Bab I
Jovita Hara meringis, menahan rasa sakit di sikut tangan, matanya masih sibuk mencari tahu di mana keberadaaan tubuhnya saat ini yang ia rasakan saat ini, hanya rasa sesak dan pengap, sunyi mencekam.
Hanya terdengar, tetesan air yang saling bersahutan, dari sela-sela dinding tempat ia berada, tercium bau amis yang menusuk hidung,
Seperti gorong-gorong pembuangan limbah, tubuhnya semakin bergelidig karena seekor kaki seribu baru saja merayap menyusuri kakinya. Ia terus saja merasa jijik dan memeluk kedua lengannya. Lantai yang ia pijak basah berwarna hitam pekat seperti air comberan.
Ruangan itu memanjang berbentuk tabung, ia berjalan menyusuri gorong, karena ada cahaya masuk dari ujung jalan, jovita mempercepat langkah kakinya berjalan hingga ia menemukan seorang pria berwajah dingin, dengan bola mata tajam, melebihi tajamnya samurai, mata itu menatapnya sekilas dan berfokus kembali pada benda di tangannya, tidak ada sapaan yang keluar dari bibirnya.
Kedua lengan tangannya yang terlihat ber -otot, tubuhnya keras bagai tiang beton, satu hal yang terlintas di otak cantiknya, melihat tubuh lelaki itu dalam balutan kaos singlet, Jovita hanya menggambarkan pria asing itu seorang pria macho bertubuh atletis. Ia tidak tahu kalau lelaki itu seong iblis yang siap menghabisinya nantinya.
Lelaki itu sedang mengasah sebuah besi sampai tajam mengkilat.
Tidak ada suara maupun sapaan yang keluar dari mulutnya, ia sibuk dengan pekerjaannya, wajahnya tanpa ekspresi, seolah Jovita tidak ada di tempat itu, Jovita semakin mendekat memastikan lelaki itu seorang manusia bukan mahluk kasat mata. Ia berdiri di depan sang pria dan matanya menatap dengan serius.
‘Siapa dia apakah ia manusia?’ Ia bertanya dalam hati, hanya kalimat itu yang muncul pertama kali di otak Jovita Hara.
“Kamu siapa?” Ia bertanya dengan suara bergetar dan volume suara yang hampir tidak terdengar.
Lelaki itu masih tidak merespon. Matanya masih terfokus pada benda di hadapannya .
“A-a-aku bertanya, kamu siapa?" Suara Jovita terbata-bata, menahan rasa gugup.
Ia melirik tempat di sekelilingnya, tidak ada jalan selain lobang kecil di atas kepalanya, di mana lelaki itu duduk.
Untuk keluar dari tempat yang menakutkan itu, ia tidak tahu harus bagaimana.
Ia juga tidak tahu disebut apa tempat yang ia pijak saat ini. Berada di dalamnya situasi ini membuatnya merasa pusing, karena bau menyengat dari dalam gorong yang mereka tinggalin saat ini.
Tidak ada yang mampu dapat tinggal didalam gorong-gorong itu . sepertinya pembuangan bekas limbah dari satu pabrik, karena bentuknya besar memanjang dan mungkin tidak di fungsikan lagi.
“Apa kamu bisa mendengar?” Ia mendekat
“Hei …! Hei… apa kamu mendengar ku Pak?” Panggil Jovita memberanikan diri
Tiba-tiba lelaki itu berpaling menatapnya, dengan tatapan mata yang begitu tajam, sorot mata itu bagai kilatan petir yang bisa menghancurkan satu bukit .Ia menatap tajam kearah Jovita, ia tidak ingin diusik. Baik sekedar disapa sekalipun
‘Ini sangat menakutkan, tapi aku harus mencobanya agar aku bisa keluar dari tempat busuk ini ‘ kata Jovita dalam hati
Jovita tidak perduli dengan sorot mata tajam kemarahan itu, ia hanya ingin tahu keberadaan saat ini. Ada dimana dan sama siapa dan untuk apa?
“Aku dimana?”
Wajahnya silau karena terpapar terpaan sinar matahari yang masuk tepat di atas kepalanya.
Bisa dipastikan, hanya lobang itu jalan satu- satunya, akses untuk masuk dan keluar hanya melalui lobang itu, sayangnya lobang jahanam itu, dijaga mahluk cuek, punya mulut tapi tidak mau bicara. Jovita merasa kesal karena di acuhkan.
“Ehhhh …! kalau ada orang memanggilmu atau menyapamu, kamu harus menyahut.”
jovita mengutarakan pendapatnya dan lebih tempatnya mengajarinya .
“Tidak baik mengabaikan orang yang menyapa,”ucapnya lagi.
“Diam lah, aku tidak suka yang berisik.” Suara barito bernada tegas menyuruh wanita itu untuk diam, hanya itu yang keluar dari mulutnya.
Kembali tetap terfokus pada benda sialan itu, Jovita harus mengutuk benda yang dipegang itu. Karena lelaki misterius itu lebih mementingkan benda itu, dari pada dirinya.
'Aku harus diam beberapa lama lagi?' Kata Jovita dalam hatinya.
Dinding gorong-gorong lembab itu dipenuhi serang-serang, dan binatang-binatang merayap yang biasa berada di tempat lembab, sesekali tangannya dengan sigap menyingkirkan mahluk menjijikkan itu bila merayap ke tubuhnya, ia bergelidik ngeri dan jijik.
Ia berjongkok memeluk lututnya, dengan matanya sibuk mengawasi kakinya, ia takut binatang-binatang kecil itu merayap lagi ke tubuhnya, ia menahan lapar, menahan rasa takut serta merasa jijik belum lagi bau menyengat dari dalam gorong-gorong itu.
Bagaimana ia bisa tidak terusik dengan bau itu, ia manusia apa bukan sih? Kata Jovita dalam hatinya.
“Aku lapar” Jovita memberanikan diri setelah beberapa lama, ia jadi anak yang penurut. Berdiam diri dan hanya sibuk mengusir serangga yang ingin merayap ke tubuhnya.
“Aku tidak tahan lagi.” menatap lelaki misterius itu.
Ia sudah pasrah, akan terima apapun resikonya.
Lelaki itu melempar buah apel untuk mengganjal perutnya. Rasa lapar yang sudah menderanya membuatnya seperti kesetanan, ia memungutnya menggosok-gosok kebagian dalam bajunya rasa lapar itu membuatnya makan dengan lahap.
**
Sementara di sisi lain
Suara ambulance meraung-raung di salah satu komplek perumahan mewah di daerah Jakarta . Garis polisi sudah terpasang, beberapa polisi sibuk memeriksa TKP dan para wartawan sibuk mencari celah untuk mendapatkan gambar, walau polisi sudah memberi larangan meliput,
mereka akan; Pantang pulang, sebelum mendapatkan berita.
Motto Pemburu berita.
Judul berita utama hari itu. Berita meninggalnya satu keluarga.
Beberapa polisi masuk ke dalam rumah dan membawa beberapa barang, sebagai barang bukti
Dalam kamar itu, masih tercium bau anyer darah yang menyengat hidung.
Setelah semuanya sudah diselidiki, polisi bergegas meninggalkan tempat kejadian, dan beberapa Polisi masih berjaga mengawasi tempat perkara.
Rumah mewah berlantai dua itu, milik keluarga Iwan santosa, seorang pemilik perusaan kontruksi.
Tetapi saat ini, pengusaha itu sudah terbujur kaku bersama istri dan kedua anak laki-lakinya.
Mereka ditemukan bersimbah darah di kamar masing-masing, dengan luka tembakan tepat di kepala kedua suami istri tersebut.
“Siapa yang melakukan hal kejam seperti ini? Siapa pelakunya?” Pertanyaan itu yang terdengar di luar garis polisi.
“Tapi kemana satu lagi anggota keluarganya? Bukankah, dia memiliki seorang gadis cantik, dia tidak ikut ?” Tanya seorang kepala polisi setelah memeriksa kertas laporan di tangannya.
Wanita cantik berbadan ramping itu hilang entah kemana, semua orang berspekulasi.
“Jangan-jangan, para pelaku memperkosanya dulu, lalu dibunuh dan mayatnya dibuang,” timpal seorang tetangga.
Polisi melakukan penyisiran dan pencarian di mana-mana, bahkan menyusuri di pinggir sungai di belakang rumah, barang kali, mayatnya di buang.
Hingga satu keluarga itu dimakamkan, tidak ada yang melihatnya.
Seorang lelaki muda yang bertanggung jawab untuk mengurus pemakaman itu terlihat menunduk sedih.
Beni setiawan yang dikatakan tunangan dari wanita muda yang menghilang itu, Ia juga wakil Direktur di perusahaannya, calon ayah mertuanya, ia wakil dari Iwan santosa calon ayah mertuanya atau ayah dari tunangannya,
Matanya terlihat sembab, menunjukkan kesedihan yang sangat mendalam. Terlebih wanita yang jadi tunangannya tidak tahu kemana rimba nya.
Siapa yang tega menghabisi nyawa satu keluarga itu?
Kemana perginya wanita cantik itu, apakah ia masih hidup apa sudah mati?.
Bersambung .
Jangan lupa dukungannya iya kakak Like vote dan berikan komentar yang membangun
Jangan lupa juga ke karyaku yang lain.
“Cinta Untuk Sang Pelakor( Tamat)
-Menikah dengan Brondong( Ongoing)
Jovita Hara belum tahu apa yang terjadi, kenapa ia berada di tempat yang menjijikkan itu.
Ia mengumpulkan potongan ingatannya kembali, di mana malam itu ia hanya mengingat di rumahnya ia melihat beberapa orang berpakaian hitam-hitam memakai kain penutup kepala mendatangi rumahnya, dan mendengar suara tembakan. Lalu melihat tubuh ayah dan ibunya,serta kedua adik laki-lakinya terkapar tidak bernyawa.
“Oh … Oh … ibu, ayah, adik-adikku” Tangisnya pecah setelah ia berhasil mengingat kejadian malam itu.
“Tidak mungkin … mungkin aku hanya bermimpi buruk,” ucapnya menyangkal fakta.
Ia juga mengingat seseorang membekap mulutnya dari belakang dan menyeretnya dari rumah. Ia dibius hingga pingsan dan berakhir di tempat busuk itu.
‘Tidak … aku harus punya tenaga untuk keluar dari tempat ini’ ucapnya dalam hati.
Apel di tangannya ia usap-usap lagi dengan baju, Jovita mulai menggigitnya dengan dengan rakus, karena ia merasa sangat kelaparan, ia tidak tahu berapa lama berada di gorong-gorong yang berbau busuk itu.
Bunyi gigitan apelnya menggema dalam gorong-gorong , sesekali ia memukul-mukul dadanya untuk memperlancar turun dari tenggorokannya, karena bukan hanya rasa lapar yang menderanya. Tetapi rasa haus juga lebih menyiksa.
Hingga apel itu habis dimakan olehnya, hanya menyisakan pangkal bagian tengahnya yang sangat tipis, ia merasa sayang harus membuangnya karena satu apel belum cukup mengganjal perut, bahkan pangkal bagian tengah juga ia makan dan masuk juga ke bagian penggilingan perutnya. lumayan untuk tambahan.
Lelaki itu masih sibuk dengan besi -besi tajam yang ada di tangannya. Kali ini ia memegang besi tajam yang lebih kecil, ujungnya runcing mengkilap dan memiliki ukiran indah di bagian gagangnya, ukiran bergambar mahluk mitos yang bisa menghemburkan api dari mulutnya, gagangnya di ukir seekor Naga.
Jovita tidak tahan lagi, ia berdiri dan mendekat dengan berani memegang tangan lelaki itu. “Aku ingin pulang” Jovita berhasil merebut benda tajam yang baru saja habis diasah. Ia mengarahkannya pada lelaki itu, sekarang ia bisa melihat dengan jelas wajah lelaki misterius itu dari dekat. Wajahnya dingin, ber-aura tegas. Seperti jelmaan iblis berwajah tampan.
“Antar kan aku pulang , kalau kamu tidak ingin terluka,” ucap Jovita, dengan suara bergetar, mengarahkan benda tajam itu kearah lelaki itu.
Ia tidak menggubris ancaman Jovita, masih terfokus pada benda di tangannya.
“Kamu’ dengar … Aku tidak, haa!” Teriak Jovita dengan lantang mencoba mengumpulkan keberaniannya.
Ia mengarahkan benda tajam mengkilap itu ke wajahnya. Namun, ia tidak terusik sedikitpun.
“Aku tidak main –main. HEI!” Ia berteriak makin lantang
“Letakkan benda itu, sebelum itu menyakitimu,” ujar lelaki itu dengan santai, tanpa menoleh, sikapnya terlihat biasa tanpa terusik, membuatnya Jovita semakin marah.
Ia mengayunkan benda itu tepat di wajah lelaki itu, ia menghindar, memundurkan wajahnya. Menangkap tangan Jovita dengan satu tangan menahan tangannya dengan santai, tenaga Jovita tidak ada apa-apanya baginya, tangan kanan Jovita masih bertahan sekuat tenaga, berusaha mengarahkan ke pada lelaki itu, tapi tidak di duga, dengan gaya santai,
Taap....
Ia melakukanya dengan gerakan cepat, mengarahkan benda tajam itu, hingga mengiris lengan Jovita,
“Ahhhh,” pekik wanita itu dengan suara lirih, ia mundur memegang lengannya.
Ia melukai lengan Jovita, darah segar mengalir deras dari lengan kiri yang disayat sendiri, karena lelaki itu yang memaksanya melakukanya.
Ia meringkuk menahan sakit. Ia menatap lelaki itu dengan tatapan sayu, berharap ia di beri pertolongan pertama.
Tetapi ia tidak perduli, ia membiarkan Jovita merasakan rasa sakit itu, darah itu semakin mengalir deras.
Pada akhirnya ia melemparkan kotak obat padanya.
Jovita ingin membalut luka dengan kain kasa, Tapi tangan kokoh milik lelaki misterius itu menahannya, Ia membukanya kembali menyiramnya dengan cairan antiseptik dan alkohol dan melakukan jahitan darurat ala tentara.
Karena luka itu lumayan dalam, luka menganga dengan panjang hampir lima centimeter
“Haa, Kamu ingin menjahitnya tanpa obat bius ? kamu gila iya!”
Ia berteriak ketakutan, meronta sekuat tenaga, tetapi dengan tenaganya yang tidak seberapa di banding lelaki itu. Ia melakukannya tanpa memperdulikan ketakutan yang dirasakan Jovita dan tidak memperdulikan bagaimana sakitnya dijahit tanpa dibius.
“Saya tadi sudah memperingatkan kamu benda itu bisa melukaimu, tapi kamu tidak mendengarnya,” ucapnya dengan tatapan bengis.
Tubuh Jovita Hara gemetaran dan kehabisan suara, karena teriakannya menahan jahitan tanpa bius , dijahit tanpa dibius rasanya sangat sakit. Ia merasakan tubuh menggigil dan terkulai lemas dan pingsan. Tanpa rasa perduli membiarkan wanita itu tergeletak begitu saja setelah pingsan.
Jovita terbangun karena ada binatang yang merayap melintas di wajahnya, ia melompat- lompat dengan tangan menyingkirkan binatang- binatangnya itu dari sekujur tubuhnya , segala binatang-binatang kecil yang menjijikkan itu menempel di tubuhnya.
Tergeletak di tempat lembab itu beberapa lama membuat para binatang itu menjadikan tubuhnya rumah yang nyaman. Hara harus membuka pakainya, karena binatang- binatang itu, menjadikan tubuhnya rumah mereka.
Ia terus saja bergidik dan merasa ngeri.
Rasa sakit di tangannya sedikit berkurang. Sepertinya disuntikkan obat penahan rasa sakit. Lukanya dibalut dengan rapi seperti seorang ahli.
“Tetapi kemana lelaki kejam misterius itu?’ tanya Jovita dalam hati,
ia berjalan menyusuri gorong-gorong mencari jalan keluar dari tempat menjijikkan dan berbau busuk itu.
Jovita yang mulai berasa tubuhnya tidak bertenaga, karena rasa lapar itu, semakin menyiksa, ia menoleh kanan- kiri barang kali ada yang di tinggalkan sesuatu oleh lelaki kejam itu.
Tapi sayang, sepanjang mata menatap, ia tidak menemukan sesuatu yang bisa mengganjal perutnya, hanya binatang –binatang kecil yang merayap sepanjang gorong-gorong.
Ia terus saja merasa bergidik dan tangannya mulai menggaruk-garuk tubuhnya, karena binatang-binatang sialan itu, mulai masuk kedalam bajunya, kecoak keluar dari bajunya, seekor kaki seribu merayap kedalam lubang kupingnya.
“Ah... iya ampun ini menjijikkan"
Ia berteriak, tangannya mengibaskan-ngibaskan bajunya lagi, bahkan di rambut panjangnya bersarang banyak binatang kecil yang menjijikkan.
Jovita seorang gadis kota yang biasa hidup mewah dan dimanjakan kedua orang tuanya, bisa di pastikan ini pertama kali baginya bertemu dengan jenis-jenis binatang itu.
“Kemana lelaki jahat itu?"
Berjalan menyusuri lorong, mencari jalan keluar sampai ia menemukan satu pintu dari gorong-gorong itu, tangannya dengan cepat membuka nya , ia tidak perduli pintunya menuju kemana, ia malah berharap pintu itu ‘seperti pintu Doraemon pintu kemana saja’.
‘Aku berharap ini yang bisa membawaku pulang’
Jovita berharap dalam hatinya.
Pintu terbuka, tetapi ia menemukan satu ruangan yang sangat berbeda dan layak disebut rumah. Ia menelusurinya penuh semangat, berharap menemukan makanan yang bisa mengganjal perut.
“Apa ini? rumah rahasia di bawah tanah?” Jovita berada dalam satu rumah.
Bersambung ...
Kini Jovita berada dalam satu ruangan, ia mendengar suara aliran air. Ia berlari menghampiri kran air yang lagi mengalir, berlari dan merentangkan telapak tangannya, meminumnya dengan lahap, untuk melepaskan dahaga.
Matanya semakin kabur karena lapar, ia berjalan ke suatu ruangan seperti ruangan dapur, dengan cepat tangannya menggeledah semua tempat untuk mencari sesuatu yang bisa ia makan, tapi tidak menemukan apa-apa.
Tubuhnya semakin lemah karena sangat lapar, ia merasa putus asa. Namun, tidak menyerah.
Hingga Ia bersorak riang, ketika menemukan satu ubi mentah yang sedikit mulai menumbuhkan tunas.
Ia buru-buru mencuci kulitnya sampai bersih, menyingkirkan tunas –tunas kecilnya hingga ia memastikan sudah bersih dan mulai memakannya dengan lahap dengan sangat rakus, rasa lapar itu membuatnya ingin mati, ia memukul dadanya karena merasa serat.
Di sisi lain dalam ruangan itu. Sosok lelaki duduk menatap layar, lelaki itu mengawasi Jovita yang kelaparan, dari kamera pengawas melihat wanita itu melahap dengan sangat rakus, entah kapan dia mulai duduk mengawasinya.
Jovita sudah menghabiskan ubi jalar itu dengan dengan beberapa kali gigitan.Tetapi tetap saja merasa kelaparan, entah berapa lama lagi ia berada di tempat terkutuk itu.
Ia melangkah lagi, menyusuri ruangan , matanya mengawasi semua tempat, sepertinya tidak ada celah untuk kabur, karena semuanya tertutup tembok dan tak terlihat apapun, tidak ada pintu baik jendela.
Hingga ia melihat satu pintu didepan lagi, hatinya sedikit senang, ia berpikir Itu pintu keluar, lalu membuka pintu,
Wajahnya terperanjat, ruangan itu terlihat seperti hotel bintang lima. Ia mengusap matanya dan memastikan Ia tidak berhalusinasi
"Apa ini? Apa aku mimpi?" Ia berucap pelan dan mencubit lengannya, memastikan semua itu bukan mimpi
Ketika melangkah ingin masuk ke dalam, tiba-tiba seseorang menarik baju dari belakang, menyeret pakaiannya membuatnya tercekik, tangan kekar lelaki itu, terus saja menyeretnya ke kamar mandi.
“ Kamu bau busuk, bersihkan dirimu, di situ!”
Suaranya tegas itu membuatnya terdiam, menyeretnya dengan sangat kasar, setelah menyeretnya sampai ke kamar mandi, lalu ia melemparkan handuk dan satu kemeja dan celana laki laki.
Melihat kamar mandi yang super mewah itu, mengingatkannya akan rumah mereka, ‘Ah sudahlah saku mau mandi dulu’ ucapnya dalam hati.
Ia bersemangat untuk mandi, wangi seperti di beri lebel “for Men” baunya maskulin
Sepertinya yang punya kamar mandi juga habis mandi, meninggalkan bau segar menyegarkan hidungnya
Ia menanggalkan semua bajunya tanpa berpikir panjang. Ia mencari bau yang menggugah hidungnya, perlengkapan mandi itu tersusun rapi dalam satu rak. Ia mengeluarkan sabun cair men’s wangi tiger grass. Maskulin.
Menunjukkan lelaki itu tipe yang keras dan tegas. Ia menyalakan shower lalu berputar putar dibawah semburan airnya entah berapa kali Ia menyabuni tubuhnya dan menggosok sampai bersih.
Lebih dari duapuluh menit ia masih berada dalam kamar mandi.
Jovita tidak menyadari kalau ada seseorang yang mengawasinya lewat kamera pengawas.
Menatanya dengan tatapan mengawasi, mata itu tegas, ia seperti seekor singa yang mengawasi seekor Rusa
Tapi seseorang yang mengawasinya itu, bukanlah lelaki yang hanya sekedar menginginkan tubuhnya, ia ingin hidupnya bahkan jiwa Jovita ia inginkan juga.
Naga menyisihkan rambutnya yang jatuh ke kening nya, dan sesekali matanya tertuju pada monitor, dimana ia bisa melihat dengan jelas tubuh wanita cantik itu.
Ia kembali fokus pada bola –bola diatas meja yang ia pilih dan di tusuk dengan stik bola yang ia pegang. Ia bermain biliar sendirian. Sekaligus menjaga mahluk buruannya. Seorang wanita cantik yang saat ini masih mengguyurkan tubuhnya di bawah semburan air shower
Dikamar mandi Hara seperti sudah berbulan bulan tidak melihat air. Ia terus saja mengguyur tubuhnya dengan shower. Setelah ia merasa kepalanya mulai pusing karena terlalu lama diterpa air dingin dengan perut lapar, dan hanya diisi satu buah ubi mentah segede kepalan tangannya.
“Apa dia kuda Nil, apa sebangsanya?” tanya Lelaki itu, bergumam kecil. Karena hampir setengah jam Hara masih berada dalam kamar mandi.
Leon masih sibuk dengan permainan bola biliar itu.
Lelaki yang bermata tajam itu adalah Leon Wardana, atau nama kerennya di panggil Naga.
“Lama bangat, apa ia pikir ini Hotel”
Ia berjalan mendekat pintu kamar mandi ,mengendornya dengan kasar.
Hara terperanjat mendengar dentuman keras di balik pintu kamar mandi, mana ada manusia mengetok kamar mandi sekuat itu gumamnya dengan mata was-was. Tangannya mencari sesuatu untuk dijadikan alat menyerang orang yang menggedor pintu itu,
Matanya mencari sesuatu benda, sebagai alat perlindungan diri, ia tidak menemukanya barang apapun yang ia butuhkan.
Karena di dalam kamar mandi yang super besar itu, hanyalah seperangkat alat mandi.
“Tidak mungkin aku memukul dengan botol shampo atau sebatang sabun mandi, Itu gak lucu” kata Jovita
Ia meraih baju yang dikasi lelaki menyeramkan itu.
Tanpa ada dalaman untuk melindungi aset kewanitaannya
“Bagaimana aku memakai ini,” gerutunya kesal, menyesali dirinya karena membuat basah seperangkat alat pelindungnya.
Apesnya lagi, ia sudah menanggalkan seperangkat dalaman yang ia pakai dan menyingkirkannya ke tempat sampah.
Tidak aman baginya membiarkan asetnya terpapar atau terkontaminasi sesuatu nantinya.
Ia mengambilnya lagi, mencuci pakaian dalam itu dengan sabun mandi cair, entah berapa banyak ia tuangkan untuk membuat pakaian-itu benar benar bersih dari binatang kecil-kecil yang menempel.
Ia peras dan dia pakai basah lagi. Mungkin tidak akan merasa nyaman karena memakai pakaian dalam yang basah, tapi itu lebih aman dari pada aset miliknya terbuka dan masuk angin nantinya.
Naga, hanya memantau kelakuan Hara dari kamarnya, sesekali alisnya menyengit melihat apa yang di lakukan wanita berparas ayu itu, di dalam kamar mandi itu, termasuk bagaimana ia memakai pakaian basah itu.
Hara keluar dari kamar mandi, berdiri mengawasi sekelilingnya, mencari tau barang kali masih ada kesempatan untuk ia keluar dari tempat itu.
Lelaki itu datang, ia mundur penuh kewaspadaan . Naga menarik sedikit ujung bajunya, seolah ia tidak ingin bersentuhan dengannya atau sepertinya ia meras jijik padanya’
Di masukkan kembali ke kamar yang isinya hanya satu set tempat tidur ukuran single, tidak ada jendela. hanya dinding tapi itu jauh lebih baik dari pada gorong-gorong berbau busuk itu, walau ini juga tidak nyaman, tapi setidaknya tidak ada lagi binatang-binatang melata dan binatang kecil merayap ke dalam tubuhnya.
“Kamu siapa? Kenapa memperlakukanku seperti ini, apa salahku?” tanya Jovita.
“Kalau kamu bersikap baik, aku akan membiarkanmu disini, tapi kalau kamu membuatku kesal dan marah, aku tidak segan-segan memasukkan mu ke lobang selokan itu lagi.”
Ia menggertak dengan suara tegas dan penuh penekanan yang menakutkan.
“Aku lapar, Tolong beri aku makanan.” Kata Jovita Hara, sedikit memohon.
“Tidak ada dalam kamusku memberimu makan. Tujuanku hanya melenyapkan mu, hanya menunggu waktu saja,” ucapnya , terdengar sangat kejam
“Siapa yang menyuruhmu? setidaknya sebelum aku mati, aku ingin tau .Jika aku harus mati nantinya, aku tidak akan mati penasaran.” Teriak Hara tapi lelaki itu lagi-lagi menghiraukannya.
Karena merasa frustasi dikurung dan diperlakukan bak binatang, ia mengedor- gedor pintu itu.
“Keluarkan aku, apa salahku?” Teriaknya dengan kemarahan.
Ia menjerit menendang, karena sama saja, ia bersikap baik sama saja diperlakukan buruk, hanya sedikit lebih baik dari yang kemarin karena ia bisa keluar dari tempat yang kotor yang dipenuhi binatang-binatang merayap yang membuat seluruh tubuhnya bergelidik.
Karena teriakannya yang berisik sepertinya yang punya rumah murka karena merasa terganggu. Ia membuka pintu itu dengan tatapan mata menyala bagai kilatan petir. Melihatnya sejenak Jovita berdiam ,
“Aku ingin keluar dari sini,” bujuknya pada lelaki tersebut,
“Apa kamu pikir aku akan menurutinya?” Suara itu meninggi memenuhi rungan itu dan memantul kedinding,
Saya tidak peduli, kamu makan apa tidak bukan urusanku, aku hanya mengawasi mu dengan keadaan apapun, mau mati atau mau hidup saya tidak memperdulikannya, jadi diam lah sebelum aku marah dan menghabisi mu!”
Mendengar itu nyalinya ciut, suara dan perangai lelaki itu mampu membuat lawan bicara mati kutu
Ia terdiam sebentar dan kembali berteriak.
Lelaki itu murka dan menyeretnya kembali ke gorong-gorong ke penjara yang menyedihkan itu. Ia didorong paksa dan masuk kedalamnya gorong-gorong itu.
Apa jadinya jika ia di masukkan lagi ke tempat jahanam itu, bau busuk menyeruduk hidungnya lagi binatang -binatang menjijikkan itu menyambutnya
Demi apapun ia menyesal telah membuat lelaki itu marah.
Kini ia masukkan kembali ke tempat seperti neraka .
Lebih baik mati daripada begini.
Bersambung ...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!