Delora Laraynna, nama yang bagus bukan, tapi banyak sekali orang yang berkata jangan menilai sesuatu dari luarnya saja.
Nama Delora Laraynna mengandung begitu banyak arti kesedihan, bagitu juga dengan sang pemilik nama tersebut.
Sama seperti namanya, Ia cantik dan memiliki paras yang mendekati kata sempurna, tapi sekali lagi jangan pernah menilai sesuatu dari sampulnya saja. Mempunyai paras yang cantik bukan berarti kita akan mendapatkan kebahagiaan itu setiap saat bukan, bahkan karena kecantikannya malapetaka itupun datang.
Entah suatu kebetulan atau memang sudah Tuhan takdirkan, tapi sama seperti namanya, ia hidup dengan penuh penderitaan.
Sebelum menikah, Ia selalu berfikir bahwa pernikahannya pasti akan merubah hidupnya itu, tapi sekali lagi takdir mempermainkannya. Semua harapannya sia-sia, semua yang ia inginkan ternyata tidak pernah ia rasakan bahkan dalam mimpi sekalipun tidak Tuhan ijinkan untuk ia bahagia.
Menyerah? ya kata itu selalu terlintas dipikirannya, tapi tidakkah ia tau jika dibalik segala ujian itu pasti akan selalu ada berkat yang sudah Tuhan siapkan.
...----------------...
"Nak, bapak mohon jaga Lora baik-baik. Jika ada masalah dalam hubungan kalian tolong diselesaikan dengan baik-baik, jangan pukul dia, kalau kamu sudah tidak cinta lagi dengan Lora, tolong kembalikan dia dengan hormat seperti saat kamu datang mengambilnya dari bapak, dia putri bapak satu-satunya, setelah istri bapak meninggal, Lora yang menjaga bapak tolong jangan kecewakan bapak"
Sang Pria mengangguk tanpa ragu, sedangkan Lora sudah menitikan air matanya. Sejak kecil ia hidup bersama sang ayah serta sang bibik, tapi bibiknya tidak menyayanginya.
Ia berharap bisa hidup bahagia bersama sang suami nantinya, walaupun ia tau suaminya bukanlah orang berada dan seorang yatim piatu tapi hidup penuh cinta akan lebih bahagia dibandingkan harta.
Nama suaminya adalah Sean Wiratama, Ia adalah suami dari Lora sejak sehari yang lalu. Pagi ini Ia akan membawa Lora ke kota dimana tempat tinggalnya.
"dan Lora, jangan lupa sering-sering hubungi bapak nak, kita sudah terpisah oleh jarak yang jauh," ucap yang ayahanda pada sang putri.
Merasa tak tahan akan kesedihannya, Lora langsung memeluk sang ayah lama. "Lora nggak mungkin lupa pak, bapak yang jagain dan nyangin Lora sejak kecil, Lora minta maaf belum bisa menjadi anak yang baik buat bapak"
Sanga ayah menggeleng saat mendengar ucapan sang putri. "Lora nggak pernah mengecewakan bapak, Lora itu anak yang baik"
keduanya menangis haru, sedangkan sang bibik yang adalah adik dari sang ayah hanya menatap sinis pada sang keponakan.
Lora juga heran kenapa bibiknya tidak pernah menyayanginya, padahal Ia tidak pernah melawa semua perkataannya.
Setelah lama berpelukan dan melepaskan satu sama lain, kini sudah terlihat dua orang pria bermotor yang sudah stay didepan rumah yang dindingnya menggunakan anyaman bambu dan terlihat kumuh.
Delora berasal dari keluarga yang tidak mampu, bahkan pendidikannya hanya mencapai jenjang SMP saja karena tidak ada dan SMA atau SMK didesa itu.
Usianya sekarang baru menginjak sembilan belas tahun, belum cukup dewasa memang tapi sebagai orang desa ia mempunyai pikiran yang dewasa serta bisa bekerja keras untuk membantu sang suami nanti.
Banyak sekali teman-temannya yang bersekolah dan bekerja dikota, tapi karena kondisinya tidak mendukung maka Lora memutuskan untuk berhenti saja.
Pernah saat usianya enam belas tahun, pada saat itu ia baru saja tamat SMP, dengan bermodal keberanian Ia pergi ke kota sendirian bertujuan untuk mencari pekerjaan.
Disana, ia bekerja di sebuah warung yang lumayan laris sebagai pencuci piring dengan digaji dua ratus ribu perbulan, kadang ia membantu menyapu serta mengantarkan makanan.
Pada saat usianya menginjak tujuh belas tahun, Ia berpacaran dengan seorang anak SMA yang mempunyai paras tampan tapi Ia tidak pernah terbuka dengan Lora. Tentang siapa dirinya, siapa keluarganya bahkan Lora hanya mengetahui nama panggilnya saja.
Saat beberapa bulan berpacaran pria itu mengajaknya ke sebuah apartemen yang mewah, pada saat itu Lora mengetahui jika pemuda itu adalah orang kaya.
Pemuda itu mengajak Lora untuk melakukan hal yang tidak benar, tapi Lora dengan keras menolaknya.
saat semua paksaan dilakukannya, ternyata pada saat itu juga Lora telah melakukan sebuah kesalahan besar yang disesalinya seumur hidup.
kembali ke cerita...
tidak banyak barang yang dibawa Lora, ia hanya membawa barangnya disatu ransel hitam saja. Keduanya menaiki motor, selama beberapa jam perjalanan kini mereka sudah tiba dikota.
Mereka berhenti dipinggir jalan karena kata suaminya nanti akan ada yang menjemput mereka.
"masih jauh kak rumahnya?" tanya Lora pada sang suami.
"hm, tunggu aja sebentar lagi ada yang datang jemput" jawab Sean acuh.
Baru kali ini Lora melihat sikap sang suami yang acuh padanya. Biasanya ia akan selalu bermanja padanya.
tak lama kemudian datanglah sebuah mobil hitam dan seorang pria bertubuh tinggi seperti suaminya, kulitnya juga putih wajahnya pun tidak kalah tampan dengan suaminya turun dari mobil itu dan membukakan pintu serta membungkukkan badannya seolah memberi hormat membuat Lora heran.
"dia siapa?"
"nggak penting, ayo masuk"
keduanya masuk kedalam mobil, tapi tak menghilangkan rasa heran Rachel pada pria itu.
selama didalam mobil terjadi keheningan hingga tiba-tiba Sean berbicara. "jangan memberitahukan pada siapapun tentang hubungan kita"
Lora mengerutkan keningnya. "kenapa bilang begitu?"
"turuti saja, kalau kamu berani bilang terima saja akibatnya. Selama ini kamu tidak pernah melihat saya marah kan?"
kembali lagi Lora terheran-heran dengan sikap suaminya yang terlihat berbeda hari ini. Cara berbicaranya juga formal tidak seperti yang Lora kenal.
"tapi kenapa?"
"saya bilang turuti saja!" bentaknya membuat Lora terkejut.
"i-iya" jawab Lora yang mulai takut.
keheningan kembali melanda. Mereka berdiam diri hingga kini tibalah mereka di sebuah bangunan yang begitu besar dan mewah. Lora yang hanya orang desa dan tentunya tidak pernah melihat bangunan seperti itu hanya bisa menganga lebar.
"besar bangeett"
"turun"
"kita dimana kak" perasaan Lora mulai was-was. Terlihat begitu aneh sikap Sean. Selama hampir delapan bulan mereka saling mengenal tapi Sean tidak pernah bersikap seperti ini padanya.
"John, bawa dia kedalam"
"baik Tuan"
Bertambah lengkap sudah rasa heran Lora, sekarang ia bertanya-tanya siapa sebenarnya suaminya ini. Dan tanpa sadar, pria yang bernama John itu sudah membukakan pintu untuk Lora.
"ayo Nona" ucapnya sopan.
"jangan panggil dia Nona, bahkan derajat kamu lebih tinggi berkali-kali lipat dari dia"
"baik Tuan, Ayo ikut saya" ucap Pria itu.
"tapi ini diamana? dan kenapa kamu memanggil suami saya Tuan?"
Belum sempat pria yang bernama John itu menjawab tapi sudah dipotong oleh Sean.
"jangan banyak tanya, dan jangan pernah menyebut saya sebagai suami kamu didepan orang lain! sekali lagi saya mendengar kata itu keluar dari mulut kamu maka tunggu saja pelajaran dari saya. Dan jangan banyak tanya, tugasmu hanya menurut saja"
"ta-"
"John seret dia kedalam" Ucap Sean membuat mulut Lora benar-benar menganga.
belum selesai keterkejutannya, ternyata tangannya sudah ditarik kasar oleh pria yang bernama John itu membuatnya terjatuh dari dalam mobil tapi Sean hanya melihat saja ia tidak berbicara sedikitpun
"awww sakit" refleks Lora berteriak karena sikunya yang tergores dengan lantai kasar membuatnya berdarah.
"masuk, nanti saya akan kedalam" ucap Sean.
"tapi kak, kita dimana? kak Sean mau jual aku?" sekarang ini hanya itu yang terpikir dalam otaknya.
Lora benar-benar kecewa dengan Sean, pria yang ia anggap baik bahkan sudah ia jadikan suami kini malah memperlakukan dirinya seperti ini.
Air matanya tumpah sudah, siapa yang tidak sakit jika diperlakukan seperti ini. Luka itu tidak sebanding dengan sakit hatinya ini.
"kalau tidak mau diperlakukan kasar, jangan melawan. Dan tenang saja, saya tidak kekurangan uang untuk menjual kamu" ucapnya sinis.
Tapi Lora kembali dibuat heran lagi. Bukannya Sean juga sama seperti dirinya? sama-sama miskin.
"apa maksud kakak?"
"semua jawabannya ada didalam rumah ini, jika kamu ingin tau turuti saja perintahku! tapi ingat tidak ada yang boleh tau tentang hubungan kita"
... BERSAMBUNG...
Saat ini Lora sedang berada disebuah ruangan dengan dirinya yang berdiri di depan dua orang pasangan setengah baya.
Disana juga bukan hanya ia sendiri, ada juga John yang setia berdiri disamping keduanya.
"nama kamu siapa nak?" tanya sang wanita.
"saya Delora buk" jawab Lora.
terlihat raut wajah wanita itu berubah seratus delapan puluh derajat, tidak hanya wanita itu saja tapi juga dengan sang pria. "nama lengkap kamu siapa?" tanya wanita itu dengan nada yang berbeda tidak selembut tadi.
"De-lora Laraynna" jawab Lora gugup.
"John maksudnya apaa!!" bentak sang wanita membuat Lora terkejut. Terlihat juga wajah sang pria yang berubah total. Terlihat raut wajah yang sedang marah pada keduanya membuat Lora takut.
"hal yang mama tunggu-tunggu dari dulu" jawab seseorang dari belakang dan suara itu sangat dikenali oleh Lora.
Lora dengan pelan berbalik, berharap dihatinya agar itu bukanlah Sean. Tetapi sekali lagi Lora merasakan kekecewaan yang luar biasa.
Terlihatlah Sean dengan setelan jas hitamnya, Ia terlihat begitu tampan dan gagah serta berkharisma.
Saat ia hendak memanggil nama Sean, ia mendapatkan pelototan dari pria itu membuatnya terdiam dan menunduk dengan mata yang berkaca-kaca.
Lora hanya bisa berdiri bagaikan orang bodoh ditengah-tengah mereka. "apakah benar ini dia?" tanya wanita itu dengan suara yang hampir tak terdengar.
"iya," jawab Sean. Tapi Lora tidak mengerti dengan maksud percakapan mereka.
Wanita itu maju dihadapan Lora.
plakkkk
tiba-tiba saja sebuah tamparan mendarat di pipi Lora membuat wajah gadis itu berpaling ke kiri.
"jangan harap kamu bisa hidup dengan tenang, selama kamu masih bernafas selama itu juga penderitaan kamu tetap ada" ucap wanita itu.
"apa salah ku?" tanya Lora dengan suara yang bergetar air matanya juga ikut mengalir. Hatinya hancur melihat suaminya yang hanya menatap datar kepada nya.
"kamu tidak perlu mengetahui apa kesalahan kamu!" bentaknya.
"itu tidak adil, aku ingin pulang" Ucap Lora dan hendak berlari tapi Ia ditahan oleh Sean dengan mencekal kuat lengannya.
"lepaskan! sakitt" teriak Lora lalu datanglah juga John dan memegang sebelah tangannya.
Tidak ada yang bisa dilakukan Lora, tubuhnya yang kecil dicekal kuat oleh dua orang pria bertubuh tinggi tegap membuatnya tidak bisa melakukan apa-apa hanya air matanya saja yang terus jatuh.
Tak lama kemudian Sean melepaskan tangannya tapi pada saat itu juga datanglah dua orang pria bertubuh tinggi besar serta berwajah sengar dengan menggunakan pakaian serba hitam layaknya bodyguard.
John juga melepaskan cekalannya dan baru saja Lora merasakan kelegaan tetapi kembali lagi ia dipegang oleh kedua pria bertubuh tinggi itu.
"lepasin, aku mau pulang!" bentak Lora dengan wajah yang memerah, bahkan urat lehernya terlihat.
Tak ada pergerakan dari keduanya. "bawa dia ke mes lama" ucap Sean.
Sedangkan Lora, Ia menatap Sean dengan penuh kekecewaan. Apakah arti pernikahannya ini?
Komitmennya hanya menikah seumur hidup, jika pernikahannya gagal maka ia juga tidak akan menikah lagi. Tapi bagaimana jika ia dikurung seumur hidup didalam neraka ini?
Kedua pria itu menyeret Lora keluar dan dengan pasrah Lora menggerakan kakinya mengikuti kemana mereka menggiringnya dari pada harus mendapatkan luka lagi.
"kalian mau bawa aku kemana lagi, aku ini gadis miskin yang berasal dari desa, aku nggak punya apa-apa" ucap Lora pasrah.
"diam!"
Lora terdiam takut. Selama ini hanya bibiknya saja yang pernah membentaknya, bahkan tak jarang ia mendapatkan kekerasan tapi masih wajar.
Mereka membawa Lora keluar dari bangunan mewah itu dan menyeretnya kebelakang, disana terlihat beberapa bangunan, tapi ada sebuah bangunan lagi yang terpisah dari semuanya, bangunan itu terlihat kumuh dan terbengkalai dengan ditumbuhi oleh tumbuhan merambat disekitaran tembok.
Tapi jika dilihat bangunan itu jelas lebih baik dari pada rumahnya di desa.
Lora terus berdoa dan berharap agar mereka tidak membawanya kesana tapi ternyata harapannya sia-sia. Ia dibawa ke bangunan itu.
Mereka membuka pintu dan ternyata disana terdapat sekitar tiga kamar, dibukalah salah satu kamarnya dan mereka mendorong Lora kedalam hingga gadis itu terjatuh dan terkunci lah pintu dari luar, sedangkan didalam kamar itu tidak ada jendela ataupun lubang angin yang dapat memberi cahaya atau udara dari luar.
Lora bangkit dan berlari ke arah pintu menggedor-gedor tapi rupanya sudah tidak ada orang diluar lagi.
Merasa percuma dan haus, Lora terduduk dilantai yang dipenuhi debu itu. Di kamar itu juga gelap karena tidak ada cahaya matahari yang masuk kedalamnya, hanya ada sebuah yang terpasang diatas plafon, Lora melihat saklarnya ditembok.
Dengan lemah, Lora bangkit dan menekan saklar lampu itu sehingga menyalalah lampu, tapi tidak terlalu terang.
Lora juga mengambil sebuah tikar yang digulung ditembok dan membentangkannya dilantai.
Lora duduk dan membuka tasnya. Barang pertama yang diambilnya adalah ponsel jadulnya.
ia menekan-nekan tombol ponsel Nokia itu dan tak lama kemudian menempelkannya pada telinganya.
"hallo pak," ucapnya dengan suaranya yang sok kuat, padahal hatinya sudah hancur berkeping-keping apalagi mendengar suara tua diseberang sana membuat air matanya bertambah mengalir dengan derasnya.
"iya pak, baru aja Lora sampai"
"_"
"kak Sean lagi kerja pak," ucapnya yang jelas berbohong.
"_"
"Lora kangen pak, bapak jaga diri baik-baik yah. Jangan lupa minum obatnya. Lora disini nggak bakalan lupa buat doain bapak"
"_"
"iya pak,"
tuuuttt
Sambungan telepon terputus sudah saat bapaknya mengatakan jika Ia ingin ke kebun.
Lora menangis dalam diam. Ia merasa malu pada dirinya sendiri. Dengan pelan ia bangun dan mematikan lampu itu, biarlah ia hidup dalam kegelapan.
Saat diluar semua orang menikmati terangnya matahari, tapi kini Lora hanya bisa menangis didalam kegelapan tanpa seorangpun.
Lora menghidupkan kembali hp Nokia nya, dan melihat sebuah foto lama dengan layar yang kabur. "maaf, aku minta maaf..aku nggak sengaja, sungguh..tolong maafin aku,," ucapnya dengan Isak tangisnya pada foto itu.
Pikirannya tertuju pada masa itu. Dengan sendirinya ia menggelengkan kepalanya, jika saat sendirian seperti ini pikirannya selalu tertuju pada kejadian itu sehingga membuatnya seperti orang yang sedang stress.
"aku minta maaf, tolong maafin akuu. huuu huu hikss hiksss maaf, aku berdosa..hiksss" ia terus berteriak dan meminta maaf seolah ada seseorang didepannya.
"aku pantas mendapatkan ini, aku pantas. Aku minta maaf, maaf, tolong maafin akuu.." Lora terus menangis dan meminta maaf dikegelapan itu sehingga tanpa ia sadari ada sesosok yang berdiri didepan pintu dengan wajah yang datar.
Pria itu menghidupkan lampu, menyadari ada seseorang tanpa sadar Lora berlari kearahnya dan memeluk kakinya serta terus meminta maaf tanpa melihat wajahnya.
"maaf, tolong maafin aku, aku salah...aku salah...aku berdosa..hiksss...hiksss"
Tanpa perasaan pria itu menghempaskan kakinya kasar membuat Lora tersungkur dilantai, tapi dengan penuh perjuangan ia kembali bangun dan berdiri dihadapan pria itu dengan mata yang sembab.
Pria itu tidak mengasihaninya sama sekali, wajahnya penuh dengan amarah yang dingin.
Lora hendak memeluknya tapi dengan kasar ia mendorong gadis itu hingga ia terjatuh dan kepalanya terkena sudut nakas hingga berdarah dan tak lama kemudian ia menutup matanya dengan darah yang terus mengalir.
...BERSAMBUNG...
Lora terbangun dari pingsannya dan melihat sekelilingnya yang hanya diterangi oleh sebuah lampu kecil.
"dimana ini?" ucapnya lemah.
tiba-tiba serangkaian kejadian tadi pagi berputar kembali di otaknya. Tapi yang perlu diketahui, ia tidak mengingat kejadian beberapa waktu lalu.
Tidak ada yang tau tentang penyakit mentalnya itu, bahkan ayah serta bibiknya tidak tau.
Lora melihat ponselnya yang terletak di lantai lalu ia mengambilnya. Lora menghidupkan ponselnya dan melihat ternyata sudah pukul 7 malam.
Kini rasa lapar juga sudah datang menghampirinya, Ia hanya makan sedikit pagi tadi waktu di desa.
tapi rasa lapar itu tidak menjadi masalah buat Lora, sudah berulang kali ia merasakan hal seperti ini, tapi yang lebih menjadi masalah saat ini adalah ia ingin ke toilet.
Lora kembali berdiri dan melihat sekitarannya, di sebelah kirinya juga terdapat sebuah pintu lagi.
Dengan penuh rasa penasaran Lora membuka pintu itu, ternyata itu adalah toilet.
"syukurlah, ada wc"
Dengan tidak sabaran Lora masuk kedalam dan membuang segala yang ditahannya tadi.
Setelah selesai, Lora kembali kedalam kamar, melihat lagi pintu itu dan berjalan kearahnya membuka sekali lagi tapi sama saja pintu masih terkunci dari luar.
Lora kembali ke tikar, disana ia duduk menyandar pada tembok, merenung lagi kisah hidupnya yang kelam ini. Sekarang tidak ada lagi harapan pada Sean, karena Sean bukanlah orang miskin seperti dirinya dan maksud Sean menikahinya juga bukan karena sebuah cinta.
Entah apa kesalahannya pada pria itu atau keluarganya sehingga ia bisa diperlakukan layaknya binatang seperti ini.
Tiba-tiba Ia merasakan sakit pada kepalanya, tapi ia tidak tau apa yang terjadi sedangkan disana juga tidak ada cermin atau apapun itu untuk ia bisa mengaca.
Lora membaringkan tubuhnya dan menjadikan tas sebagai bantal karena tidak ada satupun bantal disana.
Setelah menunggu lama, akhirnya Lora tertidur dengan sendirinya hingga hari esok menyambut.
Pada keesokan harinya Lora terbangun karena merasakan kakinya yang sakit dan sebuah teriakan.
"hei bangun kamu! enak saja, masih baru juga mau tidur nyenyak terus" Lora membuka matanya dan bangun saat melihat seorang wanita yang mungkin usianya sekitar tiga puluhan tahun dengan memakai seragam pelayan sambil kakinya terus menendang-nendangnya.
"sakit mbak," ucap Lora.
"sakit sakit! kamu itu pelayan baru jadi jangan malas-malasan, ayo bangun dan ganti pakaian kamu!"
Lora jelas bingung dengan yang dikatakan oleh wanita itu, kenapa ia disebut sebagai pelayan. "kenapa bengong?! ayo bangun, itu pakaian kamu! saya tunggu lima belasnmenit kalau belum selesai akan saya adukan pada Tuan" ucapnya sambil melemparkan sepasang seragam pelayan yang berwarna putih dengan renda hitam lalu ia keluar dengan membanting kuat pintu hingga membuat Lora terkejut.
Tanpa menunggu lama lagi, Lora segera membuka tasnya dan mengambil sikat giginya, odol serta sabun batang dan beberapa keperluan lainnya yang ia bawa dari desa.
Ia masuk kedalam kamar mandi tak lama kemudian ia sudah siap dengan seragam pelayannya. Lora keluar dari kamar itu, disana terlihat wanita tadi yang sedang menunggu didepan pintu.
"cepatan, jangan biarkan pekerjaan tertunda hanya karena keterlambatan kamu!"
Lora menunduk, wanita itu berjalan mendahuluinya diikuti olehnya dari belakang hingga tibalah mereka dibangunan disebelahnya. terlihat banyak sekali orang-orang yang berkumpul disana terdiri dari berpuluh-puluh pelayan yang terdiri dari pria dan wanita serta ada juga enam Security, tiga orang tukang kebun, dan lima orang supir yang sudah berbaris rapi disana.
Biasanya setiap pagi seperti ini mereka akan mengadakan perkumpulan dulu agar memberitahukan apa menu atau yang dilakukan oleh tuan nyonya mereka hari ini, atau perkenalan anggota baru mereka.
"baik selamat pagi semuanya, kita kedatangan anggota baru. Tapi kata Tuan muda, dia akan bekerja sebagai asisten kita semua, terserah apa saja yang mau kita lakukan bisa kita suruh ke dia" ucap Wanita tadi membuat tubuh Lora lemas seketika. Siapa kira-kira yang mereka panggil tuan muda itu.
Semuanya dengan serempak mengangguk, wanita ini adalah kepala dari para pekerja dirumah ini.
Sikapnya begitu tegas membuat ia dipercayakan dapat membimbing anggota yang lainnya.
"nggak, nggak bisa, aku bukan pelayan!" ucap Lora.
"mau tidak mau harus tetap mau, ini sudah perintah dari Tuan muda!" ucap wanita itu tegas.
"nggak bisa! aku bukan pelayan! dan ini dimana kenapa aku dibawa kesini"
"menurut atau hukuman bertambah!" sebuah suara dari belakang membuat Lora menoleh, sedangkan para pekerja yang lainnya membungkukkan sedikit tubuh mereka tanda memberi hormat.
Terlihatlah pria yang kemarin datang berserta seorang bodyguardnya
Lora menggeleng. "aku nggak mau, aku bukan pelayan! kenapa kalian berbuat seperti ini?!" teriak Lora.
"terima atau hukuman akan bertambah" ucap Pria itu.
Kembali lagi Lora menggeleng. "kalian memang tidak punya hati! hanya karena saya orang miskin kalian bisa berbuat sesuka hati seperti ini?!"
plaakkk
Ia ditampar oleh pria itu. "jaga ucapan kamu! tidak tau kamu sedang berhadapan dengan siapa? bahkan kalau saya mau hari ini juga akan saya lenyapkan kamu!"
"silahkan! aku nggak takut, lebih baik mati daripada hidup penuh siksaan seperti ini! aku bukan benda yang nggak bisa merasakan sakit! aku juga manusia, bisa merasakan sakit!" ucap Lora dengan air mata yang terus mengalir.
"seret dia, dan semuanya bubar" ucap Pria itu lalu sang bodyguard langsung menyeret Lora mengikuti langkah pria setengah baya itu.
Mereka kembali membawa Lora kedalam gedung lama itu. Bodyguard itu mendorong Lora kelantai hingga gadis itu tersungkur. Belum sempat ia bangun ia merasakan sakit yang luar biasa pada punggungnya.
"akhh sakitt" teriaknya.
Lora menoleh melihat apa yang membuat punggungnya begitu sakit seperti ini.
Terlihatlah pria setengah baya itu memegang sebuah cambukan ditangan kanannya.
Lora menggeleng lalu meringkuk kebelakang tapi
ctarrtrt
"akhh sakitttt" teriaknya.
cetaaaar
ctaaarr
"akhhhh to-lo-ng, sa-kittt" Baru empat cambukan tapi Lora sudah tidak tahan.
ctaaaarr
ctaaarr
"akhhhh, sa-kitt"
ctaaaarr
ctaaaarr
"bi-ar-kan a-ku ma-ti sa-jaa" ucap Lora dengan menahan sakit yang luar biasa pada punggungnya.
Pria itu menjongkok didepan Lora lalu menjambak kuat rambut gadis itu membuat Lora kembali mengaduh kesakitan. "akhhh, le-pa-sin, sa-kitt"
"tidak semudah itu, ini baru awal" ucapnya dengan sadisnya.
"penderitaanmu adalah kebahagiaan keluarga kami!"
"a-pa salah-ku.." ucap Lora menahan sakit pada punggung serta rambutnya yang masih dijambak.
"kamu tidak perlu bertanya lagi!!! semua salahmu sudah kamu ketahui!" bentaknya marah lalu melepaskan kasar jambakannya hingga membuat Lora tersungkur lagi tapi dengan perlahan ia bangun karena punggungnya begitu sakit.
Ia melihat lantai putih yang tadi terkena punggungnya ada noda darah, separah itukah?
"berikan pisau"
entah darimana bodyguard itu mendapatkan pisau, tapi langsung diserahkannya pada pria itu.
Lora menggeleng. "jangan, jangan lagi," ucapnya sambil menangis.
"jangan takut, saya akan membuat tanda pengenal saja," ucapnya dengan senyum yang begitu mengerikan.
"jang- akhhh sak-itt" teriaknya saat pisau itu sudah ditorehkan pada tangannya tapi tidak di pergelangannya.
"akhhh sak-itt" teriakan itu selalu keluar seiringan dengan irisan pisau itu ditangannya hingga tak lama kemudian ia tak sadarkan diri dengan tubuh yang berlumuran darah.
Tak peduli dengan kondisi Lora, pria yang tak lain adalah ayahnya Sean itu langsung pergi begitu juga dengan sang bodyguard yang tak lain adalah John.
...BERSAMBUNG...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!