NovelToon NovelToon

Tuan Muda Iblis Yang Memanjakanku

Chapter 1

"Aku tidak mau Ayah!,

"Aku tidak mau menikah, Ayah umurku baru 18 tahun. Bahkan aku baru saja menyelesaikan ujian dan belum menerima surat kelulusan, aku ingin melanjutkan pendidikan ku Ayah," mohon seorang gadis cantik dengan kulit putih, rambut panjang, hidung yang mancung, serta bulu mata yang lentik.

"Sayang, maafkan Ayah tapi ini salah satu cara untuk membalas budi kepada keluarga mereka Nak, dulu mereka membantu perusahaan Ayah yang hampir gulung tikar sampai perusahaan kita menjadi sebesar ini sekarang, Ayah sudah pernah menawarkan hal lain untuk membalasnya, tapi mereka menolak, mereka hanya ingin menikahkan mu dengan putra nya," ucap sang ayah.

Dia Allexander Gottardo, salah satu pengusaha sukses meminta putri satu-satunya Olivia Jasmine Gottardo untuk menikah dengan salah satu anak pengusaha nomor 1 di negeri ini.

"Ayah Jasmine mohon Ayah, Jasmine tidak mau, apalagi menikah dengan seseorang yang tidak Jasmine cintai, bahkan Jasmine tidak mengenalnya Ayah," rengek sang putri.

"Kamu bisa mengenalnya nanti Nak, masalah cinta seiring berjalannya waktu perasaan cinta juga bisa muncul sayang l, kamu tolong mengerti dengan keinginan Ayah ini. Lagian kamu juga mungkin sudah pernah melihatnya, dia sudah sering muncul di tv dan surat kabar, Maxime  Anderson, laki - laki yang sudah sukses bahkan di usia nya yang masih muda. Kamu pasti akan suka jika sudah bertemu dengannya."

"Ayah, walaupun mungkin Jasmine pernah melihatnya, bukan berarti Jasmine mengenalnya Ayah, Jasmine tidak mau menikah dengannya," tolak Jasmine dengan air mata yang mulai turun membasahi pipinya.

"Jasmine, Ayah tidak mau tahu kamu harus menerima pernikahan ini!, ucap sang ayah yang tidak ingin dibantah, lalu bangun dari tempat duduknya setelah menyelesaikan sarapannya. Ya mereka sedang berdebat di ruang makan.

"Tapi Ayah...

Liliana Gottardo yang sedari tadi hanya mendengar perdebatan anak dan suaminya itu, kini mulai angkat bicara.

"Sudah-sudah, kalian tidak perlu berdebat lagi, Ayah lebih baik Ayah berangkat sekarang! Masalah Jasmine biar Ibu yang akan memberi pengertian," ucap wanita cantik yang masih  terlihat mudah di usianya yang sudah kepala empat itu, mencoba menengahi perdebatan yang terjadi.

"Ibu, Jasmine tidak mau Bu" rengek sang putri bergelayut manja di lengan sang ibu begitu melihat ayahnya pergi.

"Ibu antar Ayah ke depan dulu ya! kamu tunggu di sini nanti kita bicarakan lagi," ucap sang ibu mengelus pelan tangan putri nya lalu segera menyusul suami nya yang sudah lebih dulu ke depan.

Setelah kepergian suaminya, Liana biasa dia disapa, kembali menemui sang anak yang masih duduk di meja makan dengan wajah  cemberut dan mata yang sembab.

"Ibu, Jasmine tidak mau," rengekan putri nya itu kembali terdengar begitu melihat  Liana mendekat.

"Sayang, bukannya Ibu memaksa, tapi apa yang dikatakan Ayahmu memang benar, kalau kamu harus menikah dengan putra kedua Tuan William Anderson.

Beliau sangat berjasa pada keluarga kita, sayang. Apa yang kita dapatkan sekarang ini, adalah berkat bantuannya dulu. Mereka menolak kita mengembalikan nya, yang mereka mau hanya menikahkan anak mereka dengan mu. Selain untuk membalas budi , ini juga untuk mempererat  hubungan keluarga kita sayang," ucap Liliana kepada putri satu-satu nya itu dengan tersenyum mencoba memberi pengertian.

"Ibu, tapi aku ingin melanjutkan pendidikanku Ibu," ucap Jasmine mencoba menolak secara halus dengan air mata yang kembali menetes ketika melihat mamanya .

Dengan lembut Liliana berkata mencoba menenangkan putri nya sambil menghapus air mata yang terus menetes di pipi mulus anak gadis nya itu "Ayah dan Ibu sudah membicarakan hal ini kepada mereka, dan mereka juga menyetujuinya sayang.

Kamu masih bisa melanjutkan pendidikanmu, jadi kamu jangan khawatir."

"Tapi Ibu,..

"Sudah-sudah, Ibu mau ke butik dulu. Hari ini ada client Ibu yang akan mengambil gaun pesanannya.  Hari ini kamu mau ke sekolah tidak?"

"Iya, dari pada di rumah sendirian," ucapnya dengan bibir mengerucut.

Ibu Jasmine hanya terkekeh melihat wajah putri nya yang masih saja cemberut. "Ibu pergi dulu ya sayang, kamu hati - hati berangkatnya," beranjak dari duduknya lalu mengecup kening Jasmine dan mengambil tas yang ada sejak tadi di kursi sebelahnya. Kemudian berlalu pergi setelah mendapat anggukan dari putri nya itu.

Setelah kepergian ibunya, Jasmine pun bersiap ke sekolah.

.

.

.

~ Di tempat lain

Di sebuah ruang keluarga yang ukurannya cukup luas. Di situ terjadi perdebatan antara dua pria beda usia.

"Apa Pi? Menikah? Kenapa Papi tidak menanyakan dulu pendapatku," kesal seorang pria dengan tubuh tinggi, putih, rambut hitam dan hidung yang mancung. Dia  Maxime Anderson. Seorang Ceo muda di usianya yang baru menginjak 25 tahun sudah sukses dengan perusahaan yang didirikan sendiri tanpa campur tangan ayahnya yang juga sudah terbilang sangat sukses.

William Anderson, seorang pengusaha nomor 1 di negeri ini yang nama dan karirnya sudah terkenal di dunia internasional. Kekayaannya berlimpah, anak perusahaannya tersebar di seluruh dunia. Dia mempunyai dua putra dan satu putri.

Alih-alih mendapatkan kembali semua yang telah diberikan kepada rekan bisnisnya itu. Dia justru ingin menikahkan putra kedua nya dengan seorang  gadis, anak dari salah satu rekan bisnisnya, yang dulu pernah dibantu ketika perusahaannya hampir bangkrut dan menjadi besar seperti sekarang ini.

"Pi, Max masih ingin melebarkan sayap pada karir Max Pi tolong mengertilah, Max baru membesarkan nama perusahaan Max sendiri. Dan Papi dengan entengnya meminta Max menikah, itu akan menghambat karier Max Pi!"

"Papi tidak mau tahu, mau tidak mau kamu harus menerima pernikahan ini."

"Pi, Max belum ingin menikah, lebih baik Papi pikirkan dulu Kak Vano, bahkan di usianya yang sudah 30 tahun, Kak Vano tidak memiliki kekasih. Jadi Papi carikan saja dulu calon istri untuk Kak Vano. Papi juga harus memperhatikan Kak Vano."

"Untuk apa Papi peduli pada anak cacat itu dia bahkan telah membunuh adik mu.

Deg

Tanpa mereka sadari ada seseorang yang mendengar perdebatan mereka di balik tembok ruang keluarga itu. Dan dengan cepat orang itu segera berlalu dan pergi dari tempat itu.

"Papi! Kenapa Papi berbicara begitu tentang Kak Vano. Sudah cukup selama ini Kak Vano menderita Pi, bukan Kak Vano yang harus menanggung tuduhan Papi, itu semua kecelakaan Pi!".

"Itu kenyataannya," jawab Tuan William datar.

Dan tanpa mendengar kata yang terucap lagi dari mulut anak kesayangannya itu. Tuan William Anderson memilih pergi meninggalkan anak keduanya itu. Sementara Max hanya menatap nanar punggung sang ayah yang sudah hilang dalam pandangan. Begitulah reaksi Papi Max setiap menyinggung soal kakaknya.

Chapter 2

~ Di sekolah

Hari ini Jasmine tidak terlihat bersemangat, bahkan untuk  ke kantin pun Jasmine begitu enggan, dia memilih tinggal di kelas selama di sekolah. Padahal sudah tidak ada lagi mata pelajaran yang diajarkan karena mereka sudah melaksanakan ujian.

"Woy Jasmine," terdengar seseorang memanggil namanya.

Lily, satu-satunya sahabat Jasmine tiba-tiba muncul di belakangnya. Dia selalu datang tanpa aba-aba dan pergi begitu saja. Lily bukan orang yang kaya seperti Jasmine, dia hanya orang yang beruntung karena memiliki sahabat seperti Jasmine yang sering mentraktirnya makan.

"Ya ampun kau ke sekolah hanya tidur-tiduran saja, kalau seperti itu lebih baik di rumah saja, bukankah di rumahmu ranjangnya lebih empuk dibandingkan meja ini," ucapnya sambil mengetuk-ngetuk meja.

Baru kali ini selama mereka berteman, Jasmine tidak menanggapi ocehan temannya itu. Wajah nya yang tadi dia telungkupkan di meja kini diangkat dengan dagu yang  bertumpu di atas  kedua tangannya. Dan raut wajahnya tidak terlihat baik-baik saja.

Karena penasaran, Lily pun melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan temannya itu.

"Hei kau kenapa?"

Jasmine hanya menggeleng tanpa suara.

"Jasmine kau baik-baik saja kan?"

Lagi-lagi Jasmine hanya diam saja dan mengangguk dengan cepat. Tiba-tiba air matanya jatuh begitu saja tanpa bisa dia tahan.

"Hei kenapa kau menangis?" panik Lily kemudian.

Pertanyaan yang sulit jasmine jawab. Dia lalu menangis dan berkata dengan penuh iba, "Aku tidak baik-baik saja Lily, aku sangat-sangat tidak baik-baik saja," Jasmine menunduk dan kemudian menangis di depan Lily.

Lily meraih kedua tangan Jasmine dan menggenggamnya lama, lalu berkata "Apa kau bertengkar dengan ibu mu?"

Jasmine hanya menggeleng.

"Lalu kenapa? Apa kau bertengkar dengan ayahmu?"

Jasmine pun mengangguk mengiyakan pertanyaan Lily sahabatnya.

"Ya ampun hanya seperti itu saja kau menangis? Bukankah kau gadis yang tangguh dan kuat? Bahkan kau jarang sekali menangis karena hal sepele. Dan sekarang apa yang kulihat? Ini benar-benar bukan seperti Jasmine yang aku kenal. Atau apa kau sedang mengerjaiku," kata Lily menatap sahabatnya itu dengan tatapan curiga.

"Aku akan menikah," lirih Jasmine. Lily yang awalnya terdiam, kini malah tertawa cekikikan. Hahaha...! Menikah? Pacar saja kau tidak punya? Bagaimana kau akan menikah? Bercandamu benar-benar tidak lucu Jasmine. Aku yakin kamu sekarang pasti sedang mengerjaiku," ucap Lily yang belum mempercayai apa yang Jasmine baru saja katakan.

"Ayah ingin aku menikah untuk membalas budi. Bukankah itu lucu? Bahkan usia ku masih sangat muda sekarang!" Ucap Jasmine mencurahkan apa yang dirasakannya.

Lily kini meredakan tawanya, menatap mata sahabatnya mencari kebohongan disana, tapi yang dia temui jika sahabatnya saat ini memang sedang serius dengan apa yang dikatakannya. Dia tahu apa yang Jasmine rasakan sekarang. Kemudian dia merangkul pundak sahabatnya itu  dan kembali tertawa  sambil berkata "Harusnya yang sekarang menangis itu pria yang akan menjadi suami mu."

"Aiss! Sekarang aku sedang sedih, tapi kau malah menghinaku, sahabat macam apa kau ini?" ucap Jasmine dengan wajah yang di tekuk.

Lily tersenyum menggoda, kemudian mengeratkan rangkulannya dan kembali berkata "Harusnya kau bersyukur menikah. Bagaimana kalau beberapa tahun ke depan tidak ada yang mau menikah dengan gadis yang keras kepala dan susah diatur seperti mu?"

Lily melepaskan rangkulannya kemudian menghadap Jasmine sambil bertanya "Memangnya kau mau menikah sama siapa sahabat, rekan bisnis, karyawan atau kenalan ayahmu. Sudahlah yang penting dia punya kerjaan tetap dan bisa menjamin hidupmu ke depannya. Lagian ini bukan jaman Siti Nurbaya kenapa masih ada menikah paksa."

"Dulu perusahaan Ayahku terkena masalah serius. Dan mereka yang membantu sampai perusahaan Ayah seperti sekarang ini. Tapi Tuan William Anderson meminta ku untuk menikah dengan putra nya," kata Jasmine menjelaskan.

Lily membuka botol minuman dan meminumnya. Awalnya dia mengabaikan perkataan temannya tapi setelah mendengar nama yang tadi Jasmine sebutkan, tiba-tiba..

Byurr

Air yang baru diminum di semburkan keluar.

"Siapa tadi? Mungkin aku salah dengar."

"Putra Tuan William Anderson, jawab Jasmine polos.

Lily yang kembali mendengar jawaban Jasmine pun matanya membelalak.

"Kau tahu Jasmine seberapa kaya dan terkenalnya keluarga Tuan William Anderson itu. Bahkan putranya sangat tampan. Bagaimana, bagaimana bisa kau yang terpilih menjadi menantunya. Kau benar-benar beruntung jasmine," ucap Lily.

"Kalau aku jadi kau, aku pasti akan merasa senang, dan berteriak. Semua orang bahkan bermimpi untuk menjadi istrinya. Bagaimana bisa, bagaimana bisa kau yang terpilih, aku benar-benar sudah gila sekarang," ucap Lily yang terus menunjukkan rasa tidak percaya yang  luar biasa.

Raut wajah Lily sekarang berubah. Dia menjadi seseorang yang mendukung pernikahan ini.

"Dengan yang mana? Dengan Maxime Anderson kah? Seorang Ceo Muda yang namanya sudah dikenal dunia?"

Jasmine menyipitkan matanya menatap sahabatnya yang terlihat antusias "Aku tidak tahu, dan tidak mau tahu, dan kalau kau mau lebih baik kau saja yang menikah dengannya!" jawab Jasmine malas.

"Hei kamu harus tahu yang mana calon suami mu? Ini penting, lagian kau juga tidak bisa lari kan? Jika memang boleh, tentu saja aku mau menikah dengannya, aku siap menggantikanmu, tapi aku takut nanti ayahmu memarahiku dan aku tidak mau itu, jadi terima saja pernikahan ini," Lily kemudian mendekat dan menyingkirkan jarak yang ada diantara mereka hingga sekarang mereka duduk berdempetan.

"Aku beritahukan Tuan William Anderson mempunyai dua putra yang sangat tampan, tapi keduanya berbeda, putra pertamanya dinyatakan lumpuh dan buta setelah kecelakaan, dan kabarnya karena kecelakaaan itu adiknya meninggal dan sampai sekarang bahkan jasadnya tidak ditemukan. Dan karena itu Tuan William Anderson membenci putra pertamanya itu. Jadi  kau mungkin akan menikah dengan putra keduanya, ya ampun... sepertinya kau telah menyelamatkan dunia dikehidupan sebelumnya. Hingga kau akan menikah dengan anak dari keluarga kaya raya itu. Kau harusnya bersyukur karena kau sangat-sangat beruntung bisa mendapatkannya."

"Kau tahu putra keduanya dikenal oleh banyak orang dan begitu populer, wajahnya sangat dikagumi karena begitu tampan. Dia jarang pulang ke Tanah Air karena dia juga mengurus bisnis yang dirintisnya sendiri di luar negeri. Dia dikenal pintar, dan baik hati. Kurang apalagi? Tentunya hanya kurang pendamping hidup saja. Sudah-sudah jangan menangisi hal yang tidak penting lagi, lebih baik kau tersenyum sekarang" ucap Lily dengan serius.

Semua orang tahu kecelakaan yang menimpa putra pertama keluarga Anderson. Karena berita itu sangat hangat diperbincangkan pada masanya. Bagaimana tidak saat  kecelakaan itu terjadi, semua digemparkan karena tidak hanya putra pertama keluarga Anderson yang saat itu berusia 12 tahun, tapi juga dengan adik kecilnya yang berusia 5 tahun berada dimobil yang sama saat kecelakaan terjadi. Dan kecelakaan itu juga membuat nyawa sang sopir pribadi keluarga, meninggal di tempat, bahkan jasadnya  hancur bersama ledakan mobil. Sementara jasad putri ketiga Anderson tidak ditemukan.

Gosipnya jasad itu mungkin sudah hancur tak tersisa, karena mobil yang sudah hangus terbakar. Dan semenjak kecelakaan itu Tuan Muda pertama Anderson menjadi cacat, kabarnya juga dia mengalami kebutaan. Bahkan selain itu, dia juga menjadi pribadi yang sangat dingin dan kejam. Tidak ada yang berani menyinggungnya, karena dia tidak segan-segan melakukan apa saja kepada orang tersebut. Dia benar-benar menjadi pribadi yang tidak tersentuh.

Merasakan tekanan batin yang begitu berat membuat Jasmine tidak bisa tertawa bahkan tersenyum, walaupun sahabatnya itu mencoba menghiburnya. Ini sulit, bahkan sangat sulit. Apa tidak ada pilihan lain selain hanya untuk menyetujui? Apa Jasmine bahkan tidak punya kesempatan untuk melarikan diri?

.

.

.

Chapter 3

Waktu tak terasa cepat berlalu, entah sejak kapan keputusan untuk menerima perjodohan ini dipilih. Nyonya Liliana Gottardo sedang berdiam diri di depan pintu kamar putrinya sembari menatap Jasmine yang sedari tadi terlihat sedih dan murung tak lama setelah menerima gaun cantik dan anggun yang tadi diberikannya.

Masih di depan pintu Liliana berkata pada anaknya dengan suara yang lembut, "Jasmine sayang, bersiap-siaplah malam ini kita sekeluarga akan bertemu dengan keluarga Anderson di kediamannya. Jadi pakailah gaun yang tadi Ibu berikan dan Ibu akan merias wajahmu supaya terlihat semakin cantik."

Bukannya bergegas menuruti apa yang Ibunya katakan, Jasmine justru meraih gaunnya, menatapnya lama, kemudian melempar gaun itu ke tepi ranjang.

"Ibu jahat, Ibu tidak sayang lagi sama Jasmine, Jasmine tidak mau Ibu, harus berapa kali lagi Jasmine harus menolak agar pernikahan ini dibatalkan," ketusnya masih tidak terima.

Mendengar ucapan putrinya, Liliana pun masuk ke kamar putrinya kemudian menutup pintu, mendekat dan duduk tepat di sebelah putrinya. Tangannya yang halus mengelus rambut putrinya, Liana memberikan senyuman terindah yang dia punya untuk putri yang sangat dicintainya itu.

"Ibu sangat menyayangimu sayang. Dan ini adalah pilihan yang terbaik. Putriku tidak akan menyesal, suatu saat pria yang akan menjadi suamimu akan membuatmu bahagia. Dan suatu saat kau akan menjadi seorang istri yang paling beruntung di dunia, percayalah dengan apa yang Ibu katakan." Liana pun menarik Jasmine ke dalam pelukannya .

Mendengar jawaban sang ibu, Jasmine pun akhirnya menangis dalam pelukkan ibunya. Dia memeluk ibunya sangat erat, walaupun sesungguhnya dia masih sangat kecewa dengan keputusan kedua orang tua nya yang menerima pernikahan ini.

Jasmine sama sekali tidak mengenal calon keluarga barunya bahkan calon suaminya. Dia tidak peduli dengan bujukan ataupun rayuan yang Ibunya katakan. Jasmine hanya menginginkan jika pernikahan ini bisa di batalkan

Liana melepas pelukan dan meletakkan kedua telapak tangannya di pipi sang putri sambil berkata "Kelak kau akan bahagia bersama suamimu, dia laki-laki yang baik, dia akan menjagamu melebihi apapun, percayalah pada Ibu sayang" kata Liliana meyakinkan putrinya. Hingga Jasmine dengan terpaksa menerima pernikahan ini untuk kedua orang yang sangat disayanginya itu.

.

.

.

Selama di perjalanan menuju ke kediaman Tuan William Anderson, di dalam mobil yang membawanya, Jasmine hanya diam saja, tidak mengatakan sepatah kata pun. Dia sibuk meremas gaun yang dikenakannya dengan tangan yang bergetar. Sepatu dengan hak tinggi yang tidak pernah dia minati, kini justru menghiasi kakinya yang dingin.

Sopir pribadi mengantarkan mereka ke kediaman Tuan William Anderson yang mewah dan megah.

Sebuah bangunan tinggi nan mewah bak istana, begitu sangat mengagumkan. Benar-benar luar biasa.

Terlihat pintu gerbang nan tinggi terbuka lebar menyambut kedatangan keluarga Allexander Gottardo. Liliana menggiring putrinya turun, setelah mobil berhenti.

"Tersenyumlah sayang tidak baik bertamu dengan menampilkan wajah yang cemberut seperti itu! Nanti kecantikan putri Ayah hilang," ucap Allexander kepada sang putri yang terlihat menekuk wajahnya.

"Ayo sekarang kita masuk!" ucap Allexander mengajak anak dan istrinya.

Beberapa orang pengawal dan pelayan segera berlari menyambut kedatangan calon menantu dan besan keluarga besar Tuan dan Nyonya Anderson.

"Mari Nyonya, Tuan dan Nona!", mereka mempersilahkan masuk tamunya sambil membungkuk memberi hormat, benar-benar penyambutan yang luar biasa.

"Ayah,Ibu, aku benar-benar gugup, aku mau disini dulu sebentar ingin mencari angin segar, nanti aku akan menyusul ke dalam," kata Jasmine memberi alasan.

Sebenarnya saat mengatakan hal itu, Jasmine tidak benar-benar gugup, dia hanya sedang memutar otaknya agar terlepas dari perjodohan konyol ini. Dia ingin melarikan diri dari tempat ini.

"Yang benar saja bahkan aku tidak mengenal orang itu, tapi aku harus menikahinya," gerutu Jasmine kesal.

Jasmine mengatur nafasnya dengan baik, saat rongga dada terasa begitu sempit, kemudian dia menghentakkan kakinya di halaman rumah mewah tersebut sampai kemudian---

"Nona, Tuan dan Nyonya Anderson sudah menunggu Anda, bisa kah Anda masuk sekarang?" seorang pelayan datang mengagetkan Jasmine.

"Baiklah," pasrah Jasmine dan mengikuti pelayan itu yang masuk sambil menunjukkan arah kepada Jasmine dimana pertemuan akan diadakan.

Trap

Trap

Trap

Terdengar langkah kaki mendekat, dan sudah dipastikan dia adalah Jasmine, setelah masuk Jasmine kemudian duduk diatas sofa di antara ayah dan ibunya.

"Tuan William perkenalkan ini dia putriku satu-satunya, Olivia Jasmine," kata Ayah Jasmine memperkenalkannya.

"Kau cantik sekali Olivia, Max pasti akan langsung menyukaimu," puji Tuan William kepada Jasmine  dengan  tersenyum.

Jasmine pun hanya tersenyum menanggapi pujian yang di sampaikan calon mertuanya tersebut. "Mertua?" Jasmine bahkan merasa geli menyebut kata tersebut.

"Aneh sekali rasanya, kenapa tidak ada Nyonya Anderson? Kenapa hanya Tuan Anderson saja di sini? Kemana beliau?" Tanya Jasmine dalam hati.

"Apakah kamu setuju Nak, menikah dengan putra kedua Papi? Tanya William yang senyumnya tidak pudar sedikit pun.

"Iya, tidak ada pilihan lain," jawab Jasmine yang secara otomatis mendapat senggolan dari sang ayah yang duduk di sampingnya.

"Saya hanya bercanda, Paman," ucapnya dengan senyum canggung.

"Wah...hahaha, putrimu sangat lucu Allex. Kalau begitu kita bisa langsung membicarakan soal pernikahan."

Tak

Tak

Tak

Nyonya Besar Anderson turun dari lantai atas dengan anggunnya.

Sampai dibawah, Tifanni Anderson istri dari William Anderson pun tersenyum ramah kepada tamunya," jadi ini, Calon Menantuku, kamu cantik sekali sayang," ucapnya kemudian memeluk calon menantunya tersebut.

"Terima kasih Bibi, Bibi juga sangat cantik," ucap Jasmine dengan senyum lebar sembari menatap calon ibu mertuanya itu yang terlihat sangat cantik dan begitu  anggun di usianya yang sudah tidak muda lagi.

"Kamu bisa saja sayang, maaf Bibi baru tu---,

"Ehemm, William berdehem menginterupsi perbincangan mereka.

"Dimana Max? Apa dia belum pulang?" potong William  sebelum istrinya itu selesai berbicara.

"Sepertinya belum," jawab Tiffani saat menyadari suaminya tidak ingin dirinya terlalu banyak bicara.

William terlihat menghela nafas perlahan, "Maaf sepertinya Max belum pulang," ucapnya kemudian merasa tidak enak pada calon besannya tersebut.

"Tidak apa-apa kami tahu Maxime adalah orang yang sibuk, jawab Ayah Jasmine maklum.

Perbincangan itu berjalan dengan cepat, bahkan mereka sudah menentukan tanggal pernikahan.

Kemudian mereka pun pamit pulang.

Di dalam mobil menuju perjalanan pulang, Liana mengelus rambut putrinya  dengan lembut dan penuh kasih sayang, "Terima kasih, sudah mau menerima pernikahan ini. Ibu senang dengan keputusanmu."

Jasmine hanya diam saja, sejak tadi dia tidak berbicara sama sekali  kepada ayah dan ibunya. Bahkan saat turun dari mobil Jasmine langsung berlari dan menuju kamarnya.

Allexander dan Liana saling pandang kemudian menatap putrinya yang berlari semakin jauh dengan rasa bersalah. Tapi mereka juga tidak mempunyai pilihan lain selain menyetujui pernikahan ini, selain itu mereka juga yakin kalau keluarga Anderson akan memperlakukan putri mereka dengan baik.

Setelah itu Liana pun ikut masuk dan segera mengikuti Jasmine, dan sampai didepan pintu, dia mendengar isak tangis dari dalam kamar putrinya tersebut.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!