NovelToon NovelToon

Cinta Untuk Si BabySitter Cantik

sakitnya di hianati

"Aeril, aku mau kita pisah!" Bagai petir di siang hari saat kata-kata itu keluar dari bibir Vano, pria yang sangat di cintai oleh Aeril.

"Ma .. maksud kamu apa Mas?" tanya Aeril terbata, tak menyangka jika pria yang menikahinya tiga tahun lalu akan mengucapkan kata keramat seperti itu.

"Aku mau kita bercerai. Aku nggak sanggup terus-terusan hidup miskin seperti ini."

"Tapi Mas, harta bisa kita cari bersama.

Aku akan bantu kamu untuk mencari nafkah asalkan kita tetap bersama." Air matanya tak mampu ia bendung lagi mendengar alasan yang suaminya katakan.

"Bantu apa? Bantu dengan perut kamu yang buncit itu?

Kamu bisa apa dengan keadaan kamu yang seperti itu Aeril?" ucap Vano dingin. Seolah kini cinta untuk Aeril tak lagi ada.

"Setelah aku melahirkan aku akan bekerja Mas, aku janji. Lagi pula apa kamu tega ninggalin aku sama calon bayi kita ini?"

"Itu anak kamu! Aku kan udah bilang kalau aku belum mau punya anak, eh malah kamu hamil. Nyusain aja tau nggak."

"Kamu tega banget Mas," lirih Aeril.

"Udahlah aku muak sama semuanya. Detik ini juga aku mau kita pisah titik." Vano berlalu meninggalkan Aeril yang tengah menangis pilu.

Bagaimana mungkin secepat ini harus berpisah di usia pernikahan mereka yang sudah menginjak tiga tahun, apa lagi Aeril saat ini sedang mengandung buah cintanya dengan Vano.

Aeril yang memang yatim piatu mengadu nasib ke kota jakarta, karena di tempatnya tinggal minim lapangan pekerjaan sehingga membuat Aeril merantau ke jakarta untuk mengadu nasib.

Aeril bertemu dengan Vano di tempatnya bekerja, saat itu Vano bekerja sembari kuliah.

Vano yang kuliah pagi sehingga bekerja dengan sif malam.

Aeril dan Vano hanya sesekali bertemu saat pagi hari. Aeril sampai pabrik dan Vano akan bersiap-siap pulang, di jam itulah mereka kadang bertemu.

Vano yang diam-diam selalu mencuri pandang ke Aeril karena terpesona dengan segala kesederhanaan yang Aeril miliki.

Aeril yang sederhana dengan rambut panjangnya yang selalu di ikat juga mata bulat dan lesung pipi yang menghiasi wajahnya membuat seorang Vano melamar Aeril tanpa menunggu lama.

Aeril yang melihat kesungguhan Vano akhirnya menerima lamaran Vano dengan sangat bahagia. Mereka akhirnya menikah dengan segala kesederhanaan, karena waktu itu Vano memang belum memiliki apa-apa untuk di berikan kepada Aeril.

Aeril tak mempermasalahkan karena memang dia juga diam-diam menyukai Vano setelah beberapa kali tak sengaja bertemu.

Aeril membantu biaya kuliah Vano sebagai bentuk bakti seorang istri, bekerja lebih keras agar sang suami mampu menyelesaikan pendidikannya agar kelak mendapatkan pekerjaan yang layak dari sekarang.

Tapi akhir-akhir ini sikap Vano memang banyak berubah, semenjak dia bekerja pada bank Swasta yang tak jauh dari tempatnya dan Aeril tinggal. Aeril lebih banyak mengalah saat Vano tiba-tiba marah tak jelas kepada Aeril, pikir Aeril mungkin Vano lelah seharian bekerja jadi Aeril memakluminya.

Tapi semakin Hari Vano semakin berubah, sikapnya semakin kasar dan dingin, apa lagi semenjak Aeril hamil, Vano seakan tak terima jika Aeril hamil karena alasan belum siap secara finansial jika memiliki seorang anak.

"Buat ngehidupin kita berdua aja kita susah Aeril, malah pake hamil segala," ucapnya kala itu yang membuat goresan luka pada hati Aeril.

"Tapi anak itu anugrah mas, kita nggak boleh menolaknya. Setiap anak memiliki rizkinya masing-masing, mas nggak boleh takut nggak bisa menafkahinya kelak," bujuk Aeril agar Vano tak lupa jika ada tuhan yang mengatur segalanya.

"Tapi aku belum siap!!!" Vano berlalu begitu saja pergi meninggalkan Aeril.

Entah kesalahan apa yang di perbuat Aeril sehingga Vano sangat berubah, dari yang penyayang hingga menjadi kasar kepada Aeril.

Aeril tersentak dari lamunan saat mendengar suara koper yang di tarik oleh Vano dari dalam kamar. Ternyata Vano bersungguh-sungguh dengan perkataannya yang ingin segera berpisah dari Aeril.

"Mas aku mohon jangan pergi, aku bisa apa tanpa kamu Mas."

"Maaf Aeril tapi aku benar-benar tidak bisa lagi bertahan pada pernikahan kita." Vano sedikit melemah ketika melihat Aeril yang bercucuran air mata. Walau bagaimana pun Vano sangat mencintai Aeril dulu, tapi karena Ibunya yang terus mengancam akan bunuh diri jika Vano tak meninggalkan Aeril, akhirnya Vano menyetujui keinginan ibunya untuk berpisah.

Ibu Vano tak pernah menyetujui pernikahan putranya dengan Aeril yang tak berpendidikan tinggi dan bukan dari golongan orang kaya.

Bu Heni selalu berharap jika putranya menikah dengan orang yang bergelimang harta agar mereka tak lagi hidup susah, tapi karena cinta Vano tetap menikahi Aeril meski Ibunya tak pernah memberi restu.

"Vano cepat!! Ibu udah nungguin kamu dari tadi." Tiba-tiba Bu Heni muncul dari depan dan ingin segera membawa putranya pergi.

"Bu tolong, aku sangat mencintai Mas Vano, aku nggak bisa hidup tanpa dia, aku mohon Bu jangan pisahkan kami." Aeril berlutut di hadapan Ibu mertuanya berharap Ibu mertuanya akan mengurungkan niatnya untuk memisahkan mereka.

"Nggak ada yang bisa di harapin dari wanita kayak kamu Aeril. Udah orang nggak jelas, pendidikannya rendah, nggak sepadan dengan anak saya. Ngerti kamu!!" Hardik Bu Heni.

"Tolong kasihani saya Bu, jangan pisahkan saya dari Mas Vano. Saya lagi mengandung cucu Ibu, seenggaknya kasihanilah calon cucu Ibu ini, bagaimana hidupnya kelak tanpa seorang Ayah." lirih Aeril dengan terus memohon kepada ibu mertuanya

"Saya nggak perduli!!!

Saya nggak sudi punya cucu dari rahim wanita macam kamu," hardik Bu Heni yang membuat hati Aeril tambah tersayat.

Bagaimana mungkin kata-kata kasar seperti itu keluar dari mulut seorang Ibu, apa lagi kata-kata itu untuk menantunya sendiri.

Aeril tak menyerah begitu saja, meski langkahnya terseok-seok, Aeril tetap mengejar Vano berharap pria yang sangat di cintainya itu luluh.

"Mas aku mohon, setidaknya sampai anak kita lahir," ucap Aeril di tengah-tengah tangisnya.

Vano memandangnya dengan iba tapi saat Vano memandang Ibunya, Bu Heni tiba-tiba meremas dadanya seolah ada yang sakit di sana.

"Aku nggak bisa Aeril, belajarlah mandiri dan jangan mengharapkan aku lagi." Vano menghempaskan tangannya yang sedang di pegang Aeril sehingga membuat Aeril jatuh terduduk di tanah. Setelah itu Vano mengikuti Ibunya untuk masuk ke dalam mobil, tak lagi di hiraukannya Aeril yang meringis kesakitan karena efek terjatuh.

Aeril menatap kepergian Vano dengan nanar.

Entah dosa apa yang di lakukannya di masa lalu sehingga tuhan memberikannya ujian yang begitu berat seperti ini. Tak pernah dibayangkannya jika hari ini seseorang yang sangat di cintainya mencampakkannya begitu saja.

Aeril terus menangis sampai mobil yang di naiki oleh Vano menghilang dan di saat itu pula tiba-tiba semuanya gelap.

Kehilangan seorang istri

Siang itu di depan gedung sebuah rumah sakit, seorang pengusaha sukses Abi manyu putra pranata seorang pengusaha sukses tengah mengantarkan istrinya yang akan segera melahirkan. Adelia di bantu turun dari dalam mobil oleh Abi karena tak mampu berjalan.

Abi menaikkan istrinya di atas kursi roda lalu bersiap membawanya ke ruangan yang telah ia pesan jauh-jauh hari untuk istrinya.

Tapi baru saja akan menaiki lift, Abi berpapasan dengan Aeril yang juga menggunakan kursi roda namun keadaannya lebih lemah dari Delia istri Abi.

"Bi tunggu," ucap Delia yang menghentikan langkah Abi.

"Kenapa sayang?" tanya Abi, karena istrinya tiba-tiba menghentikannya.

"Wanita itu suaminya mana, kenapa yang nganter Ibunya? Kasian banget loh kayaknya pendarahan gitu," tunjuk Delia kepada Aeril, karena darah memang sudah sampai di kaki Aeril.

"Udah biarin aja, mungkin suaminya nggak sempat," ucap Abi menenangkan meski ia pun terperangah saat melihat seorang wanita yang akan melahirkan tapi tanpa di temani sang suami.

"Suami macam apa yang tega nelantarin istrinya yang lagi pendarahan gitu.

Loh Bi, itu kan Bu Diyah?"

"Iyya itu Bu Diyah," jawab Abi mengernyit heran karena yang menemani Aeril adalah pembantunya Abi.

Baru akan bertanya lagi tapi Delia sudah merasakan kontraksi kembali dan itu membuat Abi bergegas membawanya masuk ke dalam lift untuk menuju ke ruangannya.

Sesampainya di ruangannya tim dokter segera memeriksa Delia yang tengah meringis kesakitan.

Setelah beberapa jam berjuang terdengarlah suara tangis bayi yang begitu nyaring, dan itu sukses membuat Abi tersenyum lega.

"Pak Bayi anda dalam keadaan sehat, tapi istri anda sangat lemah karena mengalami pendarahan yang sangat hebat.

Saya harap Bapak segera menemukan darah yang cocok untuk istri anda karena stok darah di rumah sakit sedang kosong," jelas dokter, dan itu sukses membuat Abi terjatuh lemas di atas lantai.

Dengan tangan bergetar Abi maraih benda pipih yang ada di dalam saku celananya lalu menghubungi semua orang terdekatnya untuk segera datang ke rumah sakit untuk menolong Delia.

"Bi," Panggil Delia lirih, suaranya hampir tak terdengar.

Sontak Abi langsung berdiri di dekat istrinya.

Bibirnya sangat pucat dan tubuhnya kian melemah, membuat seorang Abi manyu menangis seketika.

"Iyya sayang." Di belainya pipi sang istri dengan lembut dengan mata yang tak hentinya mengeluarkan air mata.

"Anak kita mana Bi? Aku mau gendong dia untuk yang pertama dan terakhir kalinya," ucap Delia dengan sorot mata yang penuh ketegaran.

"Kamu ngomong apa sayang, kamu akan selamanya menggendong anak kita dan kita akan menua bersama.

Aku janji, aku akan bikin kamu bisa terus bersama anak kita. Kamu akan sembuh." Mulut Abi bergetar mengatakan semua itu.

Dengan hati-hati Abi mengambil bayinya yang berada di Boks bayi di samping tempat tidur Delia, lalu membawanya ke pelukan Delia.

Delia memeluk bayinya lembut dan terus menciuminya penuh cinta. Air matanya kini menetes saat memandang bayi tengah tertidur pulas.

"Maafin mama sayang karena Mama nggak bisa meluk kamu selamanya. Mama berdoa suatu saat kamu akan mendapatkan Mama yang tulus mencintaimu nak." Delia terisak sembari terus memeluk bayinya.

"Kamu ngomong apa Delia? kamu akan baik-baik saja aku yakin.

Kita udah nunggu selama lima tahun untuk anak kita, aku nggak akan biarin kamu kenapa-kenapa."

"Bi aku sangat mencintai kamu," ucap Delia sembari membelai wajah Abi.

"Aku pun sangat mencintaimu sayang. Bertahanlah sebentar lagi Delia, kita tunggu sampai pendonor darahnya tiba, ya."

"Aku udah nggak kuat Bi, berjanjilah untuk terus menyayangi putri kita apa pun yang terjadi.

Jika suatu saat ada seorang wanita yang tulus menyayangi putri kita, aku iklas kalau kamu menikahinya." Suara Delia semakin melemah dan itu membuat Abi semakin histeris.

Abi tak lagi mampu membendung suara tangisnya yang sejak tadi ia tahan.

"Bertahanlah Delia aku mohon demi aku dan anak kita, aku nggak bisa hidup tanpa kamu sungguh, bertahanlah." Abi terus memohon kepada Delia agar terus bertahan tapi takdir berkata lain, keadaan Delia semakin melemah.

Dokter pun mulai berdatangan karena mendengar teriakan Abi.

"DELIAAAA!!!!!!!!!"

Abi berteriak frustasi saat melihat mata Delia perlahan-lahan terpejam seperti seseorang yang tengah tertidur.

Beberapa Dokter mulai memeriksa Delia dan masih mengupayakan yang terbaik tapi Delia tak lagi dapat di tolong, Dokter pun angkat tangan.

"Maaf Pak Abi kami sudah mengupayakan yang terbaik tapi semua sudah menjadi takdir tuhan, sekali lagi maafkan kami Pak Abi." Dokter meminta maaf yang sebesar-besarnya kepada Abi lalu satu per satu meninggalkan ruangan itu.

Abi terus memeluk Delia, masih merasa tak percaya jika istri yang sangat di cintainya itu akan pergi meninggalnya.

Bersamaan dengan itu putrinya yang baru saja di letakkan di boks bayi oleh suster menangis kencang.

Dengan tangan bergetar Abi menggendong putrinya agar putrinya tenang lalu kembali mendekat ke samping istrinya berbaring.

Tuhan ... tidakkan engkau merasa kasihan melihat kami terutama putriku, dia bahkan baru saja lahir tapi engkau sudah merenggut ibunya.

Jika aku bersalah harusnya aku saja yang di hukum jangan putriku.

Abi terus berkata di dalam hati. Ia tak habis fikir sekian lama ia dan istrinya mendambakan seorang anak, tapi saat tuhan mengabulkan doanya tuhanpun merenggut istrinya darinya.

Tuhan ... apakah ini harga yang harus ku bayar atas doa-doaku selama ini.

Abi terus terisak.

"Sabar Bi, ini semua sudah takdir tante yakin semua akan ada hikmahnya. Sekarang kamu hanya harus fokus merawat putrimu, dia juga sangat membutuhkan kamu." Salah satu tante Abi yang baru saja datang mencoba menenangkan Abi

Beberapa keluarga juga telah datang dan turut berbela sungkawa atas meninggalnya Delia.

Bu Sukma yakni Ibu dari Delia juga tak kalah histeris saat melihat putrinya terbaring tak bernyawa lagi.

******

Setelah semua proses pemakaman selesai, satu per satu keluarga Abi meninggalkan rumah yang di tinggali Abi bersama Delia, hanya tinggal beberapa saja yang bertahan di rumah.

Abi pun setelah pulang dari rumah sakit menjadi lebih pendiam dan terkesan dingin. Orang-orang pun tak ada yang berani menegurnya.

Bu sukma yang masih berada di rumah Abi membantu mengurus cucunya karena keadaan belum memungkinkannya untuk pulang ke rumahnya. Bu Sukma pun sama terpukulnya dengan Abi tapi dia mencoba untuk tidak terlarut dalam kesedihan demi cucunya, karena saat ini cucunya pun sangat membutuhkannya.

Setelah beberapa hari di rumah Abi mengurus cucunya, pagi itu Bu Sukma sangat panik karena cucunya mengalami demam dan terus saja menangis. Bayi kecil itu tak mau meminum susu formula yang sudah di buatkan oleh baby sitternya, meski di minum tapi tetap akan di muntahkannya lagi.

"Bi anakmu sakit, kita harus membawanya ke rumah sakit sekarang juga." Abi tersentak kaget saat Ibu mertuanya datang ke kamarnya.

Dengan cepat Abi berlari ke kamar putrinya setelah sampai ia meraba kening dan lehernya, Abi kaget karena suhu tubuh putrinya sangat tinggi.

Takut kehilangan lagi

"Kamu itu saya bayar buat jaga anak saya, bukan malah membuat anak saya sakit." Abi meluapkan emosinya kepada babysitter anaknya saat tengah menunggu anaknya yang sedang di tangani oleh dokter di ruang ICU.

Sari hanya bisa menunduk mendengar majikannya memarahinya. Dia pun tak menyangka jika anak Abi bisa sampai sakit.

"Sejak kapan cucu saya mulai demam?" tanya Bu Sukma kepada sari, hanya saja tidak seperti Abi yang emosi, Bu Sukma lebih bijak dalam menggapi sebuah masalah.

"Dari semalam si Adek emang udah rewel Bu, susah banget di kasih susu, berkali-kali saya coba tapi tetap nggak mau Bu." Sari menjeda kalimatnya sebentar lalu melanjutkannya lagi.

"Pas subuh badannya udah mulai anget, terus saya kompres aja terus saya coba kasih susu lagi tapi di muntahin terus Bu. Maafkan saya Bu," ucap Sari memelas karena merasa sangat takut.

"Ya sudah nggak pa-pa, lain kali kalau si Adek mulai aneh, kamu bilang sama saya, kamu ngerti kan," tegas Bu Sukma.

" Iyya Bu saya mengerti, sekali lagi maafkan saya Bu."

"Iyya nggak papa."

Bu Sukma menghampiri Abi yang sejak tadi mondar-mandir uring-uringan di depan pintu.

Terlihat jelasdia sangat khawatir dengan keadaan putrinya.

Belum sembuh sakit saat di tinggal Istrinya, kini dia di hadapkan dengan situasi dimana putrinya masuk rumah sakit. Itu benar-benar membuat Abi hampir frustasi dan berfikiran yang tidak-tidak.

"Bi, tenanglah Nak. Ibu yakin Anak kamu akan baik-baik saja."

"Bagaimana saya bisa tenang Bu, saya nggak tahu bagaimana keadaan anak saya di dalam.

Tuhan sudah mengambil Delia, kalau sampai tuhan juga mengambil putriku, aku akan mati Bu." Tangis Abi pecah di pelukan Ibunya, dia benar-benar takut jika setelah kepergian Istrinya, anaknya pun akan meninggalkannya.

"Kamu nggak boleh bicara seperti itu Nak, Rizki, maut, jodoh, semua sudah di gariskan yang di atas, kita hanya perlu percaya bahwa semuanya akan baik-baik saja." Bu Sukma mencoba menenangkan Abi meski tak bisa di pungkiri hatinya pun sangat gelisah dengan keadaan cucunya saat ini, hanya saja Bu Sukma tak memperlihatkannya kepada Abi.

Saat ini Abi sangat lemah, jika Bu Sukma ikut melemah entah apa yang akan terjadi kepada Abi. Takkan ada tempat Abi untuk bersandar, mengingat Abi sudah tak memiliki Ibu sedangkan Ayahnya yang sudah menikah lagi kini tinggal di luar negri. Abi hanya memiliki beberapa Bibi dan saudara di sini dan itu pun jarang berkunjung ke tempat Abi.

Tiba-tiba Dokter keluar dari dalam ruangan dan mencari Ayah dari bayi kecil yang ada di dalam

"Pak Abi sudah boleh masuk," ucap sang Dokter. Abi langsung menghambur untuk melihat putrinya.

Abi tetiba terenyuh melihat putrinya yang sedang terbaring dengan tangan yang terpasang selang infus, Abi tak kuasa menahan air matanya yang jatuh karena melihat putrinya yang terbaring.

"Sayang maafin Ayah, karena terus berlarut dalam kesedihan Ayah sampai melupakan putri Ayah yang cantik ini." Abi mengecup kening putrinya dengan penuh sayang. Abi merasa sangat menyesal karena beberapa hari ini sempat abai kepada putri kecilnya.

"Pak bisa ikut saya sebentar," ajak Dokter yang menangani anak Abi. Abi pun tanpa berfikir lama segera mengikuti Dokter itu menuju ke ruangannya. Abi merasa berdebar-debar takut dengan kenyataan yang akan di sampaikan oleh dokter.

"Sepertinya Putri Bapak tidak cocok dengan susu formula," kata Dokter saat Dokter itu telah berhadapan dengan Abi.

"Maksud Bapak?" Tanya Abi karena tak mengerti.

"Sepertinya Bapak harus membeli Asi untuk putri Bapak karena yang saya lihat putri Bapak tidak cocok dengan susu formula. Sekarang kan sudah bayak Asi yang di perjual belikan, ya syukur-syukur kalau ada yang mau menjadi Ibu susu untuk putri Bapak."

Ibu susu? di mana aku harus mencarinya.

Ya tuhan ... seandainya Delia masih ada, putriku tidak akan menderita seperti sekarang.

"Baik Dok akan saya usahakan," ucap Abi.

Serelah Abi keluar dari ruangan Dokter Abi cepat-cepat menghubungi Indra sekertarisnya.

"Carikan Asi untuk anak saya segera," titah Abi setelah Indra mengangkat telfonnya.

"Tapi saya harus cari kemana Pak?" tanya Indra bingung karena selama dia bekerja dia belum pernah sekalipun mengurus tentang Asi.

"Terserah kamu!!! Mau ke ujung dunia pun saya tidak perduli, yang jelas kamu harus bawa Asi sekarang juga buat Putri saya, paham!!" Abi memutus sambungannya sebelum Indra ingin mengatakan sesuatu.

Satu jam kemudian Indra membawa beberapa botol Asi ke rumah sakit untuk Putri Abi lalu memberikannya kepada Abi.

Abi mencoba memberikannya kepada Putrinya, awalnya bayi itu meminumnya sedikit-sedikit tapi kemudian kembali menangis dan tak lagi mau meminumnya. Hal itu membuat Abi semakin panik.

Abi kembali meminta Indra untuk mencari Asi dari sumber yang berbeda karena kata Dokter mungkin dia tidak cocok dengan Asi yang ini.

Indra pun pergi mencari tanpa protes kepada Bosnya.

Indra pun kembali setelah beberapa jam mencarinya dan itu membuat ia di marahi oleh Abi karena terlalu lama mencari.

"Kamu nih bisa kerja nggak sih Ndra? Nyari kayak gini aja lama banget," semprot Abi karena Bayinya sejak tadi menangis.

Meski kesal tapi Indra hanya diam saja tak berani membantah mengingat keadaan Bosnya yang sedang tidak stabil gara-gara di tinggal istri dan kini bayinya pun sedang bermasalah.

Kini Bu Sukma yang memberikan Asi itu kepada cucunya. Mungkin karena haus jadi bayi itu meminumnya dengan lahap lalu tak lama bayi itu pun tertidur.

Semua yang ada di dalam kamar itu bisa bernafas lega karena kini sang bayi sudah bisa tertidur nyenyak. Abi membelai wajah sang Bayi merasa sangat bersalah karena beberapa hari ini tak memperhatikannya dan tak melihat perkembangan Bayinya.

"Pulanglah Nak ganti baju Ibu akan di sini untuk menemani putrimu," ucap sang Ibu mertua, karena melihat wajah menantunya yang begitu lelah dan tak beraturan.

"Baik Bu, setelah berganti pakaian aku akan kembali lagi kesini menjaga Nayra."

"Jadi namanya Nayra?" Bu Sukma tersenyum karena Abi telah memberikan nama untuk putrinya.

"Iyya Bu, kalau begitu aku permisi dulu.

Aku titip Nayra ya Bu."

Iyya Nak."

Abi pun bergegas untuk pulang karena sudah merasa sangat tak nyaman dengan tubuhnya.

Setelah sampai di rumah, Abi kemudian membersihkan diri dan membuat kopi untuknya.

Abi membuat kopi sendiri karena Bu Diyah ijin beberapa hari ini. Abi tiba-tiba teringat dengan Bu Diyah dan wanita yang di temaninya saat di rumah sakit.

Anak dari wanita itu sangat beruntung karena masih memiliki Ibu, sedangkan anaknya terlahir tanpa Ibu di sampingnya. Begitulah fikir Abi.

Abi mendesah panjang lalu menyeruput kopinya. Abi hanya meminum sedikit karena teringat akan putrinya dan bergegas untuk segera ke rumah sakit. Abi tak sanggup berlama-lama di rumahnya karena terus saja teringat akan istrinya, jadi Abi lebih memilih menyibukkan dirinya bersama dengan putrinya dan itu membuat luka hatinya sedikit terobati.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!