Flashback ....
3 hari yang lalu, di mana pertengkaran itu mulai hadir diantara kisah mereka berdua. Emosional dikala itu sungguh sangat membara bagaikan api yang bergejolak menutupi jajaran rumah dan menghabisi seisi ruangannya.
Sultan dan Rere di waktu itu sama-sama tak mau mengalah, tak ada yang mau bercerita di mana titik kesalahan mereka itu berada.
Dan di sana lah, ego mulai bangkit! sehingga perpisahan itu pun tak dapat lagi dipertahankan. Semua akan sirna pada waktunya dan semua akan hilang karena itu lah jalan terbaiknya.
Padahal ... satu hari sebelum perdebatan itu terjadi, mereka sempat bertemu di malam hari, yang di mana dinginnya kota tak dapat mereka rasakan karena adanya kehangatan pelukan yang Rere berikan kepada Sultan.
Di sana mereka dibuat buta oleh suatu keadaan, mereka di sana dibuat sebahagia mungkin, dan di sana mereka dibuat takut akan perpisahan itu terjadi kepada mereka berdua.
Dan siapa sangka! mereka di sana akan tertawa lepas meratapi tangis yang akan mereka hadapi di hari esok nanti. Keadaan nyaman tersebut membuat mereka semakin tak sadar bahwa ucap kata perpisahan itu akan segera terjadi.
Malam itu, Sultan menemani Rere untuk bertemu dengan gurunya karena ada suatu tugas sidang yang harus Rere berikan segera kepada guru jurusan tersebut.
Dan malam itu, sewaktu mereka akan pulang ke rumahnya masing-masing di sana Rere sempat memeluk dan bertanya kepada Sultan bahwa dia ingin selalu bersamanya.
"Tan, aku mau ngomong sama kamu," ucap Rere sembari memeluk tubuh Sultan di malam yang dingin itu.
"Hah, apaan?".
"Aku sayang kamu Tan, aku minta tolong sama kamu, jangan pernah tinggalin aku sendiri di sini ya, Tan!".
"Begitu pun aku Re, aku akan selalu mencintaimu dalam keadaan apa pun itu. Rasanya sungguh berat bagiku bilamana aku meninggalkanmu dan melupakanmu. Dan maka dari itu, mencintaimu adalah hal yang paling tepat untukku," ucap Sultan penuh kejujuran dan penuh rasa sayang kepada Rere.
"Kamu harus janji sama aku ya, Tan!".
"Aku engga butuh janji! yang aku butuhkan hanyalah doa dari dirimu Re."
Rere sempat tersenyum di malam itu, dan bahkan Rere memeluk Sultan lebih erat! seperti hal nya simpul mati yang sulit untuk dilepaskan begitu saja.
Setelah malam berganti, di situlah awal pertengkaran mereka tersebut di mulai. Rere ditugaskan oleh guru mata pelajaran bahasa Inggris untuk menghadiri acara sosialisasi antar sekolah.
Sultan merasa tak enak hati mendengar kabar bahwa Rere adalah wanita satu-satunya yang megikuti acara tersebut, dan sedangkan di sekolahnya itu masih banyak lagi siswa wanita yang lebih berprestasi daripada pacarnya itu.
Sultan kini membelengu bagaikan angin yang berlalu, ia dibuat menunggu oleh sebuah kabar, dan terlagi emosinya kini mulai naik sehingga ia tak bisa menahan rasa sabarnya tersebut.
Di sana Sultan tengah duduk bersandar di sebuah kosan yang selalu ia jadikan tempatnya untuk bersantai setelah usai melakukan pembelajaran di sekolah.
Dan di sana Sultan terus-menerus menelepon Rere, namun tak ada balasan yang terjawab. Sultan semakin bingung! dan akhirnya dia memutuskan untuk menjemputnya. Namun, dalam seketika Rere membalas pesan dari Sultan.
"Engga usah Tan!" ucap Rere yang mulai nampak lelah dengan sikap Sultan itu.
"Kenapa kamu engga angkat telepon dari aku Re? padahal Whatsapp kamu aktif tadi?" tanya Sultan merasa heran.
"Aku lagi sibuk Tan!".
"Pulang sama siapa tadi? aku dengar dari temen kalau kamu pulang sama cowok!".
"Aku mau mandi ya, Tan."
Setelah perbincangan itu, Rere langsung tak memberi kabar kepada Sultan yang tengah menunggunya hingga pagi datang. Ia tak tertidur demi mendengar alasan dari wanitanya tersebut.
Sultan kembali duduk dipinggir kolam ikan yang berada di kosan dekat sekolahannya itu. Ia semakin tak tahan melihat sikap Rere yang begitu dingin kepadanya. Dia pun lalu bangkit dari tempat duduknya itu untuk menjemput Rere di rumahnya.
Namun, tak kunjung lama, Rere terlihat tengah mengendarai motornya sendiri, lantas Sultan memanggilnya, namun wanita itu mengacuhkannya. Sultan pun lalu menepikan motor Rere dan berbicara kepadanya? kenapa ia tak membalas pesan Whatsapp darinya kemarin.
"Kamu kenapa?" tanya Sultan terheran-heran dengan sikap wanitanya tersebut.
"Hmm," gumam Rere tanpa melihat Sultan sedikit pun.
"Kamu udah bosan sama aku? kalau udah bosan bilang! aku engga akan memaksamu untuk tetap bertahan, kalau kamu bosan kita bisa mengakhirinya sekarang?" tanya Sultan menunggu jawaban.
Rere mengacuhkannya, wanita itu menganggap dia seperti tak ada di hadapannya. Sultan lalu melempar Hpnya sendiri ke aspal yang sangat keras itu, Rere pun melihatnya dan setelah itu Rere lalu mengambil Hpnya yang tergeletak itu. Sedangkan pada saat itu, Sultan pergi meninggalkan Rere sendirian karena ia takut! bahwa dia takan bisa menahan emosinya itu.
Sultan tak bisa berpikir jernih, dia sekarang berubah menjadi sosok pria yang sangat menyeramkan bilamana ia sedang merasa sangat marah.
Sultan lalu duduk kembali di kosan itu, namun akan tetapi, dia belum merasa puas sehingga Sultan menghampiri Rere kembali dan mengambil Hpnya tersebut, dan dengan sekejap dia mematahkan serta melempar Hpnya itu kembali di hadapan Rere dan tepat di depan sekolahnya tersebut.
Pria itu sangat bodoh! pria itu sangatlah kejam! namun, semarah-marahnya dia, ia takan pernah bermain fisik kepada wanita tersebut.
"Aku udah cape melihat sikap kamu yang mudah cemburuan itu Tan, kalau kamu mau putus! yaudah kita putus! dan sekarang aku harap kamu lupain aku selama-lamanya, dan makasih buat semuanya ya, Tan."
Kata-kata itu sungguh menyayat hati, ini semua sudah berakhir, cinta itu kini hilang dalam sekejap mata, ia menyadari bahwa dunianya kini mulai suram kembali.
....
Kembali ke awal cerita ....
"Haii, Re," ucap Sultan dengan manis. kata sapaan itu adalah kata-kata pertama kalinya ia berikan kepada Rere sebagai tanda awal perkenalan mereka.
Sultan Baehakki, dia merupakan sosok pria manis dan romantis. Dia adalah seorang siswa yang bersekolah di suatu sekolah favorit, yaitu SMKN 4 Kota Sukabumi yang berjurusan, Teknik Pengelasan.
Sultan sekarang berumur 18 Tahun, ketika ia menginjak kelas 11. Dia merupakan pria nakal, namun ia memiliki hobby dalam menulis puisi-puisi singkat.
Sultan memiliki 2 cita-cita, yaitu menjadi seorang tentara dan penulis. Meski dibilang tulisannya itu tak cukup indah untuk dipandang! akan tetapi, ia takan pernah berhenti menulis karena ia adalah sosok pria yang tak pernah mengenal kata menyerah sedikit pun.
Semakin terpuruk, ia akan semakin bangkit! karena ia tahu? bahwa proses takan pernah mengkhianati hasil yang lebih baik.
Sultan merupakan sosok pria yang sangat ceria, ketika ia mengenal arti kata cinta itu kembali. Bukan hanya ceria, dia juga adalah pria yang sangat menyebalkan atau identiknya dia adalah pria yang sangat rese di hadapan orang terdekatnya, dan apalagi terhadap wanita yang kini ia sedang cintai itu.
"Haii, juga," ucap Rere kepada Sultan.
Rere Nuraeni, sosok wanita yang sangat cantik, mandiri, pandai, ceria, dan tentunya baik hati. Dia merupakan siswa yang bersekolah sama dengan Sultan, namun ia di sana mengambil jurusan yang berbeda dengan Sultan, yaitu Teknik Otomotif.
Dari sikapnya itu, ia juga memiliki sikap yang sangat keras kepala, namun itu tak menjadi masalah bagi Sultan untuk mendekati wanita cantik tersebut.
Rere wanita yang super aktif, dan terlebih dibidang Organisasi OSIS, berbeda dengan Sultan yang hanya mengambil Organisasi Pramuka saja di sekolah.
Rere merupakan contoh baik bagi para siswa yang berada di sekolah, dan terlebih siswa laki-laki. Begitu banyak pria yang mendekatinya, namun seorang Rere hanya melihat ke suatu arah saja, yaitu Sultan.
Sultan mengira bahwa dia cukup jauh drajatnya bila dibandingkan dengan Rere, dan sehingga membuat pria itu merasa semua yang dia kejar selama 1 Tahun tersebut hanyalah mimpi yang tak nyata adanya.
Kisah cinta ini hadir dan terbit berawal dari kota kecil yang bernama Kota Sukabumi. Seluruh jalan, sekolah, rumah, puncak, dan bahkan pundaknya pun semua memiliki kenangan manis tersendiri.
"Jangan lupa save nomor Whatsapp gue ya, Re," ucap Sultan berbicara seolah-olah dia sudah mengenal dekat wanita tersebut.
"Engga mau ah! kata orang kamu cowok rese hehe," ucap Rere yang mulai membercandai Sultan terlebih dahulu.
"Bisa jadi tuh! tapi yang paling spesial dari sikap aku bukan itu Re, kamu mau tahu engga!".
"Terus apaan?".
"Kamu belum tahu ya? kalau aku itu cowok yang sangat manis dan tentunya romantis juga loh?" ucap Sultan yang membuat Rere tersenyum dan tertawa.
Kemerlip bintang di atas serta dibarengi dengan udara sejuk di sekitaran sana menghiasi keindahan alam Kota Sukabumi tersebut.
Malam indah itu menemani mereka bersandiwara cinta, hingga pada akhirnya kisah ini terbit berada dalam pangkuan negri ini dan kota kecil ini.
Mereka memejamkan mata bersama-sama untuk mengukir kembali kisahnya itu di hari esok, ataupun nanti.
"Hadirlah ... wahai engkau senyumanku, gantilah ucapan ini menjadi suatu ungkapan yang akan terungkap dan menjadi milikmu seutuhnya," ucap Sultan di dalam hati.
Setelah ia berucap, ia pun lalu tertidur dengan senyuman baru yang kini mulai hadir kepada dirinya.
Pagi datang menyapa, dan dengan manisnya Sultan membangunkan Rere hingga dia terkejut! kenapa bisa pria itu terbangun lebih awal dari dirinya.
"Haii, selamat pagi Re," ucap Sultan dengan manis.
"Hmm, kok, kamu bangun lebih awal dari aku sih Tan!" ucap Rere yang padahal dia sangat senang melihat Sultan menyapanya di pagi hari itu.
"Engga usah kaget! kalau kamu senang, setiap hari aku akan seperti ini sama kamu."
"Emang bisa?".
"Apapun untuk kamu, aku selalu bisa."
Rere terdiam tanpa kata-kata melihat sikap Sultan yang seperti itu. Dia berpikir bahwa Sultan adalah pria yang sangat manis dan pria yang selalu bisa membuatnya tersenyum dalam waktu yang cukup lama.
"Yaudah, aku mau pergi ke mesjid dulu ya, mau salat subuh," ucap Sultan berpamitan kepada Rere sembari tersenyum lebar di dalam ruangan kamarnya itu.
Setelah usai melaksanakan kewajibannya, Sultan lalu mengeluarkan motor tua yang selalu ia bawa kemanapun ia pergi.
Tak lama setelah itu, Sultan pun mencium tangan ayahnya sembari tersenyum lebar di hadapannya, dan sehingga membuat ayahnya pun merasa bingung! apakah yang sedang anaknya itu rahasiakan darinya.
Dengan perlahan pria itu mengendarakan motornya sembari menatap ke sekeliling jalan yang dipenuhi oleh nuansa alam yang indah, dan sehingga ia berpikir! betapa asiknya bilamana ia duduk berdua bersama wanita yang dia cintai itu.
Tak lama kemudian, Sultan pun tiba di sebuah kosan yang letaknya tak begitu jauh dari sekolah ia berada. Ia pun lalu menyimpan motornya di sana supaya bilamana sekolah bebas, Sultan bisa langsung pulang kerumahnya, tanpa harus diberhentikan oleh guru kesiswaan yang sering berjaga di depan pintu gerbang sekolahnya tersebut.
"Jhon, engga biasanya elu datang pagi-pagi gini!" ucap Sultan kepada Rizal, yang di mana ia terlihat tengah asik duduk di pinggir kolam ikan sembari menikmati rokok pertamanya itu.
"Lagi mau aja Tan, hehe," ucap Rizal, teman satu kelas dengan Sultan dan sekaligus teman semasa SMP dengannya juga. Jhon itu adalah nama panggilan yang diberikan oleh seorang guru jurusan kepada Rizal.
Kemudian Iman, Taufik, dan Maulana datang menghampiri mereka berdua yang terlihat tengah asik berbincang di pinggir kolam ikan tersebut sembari menikmati rokoknya itu.
"Berduaan aja elu pada! kemana Akbar?" ucap Iman, teman satu kelas dengan Sultan dan sekaligus teman satu Organisasi juga di Pramuka.
"Tuhh!" ucap Sultan singkat! sembari menunjuk ke arah depan kamar kosan Akbar.
"Ada apa Bro? santai ajalah, masih pagi ini," ucap Akbar, salah satu siswa yang berasal dari kabupaten Jampang dan salah satu siswa dari kelas Sultan yang mengekos di sana.
"Pelajar santuy, memang mantul," ucap Maulana, salah satu teman sekelas dengan Sultan yang sering ceplas-ceplos dalam berbicara. Maulana adalah anggota PMR yang di mana ia jugalah yang akan menjadi ketua Organisasi PMR di sekolah nanti.
"Ahh, males ngomong sama elu Bai! kerjaannya bolos mulu! hehe," ucap Taufik, salah satu teman kelas yang sama-sama mengikuti Organisasi di Pramuka juga.
Tak lama setelah perbincangan itu, mereka pun lalu segera bergegas pergi menuju sekolah karena hari sudah semakin siang saja.
Sementara itu, di depan pintu gerbang sekolah terlihat banyak sekali siswa yang tengah dihukum oleh guru kesiswaan karena datang terlalu siang.
Pak Maki, sebut saja guru berbadan kecil, namun mematikan. Ia adalah guru kesiswaan yang sangat kejam, ia adalah guru yang tak memiliki belas kasihan terhadap siswa pemalas seperti mereka yang kerjaannya selalu bolos sekolah, kabur, terlambat, dan apalagi siswa yang sering tawuran.
"Waduh, Pak Maki Bro!" ucap Akbar gelisah.
"Halahh ... Pak Maki aja kok, takut!" ucap Sultan terlihat biasa-biasa saja tanpa sedikit pun ia merasa takut.
"Hmm," gumam Iman menelan lidah.
"Ayok masuk cepat! tapi lewat tembok belakang kantin sekolah oke, gue ngeri ngeliat guntingnya itu!" ucap Sultan sambil berlari meninggalkan mereka di belakang.
"Dasar! anak haram! kirain berani! tahu-tahunya lari duluan ninggalin kita hehe," ucap Maulana sembari tertawa melihat tingakah laku kawannya itu.
....
Tak lama setelah itu, mereka pun lalu masuk ke dalam kelas dengan melompati tembok belakang kantin sekolahnya tersebut. Mereka tertawa sebagaimana layaknya seorang siswa yang tak memiliki rasa bersalah sedikit pun.
Sementara itu, Yogi masuk ke dalam kelas dengan model rambut yang tak berukuran lagi, rambutnya habis tercukur oleh Pak Maki karena ia datang terlambat ke sekolah.
"Haii, sekarang kelas kita ada tuyul nih hehe," ucap Sultan meledek Yogi sembari tertawa lepas.
"Diam kau Tan!" ucap Yogi tersenyum sembari mengelus-elus sisa rambut yang ada dikepalanya itu.
Yogi adalah ketua kelas, yang di mana ia juga berasal dari kabupaten Jampang. Ia adalah siswa berprestasi dalam bidang praktek mengelas dan sekaligus Yogi adalah seorang santri.
Yogi termasuk ke dalam teman terdekat Sultan juga, yang di mana dia juga sering nongkrong di kosan bersama kawan-kawan untuk melampiaskan rasa letihnya itu setelah usai melaksanakan pembelajaran di sekolah.
"Sial ya, Yog?" tanya Iman menjengkelkan.
"Apes gue Men, hari ini!" ucap Yogi kepada Iman.
Setelah itu, Sultan teringat! bahwa ia harus mengabari Rere supaya wanitanya itu tak mengkhawatirkan pria rese tersebut.
"Haii, Re, aku udah di dalam kelas ya, aku engga bolos kok, jadi kamu engga usah khawatir ya," ucap Sultan yang berbicara lewat telepon suara dengan manis kepada Rere.
"Kemana aja? aku nungguin dari tadi?" tanya Rere penasaran! kenapa ia tak mengabarinya lebih awal.
"Di tinggal sebentar doang kenapa sih Re! perasaan elu takut amat dah kalau gue tinggal lama-lama hehe."
"Gue itu cuma takut kalau elu bolos sekolah Tan, soalnya elu itu anaknya nakal dan susah diatur!".
"Buat apa bolos! sementara itu di sekolahku kini ada kamu Re, sekolahku kini nampak lebih indah karena adanya senyuman baru yang kamu berikan kepadaku, dan mana mungkin aku bisa melewatkan itu semua Re! itu engga akan mungkin terjadi."
Rere terdiam tanpa suara dan sementara itu, kawan Sultan mengajaknya untuk pergi ke kosan kembali karena hari itu sedang ada rapat guru.
"Bro, ayo ke kosan lagi," ucap Akbar sembari menepuk pundak Sultan.
"Emang kagak belajar apa Bai?".
"Hari ini bebas Bro, kalau tahu gitu kita engga usah ke sekolah tadi ya."
"Elu sih Bai, bolot!".
Tanpa berlama-lama mereka pun pergi kembali meninggalkan sekolahnya tersebut. Setelah berada di dalam kosan, Sultan tak terlalu banyak berbincang, ia hanya menikmati rokoknya saja sembari memandang tajam foto Rere yang ia curi dari akun Facebook milik Rere tempo hari.
Setelah tak mendapat kabar dari Rere, Sultan pun lalu memutuskan untuk pulang ke rumah bersama dengan Rizal karena memang rumah mereka satu arah.
"Jhon ... hati-hati lu! di depan ada banci nafsuan! lagi nyari mangsa untuk ditumbalkan kesetiaannya" ucap Sultan sembari melambaikan tangan kepada Rizal.
"Ahh, yang bener?" ucap Rizal ketakutan, namun Sultan telah pergi meninggalkannya lebih dulu.
Hari mudah berlalu, sehingga malam datang kembali dengan sangat tak terduga. Sultan yang akan tertidur itu pun seketika mendapat pesan Whatsapp dari Rere, dan sontak pria itu terbangun kembali setelah wanitanya tersebut memberi kabar kepada dirinya.
Kring, kring, kring ... suara telepon menyala.
"Haii, selamat malam Tan," ucap Rere berbicara lewat telepon suara dengan manis.
"Kemana aja kamu Re?" ucap Sultan penasaran, namun ia tak mau banyak mengetahui urusan wanitanya itu karena ia merasa bahwa mendengar suaranya saja sudah cukup bagi dirinya.
"Bantu-bantu ibu ngurus rumah Tan."
"Ciee, Rere gue ternyata rajin ya."
"Apaan sih Tan!".
"Yaudah sana tidur."
"Dih, baru aja teleponan!".
"Dengerin suara kamu aja aku udah senang Re, apalagi aku memiliki kamu!".
"Jangan dilanjutin! udah cukup kamu buat aku senyum terus Tan," ucap Rere yang salah tingkah melihat sikap manis Sultan itu kembali.
"Yaudah makanya tidur, aku engga mau ngeliat kamu sakit hanya karena kamu memendam rasa rindu padaku Re," ucap Sultan dengan manis sehingga Rere tak kuat mendengarnya lagi.
Rere pun lalu mematikan teleponnya, dan setelah itu mereka tertidur di waktu dan di detik yang sama. Mereka tersenyum di malam itu dan sehingga membuat suasana terasa seperti mimpi saja bilamana dirasakan lebih dalam lagi.
Melanjutkan hari kemarin, waktu telah mengubah malam yang kelam, menjadi pagi yang bersinar terang. Burung bersiul di atas genting rumahnya sembari di iringi suara gemuruh air sungai yang mengalir dengan tenang.
Salam hangat kembali di berikan oleh pria itu kepada wanita mungil tersebut, "Asalamu'alaikum Re, selamat pagi," ucap Sultan yang bersikap lebih manis kali ini.
"Wa'alaikum Salam."
"Urusan kamu sama Allah udah kelar?" tanya Sultan masih bersikap manis.
"Alhamdulillah, semua udah selesai."
"Jangan lupa senyum."
Rere, wanita cantik itu tak banyak berbicara, namun wanita itu terlihat tengah membiarkan sikap manis yang sedang Sultan berikan padanya karena sejujurnya ia merasa sangat senang atas apa yang Sultan berikan kepadanya.
"Sampai ketemu di sekolah tercinta ya, Re," ucap Sultan yang kali ini membuat Rere merasa terheran-heran! sikap bagaimana lagi yang akan Sultan berikan selanjutnya.
Setelah itu, Sultan lalu memasukan Hpnya tersebut ke dalam saku celananya. Motor tua yang berbicara dengan khas itu, ternyata kali ini akan membuat cerita bersama-sama dengannya di hari yang akan datang, tak begitu lama lagi.
Dengan perlahan Sultan mengendarai motor tuanya tersebut, dan hingga pada akhirnya ia tak menyadari bahwa pagi itu adalah hari yang di mana ia merasa sedang menjadi siswa teladan di sekolah.
Salam dan sapa kembali di berikan oleh pria itu kepada wanita pujaannya tersebut, "Oyy, Re, udah di sekolah belum?" tanya Sultan sembari duduk di kursi kelas yang masih kosong.
"Udah kok, Tan, kalau kamu gimana? udah di sekolah belum?" tanya Rere dalam telepon.
"Sekolah libur kayaknya ya, Re!".
"Lahh, engga kok, Tan! emang kenapa?" tanya Rere terlihat kebingungan.
"Ini kelas kok, sepi amat sumpah dah!".
"Hmm, sombong! mentang-mentang datang paling pagi ya, dasar!" ucap Rere sembari tertawa dan merasa lega bila dia telah sampai di sekolah.
"Engga apa-apalah, sekali-kali ini hehe."
"Ohh, gitu ya! jadi besok kamu mau bolos!" ucap Rere kembali memarahi Sultan.
"Kenapa sih elu Re! belakangan ini elu sering marah-marah engga jelas sama gue?".
"Samperin aku ke keputrian kalau kamu punya nyali!" ucap Rere yang sedang merencanakan sesuatu agar ia bisa membuat alasan untuk memarahi Sultan tanpa ampun.
Telepon pun di matikan oleh Rere. Dan sementara itu, Sultan pun tak banyak berkata-kata, sehingga ia lebih memilih apa yang wanitanya itu ucapkan. Wajah yang Rere berikan itu tak terlihat asing karena raut wajahnya tersebut tak menandakan akan adanya kemarahan Rere.
Sultan pun lalu menyapa Rere sembari duduk di samping wanitanya tersebut, "Hai," ucap Sultan kepada wanita cantik tersebut.
Sultan mengira bahwa wanita itu terlihat sangat cantik bilamana ia melihatnya secara langsung, namun di sana Sultan sedang berusaha untuk menjaga pandanganya tersebut karena dia merasa itu tak perlu dilakukan sebelum wanitanya tersebut berbicara lebih dulu kepadanya.
Rere menatap Sultan dengan tajam dan dia pun tak berbicara apa-apa lagi kepada pria itu. Sultan bingung! dan akhirnya dialah yang memulai perbincangannya tersebut.
"Ternyata kamu lebih cantik kalau aku melihatnya langsung ya, Re!" ucap Sultan tersenyum sembari menatap perlahan-lahan wajah Rere.
"Hmm," gumam Rere sembari tersenyum malu.
"Aku kira kamu bakalan marah Re! dan ternyata kali ini aku salah menilainya!".
"Apasih Tan! siapa juga yang mau marahin jodoh orang! kegatelan amat sih gue!" ucap Rere yang menjauhkan pandangannya itu dari Sultan.
Dan ternyata benar! Rere hanya ingin menguji kejujuran Sultan, namun dari situ ia sudah berpikir bahwa Rere hanya ingin memastikan kalau Sultan benar-benar masih sendiri sampai sekarang.
"Kamu kan orangnya," ucap Sultan saling bertatapan dengan Rere.
"Gombal!" ucap Rere sembari menjauhkan wajah Sultan dengan tangannya itu.
Pria itu lalu mengangkat tangannya dan mengelus hijab yang melekat di atas kepala wanitanya tersebut dengan manis sembari menatap langsung wajahnya dengan tajam.
"Hmm, aku mau ke keputrian dulu ehh, engga, maksud aku mau ke kelas dulu ya," ucap Rere dengan gugup.
"Iya sayang," ucap Sultan sembari tersenyum melihat tingkah laku Rere.
Rere pun menelan lidah karena dia merasa sangat malu dengan apa yang pria itu lakukan kepadanya. Di suatu sisi apakah Rere harus merasa sangat bahagia, ataupun terus bersikap menjadi wanita pemalu seperti itu.
Dengan sikap Rere yang seperti itu membuat Sultan semakin yakin! bahwa wanita tersebut sangat mencintainya seperti halnya pria itu juga mencintai dia kembali tanpa status pandangan yang jauh.
Cinta itu bukanlah pilihan, melainkan cinta itu adalah impian hidup yang harus kita nantikan di masa depan yang akan mendatang. Cinta itu adalah anugrah, cinta itu sangatlah indah, dan cinta itu takan pernah mudah menghilang bilamana kita meyakini bahwa kita bisa menjaganya.
Kembali pada titik perbincangan, Sultan yang tengah menatap Rere itu kemudian menyuruh dia untuk pergi masuk ke dalam kelasnya karena dia tidak mau memaksa Rere untuk tetap terus menemaninya di sisinya.
"Yaudah sana!" ucap Sultan yang tengah membercandai wanitanya tersebut.
"Jadi, kamu ngusir nih!" ucap Rere sembari menatap Sultan kembali.
"Yaudah lah kenapa sih! ayo! sini duduknya deketan, jangan jauh-jauh kayak gitu ah," ucap Sultan sembari menarik tangan wanitanya itu supaya Rere duduk berdekatan dengannya.
Rere tersenyum tanpa sedikit pun terusik dengan sikapnya itu karena dia merasa bahwa pria itulah yang telah membuat dia merasakan hal yang paling berharga di dalam hidupnya itu seperti apa.
Pria itu tak habis-habis membuatnya tertawa lepas karena tingkah lakunya yang lucu itu semakin membuat wanita tersebut tak ingin duduk berjauhan dengannya.
"Kamu udah makan?" tanya Sultan dengan lembut.
"Udah kok, Tan, kalau kamu gimana?".
"Kukira kamu belum makan Re, kalau kamu belum makan tadinya aku mau masakin sesuatu untukmu."
"Emang kamu bisa masak?" tanya Rere menatap tajam Sultan.
"Barusan aku masak buat orang tuaku Re."
"Terus!" ucap Rere penasaran.
"Orang tuaku bilang kalau makanannya enak, tapi lebih enak beli langsung, begitu katanya," ucap Sultan yang tengah membercandai Rere.
"Ihh, berarti masakan kamu kurang enak tuh!" ucap Rere mencubit Sultan sembari tertawa.
"Makasih ya, Re," ucap Sultan kembali menatap wajah Rere.
"Buat?" tanya Rere bingung.
"Aku cuma bisa menulis kata-kata saat ini Re, dan aku hanya berharap sampai kapanpun itu kamu engga akan berubah, dan teruslah bersikap seperti ini padaku karena aku merasa sangat nyaman dengan sikapmu yang seperti ini Re," ucap Sultan yang membuat Rere menatapnya lebih lama pada saat itu.
Setelah perbincangan itu, mereka segera masuk ke dalam kelasnya masing-masing karena siswa lain sudah mulai pada berdatangan. Sultan hanya tidak mau kedekatannya ini di ketahui oleh orang lain, begitu pun teman terdekatnya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!