Dia adalah Aya Humaira, anak dari seorang yang biasa disapa Ustadz Abah. Aya adalah wanita bercadar yang sangat Sholehah, ia besar tanpa seorang ibu disampingnya karena ibunya meninggal ketika melahirkan dia.
Keluarga besar dari ibunya Aya sangat tidak menyukai Aya, karena mereka menganggap jika Aya adalah penyebab meninggalnya putri mereka.
Abah Aya-lah yang selama ini merawat Aya dengan penuh kasih dan sayang.
Adzan magrib berkumandang dari mushola yang di dirikan oleh ustadz Abah.
"Allahu Akbar Allahu Akbar ....."
"Neng, sudah siap belum?"tanya si Abah.
"Sudah Abah, sebentar Aya pakai cadar dulu," jawab Aya dari dalam kamarnya.
Didesa, setiap magrib pasti banyak warga melakukan sholat berjamaah dibandingkan Dzuhur dan ashar.
"Abah, Aya sudah siap. Ayo berangkat," ucap Aya sambil memegang Al-Qur'an di tangan kanannya dan meletakkan Al-Qur'an tepat di atas dadanya.
Dijalan mereka bertemu sapa dengan para warga yang juga akan melakukan sholat magrib.
"Assalamualaikum ustadz ,,," sapa warga.
"Walaikum salam ..."
Terlihat seorang pria berlari menghampiri Aya dan Ustad Abah. Dia adalah Wisnu, anak dari lurah setempat.
"Ah, assalamualaikum ustadz," sapa Wisnu.
"Walaikum salam nak Wisnu, bagaimana kabarnya, sehat?"tanya Abah.
"Alhamdulillah, sehat ustadz."
"Emm,, Aya bagiamana kabar kamu?"tanya Wisnu pada Aya.
"Alhamdulillah sehat Ak."
"Emm Abah, Aya masuk duluan ya," ucap Aya setelah mereka sudah sampai ke gerbang utama mushola.
"Ah iya Neng."
"Emm Nak Wisnu, Abah masuk dulu ya, mau memimpin sholat soalnya."
"Oh iya Ustadz, silahkan."
"Apa nak Wisnu yang mau menjadi imam?"tawar Abah.
"Apa boleh ustadz?"tanya Wisnu ragu-ragu.
"Ya tentu boleh nak Wisnu. Zaman sekarang sangat langka ada anak muda yang mau menjadi imam."
"Wisnu akan coba ustadz," ucap Wisnu mencoba merendah.
Sebenarnya Wisnu ini adalah anak Soleh yang selalu memenangkan lomba mengaji dan ceramah.
Bahkan dia sendiri baru pulang dari kuliahnya. Wisnu sendiri akan mendapatkan gelar sarjana pendidikan agama Islam ( S. PdI.)
Sejujurnya sedari dulu Wisnu sudah jatuh hati dengan Aya, namun Wisnu sadar, untuk mendapatkan Aya ia harus menjadi seseorang yang pantas untuk Aya, salah satunya adalah mempelajari dan memperdalam ilmu agama Islam.
Setelah selesai sholat semua orang bersiap sejenak untuk mendengarkan ceramah singkat dari ustadz Abah.
Namun, ketika ustad baru menyampaikan salam tiba-tiba ia seperti orang yang menahan sakit, Ustad Abah terus-terusan memegangi jantungnya.
Semua orang yang merasa khawatir langsung berlari untuk menolong ustadz Abah.
Karena barisan wanita dihalangi kain pembatas membuat Aya bertanya-tanya apa yang sedang terjadi.
Semua orang berlari keluar untuk membawa Abah ke puskesmas terdekat. Aya yang melihat Abahnya sudah tidak sadarkan langsung panik dan ikut berlari mengejar Abahnya.
"Abaaah !! Abaaaah !!"teriak Aya yang sangat khawatir.
Warga dengan cepat membawa abah menggunakan montor mengingat jarang yang memiliki mobil didesa mereka.
"Aya, kamu ikut denganku ayo !!?"ucap Wisnu yang sudah meminjam montor milik jamaah lainnya.
"Tapi Ak ....?"Aya ragu-ragu.
"Sudah tidak papa, aku akan pelan bawa montornya," ucap Wisnu yang mengerti maksud Aya.
Akhirnya dengan terpaksa Aya mau berboncengan dengan Wisnu yang bukan muhrimnya. Untuk berjaga-jaga, bahkan Wisnu duduk dengan posisi sangat maju supaya Aya tidak terlalu mundur kebelakang untuk menghindari sebuah sentuhan.
Aya tersenyum disela-sela kecemasannya. Ia sangat senang dengan sikap Wisnu yang sangat menghargai dirinya. Ada sebuah harapan jika Wisnu akan menjadi imam dalam rumah tangganya.
...
Di puskesmas, ustadz Abah harus dirujukan kerumah sakit besar karena ia mengalami serangan jantung.
"Suster, tapi aku tidak punya biayanya," ucap Aya yang merasa putus asa jika Abahnya harus dibawa kerumah sakit besar.
"Tapi kita harus segera membawa bapaknya kerumah sakit mbak, jika tidak ...."
"Sus, biaya akan saya tanggung. Tolong suster urus pemberangkatan ustadz Abah kerumah sakit besar," ucap Wisnu yang baru menghampiri Aya.
"A'ak, terima kasih banyak ya. Aya janji akan melunasi hutang-hutang Aya," ucap Aya yang merasa tidak enak.
"Kamu tidak perlu khawatir soal biaya Aya, aku yang akan menanggungnya dan kamu tidak perlu mengembalikannya," ucap Wisnu dengan tulus.
"Tidak Ak, Aya akan mengembalikan uang A'ak. Aya janji," ucap Aya. Wisnu yang tidak dapat mengelak hanya bisa menganggukkan kepalanya.
"Ya sudah, terserah kamu saja. Yang penting aku tidak akan pernah menagihnya," ucap Wisnu dengan tulus.
Suara sirine Ambulan berbunyi sepanjang jalan menandakan keadaan darurat. Aya tidak henti-hentinya melantunkan sholawat nabi untuk menenangkan hati jiwa Abahnya yang sedang menahan sakit di dadanya.
"Abah, Abah yang kuat ya bah. Kita sebentar lagi akan Sampai kerumah sakit," ucap Saya sambil memegangi tangan Abahnya dengan erat. Bahkan Aya berangkat kerumah sakit masih menggunakan mukenah dan bercadarnya.
....
20 menit akhirnya ambulan sampai kerumah sakit besar yang ada di kota. Dengan cepat para Suster menolong pasien darurat.
Penanganan yang cepat membuat nyawa Abah dapat tertolong meski dalam keadaan kritis.
Aya menatap Abahnya yang sedang dirawat dan dipenuhi dengan beberapa alat medis ditubuhnya. Hatinya berasa sangat pilu melihat Abahnya yang tadinya terlihat sehat-sehat saja tiba-tiba terbaring tidak berdaya disana.
..
Hari semakin larut, namun Aya sama sekali tidak dapat memejamkan matanya. Ia memutuskan untuk mengambil air wudhu dan melakukan sholat sunah malam.
Aya mengadahkan kedua tangannya untuk berdoa.
"Ya Allah ya Tuhanku, berilah kesembuhan untuk Abah, angkatlah penyakitnya dari tubuhnya ya Allah, sungguh Aya tidak ingin melihat Abah menderita seperti ini. Ya Allah, jika ini memang kehendakmu yang tidak dapat hamba tolak, maka hamba mohon jadikanlah derita Abah sebagai penembus segala dosa-dosanya. Ampunilah segala dosa dosa Abah ya Allah, sungguh kami hanyalah manusia yang tak berdaya, kami hanyalah manusia tak luput dari kesalahan dan kekeliruan, Aya mohon ampuni segala dosa-dosa kami, Amiin."
..
Wisnu mendekati Aya yang telah selesai melakukan sholat Sunnah.
"Aya ...?"
"Iya Ak?"
"A'ak akan pulang dulu untuk mengambil uang. Karena buru-buru A'ak lupa membawa dompet," ucap Wisnu.
"A'ak janji tidak lama ya? Aya takut disini sendirian," ucap Aya dengan mata yang penuh harapan.
"Insyaallah A'ak tidak akan lama. Assalamualaikum ..."
"Walaikum salam ..."
Tengah malam Wisnu menerjang dinginnya angin malam demi seseorang. Walaupun ia ikhlas membantu, namun dalam hati kecilnya ia berharap jika Aya dapat melihat ketulusannya.
Wisnu berboncengan dengan salah warga yang juga ikut mengantar Ustadz Abah kerumah sakit.
Karena hari sudah malam, jarak pandang jadi kurang terbatas. Sampai akhirnya ..
SHIIIIIITTTT ....!!!!! BRAAAAAK !!!! Kecelakaan besar tidak dapat dihindarkan. Sebuah truk pengangkut beras oleng dan menabrak beberapa kendaraan yang ada didepannya, termasuk kendaraan yang dibawa oleh Wisnu.
Terlihat jika tubuh Wisnu tergeletak tak berdaya di jalan raya. Sayup-sayup ia memanggil nama Aya sampai akhirnya ia tidak sadarkan diri.
Wisnu dibawa angkut oleh ambulan dan dibawa kerumah sakit yang berbeda dengan ustadz Abah. Tidak jelas bagaimana keadaan Wisnu saat ini, selamat atau meninggal.
...
Pagi hari, Aya masih setia menunggu kedatangan Wisnu. Suster sudah menanyakan soal biaya rumah sakit kepada Aya.
"Mbak, silahkan ikut saya. Kita harus membicarakan soal biaya bapak anda," ucap sang suster ramah.
"Ah iya sus, tapi saya sedang menunggu kakak saya," ucap Aya yang tidak mengerti bagaimana harus menghadapi beberapa prosedur pengobatan.
"Tidak papa mbak, kita hanya akan menjelaskan bagaimana kelanjutan dan tindakan apa yang akan dipilih oleh keluarga untuk sementara. Mari ikut saya sebentar," ucap sang suster.
Aya akhirnya ragu-ragu mengikuti sang suster.
"Apa sus, astaghfirullah halazim ya Allah,,, biayanya mahal sekali sus?" ucap Aya tercengang melihat total biaya yang harus dikeluarkan untuk pengobatan abahnya.
"Ini belum termasuk obat dan ruang kamar inapnya mbak," ucap sang suster.
"Apa tidak dapat ditawar sus?"
"Maaf mbk, ini sudah termasuk diskon karena anak dari pemilik rumah sakit akan ulang tahun besok."
Aya terkulai lemas menatap total biaya Abahnya.
"120jt. Ya Allah dari mana Aya mendapatkan uang sebanyak ini? Dan A'ak, kenapa dia kunjung datang?"gumam Aya yang tidak tahu lagi harus berbuat apa.
Dari kejauhan, ternyata Tuan Maherndra dan putranya Rey Maher yang akan berulang tahun mencoba untuk mengunjungi rumah sakit. Hal seperti sudah biasa terjadi di setiap tahunnya. Mereka akan memantau dan melihat perkembangan rumah sakit secara langsung.
Aya berjalan dengan tatapan hampa, ia mencoba melihat kekanan dan kekiri untuk mencari bayangan Wisnu. Aya sangat berharap jika matanya dapat melihat sosok yang ia butuhkan saat ini. Namun, karena kurang berhati-hati Aya tidak sengaja menabrak Tuan Maher, pemilik rumah sakit yang sedang berjalan-jalan bersama dengan putranya.
"Astaghfirullah, maaf pak, maafkan saya ,,," ucap Aya memundurkan kakinya, sambil memunguti kertas administrasi biaya rumah abahnya.
Tuan Maher yang baik dan ramah mencoba untuk bertanya kepada Aya.
"Tidak papa mbak. Mbak'nya sedang mengobati siapa?"tanya Tuan Maher.
"Sekali saya minta maaf pak, saya disini sedang mengantar Abah saya berobat. Dia tiba-tiba terkena serangan jantung angkut," ucap Aya sambil menundukkan kepalanya.
"Pah, kita lanjut saja ya?"ucap Rey yang merasa kurang nyaman berbicara dengan wanita ninja yang ada didepannya. Banyak rumor jika wanita bercadar adalah seorang *******.
"Tunggu nak, siapa tahu mbaknya ini membutuhkan pertolongan," ucap Tuan Maher.
"Em mbak, boleh kami melihat keadaan bapak embak'nya?"tanya tuan Maher.
"Boleh tuan, kearah sana,"ucap Aya menunjukan ruang Abahnya.
"Pah, Rey tunggu di ruangan papah ya?"
"Kamu ikut saja nak, kamu harus terlihat seperti penerus yang dermawan dan perduli. Suatu saat rumah sakit ini akan menjadi milik kamu juga."
"Hemm,, baiklah."
"Tuan, ini ruangan Abah saya," ucap Aya menunjukan abahnya yang sedang terbaring lemah.
Ketika Tuan Maher melihat ustadz Abah, ekspresi wajahnya berubah seperti merasa tidak menyangka. Ia sangat terkejut dengan apa yang dia lihat di depan matanya. Sebuah mata terlihat mengingat bayangan masa lama. Tangis haru berdesir mengikuti rasa empati yang ia rasakan.
"Sahabatku ..."gumam Tuan Maher merasa tidak percaya.
Ketika Tuan Maher melihat ustadz Abah, ekspresi wajahnya berubah seperti merasa tidak menyangka. Ia sangat terkejut dengan apa yang dia lihat di depan matanya. Sebuah mata terlihat mengingat bayangan masa lama. Tangis haru berdesir mengikuti rasa empati yang ia rasakan.
"Sahabatku ..."gumamnya.
Dari kaca pembatas, Tuan Maher dapat langsung jelas mengenali siapa pria yang sedang terbaring tidak berdaya disana.
"Zaki!? Bukankah itu Zaki!?"tanya tuan Maher memastikan.
Mendengar ada seseorang yang mengetahui nama asli Abahnya. Aya membelalakkan matanya.
"Apakah bapak mengenali Abah saya?"
"Apa benar dia bernama, Zaki?"tanya Tuan Maher sekali lagi memastikan.
"Apa papah mengenali bapak-bapak itu?"tanya Rey.
"Dia adalah sahabat papah Rey. Zaki adalah sahabat papa dari kecil," ucap tuan Maher merasa tidak percaya dapet kembali bertemu dengan sahabat lamanya.
"Subhanallah, walhamdulilah, wala'ilahailallah, Allah hu akbar. Puji syukur kepada Allah yang telah mempertemukan bapak dengan abah saya, saya turut bahagia mendengarnya," ucap syukur Aya yang mendengar jika bapak yang ada didepannya adalah sahabat dari abahnya. Aya sedikit mengetahui cerita tentang antara dua sahabat yang sangat harmonis di masanyanya.
"Apakah kamu si Aya?"tanya Tuan Maher mencoba untuk menebak.
"Iya Om, saya Aya," ucap Aya sambil menundukkan pandangannya.
"Subhanallah, ternyata kamu menjelma menjadi wanita yang sangat cantik dan Solehah nak. Kamu dulu padahal waktu kecil sangat tomboy," ucap Tuan Maher mengenang masa lama.
"Cih, cantik !? Wajahnya tertutup bak ninja seperti itu !! Darimana cantiknya!?"gumam Rey dalam hati merasa tidak suka.
"Ah, iya om. Alhamdulillah, semua ini didikan dari Abah," jawab Aya.
"Ah ya, saya mengerti. Saya juga merasa sedih ketika mendengar bahwa istri Zaki meninggalkan setelah melahirkan kamu," ucap Tuan Maher merasa iba.
Ketika sedang berbincang, alarm peringatan dari ruangan ustad Abah terdengar.
Tuan Maher dan Aya yang merasa khawatir langsung masuk kedalam untuk melihat langsung keadaan Ustadz Abah.
Ustadz Abah terlihat sangat lemah dan tak berdaya. Dari lisannya hanya asma Allah yang ia lantunkan.
Kini dua tatapan sahabat lama bertemu. Abah sangat terharu, akhirnya disisa-sisa waktunya ia masih diberi kesempatan untuk melihat sahabat lamanya.
Tuan Maher yang menatap sahabatnya terlihat tidak berdaya, langsung memeluk Abah Zaki.
"Hik .. hik .. Zaki, apa yang terjadi dengan kamu? Kenapa kamu terbaring diatas sini?"ucap Tuan Maher yang sudah tidak tahan menahan rindu.
Merasa waktu sudah tidak lama, sambil terbata-bata Abah mencoba untuk bertanya sesuatu pada Tuan Maher.
"Ma-Maher sahabatku, apakah perjanjian kita masih berlaku?"tanya Abah membuat Aya dan Rey bertanya tanya.
Tuan Maher yang mengingat perjanjian mereka langsung tersenyum dan menganggukkan kepalanya dengan cepat.
"Tentu Zaki sahabatku. Anakku Rey dua hari lagi baru akan menginjak usia 25tahun. Tentu perjanjian kita masih berlaku," ucap Tuan Maher sembari memegang erat tangan sahabatnya.
"Syu...Syukurlah jika begitu, a.. aku rasa ini sudah waktunya. A.. aku sudah tak tahan lagi," ucap ustadz Abah dengan terbata-bata.
"Abah,,, apa yang Abah katakan? Abah harus kuat bah, demi Aya!" ucap Aya menatap abahnya dengan sangat lekat. Sungguh jauh dari lubuk hatinya ia tidak sanggup untuk kehilangan orang satu-satunya yang sangat ia cintai dimuka bumi ini.
Ustadz Abah terngah-engah karena kesulitan bernafas. Dokter dengan cepat memberi penanganan untuk menolong Ustad Abah yang kini tersengal-sengal karena ia merasakan sesak dan sakit di dada dan jantungnya.
"Maaf Tuan, untuk sementara biarkan pasien beristirahat. Kondisinya kini sangat memburuk, hanya keajaiban yang bisa memulihkannya," ucap dokter.
Aya dituntun keluar oleh suster. Ia ingin berteriak sekuat-kuatnya namun ia tak mampu. Hatinya selalu menyebut nama asma Allah, ia sangat berharap Tuhan akan memberi keajaiban pada Abahnya yang kini terbujur pucat dengan nadi yang terus menurun.
...
Dibalik cadar, bibir Aya bergetar hebat ketika mendengar penjelasan dari Tuan Maher.
"Apa! mana bisa papah membuat janji konyol seperti itu!?Rey punya hak atas diri Rey sendiri. Rey tidak akan sudi menerima perjodohan ini dan menikahi wanita ninja ini. Apa papah tidak lihat diberita, banyak wanita bercadar yang meledakan dirinya sendiri!! Jika mereka tidak sayang dengan diri mereka, apa lagi orang-orang disekitarnya!" pekik Rey Maher dengan nada yang berapi-api.
"Rey!! Jaga bicara kamu. Perjodohan ini tetap akan terjadi. Papah dan Zaki sudah berjanji akan menjodohkan kalian. Jika kami bertemu dan usia kalian belum diatas 25 tahun dan kalian belum pada menikah, maka perjodohan masih berlaku," tegas Tuan Maher.
"Pah ....!!!?"
"Kalian bicaralah, mungkin kalian butuh waktu untuk berkenalan. Papah akan memanggil penghulu dan mempersiapkan pernikahan kalian. Papa mengerti, inilah yang diinginkan beliau disisa-sisa waktunya sekarang," lanjutnya sembari melangkahkan kaki untuk meninggalkan Aya dan Rey.
Aya masih terpaku dalam keterkejutannya sampai ia sendiri tak sanggup untuk berkata-kata.
"Cih..!! Hal konyol apa ini?" umpat Rey dengan geram.
"Hey kamu?"panggil Rey dengan tatapan sinis dan penuh kebencian.
"Selain tak punya muka, apa kamu tak punya telinga, atau tak punya mulut!" decak Rey dengan kesal.
Sebuah pikiran dewasa tertata dalam benak Aya. Ia tak ingin gegabah dalam mengambil keputusan. Dibalik cadar dan kepala yang menunduk, dan dengan lafal bismilah, Aya mencoba untuk memberanikan diri.
"Demi Allah dan rasulnya, bukanlah sebuah kesempatan dalam kesempitan, insyaallah aku menerima perjodohan ini," suara Aya terdengar bergetar ketika mengatakan hal yang pasti akan membuat Rey mencuak.
Rey yang sedari tadi menatap tajam Aya menambah kekuatannya untuk lebih memaki Aya.
"Apa kamu gila!!? Jika kamu butuh biaya pengobatan ayah kamu. Kamu tenang saja, aku akan menggratiskan semua biayanya. Bahkan jika kamu ingin membawa ayah kamu ke Amerika, aku akan membiayai semua tagihannya," ucap Rey mencoba untuk menahan suaranya agar tidak menggelegar di koridor rumah sakit.
Kali ini, Aya mengangkat kepala dan menatap tajam kearah Rey yang sedang menunggu jawaban dari Aya.
"Jika ini hanya sebuah lelucon, maka aku dengan suka rela menolak perjodohan ini. Apa kamu sama sekali tak dapat melihat? Ayah aku terbaring disana menanti sebuah panggilan ilahi yang mana orang hebat sekalipun didunia ini tidak akan bisa mengelaknya," ucap Aya penuh dengan penekanan sebelum akhirnya ia tersadar dan kembali menundukkan pandangannya.
"Aku mohon. Jika memang harus ada sebuah perjanjian, insyaallah Allah aku akan menerimanya. Untuk saat ini, biarkan takdir menghalalkan kita didepan Abah. Setelah itu, baru kita fikirkan bagaimana kelanjutannya," lanjutnya dengan kepasrahan yang menjulang.
Rey berfikir ...
"Baiklah, dengan sebuah perjanjian yang mungkin akan memberatkan kamu. Apa kamu bersedia?"
Aya semakin menundukkan kepalanya. Pernikahan bukanlah lelucon baginya. Namun sepertinya takdir berkata lain. Aya meremas kuat mukena yang masih menutupi tubuhnya.
"Bismilah, insyaallah aku aku bersedia," ucap Aya dengan penuh kepasrahan.
Rey tersenyum kecut, "Bagus, aku akan menerima perjodohan ini dengan beberapa persyaratan yang harus kamu tanda tangani. Aku harap kamu dapat menepati janji kamu?" ucap Rey sembari meninggalkan Aya untuk mengangkat sebuah panggilan yang masuk dalam handphonenya.
..
Derai permata mengalir mengikuti alunan hati yang berasa sangat pedih. Namun Aya berjanji, ini demi ayah yang selama ini berjuang untuk membahagiakannya. Sebuah pedoman tidaklah penting ketika nyawa menjadi taruhannya. Demi sang ayah tercinta, Aya rela harus bermain-main dengan sebuah janji sakral suci dihadapan sang khalik.
"Saya terima nikahnya Aya Humaira bin Zaki Mubarak dengan seperangkat alat sholat di bayar tunai." Satu tarikan nafas, Rey dengan lancar mengucapkan ijab kabul dengan fasih seolah-olah ia telah berpengalaman.
"Sah ..!"
"Saah !!!"
"Alhamdulillah .... ." Pak penghulu melantunkan doa-doa keselamatan.
Zaki Mubarak yang sering disapa Ustadz Abah kini tersenyum damai di alam bawah sadarnya sampai akhirnya alat monitor menunjukan garis lurusnya.
"Tut.. Tut.. Tuuuuuuuut....." Suara panjang sampai ketelinga Aya yang sedang khusyuk mengaminkan doa yang sedang dilantunkan oleh pak penghulu.
Aya menatap Abahnya yang terpejam damai sembari tersenyum.
"Dokter !!! Dokter !! Tolong sahabat saya!!!?" teriak Tuan Maher yang terlihat panik.
Beberapa dokter langsung mencoba melakukan kejut jantung.
"1 ... 2 ... 3 .. Mulai !! Jeb .. Jeb .. Jeb..." Setelah beberapa tekanan Dokter menggelengkan kepalanya. Sebenarnya dokter sudah yakin jika nyawa pasien ini tidak dapat tertolong. Namun demi rasa hormat kepada pemilik rumah sakit, para dokter berakting supaya mereka terlihat telah berusaha.
"Kenapa kalian geleng-geleng!?" tanya Tuan Maher yang masih belum menerima kenyataan.
"Maaf Tuan ..." ucap dokter yang tidak dapat berbuat banyak.
"Maaf apa! Cepat kalian lakukan tugas kalian!?" bentak Tuan Maher membuat Para dokter menciut.
Aya yang melihat itu langsung mencoba untuk menenangkan Tuan Maher.
"Om, mereka sudah berusaha, namun takdir berkata lain. Aya sudah ikhlas om. Lebih baik kita segera memakamkan Abah. Kasihan beliau," ucap Aya sembari menahan sakit di tenggorokannya. Ia dapat menegarkan orang lain, namun sejatinya hatinya lebih sakit ketimbang siapapun yang ada disana.
Rey hanya dapat menatap iba, bukan pada Aya ataupun alm. Ustadz Abah, namun ia iba dengan nasibnya sendiri. Ia sudah mengorbankan dirinya untuk menikahi wanita yang tidak ia dikenal dengan harapan jika pria yang terbaring itu lekas kembali pulih.
"Kamu benar-benar anak Solehah dan kuat nak. Panggil aku papah mulai sekarang, ya?" ucap Tuan Maher dengan perasaan penuh bersyukur, meski ia telah kehilangan sahabatnya namun ia masih diberi kesempatan untuk bertemu dan menuntaskan janji mereka.
"Insyaallah Saya kuat Pah. Aya sudah janji dengan Abah jika Aya akan kuat dan selalu tabah. Aya tidak ingin Abah sedih memikirkan Aya, Aya ingin Abah bahagia," ucap Aya dengan air mata yang keluar dengan sendirinya.
"Bagus nak, papah juga bangga dengan ketabahan dan ketegaran kamu. Teruslah menjadi wanita hebat. Oya, kita akan makamkan Abah kamu kemana?"tanya Tuan Maher.
"Dikampung saja Pah, disebelah makan ibu," jawab Aya.
"Baiklah."
...
Aya menemani alm. Abahnya di mobil ambulans. Aya menolak halus untuk satu mobil bersama Tuan Maher dan Rey. Ia ingin terus berada disamping abahnya sebelum akhirnya tanah akan bersatu dengan jasadnya.
Di ambulan, Aya menatap kain yang menutupi tubuh seorang ayah yang telah terbujur kaku. Bibirnya bergetar sehingga terdengar suara gertakan pada giginya yang rapi. Masih berbalut mukena bercadar, Aya terus melantunkan ayat-ayat suci Al-Qur'an. Aya terus berdoa untuk keselamatan abahnya dan juga untuk menguatkan hatinya.
Ingin sekali Aya menangis menggila dan memilukan. Namun Aya yakin, bukan itu yang diharapakan oleh alm. Abahnya. Saat ini, yang abahnya butuhkan adalah doa dari anak solehah.
"Abah yang tenang disisinya ya. Aya janji akan selalu mengirimkan doa rindu setiap sujud Aya. Tiap hari pasti Aya akan merindukan Abah. Abah, meski kini Aya tak ada lagi tempat tuk bercurah kasih, namun Aya yakin jika Abah akan selalu mendengarkan curahan Aya dari doa yang Aya titipkan pada-Nya. Semoga Allah mengampuni segala dosa dosa Abah dan melampangkan tempat peristirahatan abah. Amiin ..." Curahan ketabahan Aya tanamankan dalam jiwa yang rapuh.
Suara ambulan terdengar ditelinga para warga desa yang sudah menanti kedatangan jasad alm. Ustadz Abah.
Warga beramai-ramai berebut untuk mengambil kesempatan untuk mengangkat jasad ustadz Abah. Kesan baik yang telah ustadz Abah berikan kepada warga membuat warga berempati merasakan rasa kehilangan yang begitu mendalam.
Seorang nenek berlari untuk memeluk cucunya yang malang. Ia adalah nenek dari pihak almarhum ibunya, karena dari pihak bapak sudah tidak ada semua.
"Ayaaa ....!!!"teriak nenek.
Mendengar suara neneknya, Aya membalikan tubuhnya dan memeluk erat sang nenek. Di pelukan neneknya, Aya baru bisa mengeluarkan suara pilunya.
"Huuu uuu uuuu... Nek, Abah telah tiada, Abah pergi ninggalin Aya sendiri nek, huuu uuu uuu,," suara isak tangis Aya terdengar ditelinga Rey yang sedang memperhatikan warga yang membopong jasad ustadz Abah untuk di mandikan dan setelah itu dikafani.
Rey masih tidak bisa berkata-kata apa-apa. Ia tidak tau harus berekspresi seperti apa. Ini adalah kematian ayah mertuanya, namun Rey masih tidak bisa menunjukkan ekspresi sedihnya. Ia hanya terlihat seperti orang kebingungan sendiri.
"Assalamualaikum buk," sapa Tuan Maher pada nenek Aya.
"Nak Maher? Kamu nak Maherkan?" tanya si nenek.
"Iya buk, saya Maher, sahabatnya Zaki," jawab Tuan Maher dengan sopan.
"Ya Allah, kamu kemana saja nak. Kenapa tidak pernah main kesini. Hik hik, Zaki sudah tidak ada nak Maher," ucap si nenek yang belum tahu jika Maherlah yang sudah membantu Alm. Zaki.
"Iya buk, saya tahu. Saya juga membantu Zaki ketika dirumah sakit. Maafkan saya yang tidak pernah berkunjung ke desa,"bucap Tuan Maher dengan sopan.
..
Setelah acara pemakaman sudah selesai. Kini semua keluarga besar dari pihak ibu berkumpul dirumah Aya. Tuan Maher ingin mencoba untuk menjelaskan sesuatu.
Dari pihak ibunya, hanya neneknya yang masih menerima Aya. Untuk paman dan bibik semua menolak kehadiran Aya.
"Saya ingin menyampaikan jika sebenarnya Anak saya yang bernama Rey ini sudah sah menjadi suami Aya. Pernikahan ini begitu sangat mendadak sebelum akhirnya Zaki pergi untuk selama-lamanya. Untuk semua keluarga Aya, saya ingin bertanya tentang resepsi pernikahan. Akankah diadakan atau bagaimana, mengingat Zaki baru saja tiada?"
"Pah, kita tidak perlu mengadakan resepsi," ucap Rey yang tidak ingin hubungannya dengan wanita ninja itu terekspos.
"Kita akan mendengarkan mereka Rey!"
"Kami sekeluarga sudah tidak perduli dengan Aya, terserah anda mau bawa kemana anak ini. Kami tidak perduli!" ucap si Bibik.
"Neng !!" bentak Si nenek.
"Jaga kata-kata kamu!!" lanjutnya.
"Kami pamit Tuan," ucap si bibik yang langsung meninggalkan rumah Aya bersama dengan adik laki-lakinya yang juga tidak menyukai Aya.
"Emm nak Maher tolong maafkan ucapan putri saya. Mereka tidak menyukai Aya karena mereka menganggap Aya yang telah membuat kakak perempuan mereka tiada," jelas nenek.
"Cih, keluarganya saja tidak menerima dia bagaimana aku bisa menerima wanita ini,!" Umpat Rey dalam hati.
"Tidak papa buk, saya sangat faham. Saya juga ada ketika ibunya Aya telah tiada, saya turut prihatin dengan sikap dari Bibik dan paman Aya. Sejatinya bukanlah salah Aya, namun mereka bersikap seolah-olah Aya adalah pembunuh."
"Saya sudah tidak tahu lagi harus bagaimana caranya menasehati anak-anak saya," ucap nenek sendu.
"Nek, Aya tidak papa. Nenek tidak perlu sedih. Walaupun Bibik dan paman terlihat cuek, tapi sebenarnya mereka baik kok. Nyatanya mereka masih bersedia untuk membantu Aya mengurus segala proses pemakaman Abah," ucap Aya dengan tegar.
"Cih, dasar wanita ninja bermuka dua, eh bukan bermuka dua, tapi muka tidak jelas, haha," gumam Rey lagi dalam hatinya mengejek Aya.
"Buk, jika begitu izinkan kami membawa Aya untuk kembali ke kota. Karena saat ini Aya sudah menjadi istri dari anak saya. Aya adalah mantu saya," ucap Tuan Maher meminta dengan santun.
"Hemm, iya nak. Aya sekarang adalah tanggung jawab dari anak kamu, siapa namanya tadi?"
"Rey Maher, nama saya Rey Maher. Panggil saja Rey," jawab Rey dengan bangga menyebutkan namanya.
"Eh iya nak Rey. Nenek mohon, tolong kamu jaga cucu nenek ini. Dia sangat baik dan patuh. Dia dapat menjadi istri yang Solehah untuk kamu," ucap nenek.
"Ah iya nek, insyaallah saya akan menjadi suami yang baik untuknya," ucap Rey sembari mengutuk dirinya sendiri. "Cih, bicara kamu ini Rey!"
"Tapi Aya akan disini sampai tujuh harinya Abah," ucap Aya membuka suara.
"Baiklah Aya, tapi papah dan Rey harus pulang duluan. Ada banyak pekerjaan, nanti setelah 7 hari Rey akan menjemput kamu," jawab Tuan Maher.
"Iya Pah," ucap Aya.
"Baiklah, kami pamit dulu," ucap Tuan Maher.
Semua berdiri untuk mengantarkan Tuan Maher dan Rey kedepan teras.
Aya mengulurkan tangannya untuk mencium tangan Rey. Rey yang tidak ingin terlihat jika ia tidak menyukai Aya mencoba untuk memberikan tangannya.
Aya menyibakkan cadarnya dan mencium punggung tangan suaminya dengan bibirnya.
Sebuah sentuhan kulit dan kulit membuat rasa sensi tersendiri bagi Rey. Ini bukan pertama kali Rey bersentuhan dengan wanita. Namun dengan Aya, Rey seperti merasakan yang sesuatu yang berbeda.
"Baiklah, Aya kami pergi dulu ya. Jika sudah siap hubungi papah."
"Baik pah .."
Akhirnya Rey dan Tuan Maher pergi meninggalkan Aya.
Dibalik cadarnya, Aya tersenyum canggung karena itu adalah pertama kalinya ia bersentuhan dengan pria. Setelah baligh, Aya benar benar menjaga segala kesuciannya. Meski sedikit canggung, namun Aya berusaha mencoba untuk membiasakan diri mengingat ia juga harus berusaha untuk menjaga janji suci sebuah pernikahan.
.
Jangan lupa like, komen, dan Vote Untuk memenangi hadiah PULSANYA 💓💓🙏🙏
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!