"Mas, bisa tidak di kurangi pulang malam dan nongkrong sama teman-teman mainnya?" pinta Ruby.
"Sayang, kan aku tuh capek kerja, aku juga ingin punya hiburan biar tidak stress," jawab Adnan acuh.
"Tapi aku butuh kamu juga untuk bertukar cerita. Kamu tahu sendiri kita hanya bisa bertemu malam hari. Akhir pekan kadang kamu juga menghabiskan waktu mu bersama teman-teman mu," Ruby masih belum menyerah meminta waktu dari suaminya.
"Memang kamu mau cerita apa? Kehidupan kita kan baik-baik saja. Kamu bahagia bersama ku, aku juga bahagia bersama mu. Kalo kamu mau pergi sama teman-teman mu, aku tidak akan melarang,"
"Iya aku memang bahagia, tapi aku juga membutuhkan waktu mu untuk berbagi kebahagiaan dengan mu. Sean juga butuh perhatian mu, Mas."
"Sayang, kurang apalagi aku sama kamu dan Sean. Aku sudah memberikan segalanya. Tapi aku juga butuh waktu untuk diri ku sendiri. Waktu ku tidak melulu dengan kalian. Aku punya hobi. Dan aku tidak suka ada yang menentang hobi ku. Aku juga butuh hiburan untuk diriku sendiri."
Setiap kali Ruby membahas tentang prilakunya, Adnan selalu saja mengelak dan beralasan bahwa ia juga butuh hiburan setelah capek bekerja. Akhirnya Ruby hanya bisa memendam kekesalannya hanya dalam hatinya karena tidak ingin bertengkar dengan suaminya.
Entah sampai kapan Ruby harus memendam kekecewaannya. Mungkin suatu saat nanti kekecewaan itu akan menjadi bom waktu yang siap meledak sewaktu-waktu. Ruby mencoba untuk bersabar berharap Adnan akan berubah.
Setibanya di kantor suasana hati Ruby masih merasa kesal pada suaminya, Adnan. Sudah tiga tahun mereka menikah tapi Adnan masih saja tidak berubah dari sebelum mereka menikah. Adnan masih suka pergi bersama teman-temannya dan asik sendiri dengan dunianya hingga sering pulang malam dan sampai tidak pulang. Dari pernikahannya mereka di karuniai seorang putra yang baru berusia dua tahun yang bernama Sean.
“Kenapa kamu tidak pernah berubah, Mas? Tidak bisa kah aku dan Sean yang menjadi pengobat lelah mu?” Pikirannya melayang mendambakan suaminya berubah dan lebih perhatian terhadap keluarga.
Pikirannya melayang jauh mendambakan rumah tangga yang bahagia. Selama ini Ruby selalu memendam kekecewaannya pada Adnan sendiri. Sebenarnya ia sudah tidak kuat menanggung kecewa itu sendiri tapi setiap mau bicara pun akan selalu salah di mata Adnan.
Mau bercerita pun, cerita pada siapa? Ini adalah aib rumah tangganya. Ruby tidak ingin ada orang tahu permasalahan rumah tangganya.
“Woy, pagi-pagi sudah melamun, kenapa?” tanya Nita teman kerja Ruby.
“Kepo sekali sih Buk,” jawab Ruby mengelak.
“Laporan bulan ini harus di kirim ke kantor pusat, nanti kamu aja ya, aku tidak bisa,” pinta Nita.
“Iya, biar aku sekalian pulang saja,” jawab Ruby mengiyakan.
“Oke, terimakasih sayang,”
“Memang kamu mau kemana Nit?”
“Ada janji sama teman,”
“Teman apa teman nih?”
“Teman lah siapa lagi, haha,”
Ruby menggelengkan kepala mendengar jawaban Nita. Banyak gosip yang beredar bahwa Nita mempunyai selingkuhan di belakang suaminya. Tapi Ruby tidak pernah mengindahkan gosip itu, karena Nita tidak pernah bercerita apapun padanya.
Di jam istirahat Nita tampak sibuk menelepon dengan seseorang dan kerap seperti itu bahkan hampir setiap jam istirahat ia melakukan hal yang sama. Dan di jam kerja pun sering kali ia mendapatkan pesan yang membuat wajahnya mesem-mesem seperti yang sedang jatuh cinta. Ruby pikir mungkin itu bersama suaminya, karena Nita selalu menceritakan kemesraannya dengan suaminya.
Satu jam sebelum jam pulang Ruby bersiap-siap untuk pulang lebih awal karena akan mengantarkan berkas laporan ke kantor pusatnya yang berada agak jauh dari kantornya saat ini. Tapi menjadi lebih dekat ke arah rumahnya apabila melewati jalan memotong ke sana. Ini adalah kali pertama Ruby mengantarkan laporan ke kantor pusat karena biasanya Nita yang yang mengantarkannya.
Karena jalanan macet Ruby menelepon seseorang yang menangani laporan kantornya untuk menunggunya.
“Halo, saya Ruby yang mengantarkan berkas laporan dari kantor cabang BC. Maaf Pak saya terlambat karena jalanan macet, bisakah bapak menunggu sebentar?” ucapnya pada seseorang diujung telepon.
Setelah mendapat jawaban dari yang ia telepon akan menunggunya Ruby merasa lega.
Ruby melanjutkan kembali perjalanannya yang tersendat macet. Mobilnya maju perlahan, mungkin hanya satu meter per satu menit. Membuat Ruby bosan menyetir.
Akhirnya setelah telat tiga puluh menit Ruby sampai di kantor pusat. Ruby berjalan masuk tapi receptionisnya sepertinya sudah pulang. Ruby berjalan mencari ruangan yang di beritahukan sesuai dengan arahan Nita.
Dan akhirnya sampai dimana ruangan itu berada. Suasana kantornya tampak sepi karena sebagian besar karyawannya sudah pulang. Ruby membuka pintu dan dilihatnya ada seorang laki-laki yang sedang duduk di mejanya dan sibuk dengan berkas-berkas di depannya.
“Permisi, Pak. Apa saya bisa bertemu dengan Pak Beni? Saya dari Kantor cabang BC yang tadi menelpon,” ucap Ruby sopan.
Laki-laki itu memperhatikan Ruby dengan seksama dari bawah sampai ke atas kepala. Ia tersenyum. Senyum yang membuat hati wanita mana pun pasti tertarik dan meleleh dibuatnya.
“Oh ya, yang tadi telepon ya. Pak Beni sedang ke mushola. Sama saya juga bisa,” jawab laki-laki itu.
“Baiklah, ini Pak berkas laporannya,” menyodorkan berkas yang ia bawa.
"Baik. Silakan duduk! Saya periksa dulu laporannya" laki-laki itu mempersilahkan Ruby duduk di depan mejanya.
Laki-laki itu membuka berkas yang Ruby bawa dan mengecek tiap lembarnya. Tidak berselang lama Pak Beni datang.
“Bu Ruby, Bu Nita kemana?” sapa Pak Beni yang baru saja datang.
“Bu Nita ada keperluan, Pak. Jadi saya yang di tugaskan kesini,” jawab Ruby.
Pak Beni memang sering ke kantor cabang jadi Ruby sudah sangat mengenalnya.
Rekan Pak Beni sudah selesai mengecek Laporan yang Ruby bawa dan menyerahkannya pada Pak Beni.
“Kalo laporannya tidak ada masalah saya pamit undur diri,” pamit Ruby.
“Bu Ruby ini Pak Rega yang selanjutnya akan menangani laporan bulanan kantor cabang kita,” ucap Pak Beni memperkenalkan rekannya.
“Oh begitu, saya Ruby Pak,” ucapnya melayangkan senyum pada Rega yang menyodorkan tangannya untuk menjabat tangan Ruby dan Ruby menyambutnya.
“Rega,” tersenyum juga pada Ruby lalu mereka bersalaman.
NEXT >>>>>>
jgn lupa tinggalkan jejak kalian yah dengan like & comment di setiap episodenya.
Jadikan favorit juga kalo kalian suka dengan cerita ini.
Author menulis cerita ini hanya untuk di ambil hikmah dan pelajaran di dalam nya....
Jika ada hal negatif dalam cerita ini mohon untuk tidak di tiru ya teman-teman.
Semoga suka dengan ceritanya ya....
jangan lupa juga follow authornya...
😉🤗🤗
“Rega,”
“Saya pamit kalau begitu, permisi” pamit Ruby lagi.
“Hati-hati Bu, diluar sepertinya sedang turun hujan,” ucap Pak Beni.
“Ah iya Pak, terimakasih.”
Ruby keluar dari ruangan Pak Beni dan melangkahkan kakinya keluar kantor. Benar saja di luar turun hujan deras. Terpaksa Ruby menunggu hujan reda karena untuk berjalan ke parkiran cukup jauh. Ruby duduk di sofa yang ada di lobi sambil memeriksa media sosialnya. Suasana kantor sudah sangat sepi sekali udara dingin berhembus ke tubuhnya.
Lama hujan tak kunjung Reda, hari sudah hampir malam Ruby berniat untuk memaksakan diri untuk berlari ke parkiran, saat itu Rega muncul dan menyapanya.
“Bu Ruby, belum pulang ternyata,” sapa Rega.
“Belum Pak, hujannya deras sekali. Saya tidak bawa payung untuk ke parkiran,” jawab Ruby.
"Kebetulan saya juga mau pulang, sebentar saya cari payung dulu,"
Rega berjalan ke belakang meja receptionist dan membuka lemari, tapi Rega hanya menemukan satu payung saja.
“Ini ada payung tapi hanya ada satu, bagaimana kalo Bu Ruby saya antarkan sampai mobil,” tawar Rega.
“Boleh kalau tidak merepotkan,” terpaksa Ruby menerimanya karena ia ingin cepat pulang.
Di depan kantor Rega membuka payungnya dan berjalan bersama Ruby ke parkiran. Ditengah perjalanan menuju parkiran petir yang sangat keras terdengar. Ruby meringsut kaget dan ketakutan, namun tiba-tiba Rega memegang pundaknya.
Deg.
Seketika jantung Ruby berdegup kencang tak terkendali. Ruby dan Rega saling melempar tatapan, beberapa detik kemudian keduanya saling salah tingkah.
"Maaf," Rega melepaskan cengkramannya di pundak Ruby.
Ruby tertunduk malu.
"Kok bisa begini sih?Aduh kenapa bisa begini? Kan malu jadinya," gumam Ruby dalam hati.
"Kenapa aku merasakan hal yang berbeda? Sepertinya dia orang yang sangat istimewa. Ada apa dengan jantung ku? Berdebar seperti ini. Apa aku menyukainya? Ingat Rega kamu sudah menikah dan mungkin dia juga," gumam Rega dalam hati.
Mereka melanjutkan jalannya menuju parkiran dalam pikirannya masing-masing. Tanpa mereka sadari
“Terimakasih, Pak Rega. Ini mobil saya,” ucap Ruby menunjuk ke mobilnya.
“Oh iya, kebetulan sekali sebelahnya mobil saya,” ucap Rega.
Rega mengantarkan sampai Ruby masuk ke dalam mobil, Ruby mengucapkan terimakasih sekali lagi lalu ia melajukan mobilnya.
Di Grup chat wathsapp perusahaan sering sekali Rega muncul memberikan informasi tentang permintaan berkas atau apa saja yang harus di siapkan kantor cabang dan yang lainnya tentang perusahaan.
Banyak yang membicarakannya karena penampilan dan jiwa kharismatinya, termasuk Nita. Tidak aneh kalau Nita sering membicarakannya karena Nita sering bertemu untuk mengantarkan laporan atau ada tugas khusus dari kantor untuk keluar kota dengan Rega dan rekan kerja yang lain.
“Kamu tahu Pak Rega kan, By?” Nita memulai obrolan.
“Iya kenapa? Aku pernah bertemu waktu aku ke kantor pusat,”
“Dia orangnya keren sekali kan, dia juga orangnya supel dan sangat berkarisma,”
“Kamu suka sama dia? Menurut ku dia biasa saja Nit,”
“Iya siapa sih yang tidak suka sama cowok tampan kayak dia, tapi sayang dia sudah punya istri,”
“Kan kamu juga sudah punya suami, Buk,”
“Haha, iya sih. Tahu tidak dia itu sudah pernah menikah sebelumnya, jadi yang sekarang itu pernikahan keduanya,”
“Oh begitu, kamu tahu darimana?”
“Dia yang cerita sendiri sama aku, ya kita kan sering BBM an,”
“Oh begitu,”
Seketika obrolan mereka terhenti dengan suara dering ponsel Nita, sikap Nita berubah saat menerima panggilan teleponnya. Nita tampak sumringah dan bermanja-manjaan dengan yang seseorang yang ada di telepon. Terkadang Ruby merasa iri dengan temannya karena ia selalu mesra dengan suaminya.
Ruby mememeriksa ponselnya yang bersuara, di dalam ponsel tertera permintaan pertemanan BBM dari yang bernama Rega, tidak pikir panjang Ruby menerimanya. Tidak lama berselang Rega mengirimkan pesan.
Rega : Terimakasih, udah di accept. 😊
Ruby : Sama-sama Pak Rega. ☺️
Rega : Lagi apa? ☺️
Ruby : Lagi kerja 😬
Rega : Oh iya ya. Selamat bekerja kalau begitu. 😁
Ruby : Terimakasih, Pak Rega. Selamat bekerja juga. ☺️
Rega : Sampai ketemu lagi nanti, Bu Ruby. 🌹
Ada perasaan senang saat Rega mengirimkan pesan padanya. Tapi secepatnya Ruby tersadar bahwa dirinya dan juga Rega sudah mempunyai pasangan dan kehidupan masing-masing.
Ruby menutup ponselnya kembali dan melanjutkan pekerjaannya. Nita juga selesai dengan teleponnya.
“Telepon dari suami, Nit?” tanya Ruby.
“Bukan,” jawab Nita singkat namun terlihat gurat kebahagiaan di wajahnya.
“Terus dari siapa?” tanya Ruby lagi penasaran.
“By, aku sedang menjalin hubungan dengan pria lain, tapi kamu jangan bilang-bilang ya. Aku cerita ini Cuma sama kamu,” jelas Nita setengah berbisik.
“Tapi, Nit, semua orang sudah banyak bergosip tentang mu.”
“Biarkan saja mereka bergosip yang tahu dan merasakan pahitnya kehidupan ku hanya aku,”
“Bukannya kamu bahagia dengan suami mu? Kenapa kamu bermain api di belakangnya?”
“Aku hanya menutupi kesedihan ku dengan menseritakan kebahagiaan tapi sebenarnya itu bukan dengan suami ku, suami ku sangat dingin dan aku merasa rumah tangga ku hanya gitu-gitu aja tidak ada kemajuan apapun, belum lagi diantara kami belum dikaruniai seorang anak, aku jadi merasa kesepian,” jelas Nita lagi sekarang dengan mimik wajah yang sedih.
“Apapun itu adalah pilihan mu, kamu harus siap dengan apa yang telah kamu lakukan dan harus siap menanggung resikonya,” ucap Ruby sembari mengusap pundak Nita.
"Aku tahu itu. Makasih Ruby. Bagaimana kamu dan suami mu?" Nita balik bertanya tentang rumah tangga Ruby.
"Aku baik-baik saja dengan suami ku," jawab Ruby sambil tersenyum.
Nita hanya menunduk dan tenggelam dalam pikirannya, mencoba mencerna kata-kata Ruby yang menyentuh hatinya.
Pulang kantor Ruby pergi berbelanja keperluanya dan beberapa bahan makanan. Ruby memang sangat gemar memasak dari latar belakang pendidikannya, Ruby pernah mengikuti kursus memasak sewaktu duduk di bangku SMA.
Ruby memarkirkan mobilnya di parkiran swalayan, namun ia merasa tidak asing dengan mobil yang terparkir di samping mobilnya. Tanpa ambil pusing Ruby berjalan melanjutkan langkahnya masuk ke dalam swalayan.
Keranjang belanja ia ambil dan mencari apa saja yang akan ia beli. Dari mulai sayuran, bumbu dapur, dan makanan beku.
Seseorang memperhatikannya dengan seksama, melihat setiap gerak geriknya mengambil apa yang ia masukan ke dalam keranjang belanja.
Namun Ruby tak menyadarinya, Ruby asik memilih dan mengambil apa yang ia perlukan.
“Bu Ruby,” panggil Rega yang melihat Ruby tak jauh dari tempatnya.
Melihat belanjaan Ruby yang lumayan banyak, Rega merasa kasihan dan memberanikan diri memanggil Ruby untuk membantunya.
NEXT >>>>>>>
jangan lupa tinggalkan jejak kalian ya
dengan like comment vote follow dan bintang limanya.
semoga suka dengan cerita R&R ini.
“Bu Ruby,”
Ruby melihat di sekitarnya mencari suara yang memanggilnya. Rega segera mendekat dan menyapa Ruby yang sudah sedari tadi ia perhatikan.
“Belanja juga?” tanya Rega basa-basi.
“Iya, Pak,” jawab Ruby sambil tersenyum pada Rega.
Di keranjang milik Rega ada beberapa makanan beku dan beberapa mie instan dan beberapa bahan makanan lainnya. Ruby melihatnya menjadi kagum pada Rega yang mau berbelanja bahan makanan itu sendiri padahal sudah pasti ada istrinya yang mengurusnya.
Rega sendiri merasakan hal yang sama pada Ruby ketika melihat keranjang belanjaaan milik Ruby.
Selesai berbelanja mereka bersamaan membayar belanjaan masing-masing di kasir. Rega membantu membawakan belanjaan Ruby yang lebih banyak darinya.
“Bagaimana kalau kita ngopi dulu di sini?” ajak Rega.
Ruby yang merasa dibantu oleh Rega yang membawakan belanjaan sampai mobilnya merasa tidak enak kalau sampai menolak, Ruby pun menerima ajakan Rega.
Mereka masuk ke kedai kopi yang berada di samping swalayan.
“Kok belanja sendiri, tidak sama istrinya?” tanya Ruby memulai percakapan.
“Tadi sekalian pulang kerja dan istri titip bahan makanan jadi sekalian saja belanja, kalau Bu Ruby kenapa tidak sama suaminya?”
“Aku juga sama, sekalian pulang tadi mampir dulu karena sudah kehabisan bahan makanan,” jawab Ruby.
“Sepertinya Bu Ruby suka sekali masak ya, belanja bahan makanannya lumayan banyak,”
“Ah biasa saja, Pak,”
“Oh ya aku belum punya no hape Bu Ruby, boleh minta no hp nya, ya untuk jaga-jaga saja kalau nanti aku kehabisan kuota BBM bisa langsung telepon kalau ada masalah pekerjaan,”
Akhirnya mereka saling bertukar no handphone, dan sejak saat itu mereka jadi sering berkomunikasi melalui BBM dan kadang melakukan panggilan telepon.
Setiap kali Ruby memposting status BBM Rega selalu mengomentari statusnya, dan akhirnya mereka menjadi semakin dekat.
Ruby membagikan status.
"Makan malam sudah siap 'yummy' "(disertai foto menu makan malam yang sudah tersaji di meja makan).
Rega : Wah kayaknya enak. 😋
Ruby : Pastinya dong. Mau? 😅
Rega : Mau pake banget.... 🤤
Ruby : Boleh. Tapi fotonya saja ya... 😬😬
Rega : Yah kok fotonya ,☹️ Aslinya dong. hehehe... Ya sudah selamat makan ya... Makan yang banyak 🤗 Aku baru mau pulang nih.
Ruby : Iya. Hati-hati di jalan ☺️
Kerap kali Rega memberikan perhatian lebih pada Ruby, namun Ruby pikir itu hanya perhatian sebagai teman. Ruby sering bercerita tentang masalah rumah tangganya pada Rega, dan begitu pula sebaliknya.
Suatu ketika mereka duduk bersama di sebuah café, hanya untuk sekedar mengobrol dan bercerita. Saat itu suasana hati Ruby sedang tidak baik karena Adnan suaminya akan berhenti bekerja dan meminta Ruby untuk menjual mobilnya untuk usaha.
“Kenapa muka mu ditekuk begitu? tidak suka ketemu aku?” tanya Rega pada Ruby yang terlihat lesu dan kebingungan.
“Suami ku bilang dia ingin resign dan ingin membuka usaha, tapi dia meminta mobil ku di jual buat modal,” jelas Ruby.
“Itu kan bagus, lagi pula menjadi wirausaha lebih baik daripada jadi karyawan swasta kan? Kenapa kamu tidak mendukungnya?”
“Masalahnya aku belum tahu dia mau buka usaha apa dan dimana. Kita belum membicarakan itu lebih jauh." Ruby mengisap coklat panas yang ia pesan. "Entah lah hati ku tidak mengijinkannya buka usaha. Aku ingin punya rumah sendiri tidak mau ngontrak terus, kalau buat beli rumah sepertinya aku akan menyetujuinya tapi kalau buat buka usaha hati ku tidak setuju,” jelasnya panjang lebar mengutarakan isi hatinya.
“Kalau buka usaha nanti juga bisa beli rumah dari hasil usahanya. Kamu harus percaya sama suami kamu. Bicarakan baik-baik dengan suami, apa mau kamu dan diskusikan apa yang jadi rencananya,” Rega memberikan saran.
“Iya akan ku coba bicarakan ini lagi sama suami ku,”
"Selalu pesan coklat panas. Suka sekali ya sama coklat?" tanya Rega karena setiap mereka bertemu di kafe Ruby selalu memesan coklat panas.
"Iya aku suka sekali coklat," jawab Ruby.
"Banyakin makan, jangan banyak pikiran. Kamu kurusan tuh,"
"Masa sih? Tadi aku timbang berat badan naik kok,"
"Berapa naiknya?"
"Sekilo,"
"Jiahahaha.... Sekilo pake jalan dari parkiran kesini saja sudah habis kali."
"Habis, memang di makan,"
"Iya habis aku makan,"
"Dasar kanibal,"
"Haha,"
Setelah puas berbincang mereka pulang ke rumahnya masing-masing.
Berkat saran dari Rega Ruby mencoba membicarakan permasalahannya pada Adnan. Adnan baru saja pulang, setelah selesai membersihkan diri dan bermain dengan Sean, Adnan menyantap makan malamnya. Ruby mengambilkan piring dan mengisikan makanan yang sudah ia masak untuk suaminya, tidak lupa menyiapkan minumnya juga. Lalu duduk di samping Adnan menemaninya makan.
“Mas, aku setuju kalau mobil ku akan dijual tapi aku ingin kita mengambil rumah saja, bagaimana? Tidak apa rumah kecil asalkan rumah kita sendiri dan kita tidak mengontrak lagi,” ucap Ruby mengutarakan maksudnya.
Rumah kontrakannya memang di tempat strategis dan sangat dekat dengan pusat kota, memang sangat mahal untuk kontrak rumah di sana.
“Aku sudah bulat ingin membuka usaha, lagi pula itu kan mobil hasil dari jerih payah ku dan aku yang membelinya. Nanti kalau usaha ku sukses kita beli rumah, dan ku belikan kau mobil lagi yang lebih bagus,” jawab Adnan dengan santai dan acuh.
"Tapi, Mas, mau sampai kapan kita akan mengontrak terus? Kan lebih baik uangnya kita tabung buat biaya bangun rumah atau beli rumah,"
"Pokoknya aku sudah bulat ingin membuka usaha, titik. Tidak bisa diganggu gugat lagi. Lagian aku usaha juga buat siapa lagi kalo bukan buat kamu dan Sean. Jadi jangan halangi aku,"
Mendengar jawaban suaminya Ruby sangat kecewa selama ini saran atau pun apa yang menjadi maunya tidak pernah di dengar. Adnan selalu saja tidak pernah mempertimbangkan apa yang Ruby bicarakan atau inginkan. Ruby hanya diam dengan sejuta kekesalan dalam batinnya.
“Mas keluar sebentar ya. Rendi teman SD Mas, baru saja pulang dari Kalimantan. Pintunya di kunci saja, Mas bawa kunci,” mencium kening Ruby dan pergi berlalu.
Karena hatinya sedang kesal Ruby memposting sesuatu di akun BBM miliknya dengan emoji berwarna merah tanda marah.
Sean sudah terlelap di tidurkan oleh pengasuhnya. Ruby langsung masuk kamar dan menitikan air mata, dunia seakan tak adil dengannya. Perasaannya sebagai seorang istri seperti tidak dianggap oleh Adnan.
Disela-sela tangisannya ponselnya bersuara tanda BBM masuk.
Rega : Ada apa? (berkomentar pada status BBM Ruby)
Ruby : Biasa. (Singkat)
Rega : Suami mu ada?
Ruby : Lagi keluar.
Rega : Boleh aku telepon?
Ruby : Boleh
Tidak lama kemudian Rega meneleponnya.
NEXT >>>>>>>>>
jgn lupa
like 👍
comment
vote
tekan tanda ❤️ kalo suka dengan ceritanya
terimakasih
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!