NovelToon NovelToon

"Berbagi Cinta" 1 Hati 2 Aisyah

Bab 1

Hujan deras membasahi bumi di tengah musim kemarau, tidak ada petir hanya guyuran air yang jatuh dari langit nan begitu kelam malam ini.

Agustus adalah puncak musim kemarau, entah kenapa hujan tiba-tiba saja turun sangat deras yang tampak di kaca jendela sebuah rumah sederhana yang terletak tidak jauh dari pinggir kota.

Dua orang perempuan paruh baya tengah bercengkerama sembari menikmati teh hangat dan satu piring pisang goreng.

Suara pintu terbuka, ibu Aini dan seorang perempuan sebayanya ikut menoleh pada sosok gadis yang masuk kebasahan.

"Humairah"

"Oh maaf bu, aku kira tidak ada tamu"

"Sayang kenapa memaksa pulang padahal masih hujan?"

Ibu Aini segera mengambilkan handuk untuk gadis itu.

Segera perempuan yang masih memakai jaket itu mengelap tubuhnya dengan handuk yang diberikan Ibu Aini.

"Aini, apa dia putrimu?"

"Iya, inilah gadis ku yang bernama Aisyah Humairah"

"Selamat malam bibi, maaf jika aku tidak sopan," ucap Humairah seraya menyalami teman ibunya.

"Oh sayang kau lebih cantik dari yang bibi duga, bibi akan memanggil mu apa?"

"Ibu memanggilku Humairah bi, ayah memanggilku Aisyah, lalu teman kuliahku memanggilku Mairah saja dan bibi bisa memanggilku salah satu dari yang ku sebutkan," jawab sang gadis sambil tersenyum ramah.

Perempuan itu tampak berbinar melihat Aisyah Humairah meski gadis itu tengah basah kuyup, terlebih mendapat sambutan tangan dari gadis cantik berjilbab hitam dengan wajah berlesung pipi.

Aisyah Humairah yang akan genap berumur 20 tahun pada awal bulan September mendatang, memiliki wajah oval, hidung mancung dan memiliki lesung pipi, mata cokelat yang bening serta memiliki alis mata bak semut beriring.

Meski tidak memiliki tinggi badan bak seorang model, namun Humairah cukup sempurna sebagai seorang wanita yang bertubuh ramping dan mungil.

Ibu Aini tertawa pelan.

"Ayo sayang, keringkan badanmu setelah berpakaian segeralah kemari bibi Rika ingin mengobrol dengan kita"

Gadis itu mengangguk lalu segera berlalu ke arah kamarnya.

"Aini, aku sangat menyukainya hanya dengan pandangan pertama, ayolah teman.... kita bisa realisasikan candaan kita sewaktu muda dulu, aku sangat berharap kau mau memberikan Aisyah sebagai menantuku"

Ucap perempuan yang bernama Rika itu seraya menggenggam tangan ibu Aini.

"Kita tanyakan langsung pada tuan badan, aku tidak mau memaksanya, Humairah punya pilihannya sendiri Rika, aku tidak ingin mengorbankan impiannya hanya karena perjodohan yang belum tentu dia mau, lagi pula belum tentu putra mu mau"

Bibi Rika tampak murung mendengarnya, ia sungguh berharap gadis yang bernama Aisyah Humairah itu menjadi menantunya.

"Putraku anak yang penurut, aku tidak ingin dia salah langkah. Ketahuilah Aini, aku tidak ingin putraku menikah dengan perempuan itu, aku tidak menyetujuinya entahlah...."

"Bukankah Alif yang akan menjalani pernikahan nantinya, bagaimana jika dia tidak mau menerima Humairah? putriku akan terluka"

"Aku jamin, putrimu cantik dan baik seperti itu mana ada pria yang menolaknya Aini, lagi pula berkaca pada pernikahan kita dulu, kita dijodohkan tapi langgeng sampai kita tua seperti sekarang"

Bibi Rika seakan memaksa, ia terus saja membujuk sahabat lamanya itu untuk menjodohkan anak mereka.

"Aku akan bicara dulu dengan mas Ihsan dan Humairah tentunya"

Rika mengangguk setuju, mata mereka serentak melihat ke arah Humairah yang berjalan mendekat dengan stelan piyama dan jilbab instan rumahan.

Humairah tersenyum lalu mendekat pada ibunya yang telah mengulurkan tangan padanya. 

"Aini, aku sungguh jatuh cinta pada putrimu... Aku harap rencana ini berjalan dengan lancar, tidak ada yang lebih membahagiakan ku daripada perjodohan ini, aku sungguh menginginkan Aisyah menjadi menantuku"

Humairah cukup terkejut sekaligus bingung oleh pernyataan bibi Rika yang baru saja ia dengar dengan jelas.

*****

Humairah Bermenung, ia hanya memainkan pulpennya saja sejak tadi di hadapan laptop yang menyala.

Entah apa yang dipikirkan oleh gadis itu, hingga dua sahabatnya berniat ingin memberinya kejutan berupa es batu yang mereka keluarkan dari minuman boba di tangan salah satunya.

Salah seorang sahabat perempuan Humairah memasukkan es batu berukuran kecil itu ke dalam kemeja putih milik Humairah dengan menyingkap hibabnya sedikit keatas.

"Aishhhh Lola"

Humairah memejamkan matanya merasakan dingin es batu yang menusuk di sela bajunya saat ini, matanya melirik dua teman yang terkekeh geli di sampingnya.

"Apa kalian kurang kerjaan, bagaimana jika kemejaku jadi basah"

Rutuk Humairah kesal pada dua orang terdekatnya sejak awal kuliah.

"Maafkan aku sayang, jangan marah-marah nanti cepat tua. Ayolah aku hanya heran kenapa kau murung saja sejak tadi"

"Apa kau sedang dalam masalah?" tanya seorang temannya yang laki-laki.

Humairah mengangguk.

"Ini tidak biasanya, kau bahkan tidak memiliki masalah apapun dalam hidupmu selama ini Mairah, hidupmu lancar jaya seperti jalan tol"

Gadis bernama Lola menyambung.

"Hidupmu sempurna, orangtua yang menyayangimu kau anak tunggal, kekasihmu tampan dan pintar, ketua BEM lagi, hidupmu sederhana jauh dari masalah, jangan bilang kau masih meratapi kucingmu yang mati bulan lalu, ayolah Mairah itu hanya seekor kucing, aku bosan mendengar itu"

Lola bicara lancar seakan ia sudah bisa menerka masalah yang sedang dihadapi sahabat kentalnya itu.

"Kenapa kau selalu jadi peramal Lola, masalahku sangat berat sekarang"

"Cerita atau tidak? aku akan kembali ke ruangan ibu Desy, jangan sampai perempuan gendut itu marah lagi seperti kemarin, lagi pula aku heran kita memang anak magang tetapi bukan suruhan mereka juga bukan"

Giliran lelaki bernama Aji yang merutuki keadaan mereka sekarang.

"Bersabarlah sayang, kita baru satu minggu di sini dan masih terlalu lama keluar dari tempat ini, lagi pula aku berharap jika lulus nanti bisa kerja di kantor ini, aku suka di sini"

"Iya karena kau sibuk tebar pesona," ketus Aji kesal.

Lola dan Aji adalah pasangan kekasih merupakan dua sahabat Humairah di kelasnya sejak awal kuliah, pertemanan mereka tulus dan saling mendukung satu sama lain.

Mereka berdebat yang membuat Humairah kesal.

"Kalian selalu mengabaikan ku jika sudah punya topik pembicaraan yang membuat kalian seperti Tom and Jerry. Aku hanya puas menjadi penonton kalian yang berdebat tidak ada ujungnya ini"

Humairah kesal, ia berniat pergi dari sana namun dengan cepat Lola menahannya.

"Kau bisa cerita sekarang," Lola mendorong pelan tubuh Humairah untuk duduk kembali di kursinya.

"Aku akan dijodohkan"

"Apa?"

Lola dan Aji sama-sama terkejut.

"Jangan bercanda, mana ada perjodohan jaman sekarang," timpal Aji menyanggah lalu tertawa.

"Aku serius"

"Tunggu... tunggu... apa kau bilang dijodohkan?"

Mairah mengangguk polos.

"Dengan siapa?"

"Aku tidak tahu, kemarin teman lama ibuku bertamu... entah bagaimana caranya hingga bibi itu dan orangtua ku berniat menjodohkan anak-anaknya"

"Lalu kau setuju begitu saja?" Aji yang menyimak sejak tadi pun ikut bicara.

"Bagaimana caranya aku bisa menolak, aku tidak mau mengecewakan mereka"

"Lantas bagaimana dengan Rasya?"

"Entahlah aku galau sekarang, kalian tidak membantu"

"Hallo... memangnya kami bisa bantu apa? bicara pada orangtua mu jika kau ingin menolak rencana mereka? kami ini siapa sayang? hanya anak ingusan bak butiran debu"

Lola mencubit pipi sahabatnya dengan gemas.

"Terima saja mana tahu calonmu lebih pintar dari Rasya, lebih kaya dari Rasya dan tentunya bukan mahasiswa kere seperti kita ini"

Aji menanggapinya dengan santai.

"Aku setuju dengan mu sayang, kau cukup dewasa menanggapi masalah seperti ini, apa kau juga akan meninggalkan ku demi perempuan yang akan dijodohkan oleh orangtuamu? apa kau tega melakukannya padaku?"

Lola menatap tajam ke arah kekasihnya itu.

"Aku salah bicara lagi, ya baiklah maafkan aku"

Sambung Aji lagi yang malas berdebat karena hal ini.

"Aku sungguh galau"

Humairah membaringkan kepalanya di atas meja.

Namun tidak lama kemudian ada seorang teman lainnya memanggil mereka.

"Apa kalian lupa ini sudah jam berapa? hanya kalian yang belum berkumpul di ruang A, sebentar lagi CEOnya datang, jangan sampai membuat nilai kelompok kita jadi nol karena tidak disiplin"

Dengan langkah malas dan gontai Mairah dan kedua sahabatnya ikut teman mereka menuju ruang A.

"Kalian masuklah dulu, aku ingin pipis"

Lola dan Aji mengangguk mengerti. Humairah berjalan dengan pikirannya yang entah kemana menuju toilet berada.

Keluar dari toilet Humairah merasa lega, ia mengembangkan senyum lalu melangkah ke wastafel untuk memperbaiki penampilannya, namun baru saja keluar ia melihat seorang pria juga keluar dari toilet di sebelahnya.

"Aaahhh siapa kau? kenapa kau masuk toilet wanita? oh apa kau mengintip ku pipis?" Mairah panik, tanpa berpikir panjang ia mengambilkan tong sampah yang berada di sampingnya lalu memukul pria itu tanpa ampun hingga isi tong sampah ikut terbuyar di sana.

"Apa? Hei nona apa yang kau lakukan?" Lelaki berpakaian rapi itu menghindar saat Mairah memukulnya dengan tong sampah.

"Dasar pria cabul, kau sengaja masuk kemari ingin mengintip para wanita sedang pipis bukan? huh tidak akan ku biarkan kau hidup, aku akan melaporkan mu pada polisi, aku merasa dilecehkan jika seperti ini"

"Tolong... Tolong..."

Humairah terus saja mengoceh berteriak, ia menjadi tidak fokus dengan siapa ia berhadapan sekarang, pria itu menangkap tangan gadis ini agar berhenti memukulnya.

"Hentikan!"

Humairah terkejut mendengar lelaki itu membentaknya.

"Apa kau sadar apa yang telah kau lakukan nona gila? aku rasa kau salah sangka, jangan asal menuduh. Lihat ini baik-baik!"

Lelaki itu menarik tangan Humairah menuju pintu toilet agar gadis tersebut membaca dengan jelas tulisan di sana.

Humairah terdiam setelah matanya membaca jelas bahwa itu adalah toilet pria.

"Kau lihat perbuatanmu? pakaianku jadi kotor"

"Oh maafkan aku pak, sekali lagi maaf"

Hanya kata maaf yang bisa gadis itu ucapkan, ia menjadi malu sendiri telah salah sangka terlebih ia begitu ceroboh main pukul saja pria asing di hadapannya itu.

Humairah menunduk takut.

"Pergilah, karena kau wanita tentu aku tidak bisa membalas perbuatanmu"

"Maaf....."

"Jangan terus meminta maaf, aku menyuruhmu pergi sebelum pikiranku berubah!"

"Baik, tapi bagaimana dengan ini?" tanya Humairah tentang tong sampah yang berserakan beserta isinya.

"Apa kau cleaning servis?" tanya pria itu berbalik.

Humairah menggeleng cepat, "Bukan, aku aku mahasiswa magang di kantor ini"

"Benarkah? untung masih magang jika kau karyawan akan ku pecat karena tidak teliti dan sudah merugikan orang lain"

Ucap pria itu seraya meninggalkan Humairah yang berdiri mematung di sana.

"Apa? dipecat? apa maksudnya? haaahhh? atau jangan-jangan dia bos kantor ini? Ya Allah, apa yang telah ku lakukan, matilah aku... bagaimana jika dia mencabut izin magang ku di sini? atau dia akan melaporkan tindakan ku pada dosen pembimbing, ini benar-benar pertanda buruk, kenapa sampai salah masuk toilet"

Humairah bicara sendiri seraya membersihkan tong sampah dan isinya.

Lelaki tampan itu bernama Alif Zayyan Pratama berumur 30 tahun memiliki perawakan yang tinggi, berbadan atletis dan wajah yang tampan bak model profesional, seorang CEO dari PT Jaya Pratama perusahaan tempat Humairah magang saat ini.

Bab 2

Humairah memucat saat melihat beberapa orang memasuki ruang A tempat para mahasiswa magang sekarang.

Mereka dikumpulkan untuk mendapatkan sambutan resmi dari pemilik perusahaan, karena minggu lalu sang CEO belum menyempatkan diri pada pertemuan ini, turut hadir pula beberapa dosen pembimbing kampus ungu di sana.

"Matilah aku, tuan itu benar-benar bukan orang sembarangan. Bagaimana ini? oke tenang Mairah, yang tadi itu hanya salah paham"

Humairah bergumam kecil sambil mengatur napas, ia menjadi cemas sendiri ketika menyadari bahwa ia tengah duduk di kursi paling depan.

Gadis itu tidak bercerita pada Lola yang di sampingnya, hingga membuat Lola bingung membaca ekspresi Mairah saat ini.

"Kau kenapa Mairah? Aku perhatikan kau tampak tegang"

"Iya, aku merasa nyawaku di ujung tanduk sekarang, aku mengalami kejadian konyol di toilet, aku memukul pria tanpa alasan"

"Apa? hei apa katamu?" Ulang Lola lagi.

"Aku mengira dia mengintipku pipis, tidak tahunya aku yang salah masuk toilet pria"

"Hhhfffff, lalu apa hubungannya dengan nyawamu di ujung tanduk? itu biasa terjadi bodoh, aku juga sering salah masuk toilet"

Lola menutup mulutnya ingin tertawa.

"Kau tahu pria itu siapa?"

"Mana ku tahu, Mairah jangan berbelit! kau yang mengalami kenapa bertanya padaku, dasar aneh"

"Aku belum selesai bicara," Humairah mencubit kesal lengan sahabatnya.

"Lalu?" Lola mengusap lengannya kesakitan.

"Dia orangnya," jawab Humairah seraya menunjuk diam-diam dengan ekor matanya pada salah satu pria yang baru saja duduk di kursi di hadapan mereka.

"Yang mana? ada tiga lelaki, memangnya siapa yang kau pukul?" tanya Lola terkikik geli.

"Itu, pria yang paling tampan," tunjuk Humairah lagi.

"Hahhhh? whats? pak Alif maksudmu?"

"Kau mengenalnya?"

"Mairaaaaaahhh, dia itu CEO kantor kita magang memangnya kau tidak tahu?"

Humairah menggeleng pelan, ia menggigit bibir bawahnya takut.

"Ya Allah.... aku rasa kau perlu piknik Mairah"

"Lola, bagaimana jika dia mengadu pada dosen pembimbing, lihatlah mereka sedang berbisik sekarang"

Humairah melihat pria yang ia pukul tadi tampak bicara berbisik dengan salah satu dosen pembimbing Humairah.

"Jika dia pemimpin yang baik, tentu akan memaafkan ku yang baru anak kemarin sore ini. Memberi teguran secara baik-baik itu akan membuatnya bertambah berkharisma"

Lola menatap sang CEO dengan lama.

"Iya kan Lola? dia bukan pria sejati jika mengadu hanya hal kecil seperti ini bukan?"

Lola menatap sahabatnya lagi.

"Aku tidak ikut campur," jawab Lola polos.

Satu minggu berselang dari kejadian konyol toilet lelaki, Humairah yang bersyukur hanya mendapat teguran secara baik oleh sang pemilik perusahaan tempatnya magang saat ini.

Tidak ada sanksi karena Alif merasa Humairah adalah mahasiswa yang baru magang di sana karena tentu belum mengenal seluk beluk kantor termasuk tata letak toilet lelaki dan wanita.

Gadis itu mengerjakan tugas dan belajar dengan baik selama dua minggu magang di kantor milik Alif itu.

Iya, Alif Zayyan Pratama pria berumur 30 tahun yang telah mencapai kesuksesan diatas rata-rata pria seusianya.

Memimpin sebuah perusahaan besar turun temurun milik keluarganya, pria yang cukup dikenal dikalangan pebisnis muda. Tampan, berhidung mancung dan memiliki jambang tipis di rahangnya dan memiliki tinggi 180 cm.

Siapa yang tidak terkesima, dari wajahnya saja sudah membuat para kaum hawa histeris menjerit dalam hati karena pesona seorang Alif.

Pria berkulit sawo matang itu tengah melihat jam di pergelangan tangannya. Ia tampak menghubungi seseorang lewat ponsel mahal nan canggih miliknya.

"Hallo mama, maafkan aku sepertinya aku akan terlambat ke sana, aku baru akan keluar dari acara ini"

Ia tampak mengangguk-anggukkan kepalanya mendengar jawaban dari seberang telepon.

"Tenanglah, aku pasti datang. Apapun untuk mama aku tutup dulu ya nanti akan ku hubungi lagi"

Setelah saling berbasa basi akhirnya Alif menutup telepon dan kembali masuk ke ruang dimana ada beberapa orang yang tengah berpesta, iya sebuah pesta ulang tahun salah satu teman baiknya.

"Apa kau yakin untuk datang? aku masih tidak percaya jaman sudah modern seperti sekarang masih saja ada sistem perjodohan"

Alif hanya menghardikkan bahunya santai ketika mendengar beberapa temannya bertanya, ada juga yang mengejek dirinya yang seakan begitu tunduk dengan aturan orangtua meski telah dewasa, terlebih urusan perjodohan.

"Ayo kita bertaruh Alif benar-benar menerima wanita pilihan ibunya atau tidak setelah mereka bertemu nanti"

Ucap salah satu temannya seraya mengacungkan gelas minuman mereka.

Alif terkekeh melihat tingkah mereka, ia hanya bisa menggelengkan kepala dalam hati ia juga merasa konyol akan menikah dengan perempuan pilihan ibunya nanti.

"Aku akan mentraktir kau berlibur sepuasnya jika wanita itu ternyata lebih cantik dari Syasya," tawar Daffa salah satu sahabat Alif saat ini.

Alif menoleh.

"Itu kalau dia lebih cantik, bagaimana jika dia jelek? apa kau masih mau?" pertanyaan lain muncul dari teman yang lain.

Mereka semua tertawa ketika Alif menjawab pula, "Tentu akan ku pertimbangkan lagi."

"Aku akan pergi sekarang," sambung Alif lagi ketika ia kembali melihat jam di pergelangan tangannya.

"Huh dasar anak mama," sela Daffa terkekeh melihat raut malas Alif untuk pergi.

Humairah sedang mengambilkan minuman untuk tamu yang telah datang sesuai janji dengan ibunya.

Lama Humairah melamun dengan tangan masih mengaduk-aduk teh buatannya.

"Maafkan aku Rasya, sepertinya kita tidak berjodoh"

Gumam gadis itu seorang diri, airmatanya mengalir mengingat percakapan orangtuanya semalam tentang perjodohan yang memang mereka harapkan.

"Bismillah"

Dengan langkah gugup Humairah memutuskan membawa nampan berisi beberapa gelas teh hangat untuk tamu ibunya malam ini.

"Maaf jika lama menunggu," suguh Humairah dengan sopan, ia bersimpuh menyajikan teh hangat pada dua orang tamu beserta ayah ibunya.

"Aisyah sayang, duduklah di sini"

Suara ayah Ihsan membuat Humairah segera mengangguk dan ia berdiri untuk mengambil posisi duduk di tengah-tengah ayah dan ibunya.

"Silahkan diminum bi tehnya," Humairah berbasa basi.

Ia menjadi bingung karena yang datang bertamu hanya bibi Rika dan salah seorang anak perempuannya beserta lelaki paruh baya yang mereka kenalkan sebagai saudara dari almarhum suami bibi Rika.

Tidak ada pria lain yang menjadi calon suaminya seperti janji pertemuan itu bahwa malam ini akan hadir pula pria yang akan dipertemukan dengannya sebagai calon suami dari perjodohan singkat itu.

Bibi Rika tersenyum melihat raut bingung Humairah.

"Apa kau sedang mencari calon suamimu nak?"

Humairah hanya bisa tersenyum malu, ia membenarkan dalam hati bahwa ia sebenarnya cukup penasaran dengan lelaki yang akan dijodohkan dengannya.

"Bibi membuat ku malu"

Semua tertawa mendengarnya.

"Bersabarlah sebentar lagi juga sampai," jawab bibi Rika lagi.

Mereka larut dalam cerita nostalgia jaman mereka sekolah dan bersahabat, hingga membuat Humairah cukup jenuh namun tidak berani menghindar dari situasi tersebut.

"Maaf ayah ibu, paman dan bibi, boleh aku ke belakang sebentar?" Humairah pamit ingin mencari udara segar dan tidak ingin mengganggu percakapan para orangtua.

"Tentu boleh sayang," jawab ibu Aini.

Humairah pamit sopan lalu berjalan ke arah belakang, ia keluar lewat pintu samping rumahnya yang terdapat teras di sana.

Humairah menarik napas dalam berkali-kali, ingin rasanya ia menangis, gadis ini tidak menginginkan pernikahan pada umurnya yang masih muda seperti sekarang terlebih ia belum lulus kuliah, ia mempunyai impian untuk melanjutkan kuliah magister di luar negeri dari beasiswa yang dalam target akan ia kejar setelah wisuda.

Namun malam ini, jauh dari rencana hidupnya ia akan bertemu seorang lelaki dari keluarga kaya sahabat ibu dan ayahnya, sungguh ia ingin menolak tetapi terasa berat mengingat ia harus tahu diri untuk tidak menolak keinginan kedua orangtua angkat yang telah merawat dan menyayanginya sejak ia berumur 6 tahun.

Segala impian rela ia kuburkan demi menyenangkan ayah dan ibunya, meski akan menikah dengan orang asing sekalipun, tanpa cinta tanpa saling mengenal sebelumnya.

Matanya mengarah pada sebuah lampu mobil yang datang mendekat ke halaman rumahnya, Humairah mengernyit heran ketika melihat siapa yang turun dari sana.

"Haaa? pak Alif? kenapa beliau kemari?"

Humairah bertanya-tanya seraya berjalan berniat menghampiri.

"Pak Alif?"

Pria itu terkejut saat ada yang memanggilnya ketika pria itu baru saja keluar dari mobil.

"Astaga, kau membuatku terkejut"

"Maaf.... kenapa bapak bisa kemari? apa bapak tersesat?"

"Tersesat? hei apa ini rumahmu?" tanya balik oleh Alif yang menyimpan kunci mobilnya ke dalam saku celana.

Dari ambang pintu, terdapat beberapa orangtua yang melihat mereka dari kejauhan.

"Kau lihat Aini, mereka bahkan sudah saling bicara tanpa kita kenalkan lebih dahulu," ucap bibi Rika pada ibu Aini, mereka saling melempar senyuman.

Humairah mengangguk, lama Alif menatapnya seakan belum percaya bahwa gadis cantik yang pernah memukulnya tempo hari adalah gadis yang dimaksud oleh ibunya.

"Apa kau punya adik perempuan atau kakak perempuan?"

Humairah menjadi heran kenapa pria itu bertanya hal itu.

"Tidak, aku sendiri maksudku anak tunggal"

"Alif, ini adalah Aisyah yang mama maksud," tiba-tiba bibi Rika menghampiri mereka seraya tersenyum senang, ia merangkul lengan Humairah lalu mengusapnya pelan.

Alif menoleh lagi pada Humairah yang juga tampak terkejut.

"Aisyah sayang, ini putra bibi Alif Zayyan Pratama. Calon suamimu"

Bab 3

"Pak Alif?"

Pria itu berdecak, ia tidak pernah menyangka bahwa calon istri pilihan ibunya adalah seorang gadis magang di kantornya, yang mereka terlibat salah paham konyol drama toilet lelaki beberapa waktu lalu.

Humairah tersenyum canggung, ia segera menundukkan kepalanya malu sendiri pada pemimpin kantor tempatnya magang saat ini.

"Baiklah, kalian bisa lanjutkan obrolan di dalam rumah ayo, nak Aisyah ini sudah lama menunggu mu sayang"

Ucapan mama Rika menarik lengan putranya membuat wajah Humairah memerah, entah karena malu atau apa.

"Ayo Humairah, ajaklah nak Alif masuk tidak baik mengajak tamu bicara di halaman seperti ini, apalagi nak Alif ini adalah calon suamimu"

Tukas ibu Aini kembali, Humairah hanya bisa mengangguk saja. Demi apa gadis ini sungguh malu sekarang.

"Mari pak Alif, silahkan masuk"

Basa basi Humairah pada Alif yang masih menatapnya tanpa berkedip.

"Panggil dia mas Alif, biasakan mulai sekarang biar setelah menikah nanti kalian tidak saling memanggil secara formal dan kaku seperti ini"

Ucap mama Rika tersenyum dan mencubit pinggang anaknya membuat Alif ikut tersenyum melirik ibunya yang menggodanya sejak tadi.

Humairah merona, entah apa yang terjadi sungguh dadanya bergemuruh perutnya terasa mulas rasanya campur aduk yang ia rasakan sekarang, lelaki itu tersenyum menatap wajah Humairah yang tampak malu-malu padanya.

"Sah"

Ucapan para saksi membuat hati Humairah yang mendengarnya dari dalam kamarpun bergetar, tangannya basah oleh keringat dingin sedang wajahnya tampak menegang sejak awal prosesi pernikahan yang bahkan masih terasa seperti mimpi.

"Cie cie cie.... yang sudah sah jadi nyonya bos, selamat ya Mairah sayang, SAMAWA sampai kakek nenek"

Kalimat sahabat baiknya Lola membuyarkan lamunannya akan pernikahan yang dalam waktu singkat hanya hitungan dua minggu sejak pertemuan itu bisa terlaksana atas antusias orangtuanya dan orangtua Alif.

Ada rasa bersalah yang besar dalam dada Humairah, ia belum juga bertemu dan menjelaskan semuanya pada sang kekasih Rasya karena pria itu tengah berada di luar kota urusan organisasi yang ia pimpin di kampus, tentu Humairah juga sibuk dengan urusan magang dan persiapan pernikahan.

Ia tersenyum canggung mendapat godaan dari Lola.

Lola menguatkannya sepanjang prosesi ijab qabul, bagaimana tidak Humairah tidak bisa menjadi perempuan yang menikah pada umumnya dikarenakan ia adalah anak angkat hingga wali nikahnya beralih pada wali hakim, bagaimana pun itu cukup membuatnya sedih karena setiap perempuan akan membayangkan jika ayah kandungnya lah yang menjabat tangan pria yang akan menikahinya di depan penghulu, namun Humairah tidak.

Pernikahan sederhana yang hanya dihadiri oleh kerabat dan sahabat kedua mempelai saja. Ini permintaan Alif yang tidak ingin menggembor-gemborkan pernikahan mereka, entah apa alasannya meski mama Rika memaksa mewah namun Humairah mengerti dan memaklumi saja.

"Mairah apa kau tegang?"

Humairah mengangguk, ia mengusap sudut matanya yang berair.

"Kenapa menangis? Nanti riasanmu jadi jelek"

"Lola, entahlah aku merasa tidak pantas. Kau lihat mas Alif, dia tampan dan kaya raya. Sedang aku hanya seorang anak angkat tidak berharga dari keluarga sederhana," Humairah akhirnya meneteskan juga airmata yang sekuat tenaga ia tahan sejak tadi.

Ia tidak sengaja mendengar para kerabat Alif yang mengejeknya yang hanya merupakan anak angkat dan tidak tahu orangtua kandungnya dimana, hingga mereka maklum jika Alif tidak ingin semua orang tahu tentang pernikahan ini, salah satu adik perempuan Alif terdengar mengatakan bahwa kakaknya hanya hormat pada mama Rika saja hingga tidak menolak perjodohan ini.

"Semua wanita berharga Mairah, jika tidak ada wanita lalu siapa yang akan melahirkan para lelaki hebat seperti pak Alif? jangan malu dengan keadaanmu, sekarang siapa yang tidak iri padamu yang bisa menikah dengan pak Alif? aku tahu kau sedih soal ijab qabul yang bukan diwalikan oleh ayahmu, aku mengerti tapi kau tidak perlu berkecil hati ada banyak wanita sepertimu, aku pun akan begitu ketika menikah nanti karena ayahku telah tiada"

Lola mengerti arti tangisan sahabatnya itu.

"Humairah"

Humairah dan Lola menoleh pada ibu Aini yang masuk ke kamar itu menjemput putrinya yang sudah sangat cantik mengenakan kebaya putih desain eksklusif dari seorang desainer terkenal pemberian mama Rika.

"Sayang, apa kau menangis?" tanya ibu Aini mendekati putrinya.

"Humairah sedang menangis bahagia bibi," tukas Lola dengan cepat agar ibu Aini tidak curiga.

"Iya bu, aku menangis karena bahagia sekaligus sedih berpisah dengan ibu dan ayah nantinya," Humairah memeluk ibunya dengan Haru seakan mencurahkan rasa terimakasih yang sangat besar telah membesarkannya dalam kasih sayang layak ibu kandung.

"Ya ampun sayang, kita tidak akan berjauhan kita masih dalam kota yang sama Humairah, ayo berhenti menangis, riasanmu nanti luntur"

Ibu Aini terkekeh mendengar rengekan putri kesayangannya ini.

"Kau sudah menjadi seorang istri sekarang, ayo perbaiki make up mu, suami mu sudah menunggu di luar. Ayo Lola kau bantu dia merapikannya!" perintah ibu Aini pada Lola.

"Ehem.... yang sudah punya suami mau bertemu dengan suaminya"

Lola menggoda Humairah lagi dan lagi sampai sahabatnya itu keluar dari kamar untuk menemui mempelai lelaki, disaat itulah Lola mengusap airmatanya yang jatuh menatap punggung Humairah yang menjauh.

"Aku bahagia kau menikah Mairah, lalu aku kapan?" rengek Lola kesal sendiri.

Di luar kamar, para tamu kerabat dekat kedua mempelai cukup terkesima saat menatap langsung wanita yang dituntun ibu Aini menuju Alif berdiri saat ini.

Humairah gugup saat matanya bertemu dengan mata tajam sang suami, dadanya sesak perutnya merasa mulas.

"Nak Alif, ibu titip Humairah padamu"

Kata-kata dari ibu Aini membuyarkan lamunan keduanya, Alif tersenyum menyambut tangan Humairah yang diberikan ibu mertuanya.

"Kau lihat Aini, aku rasa Alif sudah tidak sabar membawa putrimu keluar dari sini, lihatlah mereka begitu serasi cantik dan tampan, aku bahagia Aini sungguh bahagia"

Mama Rika memeluk dan mencium kening menantu pertamanya itu.

"Aku pun bahagia Rika, doaku yang terbaik untuk kalian berdua nak," ucap ibu Aini pada Humairah dan Alif yang masih betah diam dalam perasaan masing-masing.

Humairah tersenyum malu saat Alif tanpa basa basi mengecup keningnya.

"Hallo nona istri," bisik lelaki itu di telinga Humairah yang menegang oleh sentuhan bibir Alif yang masih terasa membekas di keningnya.

"Mas Alif"

Drrrtttt drrrrrttt drrrrttttt.

Humairah melihat ponsel Alif bergetar, ia tidak berani mendekat dan melihat siapa yang sedang menghubungi pria yang baru beberapa jam menjadi suaminya itu.

Humairah memilih untuk menunggu Alif keluar dari kamar mandi saja.

Gadis cantik yang kini telah menjelma sebagai seorang istri, Humairah menatap hujan yang lebat dari jendela kamar hotel mereka menginap sekarang, pikirannya jauh menerawang akan pernikahan yang seperti mimpi baginya.

Rambutnya tergerai sebahu, ia memakai jubah tidur pemberian Lola, tampak seksi dan menggoda. Sesungguhnya ia sangat malu mengenakan pakaian serba tipis itu, ia berpikir mungkin saja Alif tidak menyukainya.

Namun sayang sekali isi tasnya penuh dengan pakaian terbuka, hanya beberapa dress panjang muslimah untuk berpergian, tidak mungkin juga ia akan tidur menggunakan pakaian tersebut.

Ia tahu ini ulah ibu dan mama mertuanya yang memang sangat antusias dengan malam pertama yang akan mereka lewati terlebih Lola sahabatnya yang baru saja menelepon, Humairah tidak ingin mengecewakan kedua ibunya dan tentu Lola sahabat kentalnya selama ini.

Setelah akad, Alif segera mengajak Humairah ke hotel yang telah disiapkan mamanya.

Drrrrttt drrrtttt drrttttt.

Getar ponsel Alif kembali membuat Humairah menoleh ke atas nakas, perempuan ini mendekat namun langkahnya terhenti saat pintu kamar mandi terbuka menampilkan pria yang hanya memakai handuk melilit pinggangnya.

Mata Humairah merasa ternodai, ia melihat jelas bentuk badan suaminya yang bagai roti sobek pada perut Alif, bertelanjang dada dengan rambut basah Alif berjalan mendekat.

"Hei"

Alif mengibas tangan di hadapan wajah Humairah, hingga mengagetkan perempuan itu yang telah melamun sejenak karena terpesona.

"Maaf"

Humairah menyengir lalu menggigit bibir bawahnya dan menunduk karena malu. Ia tidak berani mengangkat wajahnya sekarang.

Tanpa ia sadari, Alif menatapnya lama dari ujung kepala hingga ujung kaki, lelaki itu mendekat tanpa berbasa basi ia melingkarkan tangannya pada pinggang Humairah yang ramping.

Humairah terkejut, ia memandang Alif yang sudah tidak ada jarak dengannya saat ini.

"Kau sengaja menggodaku?" bisik Alif.

Humairah terpejam merasakan nafas Alif yang menerpa wajah cantiknya, Humairah tahu betul pasta gigi yang dipakai Alif hingga nafasnya sesegar ini, ia merasakan Alif membelai pipinya sekarang, terasa dingin.

"Maafkan aku mas Alif, tadi ponselmu bergetar sepertinya ada yang menelepon sebaiknya terima dulu mana tahu penting"

"Memangnya apa yang penting selain malam ini?" goda Alif lagi, entah kenapa ia suka mengerjai Humairah seperti ini, istrinya cantik dengan pipi yang merah menahan malu.

Dada Humairah merasa kekurangan oksigen oleh sikap manis Alif padanya, ia mundur beberapa langkah namun Alif tidak melepaskan pinggangnya seinci pun, hingga mereka menabrakkan diri ke dinding yang mengenai Humairah.

Saling menatap lama, Alif suka dengan mata bening milik istrinya itu. Ia mendekatkan bibirnya pada bibir ranum milik Humairah, sejenak mereka larut dalam sebuah ciuman bibir yang pertama bagi Humairah.

Darahnya berdesir, entah terdorong oleh apa tangan Humairah telah melingkar pada tengkuk suaminya saat ini.

Perempuan itu menikmati permainan bibir Alif yang sepertinya telah lihay dalam adegan ciuman dengan mata terpejam.

Pria itu tidak melepas Humairah barang sebentar dengan nafas saling memburu ia mulai memainkan tangannya naik turun.

Namun pria itu tampak kesal saat getar ponselnya kembali terdengar.

"Angkat saja, mana tahu itu penting," ucap Humairah pelan.

Alif memandangnya lalu tersenyum seraya mengusap bekas liurnya di sudut bibir istrinya itu.

"Baiklah, ini kau yang minta"

Alif melepaskan tangannya dari pinggang Humairah setelah memberi satu kecupan bibir sekilas, namun mampu membuat Humairah kembali merona.

Alif mendekat ke arah ponselnya berada.

Menatap istrinya sebentar, Humairah mengangguk, pria itu menerima panggilan dan menjauh ketika mulai bicara.

Alif bicara cukup lama di telepon, hingga Humairah merasa bosan ia memainkan game ponselnya, namun sudah hampir dua jam tidak juga ia jumpai pria itu kembali.

Menghela nafas Humairah tersenyum getir, matanya mengantuk ia memutuskan untuk tidur saja, sebab ia tidak melihat tanda-tanda Alif akan kembali ke kamar mereka.

Humairah menarik selimut sampai pinggangnya, airmatanya menetes seraya bergumam seorang diri, "Malam pertama kelabu."

Baru hitungan menit Humairah terpejam belum juga terlelap di alam tidur, ia merasa sebuah sentuhan di pundaknya, lembut, sebuah kecupan.

Humairah tersenyum, ia tahu kini mas Alifnya telah kembali, wanita ini menoleh pada pria yang telah menjatuhkan wajahnya di ceruk leher Humairah.

"Apa kau lama menunggu?"

"Oh mas Alif, kau sudah kembali?," jawab Humairah membalikkan badannya dibantu oleh suaminya.

Bukan kata-kata yang menjadi jawaban, melainkan bibir Aliflah yang berlabuh. Humairah terkejut namun ia tidak menghindar, kembali larut dalam suasana hangat ranjang pengantin baru, Alif mulai liar menjamah tubuh istrinya.

Tunai sudah kewajiban mereka menjadi suami istri yang sesungguhnya, meski tangis Humairah menghiasi pelepasan kegadisannya malam yang begitu dingin di luar sana namun sangat panas terasa di ranjang mereka dalam bingkai indahnya pernikahan yang dijodohkan.

Biarlah derit ranjang dan ******* sakit bercampur nikmat yang menjadi saksi bahwa malam pertama sang pengantin terlaksana dengan semestinya dan semua berlalu meski tanpa cinta.

Humairah terus mengulum senyum saat terbangun pada subuhnya, dimana lelaki yang berbadan atletis itu masih terlelap dengan posisi tengkurap menampilkan punggungnya yang lebar karena pria itu tidur tanpa memakai pakaian yang hanya ditutupi selimut putih nan tebal sampai pinggang saja.

Berjalan sambil menahan sakit pada pangkal pahanya, ia masuk ke kamar mandi untuk menunaikan mandi wajib sebelum masuk waktu sholat subuh.

Namun langkahnya terhenti saat getar sebuah ponsel terdengar olehnya, ia mengira itu ponsel suaminya namun ia salah ternyata yang bergetar adalah ponsel Humairah sendiri.

Ia kembali menuju nakas dan mengambilkan ponsel yang masih bergetar miliknya, hatinya terenyuh dadanya berdetak cepat saat melihat nama Rasya yang muncul pada layar.

Humairah berjalan cepat ke kamar mandi agar Alif tidak terganggu.

"Hallo assalamualaikum Rasya"

"Waalaikumsalam Mairah.... maaf aku mengganggu subuhmu, aku hanya merasa tidak sabar ingin segera mengetahui sesuatu yang terjadi padamu, pada hubungan kita yang aku juga merasa seperti mimpi saat mendengarnya dari Aji"

Mairah menelan ludahnya kasar, ia pun bingung jika bicara di telepon seperti sekarang terlebih ia sesekali mengintip suaminya yang tampak tidur lelap di ranjang.

"Maafkan aku Rasya, aku berniat menjelaskannya langsung padamu, tidak di telepon seperti ini.... aku akan ke kampus nanti siang, bagaimana jika kita bertemu di taman kampus?"

"Aku menunggumu Mairah, aku harap Aji berbohong padaku," jawab Rasya tajam di seberang telepon.

"Maaf aku tidak bisa lama bicara padamu Rasya, aku tutup ya!"

"Ck.... apa kau takut ketahuan suamimu?"

"Maafkan aku Rasya, keadaannya sudah berbeda sekarang," tukas Humairah dengan suara pelan.

"Aku mencintaimu Humairah, aku harap kau tidak lupa itu"

Rasya menutup sambungan teleponnya tanpa menunggu jawaban dari Humairah.

Humairah merasa nyeri dadanya saat mendengar kata cinta dari lelaki yang menjadi teman dekatnya selama 1 tahun terakhir.

Mengusap matanya yang berair, ia menghela nafas panjang kemudian berniat keluar untuk menaruh kembali ponselnya namun diluar dugaan ia dibuat terkejut saat mendapati Alif telah berada di hadapannya.

"Mas Alif"

"Kenapa wajahmu tegang?"

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!