NovelToon NovelToon

Rahasia Hati (Mencintai Kakaku)

Prolog

Aku tahu ini enggak adil buatku. Aku terdiam menatap layar ponsel yang ku pegang di atas pangkuanku. Ini bukan pertama kali otaku terus memikirkan pria yang sudah di anggap anak oleh papi dan mami.

Ada begitu banyak pria, tapi entah kenapa hatiku tetap menginginkannya. Sosoknya, yang benar-benar tak pernah teralihkan dari ingatanku, membuatku tak bisa berpaling darinya.

Dulu, aku pernah mencoba membuka hati untuk pria lain, tapi tetap saja tidak bisa. Pernah juga mengikuti saran mami untuk ta'aruf dengan anak teman kakek, namun justru mas Kennan membuka fakta bahwa laki-laki itu sudah sedang dalam masa ta'aruf dengan wanita lain.

Setelah kejadian itu, semakin aku ingin melupakannya, bayangannya semakin menari-nari di otakku, bahkan mampu mengacaukan isi kepalaku.

"Mbak yakin nggak mau jujur tentang perasaan embak ke dia?" tanya Kanes dengan tatapan penuh mengintimidasi. Hanya adiku lah yang tahu persis bagaimana perasaanku terhadapnya.

Aku memilih mengatupkan bibirku, dan menggelengkan kepala untuk jawaban dari pertanyaan adik perempuanku.

Kalau saja lelaki itu tidak memberiku perhatian yang berlebihan, mungkin perasaanku tak sedalam ini. Kebersamaan semenjak kecil, perhatian, dan perlindungan darinya, membuatku terhanyut dalam muara cintanya yang dalam, hingga aku tak mampu untuk sekedar menepi.

Takdir yang tak pernah ku bayangkan akan seperti apa akhirnya, jika dia menjadikan wanita selain aku untuk menjadi partner hidupnya.

Sudah di pastikan hatiku akan hancur berkeping-keping. Lelaki yang menjadi kakaku, sekaligus cinta pertamaku, Mas Kennan Abraham Buwana. Aku harus pintar mengendalikan diriku di hadapannya.

Entah lika-liku hidup seperti apa yang akan aku jalani.

Aku, Azara Yuanda Anggara, memilih memendam perasaan terhadap laki-laki yang sudah mencuri perhatianku dan menghiburku sedari kecil. Laki-laki yang sudah menganggapku sebagai adiknya. Tanpa tahu perasaanku padanya, akan ku simpan rapat di dalam benakku.

"Kembali ke kamarmu, dan tidurlah, sebelum ada kultum dari mami"

"Sebentar lagi mbak" tolaknya

Aku memilih merebahkan diri, dan menarik selimutku, dari pada harus menanggapi ocehan adiku yang kadang absurt. Kami hanya terpaut usia yang kurang dari tiga tahun

"Embak jangan tidur dulu, aku masih pengin cerita" ujarnya seraya menyibakan selimut yang menutupi tubuhku.

"Kamu ini bukannya mau cerita dek, tapi mau mengorek isi hati embak, kan?"

Anak itu nyengir kuda mendapat sahutanku "Pergi tidur, besok kuliah?"

"Ah, embak nggak asik, aku kan belum pengin tidur"

"Tapi ini udah malam"

"Tapi belum ngantuk" elaknya, langsung ku lempar tatapan tajam padanya, seketika dia beranjak turun dari ranjangku, lalu melangkah keluar dari kamar. Ku gelengkan kepalaku melihat tingkahnya.

******

Kata yang selalu mas bisikan di telingaku, jika laki-laki adalah suami maka perempuan adalah istri. Seperti papi dan mami, begitu juga dengan ayah Danu dan bunda Nina. Jika mas Ken adalah suami, maka aku lah istrinya.

Aku tidak tahu apa harapanku ini sama dengan impianmu mas, dan aku memutuskan, tidak akan menikah sebelum aku melihat mas menikah terlebih dulu.

"Jujur, aku sudah tidak sabar menunggu esok hari, untuk berangkat ke kantor"

Perlahan ku pejamkan mataku setelah melafazkan sebait do'a, dan berharap mimpi indah segera menyambutku.

Mimpi yang selalu aku harapkan, bisa terus bersama lelaki yang aku cintai.

Bersambung

Regards

Ane

Bab 1

"Mulut dan pikiranku selalu berlawanan jika berhadapan dengan mas Ken"

"Pak ini file hasil rapat kemarin, ada sedikit perubahan dalam penggunaan bahan baku, tolong bapak periksa sebelum di serahkan pada bagian CTO" dengan hati-hati Zara meletakan beberapa lembar dokumen di atas meja.

"Ok Za, nanti setelah ini akan saya cek ulang" sahutnya, kedua manik matanya yang tadi fokus pada layar laptop, kini beralih menatap Zara. Tatapan yang selalu membuat jantungnya seketika berdebam dan mampu membuyarkan konsentrasinya. "jika ada kekeliruan, akan saya tandai" lanjutnya.

Bukan sikap dingin yang dia tunjukan bukan, hanya saja, jika sedang fokus dengan pekerjaannya, Kennan cenderung abai dengan sekitar dan akan berbicara seperlunya.

Melangkah perlahan, Zara keluar dari ruang kerja milik sang bos.

Disini Kennan yang menjabat sebagai Direktur, akan bekerja sesuai arahan dari ayahnya sebagai pimpinan tertinggi sekaligus sebagai pemilik perusahaan. Dan Zara adalah sekretarisnya yang akan membantu Kennan dalam menyelesaikan pekerjaannya.

Tak ada interaksi apapun antara Zara dan Kennan hingga jam makan siang, karena mereka tengah sibuk dengan pekerjaan masing-masing.

Saat jam istirahat, Zara melangkahkan kaki menuju kantin untuk makan siang, sebelumnya ia lebih dulu melaksanakan sholat dzuhur, di ruangan yang memang sudah tersedia sejak dulu di perusahaan ini.

Langkahnya melambat ketika dari kejauhan kedua netranya menangkap lelaki pujaannya tengah berbincang dengan Widia, di sebuah meja yang terletak di ujung dalam kantin.

Wanita cantik yang menjabat sebagai marketing menejer. Sosoknya sebagai anak dari pemimpin salah satu rumah sakit terbesar di kota ini, memberikan pengaruh baik bagi perusahaan milik Danu.

Seketika Zara teringat desas desus yang tersebar di antara para karyawan, bahwa wanita itu tertarik dengan sosok Kennan.

Zara, sempat melirik sejenak ke arah meja itu.

"Mereka berdua adalah teman sejak kuliah, sudah cukup lama saling mengenal, wajar kalau mereka bisa seakrab ini" batinya terus melangkah menuju tempat duduk yang masih kosong.

Sembari mengunyah makanan, tanpa sadar beberapa kali Zara mencuri pandang ke arah Kennan yang masih terlibat perbincangan. Entah apa yang mereka bicarakan, Zara sempat menangkap raut bahagia terlukis di wajah wanita itu, tersenyum memberingsut.

"Mas Ken pasti memujinya, atau melontarkan gombalan yang membuatnya tersipu malu"

Mendesah pelan, Zara kembali menikmati makanannya.

"Enggak sama pak Kennan say, biasanya selalu makan siang bareng"

Sapaan seseorang membuatnya reflek menoleh ke wajah Ika, teman sekaligus sekertaris dari papinya. Dimana papi Rio juga masih bekerja di sini sebagai asisten pribadi Danu yang merangkap jabatan sebagai CTO.

"Enggak, tadi aku keluar duluan, jadi enggak bareng"

"Tuh orangnya ada di situ" ucap Ika seraya menunjuk ke arah Kennan dengan dagunya "Sepertinya bukan hanya gosip Za, mereka memang terlihat seperti punya hubungan"

Perkataan Ika membuat Zara mendongak dan menatap wajahnya, lalu mengarahkan pandangannya ke samping kiri dimana Kennan duduk.

"Memang gosip apa tepatnya?" tanya Zara penasaran "Aku hanya mendengar kalau mbak Widia tertarik padanya"

"Aku dengar dari pak teguh si mereka pacaran, mba Widia juga sudah di bawa kerumahnya, di kenalin ke bundanya pak Ken"

Lagi-lagi ucapan Ika membuat jantungnya berpacu sangat kencang, susah payah Zara menelan makanan yang ia kunyah. Ia meraih gelas berisi teh tawar hangat untuk diminum.

"Dia sudah berkenalan dengan bunda Nina, Hufft Kenapa sesakit ini. Kenapa aku jadi merasa tidak terima jika bunda Nina nanti akan menyayangi mbak Widia"

"Za?" panggil Ika, namun tak ada respon darinya.

"Za" panggilnya lebih keras sambil menyentuh lengannya.

"Iy_Iya?" Kenapa Ka?"

"Harusnya aku yang tanya kamu kenapa?" hhhh melamun terus" keluh Ika, lalu menyuapkan sendok kedalam mulutnya.

"Aku nggak apa-apa" sekali lagi Zara melirik ke arah Kennan yang jaraknya hanya 7 meter. Ia membelalak saat pandangannya bertemu dengan lelaki yang juga sedang meliriknya.

"Astaghfirullah" gumamnya dengan gerakan cepat dan kembali fokus menghadap ke piring di atas meja. Keringat dingin mendadak muncul di pelipisnya.

"Kenapa lagi Za, kamu kok aneh gitu si?" Ika menatap heran pada temannya.

"Enggak" Elaknya "Cepat di habisin, bentar lagi jam istirahat usai"

*********

"Tadi kenapa nggak ajak mas makan siang bareng?" tanya lelaki itu tiba-tiba, membuat jantung Zara melompat-lompat. Kedua tangan Kennan ia daratkan di sisi meja kerja milik Zara.

"M-mas Ken"

Tubuh Ken sedikit membungkuk, tatapannya menghunus hingga ke bagian terdalam mata wanita berhijab di depannya "Tadi kenapa enggak ajak mas makan siang bareng?" tanyanya ulang.

"Tadi mas kan makan bareng sama mba Widia"

"Tadi mas mencarimu, tapi kamu sudah nggak ada di mejamu, mas cari di kantin, terus ketemu sama Widia, dia ajak mas duduk di bangkunya"

Zara sedikit menarik ujung bibirnya ke kiri "Bilang ke mami, nanti mas makan malam di sana, suruh mami masak banyak-banyak"

"Apa mas juga mau ngenalin mbak Widia ke mami?" Ucapan Ika saat di kantin membuat Zara melontarkan pertanyaan konyol itu, yang membuat Ken mengernyitkan dahi.

Alih-alih menjawab, Kennan justru menyuruhnya untuk bicara di dalam "Ke ruangan mas sekarang" ucapnya tanpa menunggu jawaban Zara, Kennan langsung melangkah memasuki ruangan tanpa menutup kembali pintunya.

"Duduk" perintah Kennan saat Zara sudah berada di depan meja kerjanya.

Jantung wanita itu berdebar hebat, perasaan pun mulai gelisah. Sempat ragu, akhirnya Zara duduk di kursi tepat di hadapan mejanya.

"Tadi kamu tanya apa?" mau ngenalin Widia ke mami?" Ucapnya serius "Kalau iya kenapa?"

Tak menjawab pertanyaanya, Zara memilih diam sambil menggigit bibir bawah bagian dalam. Sepertinya ada amarah tertahan yang ingin Zara tumpahkan, namun tidak tahu bagaimana caranya.

Tiba-tiba saja Kennan berdiri, berjalan melangkah, dia menyingkirkan kursi lainnya di sebelah Zara, lalu mendudukan dirinya di sisi meja, dengan kaki menyatu dan tangan ia lipat di dada.

"Apa ada larangan buat mas ngenalin Widia ke mami?" tanyanya seraya mengurai tangannya lalu mendaratkan di tepi meja tepat di sisi pinggang kanan kirinya "kalau ada, mas enggak jadi membawa Widia ke rumah mami"

"Nggak ada" sahutnya singkat

"Yakin?"

"Terserah mas saja"

"Kalau jawabannya terserah, it's ok. Tunggu di rumah nanti malam" ujarnya lalu duduk kembali di kursi singgasananya.

"Ini dokumen yang tadi pagi, tolong kamu serahkan ke bagian CTO, ada beberapa yang keliru, tapi sudah mas perbaiki"

Zara mengulurkan tangan dan meraih dokumen itu. lalu bergegas keluar dari ruangan yang di anggapnya keramat.

Kennan memang tak pernah membebaninya pekerjaan yang terlalu berat, jika ada file yang perlu di revisi, ia akan melakukannya sendiri, tanpa menyuruh Zara untuk membetulkannya kembali.

Menarik nafas panjang, lalu wanita itu membuangnya perlahan, seraya menggembungkan mulut, Berusaha menetralisir rasa yang berkecamuk di bagian dada.

BERSAMBUNG

Regards

Ane

Bab 2

Dari kejauhan sebuah mobil terparkir di balik pagar rumah yang sudah di huni oleh Zara sejak kecil.

"Mas Ken di sini" gumamnya, ia melihat jam yang melingkar di tangan kirinya menunjukan pukul 5 sore. Tampak papi Rio tengah mengobrol dengan Kennan sambil berdiri.

Saat papi Rio melihat putrinya berada di luar pagar, dan hendak menurunkan standar sepeda motornya, dengan cepat dia setengah berlari ke arah pintu gerbang

"Tidak perlu turun nak" ucap Rio seraya menggeser selot pada pintu berbahan besi "biar papi bantu buka"

"Makasih pi"

Zara pun mengurungkan niatnya untuk turun dari motor maticnya, dan membiarkan sang papi membukakan pintu pagar.

Ia memarkirkan sepeda motor di samping mobil milik Kennan, bersamaan dengan Rio yang telah selesai menutup kembali pintu pagarnya, Pria yang menjadi papinya itu, tampak sudah berdiri kembali di samping Kennan

"Assalamu'alaikum"

"Wa'alaikumsalam" jawab keduanya nyaris bersamaan. Zara segera meraih tangan sang papi.

"Kok baru sampai rumah dek?" tadi mas lihat ade keluar dari jam tiga?"

"Mampir ke toko buku mas" jawabnya ia mengulas senyum tipis "Masuk nak, mami lagi masak, ada mbak Widia juga di dalam"

"Mbak Widia?" ucapnya reflek, yang di jawab anggukan oleh Rio. Sekilas Zara melirik Kennan sedang berdiri dengan pandangan menunduk sambil mengayunkan satu kakinya, dan kedua tangan ia masukan ke saku celana.

"Mas Ken kan memang enggak pernah main-main sama ucapannya" wanita itu membatin seraya melangkahkan kaki memasuki rumahnya.

"Mih!"

Kedua wanita itu kompak menoleh ke arah Zara yang tengah menghampirinya

"Assalamu'alaikum, salam dulu nak" ucap Irma

"Walaikumsalam, maaf mih"

Setelah mengecup punggung tangan mami, dan menyapa Widia, Zara pamit untuk memasuki kamar. Melangkah meninggalkan keduanya di dapur, Ia sempat berhenti dan menoleh ketika baru melangkahi beberapa anak tangga.

"Hhhh mami dan mbak Widia, terlihat sangat akrab meski baru saja kenal, mereka benar-benar menikmati kebersamaannya, sembari berbincang lalu tertawa, mungkin saat bersama bunda Nina juga seakrab itu"

"Mbak Widia emang wanita yang mudah sekali bergaul, sikapnya yang friendly dan to the point, membuatnya mempunyai banyak kenalan"

"Enggak seperti aku yang pemalu dan hanya sedikit memiliki keberanian, malah saat di hadapan mas Ken, justru malu-maluin"

Mendesah pelan, Zara kembali menaiki anak tangga dengan gontai.

*****

Usai sholat maghrib berjamaah, minus Widia yang katanya sedang tanggal merah, Rio, Irma, Kennan dan Zara, berjalan menuju ruang makan untuk menyantap makan malam.

Rio, yang duduk di ujung meja, sedangkan Irma dan Zara duduk bersebelahan, berhadapan dengan Kennan yang duduk berjejer dengan Widia. Seolah menjadi pemandangan yang memuakan bagi Zara.

"Hemmmm, enak sekali" ujar Rio saat menyuapkan suapan pertama ke mulutnya.

"Widia yang masak pi?" jawab Irma.

"Wahh, udah cantik, pintar, jago masak pula, wanita seperti ini yang harus di pertahankan mas Ken"

Mendengkus pelan, Zara menyenderkan punggung sambil menatap Kennan yang tampak biasa saja saat kedua orang tuanya memuji Widia.

"Bukan pak, tadi saya hanya mengikuti arahan dari tante Irma, semua bumbu, sudah di siapkan"

"Tapi tetap saja ini masakan tangan kamu Wid" tanpa sadar Rio telah menyinggung hati anak gadisnya. Mendengar pujian yang terus di lontarkan oleh orang tuanya, membuat Zara ingin menyudahi sesi makan malamnya.

"Mi, Kanes nggak pulang malam ini?" sela Zara

"Enggak sayang, Ayu dan Kanes sedang ada project yang harus selesai besok"

"Ohh" sahutnya singkat, lalu meraih gelas dan meminumnya hingga tandas "Aku sudah selesai pi, mi, aku ke kamar dulu ya?"

Rio menahan Zara yang hendak berdiri

"Za, besok temani Mas Ken dan mbak Widia ke Jakarta ya, ada tender yang harus kita sepakati dengan beberapa rumah sakit di sana, dan kebetulan, salah satu dari rumah sakit itu di pimpin oleh istrinya teman papi dan ayah"

"Kok mendadak pi?"

"Loh memangnya mas Kennan enggak bilang?" tanya Rio, ia menatap Kennan dan Zara bergantian.

Melihat Ken yang tampak santai, membuat Zara berdecih, sangat paham maksud dari laki-laki yang juga sudah seperti kakak sendiri.

"Kamu cukup nemenin mas aja, enggak perlu kerja, enggak perlu menyiapkan berkas-berkas ataupun dokumen, mas yang akan mempersiapkannya nanti, Kamu hanya menyiapkan perlengkapanmu untuk menginap tiga malam di hotel " Ucapan Kennan kala itu saat ada perjalanan bisnis ke Pekan Baru.

"Besok berangkat jam berapa mas?" tanya Zara

"Jam berapa kita berangkat Wid?" alih-alih menjawab pertanyaan Zara, Kennan justru menanyakannya pada Widia

"Sepulang kantor Ken, kita langsung berangkat dari sana, jadi besok sekalian bawa perlengkapan, karena kita enggak perlu pulang dulu" jawab Widia penjang lebar.

"Bawa baju ganti untuk dua hari dek?"

"Iya" sahut Zara, lalu berdiri "Pi, mi, kalau gitu Zara mau ke kamar dulu. Permisi mbak Widia"

Widia merespon dengan senyuman di sertai anggukan kepala.

*****

Pagi hari, Zara sudah mempersiapkan perlengkapannya untuk menemani Kennan selama dinas di luar kota. Ia bahkan menolak Kennan yang akan menjumputnya agar sama-sama berangkat ke tempat kerja, dia lebih memilih membawa motor sendiri ke kantor.

"Pagi Za" sapa Ika saat sama-sama sedang memarkirkan motornya.

"Pagi Ka, tumben udah sampai sini, biasanya harus maraton dulu ke ruangan papiku" jawab Zara seraya melepaskan kaitan helem di bawah dagunya. Hal yang sama juga di lakukan oleh Ika.

Ika terkekeh "Iya Za, tau nih pengin berangkat pagi, tapi tahukah kamu?" Ika dan Zara bersama-sama mengambil langkah memasuki gedung kantor tempatnya bekerja "tadi sebelum ke sini, aku harus antar adiku ke hotel dulu, dia lg magang di hotel itu, dan tiba-tiba, aku lihat pak Kennan bareng sama mbak Widia di hotel itu, entah mereka nginep di sana atau enggak, aku kurang tahu juga si" lanjutnya

Mendengar hal itu, rasanya jantung Zara mendadak berhenti sejenak. Dan ketika detakannya kembali berdebam, ada rasa sesak dan perih yang muncul bersamaan.

"Masa si Ka, salah liat kali" Zara berusaha setenang mungkin merespon ucapan Ika.

"Enggak lah, aku hapal banget sama pak Ken dan mbak Widia"

"Apa mereka menginap di hotel setelah pulang dari rumahku tadi malam?"

Kini mereka sudah berada di dalam lift.

"Terus aku lihat, mereka saling berbalas senyum" sambung Ika lalu memencet angka sepuluh pada tombol yang tersedia di dalam lift, ia juga menekan angka tujuh karena ruangan Zara ada di sana. "Aku jadi semakin yakin kalau mereka memang pacaran, dan mungkin sebentar lagi akan menikah"

Pikiran Zara mendadak kacau, ia bahkan mengabaikan Ika hingga pintu lift terbuka di lantai tempat ruangannya.

"Aku duluan Ka"

"Ok Za, bye"

Logika dan tubuh Zara tak bisa ia kendalikan. Selama beberapa menit ia duduk termenung di meja kerjanya.

"Sejak kapan?" batinnya "kenapa di depanku mas tampak cuek dan biasa saja terhadap mbak Widia, tapi di belakangku, diam-diam sudah menginap bersama di hotel "

"Mas Kennan enggak mungkin menginap di hotel bareng wanita yang belum menjadi istrinya, jika dia melakukannya, sudah pasti ayah akan sangat marah"

Zara menggelengkan kepala "Ya mas Ken nggak seperti itu"

"Kok bengong?"

"Astaghfirullah, mas Ken?"

Bersambung

Regarsd

Ane

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!