepada ayahmu."
Menuju tiga tahun pernikahannya dengan Maharani. Mereka belum dikaruniai keturunan. Pengecekan secara medis sudah dilakukan dan tidak menemukan gangguan pada kedua belah pihak. Beragam usaha juga sudah ditempuh, namun belum membuahkan hasil.
"Apakah tidak ada syarat lain selain itu?" tanya Delina merasa keberatan.
Menurut Delina berpisah dengan anak kandung, lebih berat daripada harus menjadi istri kedua. Namun, hanya itu yang bisa dia lakukan agar Mahesa tidak meminta uang yang telah diberikan kepada ayahnya. Atau selamanya hidup berdua dengan istri kedua Mahesa.
"Tidak," jawab Mahesa dengan singkat.
Terpaksa Delina menyetujui syarat dari sang tuan muda. Supaya dia bisa segera pergi dari rumah tersebut. Lebih baik pergi setelah melahirkan daripada menua dan tetap jadi istri kedua.
"Baiklah," ucap Delina tertunduk lesu.
Saat ini Delina sudah berada di dalam kamar khusus untuknya di rumah itu. Dia masih tidak percaya dengan keadaan yang ada. Gadis dengan gaun berwarna putih itu menghempaskan tubuhnya di atas ranjang. Berulang kali menepuk kedua pipinya dan berharap bisa bangun dari mimpi buruk itu.
"Ya Tuhan. Apakah ini benar garis takdir yang harus aku jalani?" gumam Delina.
Menikah selepas lulus SMA saja tidak pernah dia bayangkan. Apalagi mendadak menikah dengan orang yang tidak dia kenal. Dan lebih parahnya statusnya yang menjadi istri kedua. Sungguh seperti mimpi buruk bagi Delina.
"Kenapa harus aku yang menjadi istri kedua, Tuhan?"
"Apakah tidak ada pria lain di luar sana yang bisa menjadi satu-satunya milikku?"
Mau protes kepada Tuhan pun tidak akan bisa merubah garis takdirnya. Kenyataannya memang gadis belia itu harus menjalani hari-harinya dengan menjadi istri kedua. Dan akan segera diceraikan setelah melahirkan nanti.
"Kenapa papa tega banget menukar aku dengan sejumlah uang?" protes Delina.
Matanya tertuju pada ponsel butut yang saat ini mati karena kehabisan baterai. Jika saja ponsel itu masih menyala. Dia ingin mendengarkan penjelasan dari ayahnya secara langsung.
"Ah ya sudahlah. Yang penting utang-utang keluarga semua lunas."
Uang lima ratus juta yang diberikan kepada ayahnya sudah lebih dari cukup untuk membayar utang-utang keluarga. Bahkan cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan biaya sekolah adiknya yang masih SMP. Memang Delina berasal dari keluarga tidak berkecupan, ayahnya hanya bekerja sebagai penjual nasi goreng.
Tidak berselang lama setelah meratapi nasibnya. Gadis itu memutuskan untuk segera membersihkan diri. Tubuh dan pikirannya capek memikirkan nasib hidupnya.
"Aaa ..." pekik Delina saat tiba-tiba seseorang masuk ke dalam kamarnya.
Baru saja dirinya keluar dari dalam kamar mandi dan hendak mengambil baju dari lemari pakaian. Langsung gadis itu menutupi bagian dada dengan kedua tangannya. Karena saat ini, dia hanya mengenakan handuk.
"Tuan. Untuk apa Anda kemari?" tanya Delina.
"Kenapa Anda tidak mengetuk pintu terlebih dahulu?"
Delina mengungkapkan kekesalannya karena Mahesa yang menyelonong masuk begitu saja. Sementara tuan muda itu tidak bereaksi apa-apa. Dia pun langsung mendudukkan dirinya di tepi tempat tidur.
"Tuan. Bisakah Anda keluar?" ulang Delina.
"Memang ini rumah Anda. Tetapi ini kamar saya, Tuan. Saya ingin memakai baju dulu."
Senyum simpul melingkar di wajah tampan pria itu. Senyuman yang sebenarnya Delina sudah malas melihatnya.
"Apakah kau lupa. Aku ini siapamu?" tanya Mahesa tanpa menatap Delina.
"Apakah aku harus meminta izin terlebih dahulu untuk masuk ke dalam kamar istriku? Ah! Konyol sekali."
Gadis yang masih berdiri dengan memegangi handuknya itu mengernyitkan dahi. Dia tahu statusnya saat ini. Namun, bukankah Mahesa sendiri yang mengatakan kalau mereka hanya pura-pura menikah.
"Baru beberapa jam yang lalu kita membicarakan pernikahan ini. Dan kau sudah lupa akan peraturannya?" tanya Mahesa.
"Apa kau tidak ingin segera aku ceraikan?" lanjutnya.
"Jika iya, maka kita jangan menyia-nyiakan waktu."
Ditariknya tangan Delina dengan sangat kasar. Tubuh ramping gadis itu dia lemparkan ke atas tempat tidur. Dan Mahesa segara menyusul naik ke atas tempat tidur.
"Tuan ... apa yang anda lakukan?" pekik Delina mencoba menyelamatkan diri.
"Tuan ... tolong jangan lakukan itu."
"Aku belum siap, Tuan."
Jeritan yang keluar dari bibir Delina sama sekali tidak dihiraukan oleh Mahesa. Pria itu sudah membuang pakaiannya ke sembarangan arah. Dan kini tubuhnya sudah polos tak menyisakan sehelai benang pun.
"Jangan sia-siakan waktumu di rumah ini. Jika kau ingin segera pergi dari sini. Maka salah satu caranya adalah segeralah hamil dan melahirkan anakku!" tegas Mahesa dengan nada tinggi.
Ucapan pria itu berhasil membuat Delina terdiam. Benar juga apa yang dikatakan Mahesa. Jika dia bisa cepat hamil dan melahirkan. Maka dia bisa dengan cepat meninggalkan statusnya sebagai istri kedua.
"Te-tapi Tuan. Jangan sekarang," ucap Delina.
"Sa-saya belum siap."
Mahesa sudah memegangi dua tangannya agar Delina tidak bisa kabur. Kemudian pria itu memasang penutup mata di mata Delina. Entah apa tujuannya Delina tidak tahu. Dia hanya bisa pasrah dengan semua perlakuan Mahesa.
"Menunggumu siap hanya akan membuang-buang waktu!" ucapnya.
Beberapa saat kemudian. Mahesa sudah berhasil menyemburkan benihnya ke dalam rahim gadis yang masih perawan itu. Setelah berhasil mencapai puncak, pria itu memutuskan mengakhiri permainannya. Mahesa keluar dari kamar itu, karena memang tidak ingin berlama-lama dengan Delina.
Sementara Delina masih terisak di atas tempat tidur. Sekujur tubuhnya terasa sakit akibat permainan kasar yang dilakukan oleh suaminya.
"Ya Tuhan," ucap Delina melepaskan penutup matanya.
"Apakah aku sanggup menjalani kehidupan ini nantinya?" lanjutnya berusaha untuk duduk di tepi tempat tidur.
Tidak lama pintu kamar diketuk. Delina segera membereskan kamar yang berantakan. Kemudian membuka pintu kamarnya. Di sana sudah berdiri Ferdi.
"Nona ... ada telepon dari ayah Anda," ucapnya menyodorkan telepon.
###
Apa iya Delina sanggup menghadapi kehidupan barunya menjadi istri kedua? Ini baru hari pertama loh 😂 Dan apa yang akan dikatakan oleh Nugroho, ayah Delina ditelepon itu?
S****top dulu!
🌱Jangan lupa klik favorit, like, dan kasih komentar dong.
Delina membawa telepon itu ke dalam kamar dan berbicara dengan sang ayah. Pembicara itu dibuka dengan ucapan selamat atas pernikahannya. Tak lupa Nugroho, ayahnya mengatakan permintaan maaf karena menerima lamaran Mahesa tanpa persetujuan darinya.
"Ya sudah Ayah. Doakan Delina bisa bahagia dengan dia ya," ucap Delina.
Waktu makan malam pun tiba. Ferdi mengajak Delina untuk turun ke lantai bawah. Awalnya Delina ingin menolak makan malam, tetapi perutnya tidak bisa diajak kompromi. Dia belum makan semenjak acara pernikahan itu selesai.
"Silahkan, Nona." Ferdi menarik sebuah kursi yang diperuntukkan bagi Delina.
Perempuan yang sudah direnggut keperawanan itu merasa susah untuk berjalan. Dengan tertatih Delina mendudukkan dirinya di kursi tersebut. Dia tersenyum sebagai ucapan terima kasih kepada asisten dari suaminya itu.
"Silahkan menikmati makan malam Anda, Nona. Jika membutuhkan sesuatu katakan kepada saya," ucap Ferdi mempersilahkan.
"Baiklah. Terima kasih ya," ucap Delina.
Makan malam pertama di rumah yang sangat mewah itu. Sempat melintas di benak Delina, apakah rumah sebesar dan semewah ini memang sepi seperti saat ini. Dimana penghuni lainnya, apakah sengaja tidak dikenalkan kepadanya.
Memang semenjak kedatangan banyak orang yang berpapasan dengannya. Setiap orang yang berpapasan dengannya mengenakan pakaian yang sama. Itu artinya mereka adalah pelayan atau pengawal di rumah ini.
"Tuan. Apakah rumah ini memang tidak ada penghuni selain Anda?" tanya Delina mencoba basa-basi.
Meja makan yang terbuat dari marmer itu tampak mewah dan elegan. Terdapat banyak kursi yang mengelilinginya. Namun, malam ini hanya ada dia dan Mahesa yang mendudukinya.
"Tuan. Rumah ini sangatlah besar. Di mana penghuni yang lain?" tanya Delina lagi.
"Di mana orang tua Anda, Tuan?"
"Lalu di mana istri pertama Anda?"
"Saya ingin berkenalan dengan penghuni lain di rumah ini."
Semua pertanyaan Delina itu tidak ada satupun yang dijawab oleh Mahesa. Tuan muda itu memilih sibuk menikmati makanannya. Dengan santai namun lahap memasukan makanan ke dalam mulutnya.
"Maaf Nona. Bukannya saya ikut campur. Saya hanya ingin menjawab beberapa pertanyaan Nona saja," sela Ferdi yang dari tadi berdiri tidak jauh darinya.
"Orang tua Tuan Mahesa sedang berada di Singapura untuk menjalani pengobatan. Dan besok beliau akan kembali ke rumah ini. Beliau sangat ingin bertemu dengan Anda," terang Ferdi.
Delina mengangguk-anggukkan kepalanya mendengar penjelasan dari Ferdi. Seraya memasukkan nasi ke dalam mulutnya, dia menyimak penjelasan Ferdi dengan seksama.
"Sedangkan istri pertama Tuan Mahesa adalah Nyonya Maharani. Saat ini beliau tidak berada di rumah, karena sedang menangani pekerjaannya yang ada di Australia."
Pucuk dicinta ulam pun tiba. Baru saja membicarakan mengenai istri pertama dari Mahesa. Pria itu mendapatkan panggilan masuk dari Manatan.
"Halo Sayang. Apa kabar?" tanya Mahesa setelah menerima teleponnya.
"Aku sangat merindukanmu Sayang."
"Segeralah pulang ke rumah. Aku menantimu."
Delina mencoba mendengarkan suara samar-samar dari seberang telepon sana. Namun, usahanya gagal karena suara itu terlalu pelan. Dan Mahesa sengaja tidak mengeraskan suara dari si penelpon.
"Aku tidak ada perasan apa-apa kepadanya Sayang," ucap Mahesa lagi.
...
"Kamu tahu kan aku menikah lagi hanya karena menuruti permintaan terakhir papa?"
...
"Tenang saja Sayang. Aku tidak akan jatuh cinta selain kepadamu. Kamu ingatkan kalau dia hanya akan menjadi penampung calon buah hatiku saja?"
...
"Cepatlah pulang. Aku juga akan terus berusaha agar kamu juga bisa mengandung buah hati kita."
...
"Baiklah setelah kau pulang nanti. Aku akan memakan kamu habis-habisan. Semoga kau hamil lebih dulu dari pada dia."
...
"Aku tunggu kepulangan kamu segera. Hati-hati di sana. Bye-bye. I love you."
Begitulah kira-kira percakapan mesra antara Mahesa dengan istri pertamanya. Dari sanalah Delina mulai menyimpulkan bahwa sikap dingin Mahesa hanya berlaku kepadanya. Buktinya barusan dia teleponan dengan istri pertamanya dengan sangat mesra.
"Ferdi. Siapkan kepulangan Maharani segara," perintah Mahesa yang diangguki Ferdi.
Rasanya Delina cemburu terhadap perlakukan Mahesa kepada istri pertamanya. Tetapi dia juga sadar apa status dan posisinya saat ini. Delina hanya bisa terdiam mendengar kemesraan Mahesa dan istri pertamanya.
"Tuan apakah Anda ingin tambah makanannya?" tanya Delina hendak melayani sang suami. Tetapi tawaran itu sia-sia. Sekali dingin tetapi dingin sikap tuan muda itu.
Setiap apa pun yang dikatakan Delina. Mahesa tidak pernah menjawabnya. Pria itu memilih untuk melanjutkan makannya dan menghabiskan sisa makanan yang ada di piringnya.
"Tuan biar saya yang menuangkan air minum untuk Anda." Delina bersusah-payah berdiri untuk menuangkan air putih ke dalam gelas Mahesa.
Tidak ada ucapan terima kasih sebelum pria itu meminum air putih itu. Dalam hatinya Delina bertanya-tanya kenapa Mahesa bersikap sangat dingin kepadanya. Sedangkan sikapnya sangat berbanding terbalik saat berbicara dengan istri pertamanya.
"Nona biar pelayan saja yang membereskan sisa makanannya," cegah Ferdi saat melihat Delina sibuk menumpuk piring kotor.
"Tidak apa-apa kok. Bukankah ini merupakan pekerja istri?" balas Delina sembari tersenyum manis.
"Tetapi di rumah ini tidak kurang pelayan untuk membereskan itu semua, Nona," lanjut Ferdi.
Segera Ferdi meraih piring-piring sisa makan yang sudah di tumpuk oleh Delina. Asisten itu tidak akan membiarkan seorang Delina melakukan pekerjaan yang seharusnya dikerjakan pelayan.
"Lebih baik Anda istirahat saja, Nona," ucap Ferdi.
"Baiklah kalau begitu. Terima kasih atas makan malamnya ya," balas Delina.
Delina menolah kearah sang suami. Kemudian berkata, "Selamat malam dan selamat istirahat, Tuan."
Dia mulai bangkit dari duduknya. Dengan tertatih Delina beranjak dari tempat duduknya. Rasa sakit bercampur perih akibat ulah Mahesa siang tadi masih tersisa sampai saat ini.
"Jalannya biasa saja," celetuk Mahesa yang masih duduk ditempatnya semula.
"Tidak bisa Tuan. Anda memang tidak bisa merasakan, Tuan," balas Delina.
"Halah biasa saja! Terlalu berlebihan!"
Delina memilih diam daripadanya harus berdebat dengan suaminya. Merasakan bagian bawah sana yang sakit saja sudah susah. Apalagi ditambah debat dengan Mahesa, sudah pasti dia akan kalah.
"Memang laki-laki bisanya menyakiti," gerutu Delina dalam hati.
Baru mendengar kemesraan Mahesa dengan istri pertamanya melalui telepon saja dia sudah merasa iri. Apalagi nanti saat mereka harus tinggal bersama di rumah ini. Sudah pasti akan melihat pemandangan mesra-mesraan yang akan dilakukan Mahesa.
"Sudah punya istri ngapain nikah lagi coba?" Delina terus saja menggerutu sampai di dalam kamarnya.
"Cuma bikin orang sakit hati saja," imbuhnya.
Delina menjadi kepikiran bagaimana sifat istri pertama dari Mahesa. Apakah dia akan memperlakukannya dengan baik atau sebaliknya. Saat ini dia tak sanggup membayangkan jika istri pertamanya kejam seperti di novel atau film-film kebanyakan.
"Oh Tuhan. Bantulah hamba untuk menjalani kehidupan ini," ucap Delina bergidik ngeri membayangkan kekejaman istri pertama.
###
Tebak-tebakan dulu yuk. Bagaimana sifat istri pertama Mahesa? Tulis di kolom komentar.
🌱Jangan lupa klik favorit, like, dan komentar ya. Sehat selalu semuanya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!