NovelToon NovelToon

ISTRI KEJAM TUAN LUMPUH

Prolog

...Jangan lupa vote dan comment...

...Typo bertebaran...

...Happy reading^^...

"Aku ga mau nikah sama dia!" ucap Raina bangkit dari duduknya sambil berteriak marah dan menatap tak suka pada seorang lelaki tampan.

Sekarang dirinya sedang berada di tengah-tengah pertemuan dua keluarga terpandang.

Awalnya ia mengira ini hanya pertemuan keluarga biasa, tapi ternyata ini adalah pertemuan dua keluarga besar yang membahas perjodohannya dengan putra mereka.

"Kamu harus mau!" ucap Altaf tegas dan sarat akan perintah.

"Raina ga mau dijodohin, Papa."

"Kamu harus ikut perintah Papa. Kamu ga ada hak buat melawan!"

"Aku ga mau Pa. Aku berhak memilih calon suamiku sendiri," ucap Raina keras kepala.

"Yaudah, kalo gitu semua fasilitas kamu Papa sita dan kamu silahkan angkat kaki dari rumah Papa!" ancam Altaf.

"Pa? Papa ngusir aku?" tanya Raina tak percaya.

"Silahkan angkat kaki dari rumah saya dan mulai hari ini kamu bukan lagi putri keluarga Atmaja!"

"Altaf!" panggil Arman mengingatkan.

"Sudahlah Man, biar anak pembangkang ini pergi. Maaf karena kamu harus liat hal ini."

Raina menatap benci lelaki yang akan dijodohkan dengannya. Lelaki itu hanya diam saja sedari tadi namun memperhatikan bagaimana Rania menolaknya.

Lalu ia menatap sendu ibunya.

"Maa..." lirihnya.

"Jangan meminta pembelaan dari istri saya!" ucap Altaf tegas.

"Papaaaaa," ucap Raina kesal dengan airmata yang sudah mengalir.

"Jangan panggil saya Papa!"

Raina menundukkan wajahnya, ia marah, kesal, kecewa, dan benci. Bahunya bergetar menahan isak tangis.

"Pa, jangan terlalu keras sama Raina," ucap Nike, Mama Raina.

"Jangan membela anak pembangkang ini, lebih baik Mama diam!"

"Padahal kita ga pernah meminta apapun dari dia. Selama ini kita selalu berusaha memenuhi keinginan dia tapi sekalinya kita minta sesuatu dia malah menolak dan mempermalukan kita kayak gini," ucap Altaf dengan nada dingin.

Raina menatap sendu papanya.

"Maaf Man, kayaknya janji kita untuk menjodohkan anak kita ga bisa terwujud, soalnya kami ga punya anak perempuan," ucap Altaf pada Arman.

Apa katanya? Tidak punya anak perempuan? Jadi Raina benar-benar sudah tidak dianggap?

Raina tak percaya papanya akan berucap demikian. Hatinya sakit.

"Yaudah, oke. Aku bakal nikah sama dia kalo Papa maunya gitu," ucap Raina lantang menunjuk calon suaminya dengan linangan airmata.

"Hiks...Papa jahat!" Raina berlari menaiki tangga menuju kamarnya.

Blamm

Pintu kamarnya ditutup dengan keras hingga menghasilkan suara yang nyaring.

Lelaki itu, Ardan, menatap kepergian calon istrinya dengan perasaan yang sulit diartikan.

"Papa terlalu keras sama Raina, harusnya kita bisa omongin baik-baik," ucap Nike lagi.

"Biar Ma, anak kayak gitu ga bisa terus dimanjain. Sesekali dia perlu diancam biar nurut."

"Tapi apa ga apa-apa Raina dipaksa begitu?" tanya Elin, Ibunda Ardan yang hanya diam sedari tadi.

"Gapapa," ucap Altaf dengan senyum penuh kemenangan.

"Kami minta maaf kalo kedatangan kami malah membuat gaduh," ucap Arman tak enak hati.

"Udahlah Man, kamu kayak sama siapa aja. Lagian yang bikin gaduh itu Raina, bukan kalian. Ini janji kita semasa muda dan harus ditepati."

Altaf menepuk pundak sahabatnya. Ia merasa senang karena telah menang dari putrinya.

"Ardan?" panggil Altaf.

"Iya, Om."

"Maaf kalo kamu tersinggung sama sikapnya Raina."

"Ga kok Om, Ardan paham," ucap lelaki bernama Ardan itu tenang dengan senyuman tipis.

"Liat Ma, kita ga salah pilih suami buat Raina," kata Altaf pada sang istri.

Nike tersenyum hangat.

"Iya, semoga Nak Ardan bisa membimbing Raina jadi istri yang soleha ya," ucap Nike lembut.

"InsyaAllah, Tante."

Mereka memilih melanjutkan obrolan perihal lainnya. Mulai dari tanggal pernikahan hingga acara bulan madu nantinya. Mengabaikan Raina yang masih menangisi nasibnya di kamar.

...❄️❄️❄️...

...Hai guys...

...Gimana prolognya menurut kalian ?...

...Ini hanya sebatas perkenalan/awal bagaimana kedua tokoh bisa saling menikah....

...Maaf kalo ceritanya kurang menarik🙏...

...Terimakasih❤️...

Chapter 1

...Jangan lupa vote dan comment...

...Typo bertebaran...

...Happy reading^^...

Seorang wanita berjalan santai menuju unit apartemen miliknya. Diliriknya jam yang bertengger manis di pergelangan tangan.

Jarum jam menunjukkan pukul 12 malam, artinya sudah cukup larut untuk pulang.

Wanita bernama Raina itu tampak acuh lalu menekan beberapa angka yang langsung membuat sebuah pintu terbuka.

Raina langsung masuk tanpa menghiraukan apapun. Baru saja ia melangkahkan kakinya, seorang pria telah menyambutnya dengan raut wajah khawatir.

"Raina... kemana aja seharian?" tanya lelaki itu gusar.

"Main," jawab Raina sekenanya.

"Main apa sampe jam segini? Kamu tau

ga Mas khawatir?"

"Ga tau dan ga mau tau," balas wanita itu seraya berjalan meninggalkan lelaki itu.

"Lain kali kalau mau pergi izin Mas dulu."

Raina tak peduli, wanita itu terus saja melangkah tanpa berniat mengiyakan ucapan sang suami.

"Raina denger Mas, 'kan?" tanya Ardan menyusul langkah sang istri.

"Rain! Ayolah, jangan kayak gini. Mas ini suami kamu, kenapa dicuekin terus?"

"Suami? Oh, ya? Saya ga inget kalau bersuamikan kamu," sinis Raina.

"Raina, kita ini memang menikah karena perjodohan tapi janganlah kamu bersikap kayak gini. Mas udah berusaha menerima kamu, seharusnya kamu juga berusaha menerima Mas sebagai suami kamu."

"GA ADA YANG MINTA KAMU NERIMA SAYA! KARENA KEBODOHAN KAMU SEKARANG SAYA TERJEBAK DISINI!" teriak Raina tepat di wajah Ardan.

Ardan tersentak dan menatap Raina tak percaya. Ia benar-benar tak menyangka Raina akan melakukan hal ini.

Sementara Ardan masih mematung menatap Raina, wanita itu memilih meninggalkan Ardan menuju kamarnya. Melempar tasnya ke sembarang arah lalu berjalan ke kamar mandi.

Ardan menghela nafasnya pelan. Berusaha untuk tetap bersabar menghadapi tingkah laku istrinya.

Jika saja Ardan tak mencintai Raina, ia pasti tidak akan selemah ini. Ia menyayangi Raina sebagai istrinya meskipun Raina sama sekali tak menganggap kehadirannya.

Baginya, Raina adalah sebuah titipan yang mesti dijaga dengan penuh kasih sayang.

Ardan melangkah mendekati tas milik Raina lalu memungut benda itu dan meletakkannya di tempat seharusnya ia berada.

Lalu Ardan memilih duduk di tepi ranjang seraya menunggu istrinya selesai membersihkan diri.

Lima belas menit kemudian, Raina keluar dengan setelan piyamanya.

Wanita itu langsung membaringkan tubuhnya di sisi ranjang yang kosong. Ia melirik Ardan sekilas sebelum akhirnya kembali bangkit.

"Ngapain disini? Jangan tidur disini!" Raina mendorong tubuh Ardan menjauh darinya.

"Sana! Tidur di tempat lain!"

"Apa sih salahnya Mas tidur disini? Ini kamar Mas juga 'kan?"

"JANGAN TIDUR DISINI! KELUAR!" teriak Raina.

"Shut, jangan teriak-teriak, Rain. Gimana kalo tetangga denger? Iya, ini Mas tidur di sofa." Ardan segera bangkit lalu berjalan ke arah sofa.

"Maaf karena kejadian malam itu kamu jadi takut sama Mas," ucap Ardan sembari duduk di sofa.

"DIAM!" Raina menarik selimut menutupi seluruh tubuhnya.

Sementara Ardan menghela nafas panjang, lalu ikut membaringkan diri di sofa.

...🌹🌹🌹...

Sinar matahari masuk melalui celah gorden, mengusik tidur Raina di pagi hari.

Raina membuka matanya dengan malas, melihat sekeliling kamarnya yang tampak sunyi.

Raina meregangkan otot-ototnya sebelum akhirnya bangkit. Seseorang keluar dari dalam kamar mandi dengan setelan rapi.

Ardan tersenyum manis ke arah Raina yang membuat wanita itu langsung membuang muka.

"Pagi, Rain," sapa Ardan.

Raina segera beranjak dari tempat tidur dan masuk ke dalam kamar mandi tanpa menghiraukan sapaan suaminya.

Ardan hanya mampu menggelengkan kepalanya pelan melihat tingkah sang istri. Bukan tidak ingin tegas terhadap Raina, tapi Ardan paham semakin ia mengekang Raina, maka wanita itu akan semakin memberontak dan membencinya.

Ardan kemudian berjalan mengambil sebuah koper. Lalu ia juga mengambil beberapa pakaian untuknya. Ardan mengemasi barang-barangnya dengan mandiri. Harusnya Raina yang melakukan ini untuknya, tapi apa mau dikata. Raina tidak akan sudi mengurusi kebutuhan Ardan.

Beberapa menit kemudian, Raina keluar dari kamar mandi dengan pakaian santainya.

Ia menatap heran sebuah koper yang berada di atas tempat tidurnya tanpa seorangpun disana.

Raina terlihat cuek, ya siapa tau saja suaminya ada pekerjaan di luar kota. Jika hal itu benar terjadi, maka Raina harus merayakannya. Ini adalah saat-saat yang ia tunggu, saat dimana ia akan bebas tanpa seorangpun yang mengusiknya. Tanpa ada panggilan telepon yang menanyakan keberadaannya.

Raina segera keluar dari kamar setelah mendengar suara Ardan di luar sana.

Ardan tampak kesulitan di dapur sana, ia memasak sembari menerima panggilan telepon.

Raina segera mendudukkan diri di meja makan, menunggu makanan miliknya tersaji.

Setelah Ardan mematikan sambungan teleponnya, ia tersenyum ke arah Raina.

"Cepetan! Udah laper ini," ucap Raina pada Ardan.

"Iya, ini udah kok," balas Ardan lembut.

Ardan segera memindahkan makanan yang tadi ia masak ke piring dan membawanya ke meja makan.

"Rain mau minum susu atau-"

"Soda," potong Raina cepat.

"Kok soda? Jangan minum soda, ini masih pagi." Ardan memberikan satu gelas susu pada Raina.

"Berarti kalo nanti boleh dong?"

"Ga boleh, jangan keseringan minum soda," jawab Ardan.

"Ga peduli juga sih," balas Raina kemudian menyantap makanannya.

Ardan menggeleng-gelengkan kepalanya sembari menatap Raina yang makan dengan lahap.

"Mas mau keluar kota untuk beberapa hari," ucap Ardan memberitahu.

Raina hanya mengangguk sekilas lalu kembali pada makanannya.

"Nanti Mas bakal suruh orang buat beresin rumah dan masakin buat Rain," ucap Ardan lagi.

"Ga perlu, aku bukan anak kecil. Bisa kok cari makan di luar," jawab Raina.

"Yaudah, nanti biar Mas suruh orang buat beresin rumah aja kayak biasa."

"Hm."

Suasana kembali hening, keduanya sibuk menyantap sarapan mereka pagi ini.

"Aku mau mobil baru," ucap Raina membuka suara.

"Loh, memangnya mobil Raina kenapa? Masih bagus, kan?"

"Ga bagus, mau mobil baru pokoknya!"

"Oke, nanti waktu Mas pulang dari luar kota, Mas beliin mobil baru buat Raina," ucap Ardan.

"Lama! Maunya sekarang! Aku ga mau kuliah kalo ga ada mobil baru!"

"Jangan gitu dong, kamu harus tetap kuliah. Pake mobil Mas aja, gimana? Nanti Mas pake mobil kamu keluar kotanya," ucap Ardan memberi solusi.

"Oke, mulai hari ini mobil Mas milik Raina," ucap Raina.

"Iya, mobilnya jadi milik kamu."

Raina tersenyum menang lalu bangkit dari posisinya.

"Loh, udahan makannya?"

"Udah kenyang, mau siap-siap ke kampus dulu."

"Nah, gitu dong. Semangat kuliahnya," ucap Ardan tersenyum.

Raina langsung meninggalkan Ardan tanpa membalas ucapan lelaki itu.

"Ya iyalah semangat, orang ada penyemangatnya," ucap Raina lirih.

"Lumayanlah dapet mobilnya Mas Ardan. Keren juga itu mobil," ucap Raina lagi sembari menghempaskan tubuhnya di kasur.

Tidak lama, ternyata Ardan ikut masuk. Raina segera bangkit dari tidurnya.

"Kok bobo lagi?" tanya Ardan.

"Bentar doang," jawab Raina.

"Mas harus berangkat sekarang."

"Tunggu dulu," cegah Raina.

"Kenapa?"

"Bagi duit."

"Bentar, biar Mas transfer." Ardan mengeluarkan ponselnya lalu mengirimkan sejumlah uang ke rekening milik istrinya.

"Segitu dulu ya, nanti Mas pulang Mas kasih lagi," ucap Ardan.

"Iya."

"Mas pergi ya," pamit Ardan.

Raina hanya mengangguk-angguk pelan.

"Jangan hati-hati, semoga ga sampai tujuan ya. Cepet mampus!" ucap Raina menyumpahi lelaki itu.

...🌹🌹🌹...

...Jangan lupa like, vote, dan tambahkan ke favorit ya teman-teman^^...

...Semoga suka dan jangan lupa tinggalkan komentar kalian:)...

Chapter 2

...Jangan lupa vote dan comment...

...Typo bertebaran...

...Happy reading^^...

Isakan tangis terdengar memenuhi lorong rumah sakit.

Elin, ibunda Ardan tak henti menangisi putranya. Bahkan Nia, kakak ipar Raina juga menangis.

Sepertinya doa Raina sebelumnya terkabul, dalam perjalanannya menuju keluar kota Ardan mengalami kecelakaan maut.

Semua orang khawatir dan sedih mendengar Ardan kecelakaan.

Nike, ibu Raina pun turut bersedih mendengar menantu kesayangannya masuk rumah sakit.

Raina menghela nafas kasar. Hanya dirinya yang tak menangis mendengar kabar kecelakaan yang menimpa suaminya. Bahkan bersedih pun ia tidak.

Di saat yang lain mendoakan agar Ardan baik-baik saja, ia malah berdoa agar suaminya cepat dijemput malaikat maut.

Entah mengapa, rasa bencinya mengalahkan semua rasa manusiawi yang ada di dirinya.

Padahal suaminya begitu baik padanya. Ardan memperlakukan Raina bak seorang putri raja. Ia begitu mencintai juga menyayangi istrinya.

Ardan memang terlihat pendiam dan berwajah datar, tapi di balik semua itu ia merupakan lelaki yang manis dan romantis. Ia bisa bersikap dingin pada orang lain tapi tidak pada istrinya.

Sayangnya, semua perlakuan baik Ardan tidak bisa membuat Raina luluh begitu saja. Hati wanita itu begitu keras.

Sekali ia bilang benci berarti ia memang benci. Menurut Raina, Ardan merenggut semua hak dan kebebasannya. Walaupun Ardan masih membebaskannya bertemu teman-temannya, tetap saja ia merasa terbatasi. Ia benci dikekang.

Bencinya bertambah bila mengingat Ardan yang dengan lempengnya menerima perjodohan gila itu. Ia yakin lelaki itu sengaja melakukannya, untuk menyiksanya. Buktinya ia menderita hidup bersama lelaki itu.

Satu lagi hal yang menambah rasa benci dihati Raina. Lelaki itu telah mengambil keperawanan yang ia jaga untuk lelaki yang dicintainya.

Raina sungguh-sungguh membenci makhluk yang berstatus suaminya itu.

"Rain," panggil Nia memecah lamunan Rania.

"Hh hm?" tanya Raina gelagapan antara bingung dan gugup.

"Kamu ga sedih?"

Nia duduk di samping Raina.

"Ss-se-sedih, kok," jawab Raina gugup.

"Beneran?" tanya Nia memastikan.

Semua anggota keluarga Ardan dan Raina tahu bagaimana rumah tangga mereka.

Raina mengangguk.

"Terus kenapa ga nangis?" tanya Nia memancing Raina.

"Sedih kan ga selalu bisa diungkapkan sama nangis. Nangis juga ga selalu diartikan sedih."

Nia hanya mengangguk mendengarkan ucapan Rania.

"Bunda sama yang lain mana?" tanya Raina setelah menyadari tinggal dirinya bersama sang kakak ipar disana.

"Bunda sama yang lain lagi ke ruangan dokter. Kamu juga disuruh nyusul ke sana."

"Eh eh, buat apa?"

"Buat tau kondisi Ardan."

Raina hanya ber-oh ria.

"Jangan oh doang, sana susulin."

"Ga ah, aku mau disini aja."

"Sana Rain, kamu kan istrinya Ardan. Kamu berhak dan wajib tau kondisi suami kamu. Biar kakak yang jaga disini. Sana pergi." Nia mengusir Raina lembut.

"Tapi-"

"Udah sana," potong Nia cepat.

Akhirnya Raina bangkit dan berjalan menuju ruangan dokter yang tidak diketahuinya.

Setelah bertanya-tanya pada beberapa perawat, akhirnya ia diantarkan ke ruang dokter yang ia maksud.

Pada saat Raina masuk, dokter sedang menjelaskan kondisi Ardan.

"Terjadi kerusakan sel saraf yang cukup parah akibat kecelakaan maut ini. Bagian tulang belakangnya juga mengalami sedikit kerusakan. Kepalanya mengalami benturan cukup keras hingga mengakibatkan terjadinya cedera kepala," jelas dokter tersebut.

Deg

Hati Raina terhenyak, ia masih coba mencerna kalimat dokter.

"Maksud dokter, suami saya lumpuh?" Raina membuka suara.

Dokter itu mengangguk pelan.

"Dengan berat hati saya harus mengatakan demikian. Pasien akan mengalami kelumpuhan di seluruh anggota badannya. Bahkan ketika ia ingin berbicara, ia tidak akan mampu menggerakkan bibirnya."

Elin kembali terisak mendengar penuturan dokter.

"Apa adik saya bisa sembuh?" Chandra, kakak kandung Ardan membuka suara.

"Ini tidak dikatakan kelumpuhan permanen tapi kemungkinan pasien akan kembali seperti sedia kala hanya 10 persen mengingat kerusakan saraf yang cukup parah."

"Lalu, bagaimana dengan cedera kepala yang dokter maksud?" tanya Arman kali ini.

"Kita belum bisa melihat gejalanya karena pasien belum sadarkan diri. Mungkin nantinya pasien akan lambat dan sulit merespon sesuatu. Tapi kita juga tidak bisa begitu yakin karena belum melihat kondisinya secara langsung."

"Kira-kira kapan adik saya bisa sadar?"

"Mungkin beberapa jam kedepan. Jika selama 48 jam pasien belum sadarkan diri maka dapat dipastikan pasien mengalami koma."

"Apa kita bisa liat kondisi pasien sekarang?" tanya Arman.

"Boleh, tapi hanya dua orang yang boleh masuk ke ICU, yang lain cukup melihat dari dinding kaca. Jika ingin masuk diharap bergantian."

"Baik dokter, terimakasih."

"Baik, kalian boleh bertemu pasien sekarang."

Mereka segera kembali ke ruang ICU tempat Ardan dirawat.

Raina tersenyum licik, ia tengah berpikir jika keberuntungan berpihak padanya. Ia berniat meminta cerai setelah ini.

"Rain," panggil Altaf menyadari tingkah putrinya yang tak biasa.

Raina menoleh.

"Jangan berpikir kamu bisa menggugat cerai Ardan dengan kondisinya sekarang. Kamu harus tetap mendampingi dia dan bahkan kamu harus turun tangan langsung mengurus suami kamu. Kamu tau sendiri kan apa akibatnya kalo melawan perintah Papa?" uap Altaf tegas yang langsung membuat bahu Raina turun tak bersemangat.

"Tapi Pa-"

"Ga ada tapi-tapi. Lakukan kalo masih mau hidup sebagai putri keluarga Atmaja. Kalo kamu sudah bosan hidup serba berkecukupan, kamu boleh menolak."

Raina menghela nafas kasar. Pupus sudah keinginannya berpisah dari lelaki itu.

Dan sekarang? Ia malah diminta mengurusi pria cacat itu. Sial sekali dirinya.

"Yaudah, toh nanti aku bisa cari perawat buat ngurus dia," ucap Raina santai sembari memeriksa kukunya dengan cuek.

"Ga bisa. Kamu harus turun tangan secara langsung mengurus Ardan. Selama Ardan sakit kamu bakal tinggal di rumahnya mertua kamu biar mereka bisa ngawasin kamu."

"Tapi Pa, aku harus kuliah. Gimana mungkin aku ngurus dia sendiri?"

"Selama kamu kuliah Ardan kan bisa bareng Bunda dan yang lainnya. Atau kalo bisa kamu berhenti kuliah aja."

"Papa, aku udah semester akhir loh. Bentar lagi tinggal skripsi dan Papa seenaknya nyuruh aku berhenti? Aku udah nurutin maunya Papa loh dan kali ini aku ga mau nurut lagi!"

"Yaudah, kamu bisa angkat kaki dan kamu dicoret dari daftar penerima warisan Papa!"

"Bukan itu, Pa. Aku ga mau berhenti kuliah pokoknya!"

"Terserah kamu, toh yang bayarin kuliah kamu sekarang suami kamu. Tapi, jangan sampai kamu nelantarin suami dengan alasan kuliah."

Yang lain hanya memperhatikan mereka sedari tadi, sedangkan Ayah dan Bunda Ardan sedang melihat kondisi putranya.

"Iya iya," jawab Raina malas.

Sekarang ia malah semakin ingin lelaki yang berstatus suaminya itu meninggal segera.

Begitu Ayah dan Bunda Ardan keluar, ia langsung memasang tampang memelas.

"Ayah...Bunda..." panggilnya.

"Kenapa, Nak?" tanya Elin lembut.

"Rain ga mau berhenti kuliaaaaahhh," adunya dengan mata berkaca-kaca.

"Kamu ga akan berhenti kuliah kok, lanjutkan kuliah kamu seperti maunya Ardan," ucap Arman.

Seketika senyum Raina mengembang.

"Tapi gimana aku bagi waktu buat Mas Ardan?" tanya Raina kembali murung.

"Kalo kamu kuliah, Ardan bisa sama Bunda dan yang lain, Raina!" geram Altaf.

"Gapapa, Bunda?"

"Gapapa, nanti Bunda bakal ke rumah kalo kamu kuliah atau kamu bawa Ardan sekalian ke rumah Bunda sama Ayah," jawab Elin sambil mengelus rambut Raina.

"Biar mereka pindah ke rumah kalian aja supaya ngawasinnya gampang," ucap Altaf.

"Ih Papa, kan ribet kalo pindah-pindah," ucap Raina.

Ia kembali menatap kedua mertuanya.

"Terserah kamu mau ikut opsi mana, yang pertama atau yang kedua," ucap Elin.

"Biar mereka pindah aja," timpal Nike.

"Tapi, Maaa..."

"Ikut opsi pertama aja kalo gitu," ucap Elin.

"Jangan Lin, nanti dia macam-macam lagi," ucap Mama Nike.

"Udah, kami percaya kok sama Raina. Kami yakin Raina bakal rawat Ardan dengan baik," ucap Elin.

"Raina itu anaknya nekat, kalo dia sampai buat Ardan telantar gimana? Udah, biar dia pindah ke rumah kalian atau ga ke rumah kami," ucap Mama Nike.

"Ih Mamaaa."

"Sudah sudah, jangan berdebat. Ini rumah sakit," lerai Arman.

"Biar mereka pindah aja. Itu udah paling bener buat mencegah hal buruk. Kalian keberatan?" ucap Altaf pada Arman dan Elin.

"Engga, kami malah senang kalo mereka tinggal bareng kami. Kan kita bisa rawat Ardan bareng-bareng," ucap Elin yang diangguki Arman.

Raina terduduk kembali.

Sudahlah, tak ada yang akan mendengarkan maunya.

"Sabar ya Rain," ucap Nia berbisik seraya mengelus pundaknya. Raina hanya melirik sekilas dan menundukkan wajah.

...❄️❄️❄️...

...Jangan lupa vote dan comment...

...Semoga kalian suka🙏❤️...

...Terimakasih❤️...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!