Prediksi musim menjadi sia-sia. Hujan deras, bunga pun berguguran. Angin yang bertiup kencang, membuat udara sedikit terasa dingin.
Stik kembang api yang tersisa masih berada di dalam kotak, menunggu giliran untuk dinyalakan. Meskipun aku tidak terlalu menyukai kepulan asap, tetapi kumerasa bahagia karena bersama dirimu.
Dalam kedinginan ini, kita berdua berbagi kehangatan. Membuatku menjadi tak membenci musim yang tidak stabil ini. Sambil duduk bersandar membaca buku mencoba menirukanmu, dirimu menatapku lembut, lalu tersenyum lebar.
Hari-hari damai yang selalu kita rasakan, inginku melindunginya. Namun, maafkanlah aku karena tidak bisa melakukan hal tersebut.
Terima kasih …
dan, selamat tinggal ....
...❧❧❧❧❧...
[ 1 jam sebelumnya di kediaman Aria ]
“Kamu serius akan pulang, Haru?” tanya Aria menunjukkan ekspresi wajah sangat cemas.
Aria, seorang gadis yang manis berusia 22 tahun. Berpenampilan biasa saja, tetapi menarik, karena perawakannya itu ‘bisa dikatakan’ cukup berisi. Dia memiliki rambut lurus berwarna sedikit pirang, berpadu dengan iris matanya yang berwarna biru seperti langit cerah di pagi hari.
Gadis yang mengenakan pakaian tidur berwarna biru dengan motif beruang itu adalah kekasih Haru.
“Ya. Maafkan aku, Aria. Aku tidak bisa menginap, meski orang tuamu pun menyuruhku untuk tetap tinggal,” jawab Haru yang sedang duduk di kursi teras seraya mengikat tali sepatunya.
“Kenapa? Bukankah besok kamu libur?”
“Memang.”
“Terus?”
“Aku sudah pernah memberitahukanmu, bukan? Meski aku memiliki waktu libur sekalipun, aku tetap saja mendapatkan tugas.”
Haru beranjak berdiri, kemudian mengenakan jaketnya. Dia mengambil ponsel dari saku celana dan menunjukkannya pada Aria, agar gadis itu membaca dan mengetahui isi pesan terkait pekerjaan yang harus dikerjakan besok.
“Ini … mengecewakan! Bisa-bisanya mengganggu hari libur orang lain!”
Aria menggerutu hebat. Ekspresi wajah cemas beberapa saat yang lalu, langsung berubah drastis memperlihatkan jikalau dia menjadi sangat kesal. Sedangkan Haru, dia memberikan senyum lembut menanggapi kekasihnya itu.
“Mau bagaimanapun, aku tidak bisa menolak. Para atasan terlalu mengandalkanku.”
“Aku tidak menyalahkanmu. Orang-orang dari perusahaanmu itu memang tidak bisa diharapkan!”
“Kamu mungkin benar. Sejujurnya, aku sendiri pun kesal mendapati keadaan seperti ini. Yang jelas, setelah semua pekerjaanku selesai, aku pastikan menyempatkan untuk datang menemuimu lagi.”
Berkata seraya memegangi pipi kekasihnya itu, Haru mencoba untuk menenangkan Aria.
“Um ....” Aria mengangguk. “Aku selalu menantikan kedatanganmu, Haru.”
Haru berhasil membuat Aria cukup merasa puas.
“Terima kasih karena sudah mengerti. Tolong sampaikan pada orang tuamu kalau aku pulang.”
“Um … akan aku beritahukan pada mereka nanti.”
“Kalau begitu, aku pamit. Setelah kamu masuk ke dalam, cepatlah beristirahat, oke!”
“Iya. Kamu tidak perlu khawatir tentang itu.”
Haru tersenyum sebagai tanggapan. Dia mengelus lembut kepala Aria, dan memberikan kecupan manis di dahinya. Aria pun tampak senang.
“Hati-hati, ya.”
“Ya.”
Setelah berpamitan, Haru berbalik dan pergi meninggalkan kediaman Aria untuk segera pulang. Sedangkan Aria, hanya terus menatap Haru hingga sosok pemuda tersebut tidak terlihat lagi dalam jangkauan pandangannya.
...❧❧❧❧❧...
Suasana komplek perumahan di malam itu, memang sangatlah sepi, dan waktu menunjukkan hampir menjelang tengah malam.
Setelah hujan deras berhenti mengguyur permukiman, suhu udara turun dan terasa sangat dingin. Meski Haru sudah mengenakan jaket tebal sekalipun, dinginnya udara malam tetap menembus dan merasuk, bahkan seolah menusuk-nusuk tulang.
“Huh … dingin sekali. Bersama dengan Aria memang terbaik,” gumam Haru saat menyusuri jalanan seraya menyilangkan kedua tangan di dadanya.
Sampai tibalah dia di depan sebuah gang, Haru memutuskan berhenti sejenak untuk mengambil bungkus rokok dari dalam saku jaketnya. Dia mengambil satu linting tembakau, lalu membakar dan menghisapnya seraya melanjutkan berjalan pulang.
Semenjak Haru melewati perempatan jalan pertama, dia tidak menyadari jikalau ada beberapa orang yang sedang mengikutinya.
Seraya menunggu best moment seperti ini datang, sebelumnya, para penguntit berdiam diri dan memantau keadaan dari salah satu rumah kosong yang berada tidak jauh dari kediaman Aria.
Satu orang dari mereka segera berlari memutari jalanan untuk mencegat Haru secara langsung dari arah depan. Siluet hitam kini tengah berdiri menyamping di depan tiang listrik yang berada di sudut jalanan.
Dari kejauhan, Haru sudah melihat sosok tersebut, tetapi dia hanya menghiraukannya. Dia tidak pernah memiliki pikiran buruk terhadap orang lain, sekalipun yang bersangkutan terlihat sangat mencurigakan.
Dengan suara yang sedikit parau, sosok misterius itu mulai berbicara dengan nada santai, “Kau muncul lama sekali. Aku sudah lelah menunggumu dari tadi.”
Perkataan barusan membuat Haru menghentikan langkah kakinya. Ada jeda beberapa saat sebelum dia memberikan balasan.
“Kau siapa? Ada urusan apa denganku?”
“Urusan, ya .... Responmu menggelikan sekali!”
Hey, Bung … mungkinkah kau sedang mabuk ?
Tiba-tiba saja mencegatku dan bertingkah sok akrab padaku !
Seketika itu Haru mulai waspada dengan sekitarnya, tetapi tetap bersikap tenang. Dia sempat melirik sejenak ke belakang, untuk memastikan tidak ada ancaman mengepung dari kedua arah.
“Oy, tunjukkan dirimu. Keluar!” Haru meninggikan nada bicaranya.
“Hou … sepertinya, ini akan menjadi sangat menarik. Kuharap kau tidak menyesal karena sudah berkata seperti itu padaku!” balas sosok misterius itu seraya berjalan ke luar perlahan.
Eh? Mengenakan topeng ?
Cih, dasar brengsek !
Sosok berpenampilan serba hitam tersebut, mulai menampakkan diri seutuhnya. Namun, seperti apa yang Haru lihat, sosok misterius itu menyembunyikan parasnya di balik topeng aneh yang dia kenakan.
“Hey, Bung … ada apa dengan wajahmu?
“Apakah kau tidak merasa percaya diri, atau mungkin kau sedang bermain peran sebagai Super Sentai, hah?!”
“HAHAHA ...!! Apa yang salah dengan itu?
“Setiap perkataan yang kau ucapkan memang menarik. Kuakui itu!”
“Ah, terima kasih pujiannya.”
“Hou … pujian, ya … ckckck. Terserahlah apa katamu. Lagi pula, aku tidak peduli. Yang jelas, seorang penjahat tengil yang sudah merebut buruan orang lain sepertimu, harus segera diadili!”
TungguーHah …?!
Apa yang sedang dia bicarakan, sih ?!
Dia ingin meniru acara prank seperti di program televisi luar negeri itu, ya? Begitukah maksudnya ?
Sial! Aku yakin sekali dan berani bertaruh, pasti ada yang salah dengan otaknya. Dia tidak waras !
Tentu Haru kebingungan dan merasa risih dengan pernyataan pada kalimat terakhir yang terkesan cukup serius dan berbahaya. Dia pun tidak melonggarkan kewaspadaannya sama sekali. Justru, dia terlihat sangat siap jikalau akan terjadi pertarungan yang tidak mungkin dapat dihindari.
“Baiklah, sudah cukup dengan basa-basinya. Kau … MATILAH!” teriaknya.
Sosok misterius tersebut langsung berlari kencang mendekati Haru yang tengah berdiri di sana. Lantas, Haru membuang rokok di jarinya dan dengan sigap segera memasang kuda-kuda pertahanan diri. Dia sudah menyimpulkan jikalau ada yang tidak beres dengan yang bersangkutan setelah cukup mengamati.
Seraya berlari, sosok misterius tersebut mengepalkan salah satu tangannya. Setelah mengambil jarak cukup dekat dengan Haru, dia langsung meluncurkan tinjunya itu tepat ke arah wajah Haru.
BUUKKK !
Itu berhasil ditangkis oleh Haru dengan mudah. Haru kemudian mundur beberapa langkah dan segera mendekat lagi, untuk meluncurkan tendangan balasan dari arah samping seperti tongkat baseball, tepat ke arah badan lawan dengan bagian atas kakinya.
Akan tetapi, usahanya itu gagal! Sosok misterius tersebut merespon bahaya yang datang dengan cepat, lalu salto beberapa kali menghindar ke belakang untuk mengambil jarak aman.
“Cih!”
Reflek yang ditunjukkan oleh sang lawan, benar-benar membuat Haru merasa kesal sementara mengontrol emosinya.
“Menarik sekali. Aku bahkan tidak menyangka kau akan bertahan dan memberikan perlawanan. HAHAHA ...!!” ucap sosok misterius itu seraya bertepuk tangan, di akhiri dengan tertawa seperti orang kerasukan.
“Hey, Bung … apa masalahmu tiba-tiba menyerangku?!
“Aku tidak pernah mengusikmu, bahkan aku juga tidak mengenalmu!”
Haru tetap bersikap santai, mencoba mengorek informasi.
Mendengar ocehan Haru yang tidak penting, sosok misterius tersebut langsung menanggahkan kepalanya. Dia menjadi semakin murka dan dipenuhi oleh amarah.
“Tidak usah banyak bacot. MATILAH KAU, KEPARAT!”
“Dasar brengsek!”
Sosok misterius tersebut kembali meluncurkan pola serangan yang sama seperti sebelumnya, tetapi kali ini ke arah yang berbeda. Sudah jelas Haru berhasil menangkisnya. Namun, dia tidak menyadari jikalau satu tangan yang lain dari lawannya itu, ternyata sudah memegangi sebuah pisau lipat tajam, dan tengah diarahkan langsung untuk menusuk perut Haru.
“Dengan ini … SEKAKMAT!”
“Eh?”
Haru yang tidak sadar sudah tertusuk, perlahan mulai merasakan sakit dan nyeri pada bagian perutnya. Dia langsung melihat ke arah bagian tubuh yang terkena tusukan, hingga membuatnya tersungkur mundur beberapa langkah.
Bersamaan dengan cairan merah di bagian tubuh yang terluka, berangsur-angsur merembes ke luar hingga menembus lapisan pakaian yang Haru kenakan. Sedangkan, sosok bertopeng tersebut hanya melihat miris Haru dengan tatapan kejam dari balik topengnya. Dia tersenyum puas.
Seraya memegangi luka tusukan, kedua kaki Haru benar-benar terasa lemas dan tidak sanggup menopang keseimbangan tubuhnya untuk tetap berdiri. Tidak lama kemudian, dia terjatuh dari bangkitnya. Akan tetapi, tidak sampai di situ saja. Secara tiba-tiba, muncul seseorang dari arah belakang berlari mendekatinya.
BUUKKK !
Satu sosok lain yang tidak dikenal, tanpa merasa iba dan segan langsung memukul kepala Haru dengan sangat kencang menggunakan tongkat baseball. Lantas, Haru pun tumbang.
Sial! Pengeroyokan !
Ini sudah jelas pembunuhan yang direncanakan !
Brengsek! Orang-orang ini benar-benar sudah kehilangan kewarasan mereka !
Haru sempat mengutuk di dalam hati karena kesadarannya masih ada. Selain itu, meskipun darah segar mengalir deras dari kepala sampai memenuhi wajahnya, dia masih bisa melihat langkah kaki para tersangka mulai berlari pergi meninggalkan dirinya yang sudah terkapar tidak berdaya.
Argh ...! Sial! Kesadaranku perlahan mulai hilang. Pandanganku juga mulai kabur.
Aria … maafkan aku yang tidak bisa menepati perkataanku untuk mengunjungi dan bertemu denganmu lagi.
Hingga pada akhirnya, Haru benar-benar tidak sadarkan diri dan tergeletak begitu saja di sebuah gang komplek perumahan tersebut.
Saat Haru tersadar, hanya kegelapan pekat dan kesunyian yang mengelilingi. Dia tidak melihat warna lain selain warna hitam di sekitarnya, juga tidak mendengar suara yang asing selain tarikan serta hembusan nafasnya saja.
Sampai terlihat sebuah cahaya yang membentuk titik putih dari kejauhan. Perlahan semakin membesar, semakin mendekat dan menyilaukan, membuat Haru tidak mampu mempertahankan kedua matanya tetap terbuka lebar untuk beberapa saat.
Tidak lama kemudian, terdengar tegas suara misterius yang bergema. Untuk keberadaannya sendiri tidak diketahui.
“Kau sudah mati.”
Sontak, Haru menjadi panik mendengar pernyataan mengerikan seperti itu. Seluruh tubuhnya langsung bergidik merinding dan terdiam kaku. Dia pun mencoba untuk memberanikan diri membalas perkataan dari suara misterius tersebut.
“Si-Siapa kau?! Jangan sembunyi dan tunjukkan sosokmu!”
“Siapa aku tidaklah penting. Kau akan mengetahuinya nanti.”
Haru mendecakkan lidah dan memutuskan kembali bertanya dengan sedikit meninggikan nada bicaranya. Dia ingin memastikan omong kosong terkait dirinya yang dinyatakan telah meninggal dunia.
“Apa maksudmu sebelumnya mengatakan kalau aku sudah mati?!”
“Kau ini semangat sekali, ya. Tanpa harus membuang-buang energimu, seharusnya kau sendiri mengingat jelas penyebab kematianmu.”
Suara misterius itu menanggapi seolah menegaskan, tetapi justru membuat Haru merasa tertekan dan menjadi emosi.
“Hentikan lelucon konyolmu. Itu tidak lucu sama sekali. Katakan saja yang sebenarnya!”
“Padahal aku sudah berkata demikian, kalau kau memang sudah mati. Itulah alasannya kenapa kau bisa berada di tempat ini.”
Pernyataan tersebut memang benar. Di dunianya, Haru sudah mati. Dia adalah korban pembunuhan berencana di malam berkabut. Betapa tidak beruntungnya.
Tersangka berjumlah dua orang. Alasan para tersangka melakukan tindak kejahatan tersebut ialah karena salah satu dari mereka berdua jatuh cinta pada Aria.
Lantaran Aria sudah menyukai sosok Haru sejak lama, tentunya dia menolak secara halus pengakuan dari sang lelaki yang menginginkan menjalani hubungan asmara dengan Aria.
Akan tetapi, lelaki yang bersangkutan tidak ingin menerima pernyataan penolakan tersebut, sehingga dia menyalahkan dan melampiaskan amarahnya pada Haru, juga melabeli Haru sebagai seekor lalat pengganggu di antara dirinya dan Aria.
Semenjak hari penolakan tersebut, Haru yang justru tidak mengetahui apa pun, ditandai sebagai target yang harus segera disingkirkan.
Lelaki tersebut kerap kali membuat berbagai macam rencana eksekusi bersama dengan salah satu temannya, tetapi mereka selalu saja mendapati moment yang tidak pas untuk merealisasikan aksi mereka. Karena hal menjengkelkan seperti itu terus berulang, niatan membunuh mereka semakin memuncak dan tidak terbendung lagi.
“Jelaskan padaku! Sebenarnya, tempat apa ini?”
Sedari awal, Haru sudah sangat penasaran. Tempat dia tersadar ini jelas tidak menunjang untuk dihuni oleh manusia pada umumnya. Sebuah tempat yang benar-benar terlihat suram dan mengerikan, seperti terisolasi di dalamnya. Kesan awal yang sempat dia rasakan pun, tentunya tidak menyenangkan.
“Tempat ini bisa disebut alam setelah kau pergi jauh meninggalkan duniamu.”
“Meninggalkan duniaー”
Ingatan samar terkait kematiannya seketika muncul di dalam kepala Haru, hingga dia melihat jelas bagaimana peristiwa itu terjadi.
“Begitu, ya. Ternyata aku memang sudah mati.” Haru bergumam lemah.
“Ya, itu benar. Sepertinya kau sudah mengingatnya.”
Seluruh tubuh Haru menjadi lemas. Itu bukan berarti jikalau dia tidak percaya dengan keadaan yang sudah dialaminya. Dia hanya masih memiliki penyesalan, bahkan sempat terlintas di dalam benaknya;
‘Kalau saja aku tidak pulang, aku mungkin masih bisa melihat senyuman Aria saat ini. Maafkan aku, Aria ... kuharap kamu menemukan kekasih yang lebih baik lagi dariku.’
“Lantas, kenapa arwahku masih tertahan di tempat ini?
“Bukankah seharusnya kalau aku segera dimasukkan ke surgaーah ... tidak, kurasa, mungkin ke neraka?”
“Pertanyaan yang cukup menarik. Dengarkan baik-baik. Dalam kasus kematianmu ini, termasuk ke dalam kategori langka, lho ....
“Bersyukurlah, wahai anak muda.”
Oy, kau kira kasus kematian seseorang layaknya spesies hewan yang terancam punah dan harus dilindungi ?!
Bisa-bisanya mengatakan hal itu dengan nada bercanda !
“Barusan, kau bilang langka?!”
“Ya, benar. La-ng-ka~”
“Tidak perlu dieja segala!” Haru meninggikan nada bicaranya.
Setelah cukup tenang seraya memegangi dahinya, Haru menghela napas lelah dan melanjutkan, “Ayolah, jangan malah membuatku sakit kepala!”
“Memang seperti itu kenyataannya.”
Suara tertawa puas menggema di sekitar. Telinga Haru yang mendengarnya sampai berdenging. Mimik wajah Haru seketika berubah menjadi tidak menyenangkan, bahkan urat di dahinya itu sampai timbul.
“Berhentilah tertawa!”
“Ah~! Uhuk, aku berlebihan.”
“Cih !ーBeritahukan apa alasannya?”
“Cukup sederhana. Kau seperti memenangkan sebuah hadiah lotre, dan hadiah tersebut ialah sebuah kesempatan. Ya, kau mendapatkan kesempatan kedua untuk bisa hidup kembali.”
Haru mengerutkan kening. Tentunya dia tidak langsung percaya dengan omong kosong barusan.
“Oy, kau serius?”
“Ya.”
“Kau tidak berniat membodohiku, kan?”
“Bagaimana mungkin aku membodohimu?!
“Kau ini tidak sopan sekali, ya. Eksistensi sepertiku tidak akan berbohong!” Suara misterius itu menjawab agak kesal dengan penekanan.
“Hmm ... begitu, ya.”
“Apa-apaan dengan responmu itu?!”
“Oy, sebelumnya kau juga bahkan mencandaiku. Sialan!”
“GehーAbaikan tentang yang tadi, bodoh!”
Haru mendecakkan lidah.
“Terserahlah. Kuanggap yang kau katakan tadi itu benar.”
Seketika Haru tertegun sejenak seraya memegangi dagunya. Dia tengah memikirkan sesuatu dengan ekspresi wajah yang cukup rumit.
Tunggu ... kalau perkataannya itu memang benar, berarti aku bisa bertemu lagi dengan Aria, bukan ?
Tentunya itu menjadi sebuah kabar yang cukup melegakan.
Sambil memulihkan keadaanku, aku mungkin bisa mencari tahu siapa yang sudah membunuhku dan memberikan hukuman yang pantas setelah aku berhasil menangkap mereka semua.
Menarik ... ini benar-benar menarik. Bagaimana mungkin aku melewatkan kesempatan emas ini ?
Ternyata keberuntungan semasa hidupku tidak terlalu buruk. Setelah aku mati pun, bahkan itu masih saja bekerja dengan baik. Luar biasa !
Sedikit senyuman percaya diri terukir di bibir Haru kini. Dia mengangguk cukup puas dengan pemikirannya itu. Akan tetapi, sangat disayangkan ... karena kenyataan yang akan dia dapatkan, tidaklah sesuai dengan ekspektasinya.
Suara misterius itu kembali berkata, “Ah, aku lupa menambahkan penjelasanku. Kau tidak akan kembali hidup ke duniamu sebelumnya. Jadi, lupakan saja pemikiran konyolmu itu, oke.”
“Eh? Eeehhhh ...!! Tidak mungkin!”
Haru langsung menjadi frustasi setelah mendengar hal pahit yang bahkan melebihi rasa pahit dari segelas kopi hangat tanpa gula. Kesuraman seketika menyelimuti dirinya hingga membuatnya perlahan jatuh berlutut meratapi nasib. Dia pun sudah kehilangan gairah lagi.
“Mau bagaimana lagi, karena itulah ketentuannya. Yang jelas, kau akan mengulangi hidupmu di dunia yang berbeda. Tentu kau bisa menolak kalau kau memang tidak mau, dan, ya ... hidupmu berakhir.”
Dunia yang berbeda ... kah ?
Haru tidak pernah mengira akan begini jadinya. Namun, setelah dia merenungi kembali kesempatan kedua tersebut, dia juga tidak ingin jikalau hidupnya harus berakhir mengenaskan begitu saja.
Mati karena dibunuh oleh orang lain, bahkan aku sendiri pun tidak mengenal siapa mereka yang sudah menargetku ?
Benar-benar sebuah lelucon konyol, dan itu justru membuatku kesal untuk menerima kenyataannya !
Oke, sudah kuputuskan !
“Ya, baiklah. Aku menerima kesempatan itu,” tegas Haru tanpa memiliki keraguan sama sekali.
“Hoho ... pengambilan keputusan yang bijak.”
Tidak berselang lama, suara misterius tersebut mulai menunjukkan wujud aslinya. Siluet putih kebiruan muncul di hadapan Haru dan berubah menjadi sosok seorang gadis berusia sekitar 20 tahun.
Gadis itu memiliki perawakan seperti Aria yang ‘bisa dikatakan’ cukup berisi, terutama pada salah satu spot menariknya. Kulitnya putih seputih salju yang turun di kala musim dingin, rambutnya panjang terurai dan sedikit bergelombang berwarna biru metalik, serta iris mata indah yang berbeda; warna biru di sebelah kanan dan warna emas di sebelah kiri.
Haru yang tercengang melihat kecantikan paras dan kemolekan tubuh dari sosok tersebut, hanya dapat menelan air liurnya. Dia benar-benar sampai dibuat tidak berkutik dan tidak berdaya.
Haru sendiri bahkan tidak menyangka, jikalau sosok asli dari suara misterius yang menjadi lawan bicaranya sejak tadi, ternyata seorang perempuan. Karena dari suaranya saja, benar-benar tidak menunjukkan jikalau dia itu perempuan!
Bagaimana tidak? Suaranya itu terkesan dibuat-buat. Seperti halnya kalian menambahkan efek suara gema ruangan dan robot ketika sedang me-mixing hasil recording untuk mempercantik jejak suara aslimu.
“Hey, jadi kamu perempuan?”
“Ya. Memangnya kamu pikir kalau diriku ini bukan perempuan?”
“Sama sekali tidak. Aku justru mengira kalau kamu itu makhluk yang menyeramkan. Ah, benar ... seperti Cyborg ?!”
Mendengar pernyataan tidak menyenangkan, gadis tersebut menatap Haru dengan tatapan dingin tanpa ekspresi. Sedangkan Haru, dia memiliki pemikiran lain ketika mendapati tatapan tidak ramah yang mengarah padanya.
Apa-apaan dengan tatapannya itu ?
Padahal aku hanya mengatakan yang sebenarnya sesuai dengan apa yang kupikirkan.
“Kamu ini menyebalkan sekali!” Gadis itu menggerutu.
Tanpa meninggalkan kesan, gadis tersebut segera berbalik membelakangi Haru. Sedangkan Haru, terus menatap heran gadis di hadapannya itu dengan ekspresi wajah tidak berdosa.
Dia kenapa, sih ?
Sekarang malah menganggapku menyebalkan. Padahal dia sendiri juga sama halnya menyebalkan.
Perempuan itu memang selalu saja tidak jelas, ya !
Gadis tersebut kemudian menjentikkan jarinya. Suasana berwarna putih seketika langsung berubah seperti sedang berada di dalam sebuah ruangan yang dipenuhi oleh pemandangan bintang-bintang bersinar.
Setelahnya, gadis itu kembali berbicara, “Ikuti aku.”
“Ya, baiklah.”
Haru mematuhinya. Dia pun berjalan mengikuti gadis tersebut dari belakang.
^^^To be continued ...^^^
"Hey, kita mau ke mana lagi?"
"Tidak usah banyak bicara, ikuti saja aku. Kamu harus segera dieksekusi!" Gadis itu menanggapi dengan nada tak acuh.
Dih, aku berani bertaruh. Dia pasti marah padaku gara-gara aku menyebutnya seperti Cyborg.
Ya Tuhan … satu makhluk ciptaanmu di depanku saat ini benar-benar menyebalkan, ya. Sangat tidak ramah !
Haru hanya memandangi gadis itu dengan tatapan malas, seraya terus berjalan mengikutinya dari belakang.
Sebenarnya ada beberapa pertanyaan yang ingin dia tanyakan lagi, tetapi Haru mengurungkan niatannya untuk sementara. Dia tidak ingin merusak suasana, yang malah membuatnya akan mendapati omelan telak.
"Kita sampai."
Gadis itu menghentikan langkah kakinya.
"Hey, apa kamu sedang bercanda denganku?"
Haru yang turut menghentikan langkah kakinya tampak kebingungan. Dia menganggap jikalau gadis tersebut sedang mempermainkannya.
"Apa kamu pikir kalau aku sedang bercanda padamu?"
"Ya, begitulah. Kamu memintaku untuk mengikutimu, dan sebenarnya tujuan kita mau ke mana, sih?
"Lihatlah sekeliling, aku bahkan tidak melihat ada pemandangan yang berubah di sini. Atas, bawah, kiri, kanan, masih dengan pemandangan bertaburan bintang-bintang bersinar.
"Kita seolah sedang berjalan di atas lantai kaca yang transparan, dan saat ini pun kita cuma berpindah posisi, bukannya berpindah ruangan!"
"Ternyata otakmu cukup pintar, ya. Berterima kasihlah, karena aku sudah mengajakmu berolahraga."
Sialan! Dia benar-benar mengakuinya kalau dia memang mempermainkanku !
Tentu Haru menggerutu, tetapi dia tetap berusaha sabar, meskipun seraya mengepalkan kedua tangannya. Gadis itu cukup berhasil melakukan peranannya.
"Kamu ini punya banyak sekali waktu luang, ya. Bisa-bisanya melakukan hal menyebalkan begini padaku!"
"Ya, memang benar. Aku cuma merasa bosan melakukan pekerjaan ini. Sesekali aku ingin menjahili arwah gentayangan yang datang ke sini."
"Hmm … arwah gentayangan, ya, polos sekali. Ngomong-ngomong, ada yang ingin kutanyakan padamu. Kamu punya nama, kan?"
"Pertanyaan konyol!"
"Lah … bukankah itu wajar, kalau aku menanyakannya?
"Aku cuma bingung harus memanggilmu apa? Karena itulah, tolong beritahu aku siapa namamu?"
"Itu tidaklah penting. Untuk apa juga kamu ingin mengetahui namaku?
"Setelah kamu pergi dari sini dan terlahir kembali, kamu akan melupakan keberadaanku yang singkat ini."
Gadis itu menjentikkan jarinya lagi, lalu muncul dua singgasana megah dengan posisi yang saling berhadapan satu sama lain. Singgasana tersebut terlihat seperti kursi luxury di dunia Haru sebelumnya.
Kursi itu memiliki dimensi panjang dan lebar 70cm, dengan tinggi 170cm, serta lebar dudukan 50cm. Ukirannya benar-benar terlihat sangat mewah, dipadukan warna yang serupa dengan iris mata yang dimiliki gadis tersebut. Dengan warna emas pada ukirannya, dan warna biru untuk kain joknya.
Setelah gadis itu duduk, dia pun menyuruh Haru untuk turut duduk menemaninya.
"Kamu juga, duduklah."
Saat ini, dua keberadaan duduk berhadapan satu sama lain. Mereka adalah seorang gadis yang tampak sangat bosan, dan seorang pemuda yang masih saja kebingungan dengan sikap yang ditunjukkan oleh sang gadis sedari tadi.
Haru hanya tidak tahu harus berbuat apa. Karena dia merasa, jikalau tidak menuruti perkataan dari gadis itu, kesempatan emas baginya untuk hidup kembali 'kemungkinan' akan terancam dibatalkan.
"Jadi kamu tetap akan merahasiakannya?"
"...."
Gadis itu tidak menjawab pertanyaan Haru, dia benar-benar bungkam, atau bisa dibilang hanya malas untuk menanggapinya.
"Baiklah kalau begitu. Aku juga tidak akan memberitahukan namaku padamu. Biar sama-sama adil," lanjut Haru melontarkan pernyataan tegas dengan penuh percaya diri.
Sudut bibir gadis itu berkedut, dahinya pun sedikit mengerut. Seraya menatap Haru dengan tatapan dingin, dia berkata, "Apa kamu bodoh?ーAh, lupakan … kamu ini memang bodoh.
"Meskipun kamu tidak memberitahukannya padaku, aku sudah tahu akan hal itu."
Seraya bertopang dagu, Haru membalas perkataannya dengan tatapan mengejek, "Hou … baiklah, mari kita coba dengarkan."
Laki-laki ini, keras kepala sekali !
Aku heran, ternyata ada, ya … seorang perempuan waras yang mau menjadi kekasihnya.
Gadis itu merasa kesal, batinnya pun sampai menggerutu. Baru kali ini dia mendapati arwah gentayangan spesial yang memiliki sifat seperti Haru. Itu karena tamu yang pernah singgah sebelumnya, tidak pernah banyak bicara dan mengangguk-angguk saja.
Bukan hanya itu, hal ini juga menjadi kali pertama baginya merasa cukup senang. Karena gadis itu menganggap, seperti dia sudah mendapatkan seorang teman yang bisa diajak mengobrol dan bersenda gurau. Meski dia sendiri pun tahu, jikalau pertemuannya dengan Haru hanyalah sebatas pertemuan yang singkat.
Kemudian gadis itu turut menopang dagu dan tersenyum tipis. Ekspresi yang diperlihatkannya kini tampak mendominasi keadaan. Lalu dia memunculkan portal kecil berbentuk oval di sampingnya, dan mengambil sebuah kertas serta pena dari dalam portal tersebut.
Kedua benda itu kini terlihat melayang, seolah menunggu perintah untuk mulai mencatat setiap perkataan yang hendak diucapkan oleh gadis tersebut. Tanpa berlama-lama, dia pun langsung membeberkannya pada Haru.
ㅤ
...__________ ◊ __________...
Nama : Haru (Tidak memiliki nama keluarga atau marga).
Usia : 22 Tahun.
Pekerjaan : Pegawai kantoran.
Pekerjaan sampingan : Pedagang.
Status : Belum menikah, tetapi memiliki pasangan bernama Aria.
Ciri-ciri fisik :
• Memiliki gaya rambut lolita harajuku, dengan kombinasi warna antara hitam dan putih.
• Memiliki iris mata yang berbeda, dengan kombinasi warna yang sama sepertiku, Dewi Erythia. Akan tetapi, berkebalikan.
• Memiliki tinggi badan : 170cm.
• Memiliki berat badan : 65kg.
• dan memiliki golongan darah : O.
Sifat :
• MENYEBALKAN!
Alasan tewas :
• Korban pembunuhan berencana.
...__________ ◊ __________...
ㅤ
Setelah mendengarkan semua yang dikatakan oleh Erythia, Haru bertingkah biasa saja. Tujuan dia yang sebenarnya adalah, untuk memancing sang Dewi mengatakan sesuatu yang sangat membuatnya penasaran.
Sebenarnya Erythia sendiri sempat mengatakannya (sebuah nama), tetapi Haru tidak mendengarkan dengan jelas bagian sakral tersebut. Dia mengira bahwa sang Dewi masih saja bersikeras untuk tetap bungkam.
"Hou … kurasa ada yang salah dengan informasi tersebut."
Seraya sedikit menanggahkan kepalanya, Haru memberikan pernyataan dengan santai.
"Kamu bilang salah?" Erythia menyanggah dengan penuh percaya diri. "Kamu bisa melihat data itu dengan matamu sendiri." Kemudian memberikan kertas tersebut pada Haru.
Haru mengambil benda yang melayang ke arahnya itu, dan membaca isi tulisan yang sudah tercoret di sana. Dia men-skip bagian tidak penting terkait dirinya, dan ya … BINGO! Apa yang sudah dia rencanakan, ternyata worth it.
Mata dari Haru langsung terfokus pada nama seorang perempuan yang tercantumkan di kertas, dan tentu saja dia segera mengingatnya.
Bukan berarti Erythia sengaja menuliskan namanya di kertasーtidak seperti itu. Itu karena secara tidak sadar, dia sedang dituntun oleh Haru untuk memberitahukannya. Dikarenakan mereka berdua memiliki warna iris mata yang sama, hal tersebut justru dimanfaatkan sebagai umpan untuk memancing sang Dewi melakukannya.
Alasannya cukup sederhana. Kerap kali Erythia melakukan kontak mata terhadap Haru, dia menunjukkan sedikit rasa ketertarikan akan sosok seseorang yang memiliki warna iris mata sama seperti miliknya itu. Namun, hanya posisi letak yang menjadi pembeda.
Atau mungkin justru karena Erythia sedang memikirkan, 'bagaimana jikalau seandainya dia sendiri memiliki letak warna iris mata yang sama seperti Haru ?'
Tidak sampai di situ saja, ada juga sebuah coretan di kertas menggunakan huruf kapital yang membuat Haru merasa agak jengkel. Itu adalah Erythia yang menyebutkan jikalau sifat Haru 'menyebalkan'.
Yang jelas, Haru menolak keras satu pernyataan itu, tetapi dia tidak ingin ambil pusing, dan membiarkannya saja tanpa menegur Erythia sama sekali. Dia hanya menunjukkan kekesalannya dengan menatap sang Dewi melalui tatapan dingin tanpa ekspresi.
...***...
"Ya-Ya, baiklah. Kuakui kamu tahu tentangku. Bahkan informasi pribadi yang seharusnya tidak perlu dituliskan pun, kamu malah menuliskannya."
"Karena itu aku menyebutmu bodoh."
Sudut bibir Haru berkedut saat dia mendengar Erythia yang sedari tadi terus-menerus menganggapnya bodoh.
Dewi sialan! Sifatnya bahkan lebih buruk daripada Aria. Omongannya itu menusuk sekali !
"Terserah sajalah."
Haru memalingkan pandangannya seraya menyilangkan kedua tangan. Ekspresi yang terlukis di wajahnya begitu datar, menunjukkan seolah dia tidak peduli. Sedangkan Erythia terkekeh. Dia merasa benar-benar senang.
Selang beberapa saat, Haru kembali menatap Erythia.
"Ah, iya. Ada hal lain yang ingin kutanyakan lagi."
"Katakan saja."
"Baiklah. Pertanyaanku adalah, apa kamu tidak bosan dengan tempat ini?
"Maksudku, kalau saja kamu tidak merefleksikan pemandangan luar angkasa bertaburkan banyak bintang yang bersinar, tempat ini cuma sebatas ruang hampa semata.
"Aku masih ingat dengan jelas saat pertama kali aku membuka mata di alam ini. Semuanya terlihat hitam, dan terasa sangat hampa. Aku bahkan tidak dapat melihat tanganku sendiri."
Tepat seperti yang Haru katakan. Alam reinkarnasi yang dihuni oleh Dewi Erythia terbentuk dari ruang hampa. Jikalau dipandang dalam sudut ilmu astronomi, itu tidak berbeda seperti “Bootes Void”, atau yang kita kenal dengan sebutan The Great Nothing.
Adalah kehampaan terbesar yang ada di Alam Semesta, dan merupakan sebuah wilayah ruang yang teramat luas. Kira-kira berbentuk seperti bola, yang mengandung sangat sedikit galaksi, juga terletak di sekitar rasi bintang Boötes.
Erythia tertegun mendengar perkataan Haru. Dia benar-benar bingung harus merespon bagaimana. Apakah harus tampak bahagia, atau justru sebaliknya?
"Kalau aku mengedepankan egoku, kamu mungkin benar. Tentu saja aku bosan dengan pekerjaanku ini. Sudah jelas kalau aku ingin segera pensiun dan merasakan sensasi yang baru. Pada kenyataannya, mau bagaimanapun juga, ini sudah menjadi tugasku. Aku tidak bisa mengeluh karena hal itu.
"Aku adalah seorang Dewi, tepatnya Dewi Kelahiran. Semua makhluk yang terlahir berawal dari ketiadaan dan kehampaan. Kamu hanya memiliki arwahmu, tanpa raga yang nyata. Setelah kamu bereinkarnasi, kamu mengalami fase penciptaan, dan kamu pun akan memiliki rupa. Itu adalah sosok nyatamu yang bukan hanya sekedar siluet semata.
"Karena ketiadaan dan kehampaan itulah yang membuat sosokku harus tinggal di alam ini. Lagi pula, tugasku adalah membimbing arwah spesial sepertimu untuk mendapatkan kesempatan hidup kembali di dunia yang berbeda. Meski terbilang sangat jarang sekali aku mendapatkan tamu khusus, jadi aku cuma menghabiskan waktuku dengan penuh kebosanan."
Erythia menjawab detail semua pertanyaan Haru. Mendengarkan itu semua, sontak membuat Haru jadi ingin melakukan sesuatu untuk menolong sang Dewi.
Kurasa, aku sudah tahu terkait langkah apa yang harus kuambil selanjutnya. Tentu saja ini akan menjadi suatu hal yang menarik.
Dengan begini sudah kuputuskan. Kuharap itu bisa membantu mengembalikan keceriaan di balik keputusasaannya, walau mungkin tidak sebanding dengan apa yang benar-benar dia inginkan.
Bersabarlah sedikit lagi, Dewi Erythia. Kamu pasti menyukainya. Karena kebahagiaan akan segera menjemputmu.
^^^To be continued …^^^
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!