Namaku adalah Adinda Larasati, aku anak tunggal dari alm. Yahya (ayahku) dan alm. Yulia (ibuku). Kedua orang tuaku meninggal karna sebuah kecelakaan mobil tunggal, dan orang tuaku meninggalkan begitu banyak sekali harta untuk ku. Mulai dari restoran, kafe dan juga butik. Semua itu sekarang masih dikelola sama asisten orang tua ku yang sangat setia pada mereka dan dia juga yang selama ini merawat ku yang masih duduk di sekolah di bangku kelas 3 SMU dengan sangat sabar, seolah aku adalah anaknya sendiri.
Aku memiliki sifat yang mudah goyah dan juga sangat percaya dengan adanya sebuah kebaikan. Sehingga aku berfikir jika aku bertahan dan berbuat baik pada orang lain maka mereka akan baik padaku, sehingga dengan sifat ku itu tak jarang ada orang yang suka memanfaatkan ku. Walau aku mengerti dengan agama namun kadang aku juga melewati batasan dan terlihat tak berguna.
Selama kehilangan kedua orang tuaku yang begitu mendadak membuatku terguncang dan terganggu hingga aku kadang membutuhkan orang lain untuk bisa menopang ku dan memberiku sebuah keberanian.
"Dinda setelah kamu lulus sekolah nanti Om akan mengirim mu ke LA untuk masuk universitas ternama disana, dan mempelajari tentang segala bidang bisnis, agar kamu bisa mengelola semua aset peninggalan orang tuamu ini dengan baik" kata om Bambang panjang lebar pada ku.
"Tapi om dinda belum pernah keluar jauh dari rumah, bagaimana dinda akan menjalani hari-hari dan kehidupan dinda disana nantinya?" jawabku memelas karna sejujurnya aku takut jika harus bepergian jauh dari rumah, apalagi ini ke luar Negri.
"Kamu harus jadi gadis yang kuat dinda, kamu tidak boleh lemah dan mudah menyerah, kamu harus bisa menghadapi segala situasi apa pun itu yang nantinya mungkin menimpah mu. Apa lagi terlihat mudah ditindas oleh orang lain, jangan pernah itu muncul dan terlihat di dirimu. Ingat harapan orang tuamu hanyalah dirimu, maka kamu harus bisa mewujudkan segala keinginan dan harapan mereka yang belum terwujud dan terlaksana. Om yakin kamu bisa melewati semuanya dengan sangat baik, jangan pernah jadi orang yang mudah patah arang. Karna kamu gadis kecil Om yang hebat dan kamu harus kuat, kamu pasti bisa melewati ini semua. Anggaplah ini sebagai ujian untukmu untuk menuju sukses kedepannya nanti" Begitulah penjelasan dan nasehat Om Bambang yang berusaha menghibur dan menguatkan hati ku.
Ya setelah kepergian orang tuaku, hari-hariku selalu diliputi oleh kesedihan yang sangat berat dan memukul diriku dengan sangat kuat, aku merasakan sesak dalam dadaku yang teramat sakit saat membayangkan kehidupanku yang hanya sendiri tanpa mereka lagi, ingin rasanya aku mengikuti kepergian ke dua orang tuaku dan menyusul mereka.
Pagi itu ku lihat Om Bambang dan kedua anaknya memasuki halaman rumahku. Ya, sejak semalam aku tak bisa tidur, walau uda ku paksakan untuk menutup mata tapi tetap saja sulit, bayang-bayang kebersamaan ku beserta kedua orang tuaku selalu membayang dibenak ku.
"Pagi non, kenapa masih aja sedih begitu sih mukanya? Ayo harus jadi gadis yang kuat dan tegar, pasti orang tua non Dinda juga ingin kalau putri mereka jadi gadis yang kuat, tegar dan ikhlas" kata Om Bambang menegur ku yang baru saja turun dengan muka masam dan malas.
"Pagi Om. Bisa tidak untuk tidak memanggil ku dengan sebutan non. Tolong perlakukan Dinda seperti anak Om, Dinda uda gak punya siapa-siapa lagi Om. Dinda sekarang sendirian di dunia ini" isak tangis ku pecah dihadapan Om Bambang
"Baiklah, baiklah sesuai dengan permintaanmu sayang. Mulai sekarang Dinda adalah anak bungsu Om, sudah jangan menangis lagi. Bukankah ini hari peringatan 100 harinya ayah dan ibu Dinda? Ayo Dinda harus kuat ya sayang" Om Bambang memeluk dan menepuk punggungku dengan lembut.
"Iya, insya allah. Makasih ya Om selalu ada untuk Dinda selama ini. Andai Dinda punya saudara mungkin Dinda gak akan sendirian seperti sekarang, hanya ditemani bi Sum dan man Ujang" jawabku sambil sesenggukan.
"Hay... Siapa bilang seperti itu. Kan masih ada mas Didi dan juga mas Dido, emangnya kami tidak kelihatan ya? Dan mulai sekarang kamu adalah adik kami yang paling cantik di dunia ini. Jadi gak boleh lama-lama bersedih. OK" ucap mas Didi dan mas Dido putra kembar Om Bambang yang beda 8 tahun dengan ku.
"Terima kasih, tolong bantu dinda ya untuk kedepannya dan tolong jangan tinggalkan Dinda sendiri" ku peluk erat mas Didi dan Dido dalam rangkulan ku.
Acara tahlilan 100 hari kematian ayah dan ibu malam itu pun berjalan sangat lancar dan hikmat. Dan sebulan lagi adalah hari kelulusanku. Om Bambang yang selalu datang tiap 3 hari sekali untuk melihatku sangat membantuku yang merasa kesepian, begitu juga dengan ke dua putranya, mereka selalu menemani ku dan banyak mengajari aku tentang segala hal, termasuk bermain musik seperti gitar dan piano yang kata mereka itu bisa membuatku untuk melampiaskan segala kesedihanku.
Dengan ketrampilan ku itu aku pun merasa sedikit terhibur karena aku mempunyai pelampiasan saat aku merasa sesak mengingat kepergian kedua orang tuaku.
"Ayah, ibu tak terasa uda 100 hari kalian meninggalkan aku sendirian di dunia ini, apa kalian tau kalau aku sangat merindukan kalian. Apa yang harus aku lakukan tanpa kalian? Aku harus bagaimana nantinya? Kenapa kalian pergi meninggalkan aku begitu cepat. Ibu tolong bantu Dinda bu" aku terisak menatap dan membelai foto kedua orang tuaku, rasanya aku masih belum bisa ikhlas dengan kepergian mereka yang begitu mendadak.
Aku selalu berusaha untuk kuwat walau aku sering menangis di malam hari tanpa sepengetahuan orang lain, karna rasa ditinggal orang yang menjadi panutan adalah hal yang sangat menyakitkan. Yang ada hanya kebingungan, walau ada banyak orang yang mendukung tapi rasanya sungguh sangat berbeda dengan dukungan dari orang tua secara langsung.
Kepergian orang tuaku yang mendadak membuatku terpaksa menjadi jiwa yang mandiri dan dewasa dengan instan, bagai buah yang matang karna karbitan. Hal itu juga yang pada akhirnya membuat diriku terkadang jadi labil dalam memutuskan segala keputusan.
Miris. Rasa sakit yang tak seorang pun tau, dan luka yang tak berdarah ini selalu menyesakkan dada setiap saat. "Ayah, Ibu Dinda merindukan kalian" lagi-lagi aku menyuarakan rasa rinduku untuk kedua orang tuaku pada hatiku.
Setiap malam ku lantunkan do'a untuk mereka berdua. Aku bercerita dan mengadu tentang rasa sakit yang ku rasakan ini pada yang kuasa, ku ceritakan dan ku tumpahkan segala rasa sesak dalam dadaku yang seolah berusaha merobek jantungku.
Ku ingat masa kecilku dulu
kau timang timang dan memanjakan ku, bila aku menangis kau peluk tubuhku
itulah masa kecilku
kini ku jauh dari peluk mu ibu
aku rindu belaian kasih sayangmu
tunggulah kepulangan anakmu ibu
kan ku sujud di kakimu ibu
maafkan aku oh ayahku
belum sempat ku balas jasamu
maafkan aku oh ibuku
yang selalu melukai hatimu
ayah dengarkanlah anakmu
sungguh aku rindu ingin bertemu
untuk ibu maafkanlah anakmu
belum bisa ku membalas jasamu.
Malam itu ku lantunkan sebuah lagu dari Laoneis Band - Rindu Ayah Dan Ibu lirik lagu untuk menyampaikan segala rasa maaf ku kepada kedua orang tuaku yang belum bisa ku balas segala jasa mereka padaku.
Aku berusaha mengenang semua kenangan dan jerih payah mereka dalam mengasuh, merawat dan membesarkan ku selama ini. Jasa-jasa mereka yang mungkin tak bisa ku balasan sampai kapan pun.
"Ayah, Ibu Dinda merindukan kalian" lagi-lagi aku menyuarakan rasa rindu untuk kedua orang tuaku dalam hatiku. Malam itu aku tidur dengan memeluk bingkai foto keluargaku, ku tutup mataku dengan perlahan. Ku hilangkan rasa letih ku, berharap akan bermimpi bertemu dengan kedua orang tuaku yang sangat ku rindu dalam alam mimpiku.
Cuit...cuit suara nyanyian burung pagi itu membangunkan tidurku. Aku terbangun dalam ke adaan yang lumayan fresh karna semalam aku telah menumpahkan dan mencurahkan segala keluh kesah ku pada sang pencipta.
"Pagi non Dinda, sarapan sudah bibi siapkan kalau non Dinda mau sarapan dulu silakan" ucap art Dinda.
"Terima kasih bi" jawab Dinda tersenyum
"Non tadi pak Bambang telon katanya non Dinda akan langsung berangkat sore ini juga dan semua kebutuhan non Dinda sudah saya siapkan di koper non Dinda, barang kali ada yang kurang mungkin di cek dulu" art dinda.
"Aduh, bibiku yang tercinta ini selalu cepat ya dalam segala hal, terima kasih banyak bi nanti Dinda cek setelah sarapan" Dinda memuji sang art dengan sangat senang.
"Non Dinda baik-baik ya disana" art Dinda.
"Iya, pasti" jawab Dinda sambil sarapan.
Ting tong
Bel rumah ku ada yang nekan, dalam hati aku bertanya siapa yang datang pagi-pagi gini, dan saat ku lihat yang masuk adalah sahabatku Yulia aku sangat senang sekali, karna selama ini dia tiba-tiba menjauhi aku tanpa sebab.
"Dinda kenapa kamu tega banget sama aku. Huhuhuhu" tegur Yulia yang menangis dalam pelukanku.
"Maaf waktu itu kamu juga lagi kesusahan jadi aku sengaja gak kasih tau kamu" jawab Dinda.
"Kamu gak benci seperti yang mereka bilang kan?" tanya Yulia pada adinda sambil menangis
"Tentu saja tidak, kenapa aku harus membencimu karna itu urusanmu dan kamu pasti punya alasan untuk melakukan itu" jawab adinda tersenyum
"Terima kasih Dinda. Tapi kenapa tiba-tiba kamu mau meninggalkan aku? Apa tidak bisa untuk kuliah disini aja?" tanya yulia
"Itu semua keputusan Om Bambang, dia ingin agar aku bisa fokus dan mendapat pembelajaran yang lebih bagus lagi dari yang ada di sini" adinda
"Tapi kamu jangan melupakan aku ya bila sudah disana" Yulia
"Iya, pasti" adinda
Aku sangat senang sahabatku telah kembali dan tidak marah lagi sama aku, itu akan jadi kekuatanku selama aku di LA nanti.
...🌴🌴🌴...
Bandara.
Ku genggam terus tangan sahabatku Yulia, sore itu dia ikut mengantarkan keberangkatan ku.
"Sudah siap? Semuanya sudah lengkap. Masuklah 15 menit lagi pesawat mu berangkat, dan disana Om sudah menyewakan apartemen untuk kamu" om Bambang
"Iya, terima kasih Om" adinda
"Dinda hati-hati, janji selalu hubungi aku" Yulia
"Iya Yul, aku janji. Kalau begitu aku berangkat dulu ya" adinda memeluk yulia "Om Dinda berangkat" pamit adinda pada om Bambang
"Iya, jadilah orang sukses. Dan ini ada surat yang tiba pagi tadi, mungkin bisa memberimu semangat disana". Bambang
"Ini apa Om? Dan siapa yang mengirim Surat" adinda
"Kamu akan tau nanti, buka saat kamu ada disana" Om Bambang mengusap kepalaku, dan aku telah lepas landas ke negeri orang.
...🌴🌴🌴...
Los Angeles
Akhirnya setelah menempuh jarak yang begitu jauh sampek juga. Aku merebahkan tubuhku di kasur apartemen yang sudah disiapkan oleh Om Bambang untuk ku.
"Universitas California. Hem tempat yang dipilihkan oleh Om Bambang untuk ku, rupanya aku emang disiapkan untuk semuanya. Ayo Dinda kamu pasti bisa" aku menyemangati diriku dan melangkahkan kakiku ke tempat baru itu.
LA tempat yang sangat ramai dan begitu bebas. Setelah beberapa minggu aku tinggal di negeri orang ini dengan menjalani hidupku disana dengan mengikuti semua kegiatan disana. Dan aku juga mengikuti latihan musik yang menjadi hobi ku, ditempat baru itu aku mengenal seseorang yang sangat baik dan aku mulai belajar soal desain darinya. Karena aku juga punya butik jadi aku ingin butik ku memiliki ciri khas diriku nantinya. Tante Angela dia seorang desainer yang berbakat dan sangat baik pada ku, dia memberikan pelajaran dan arahan pada ku tentang desain bahkan membuatku mengikuti private khusus desain.
Tak terasa sudah setahun aku di Negri orang, dan saat aku beres-beres koper tak sengaja sebuah surat jatuh, dan aku ingat itu surat yang diberikan oleh Om Bambang sewaktu aku mau berangkat kesini.
Setelah mandi ku rebahkan tubuhku dan ku buka isi surat itu, betapa terkejutnya aku saat melihat kata yang tertulis disana.
*Teruntuk putri kesayanganku Adinda.
Assalammualaikum sayang, ibu tidak tau siapa yang akan menemui mu terlebih dulu, ibu dan ayah atau kah surat yang ibu kirimkan ini. Entah kenapa ibu merasa tak enak dan gelisah, ibu ingin sekali cepat-cepat pulang dan menemui mu sayang.
Dinda ingatlah kata-kata ibu ini, jika suatu hari nanti terjadi sesuatu pada ibu dan ayah Dinda harus jadi anak yang kuat dan tegar ya sayang.
Dinda sayang tolong maafkan kami yang tidak bisa memberikan kebahagian yang sesuai dengan keinginanmu. Ingat Dinda kamu harus jadi pribadi yang tangguh yang bisa jadi panutan, jangan tinggalkan ibadah di manapun kamu berada. Jadilah dirimu sendiri dan selalu jadi orang yang lembut dan baik kepada semua orang. Jika ada orang yang menyakitimu jangan balas mereka dengan rasa sakit yang sama biarkan mereka mendapat yang mereka inginkan. Jangan pernah menyimpan rasa benci dan dendam dalam hatimu ya putriku, agar tak menyakitimu nantinya.
Baiklah sayang ibu tau kamu pasti bisa melewati semua ujian dan cobaan dari yang kuasa nantinya. Salam sayang dari ibu dan ayah kami selalu menyayangimu sayang.
Wassalamu'alaikum.
Tertanda Ibu dan Ayah.
"Ibu, jadi ibu sudah memiliki firasat untuk semuanya, ibu sengaja menyiapkan surat ini untuk Dinda. Ibu, Dinda juga sangat menyayangi ibu dan ayah. Dinda janji akan jadi orang yang seperti ibu dan ayah inginkan" tekat ku dalam hati setelah membaca surat yang ditinggalkan oleh ibuku.
"Halo.. Dinda bagaimana kabarmu? Kamu melarang Om untuk video call dan hanya telepon saja. Kenapa setelah disana kamu tak pernah pulang? Om jadi menyesal telah menyuruh mu untuk kuliah disana" om Bambang
"Waalaikumsalam Om, Dinda baik-baik saja di sini dan Dinda sekarang sudah bisa melakukan semua tugas dari Om dengan baik. Dinda sengaja tidak pulang supaya Dinda bisa fokus pada kegiatan Dinda di sini, dan saat balek nanti sudah tidak ada yang ketinggalan di sini" adinda
"Iya, ya asalamualaikum. Maaf Om hanya cemas saja, bahkan saat Didi ke sana kamu juga tidak menemuinya" om Bambang
"Hahaha... Iya Dinda sengaja melakukan itu, karna Dinda tau kalau mas Didi ketemu Dinda pasti dia akan ngomelin Dinda. Mas Didi orangnya suka sekali ngomel" adinda
"Ya sudah, yang penting kamu disana harus baik-baik jangan melakukan hal...." om Bambang
"Yang melanggar kaidah agama dan harus jaga diri dengan baik, tidak boleh terbawah dan terpengaruh sama pergaulan di sini iya kan?" jawabku yang memotong perkataan Om Bambang yang selalu saja mengingatkan aku tentang hal-hal yang mungkin bisa merusak diriku sendiri di sini, karna di sini emang semuanya serba bebas.
Aku sangat bersyukur masih ada orang-orang yang baik dan peduli pada ku. Aku juga berjanji pada diriku dan juga mereka yang selalu mendukungku untuk bisa jadi orang yang lebih baik dan dapat diandalkan semua orang, terutama untuk diriku sendiri.
"Ya, ya bagus kalau masih ingat. Ya sudah om matikan ya karena harus ke kantor untuk melihat berkas - berkas yang masuk, ingat kamu jaga diri dengan baik disana, assalamualaikum." om Bambang
"Iya waalaikumsalam." aku pun mematikan sambungan telepon dengan om Bambang.
6 tahun berlalu, dan akhirnya pendidikan ku telah selesai dan hal-hal yang telah ku siapkan untuk mengubah seluruh dunia ku telah usai. Saat ini aku telah menjadi gadis remaja yang penuh dengan semangat dan dengan bimbingan dari tante Anggel sang desainer ternama di LA aku telah menguasai semua pelajaran yang diajarkannya dan akan menerapkannya pada butik peninggalan sang ibu tercinta.
Aku pengepaki semua barangku dan aku siap kembali ke negaraku setelah dua hari dari sekarang. Besok adalah hari bersejarah bagi ku, aku akan lulus dari private desain dan sekolah desain. Aku akan mendapatkan sertifikat desainer mudah dari sekolah desain Parsons School of Design.
Malam itu ku bersimpuh dihadapan sang pencipta, ku ucapkan rasa syukurku dan ku ucapkan rasa terima kasih atas segala kemudahan yang telah ku jalani selama ini. Tak lupa ku kirimkan do'a serta shalawat atas junjungan nabi yullah Muhammad swt dan juga do'a untuk kedua orang tuaku tersayang.
Bandara sukarno-hatta
Aku berjalan keluar ke jalan penjemputan, aku berjalan dengan percaya diri dan tak ada lagi wajah muram dan sedih, ku kenakan gaun berwarna pich lengan panjang dan panjang baju di bawah lutut, ku gerai rambutku yang sengaja aku panjangkan selama di LA, ku pasang pita bunga yang senada dengan gaunku dan kungunakan kaca mata hitam. Aku berdiri di hadapan para orang-orang yang datang menjemputku. Ku lihat Om Bambang yang sesekali melihat jam di pergelangan tangannya, Yulia sahabatku yang celingukan dan mas Didi juga Dido yang terlihat gelisah.
"Apa mereka tak mengenaliku?" batinku yang menyaksikan tingkah mereka.
Ya aku emang tak membawah ponsel, karna ponselku jatuh dan hancur terlindas mobil saat terakhir aku menghubungi Om Bambang kalo aku akan sampai pukul 2 siang.
"Kenapa mereka masih tak melihatku padalan aku sudah berdiri dihadapan mereka, apa berubahanku ini membuat mereka tak mengenaliku? Tapi aku masih mengenal mereka dengan baik" pikirku geli dalam hati
Meliahat wajah mereka yang semakin gelisah aku tak tega, ku dekati mereka dan kusapa mereka semua dengan membuka kaca mata serta kurentangkan kedu tanganku. Namun reaksi mereka tak terduga, mereka seolah melihatku seperti orang lain.
"Dinda?! Apa benar kamu Dinda? Ya Allah kamu seperti orang lain bukan dinda" cercah Yulia sahabatku yang sore itu juga ikut menjemputku dan langsung memelukku.
"Bolehkah aku menikahimu nona manis?" goda mas Didi yang langsung menarikku dalam pelukannya
"Dinda...kau...."
"Hihihi Om, terima kasih banyak atas semuanya. Sudah Om jangan nangis lagi nanti Dinda ikutan sedih" jawabku sambil memeluk Om Bambang yang selama ini bagai orang tua pengganti untuk ku.
Rumah keluarga Bram
"Ma.! Apa mama sudah gila? Apa maksud mama ini? Jadi mama nyuruh Bram pulang untuk membicarakan ini semua?" kata Bram dengan nada kesal dan marah pada mamanya
"Mama hanya ingin menepati janji mama pada alm. sahabat mama, dan mama ingin kamu menikah dengan gadis yang baik dan dari kelurga yang baik juga"
"Emangnya mama tau dia seperti apa? Dia dari LA ma, kehidupannya pasti bebas"
"Tapi mama sudah janji sama ibunya dulu, apa kamu mau mama jadi orang yang akan mengingkai janji Bram?"
"Tapi gak harus gini ma? Bram gak mau menikah dengan orang yang gak Bram cintai"
"Jadi kamu mau menikahi gadis yang gak jelas itu, begitu maksudmu?" dengan nada dingin
"Pa tolong dia bukan gadis gak jelas, dia adalah gadis yang Bram cintai dia punya nama"
"Terserah, yang jelas kamu harus menikah dengan gadis pilihan mama ini dan papa gak mau tau lagi bagaimana pun kamu harus menikah dengan dia"
"Tapi Pa..."
"Atau keluar dan tinggalkan semuanyan" kata-kata Bram dpotong sama ayahnya.
Bram pergi meninggalkan rumah orang tuanya dengan kesal.
Disisi lain Dinda yang mendengar kata perjodohan itu sangat terkejud, dan tak tau harus berbuat apa karna itu adalah amah dari orang tuanya yang disampaikan pada Bambang selaku walinya.
"Ibu, apa ini? Baru juga Dinda kembali belum ada setahun ke rumah sudah ada kabar berita tentang perjodohan Dinda yang sudah ibu atur untuk Dinda" gerutu ku sambil memegangi bingkai foto milik orang tuaku.
Pagi itu aku kembali beraktifitas di butik. Fokusku hanya butik, sementara cafe ku biarkan mas Didi mengambil kendali begitu juga dengan reto mas Dido yang ku beri tanggung jawab walo sesekali aku juga datang untuk melihat-lihat. Namun aku tak mematri bahwa akulah bos mereka. Saat datang aku hanya memainkan alat musik dan menyanyikan sebuh lagu di sana, karna aku mamasanga alat musik pianon di resto dan gitar di cafe, karna aku sangat menyukai kedua alat itu. Sebab ayahku adalah pemain gitar terhebat di grub bandnya waktu jaman sekolah, sedangkan ibuku dia adalah orang yang mengagumi seorang pianis dunia. Jadi aku ingin menguasai kedua alat musik itu, sebagai wujud budiku pada kedua orang tuaku yang telah lebih dulu meninggalkan aku.
"Kamu adalah Adinda bukan?" tegur seorang ibu pada ku yang ku temui di suatu mol. Aku membuka cabang butik di mol itu.
"Iya benar, kalo boleh saya tau tante ini siapa? Apa tante mengenal saya?" tanyaku dengan bingung karna ibu itu tiba-tiba berkaca-kaca seakan mau menangis.
Dia tak menjawab pertanyaan ku namun dia malah memeluk ku dengan erat sambil sesenggukan.
"Maaf, maafkan saya apa kah tante mengenal saya atau mengenal alm. ibu saya?" tanyaku lagi saat ku urai pelukannya
"Kamu telah tumbuh jadi seorang gadis yang cantik jelita sayang, Bambang menjaga dan merawat mu dengan sangat baik rupanya" katanya dan tak menjawab pertanyaanku
Kutarik dan ku ajak ibu-ibu itu masuk ke subuah rumah maka dalam mol itu agar enak bicara karna dia sepertinya sangat mengenal keluarga ku.
Dalam rumah makan itu tante Anik menceritakan semuanya, mulai pertemanan beliau dengan alm. ibu, ayah, om bambang dan juga om Anton suami tante anik. Sampai pada pokok masalah tentang perjodohan antara aku dan anak tante anik bram.
Aku pun mulai mengerti kenapa mereka semua begitu terikat, ternyata mereka adalah teman sekaligus sahabatan. Dan ayahku adalah orang yang paling berperan besar dalam persahabat yang terjakin diantara mereka semua.
Setelah pertemuanku dengan tante Anik waktu itu, aku pun dipertemukan dengan calon suamiku alias orang yang dijodohkan dengan ku. Saat kulihat dia orang yang emang tampan dan sangat rapi.
"Aku Bram, tapi maaf aku tak bisa Lama karna masih ada pekerjaan yang belum selese aku kerjakan karna ku tinggal kesini" katanya tanpa basah basih dan sedikit terdenga dingin
"Ah, maaf kalo aku mengganggu waktu mas Bram. Aku adalah Adinda dan aku..."
"Aku tau kamu penyayi resto kan? Dan kamu telah Lama tinggal di LA" potongnya
"Hah? Penyanyi resto? Aku hanya..."
"Iya aku tau, karna aku pernah lihat video kamu yang sedang bernyanyi di sebuah resto dan teman ku mengambil gambarmu" potongnya lagi. "Jadi dia menganggap aku ini adalah seorang gadis yang bekerja jadi penyanyi di sebuah resto begitu ya. OK bagus juga aku jadi gak perlu menjelaskan tentang siapa diriku ini kan?" gurutu ku dalam hati.
Setelah pertemuan itu, aku bisa membaca situasi dan sepertinya mas Bram tak setuju dengan perjodohan ini. Aku tak ambil pusing, jika mau dibatalkan ya silakan jika gak ya silakan, karna semua tak ada pengaruhnya bagi ku.
Setelah pertemuanku dengan mas Bram aku langsung pergi ke cafe dan seperti biasa disana aku akan duduk di kursi sambil memegang gitar dan mulai mematik dan menyanyika sebuah lagu. Dan malam itu aku membawahkan lagu dari peterpan Mimpi Yang Sempurna.
(Intro) D
Em C G D
Em C G D
Em C G
Mungkinkah bila ku bertanya
D Em
Pada bintang-bintang
C G
Dan bila ku mulai merasa
D Em C G D
bahasa kesunyian
Em C G
Sadarkan aku yang berjalan
D Em
dalam kehampaan
C G
Terdiam, terpana, terbata
D Em
Semua dalam keraguan
C G D
Aku dan semua
Em C G D
yang terluka karena kita
(Chorus)
Em C G
Aku kan menghilang
D Em
dalam pekat malam
C G D
Lepas ku melayang
Em C G
Biarlah ku bertanya
D Em
pada bintang-bintang
C G
Tentang arti kita
D
dalam mimpi yang sempurna
(Interlude) Em C G D
Em C G D
Em C G D
Aku dan semua
Em C G D
yang terluka karena kita
(Chorus)
Em C G
Aku kan menghilang
D Em
dalam pekat malam
C G D
Lepas ku melayang
Em C G
Biarlah ku bertanya
D Em
pada bintang-bintang
C G D
Tentang arti kita
Em C G
Aku kan menghilang
D Em
dalam pekat malam
C G D
Lepas ku melayang
Em C G
Biarlah ku bertanya
D Em
pada bintang-bintang
C G
Tentang arti kita
D Em
dalam mimpi yang sempurna
Malam itu ku habiskan waktuku di cafe untuk menghibur para tamu dan juga melepaskan hobi ku dalam bernyanyi dan bermain musik. Kulihat semua orang sangat menikmati tampilanku dan nyanyianku malam itu. Sampai-sampai ada seorang anak kecil yang datang mendekatiku dan memberikan sebuah bunga mawar untuk ku.
Tempat 11 malam dan waktu pergantian sif jaga para pegawe, karna cafe ku ini sengaja ku buka 24 jam dan uda ku ubah menjadi sebuah cafe yang tidak hanya untuk tempat makan dan nongkrong tapi juga tempat peristirahatan bagi pejalan jauh. Dan di setiap pojokan selalu ku kasih sofa yang khusus untuk mereka yang butuh waktu untuk mengistirahatkan mata mereka.
Begitu juga dengan resto yang saat ini di kelolah mas Dido, disana juga ku ubah sama dengan di cafe ini, hanya disana ku tambahin tempat bermain untuk anak-anak dan juga ku siapkan peternakan kucing, jadi mereka tak hanya bisa beesantai tapi juga bisa bermain dengan kucing-kucing yang sudah jinak dan berkliaran di sekitar pengunjung.
"Mbak Dinda malam ini bisakah mbak Dinda membantu saya untuk melamar kekasih saya? Maaf karna saya ingin melamarnya dengan kesan yang bagus tapi gak tau harus bagaimana" ucap dari salah satu pegaweku yang ingin melamar kekasihnya. Aku pun membantunya dengan menyiapkan dekorasi yang dadakan dan ku nyanyikan sebuah lagu untuk menciptakan nuwansa romantis diantara mereka.
Aku tersenyum melihat semua apa yang ku siapkan untuk pegaweku ini, padahal perjodohanku sendiri sepertinya tak akan berjalan mulus, tapi aku berharap cinta mereka berjala baik. Setelah semua persiapan selesai ku lihat seorang gadis berjalan masuk dan sepertinya dia bingung dan juga pengunjung yang baru datang pasti bertanya ada apa. Segera ku petik senar gitarku dan ku lantunkan sebuah lagu dari seventeen
'Sumpah Ku Mencintaimu'
Sesungguhnya, dan akulah pemilik hatimu
Kau 'kan rasa cinta yang terdalam
Bersamaku, kamu bisa bahagia selamanya
Sepantasnya dirimu seutuhnya untukku
Sempurnamu bila bersamaku
Dan denganku, kita bahagia selamanya, oh
Sumpah, 'ku mencintaimu, sungguh 'ku gila karenamu
Sumpah mati, hatiku untukmu, 'tak ada yang lain
Mati rasaku tanpamu, henti nafasku karenamu
Sumpah mati, aku cinta
Sepantasnya (sepantasnya) dirimu seutuhnya untukku (untukmu)
Sempurnamu bila bersamaku
Dan denganku, kita 'kan bahagia selamanya, oh, oh-oh...
Sumpah, 'ku-, sungguh 'ku-
Sumpah mati, hatiku untukmu, 'tak ada yang lain
Mati rasaku tanpamu, henti nafasku karenamu
Sumpah mati, aku cinta, oh
Sumpah, 'ku mencintaimu, sungguh 'ku gila karenamu
Sumpah mati, hatiku untukmu, 'tak ada yang lain
Mati rasaku tanpamu, henti nafasku karenamu
(Sumpah mati aku cinta) Sumpah mati, aku cinta
Sumpah mati, 'ku cinta, sungguh cinta
Begitu lagu ku berakhir semua orang bertepuk tangan, dan terlihat sangat bahagia. Ku lihat gadis yang tadi masuk sudah duduk dan dan dia lagi berbincang sama Salah satu pegawe ku, lalu orang yang bersangkuta ingin melamar gadis itu keluar dengan membawah bunga dintangannya dan aku mulai melantuntan lagu ke dua ku yang sesuai dengan tema malam ini lamaran dari pegaweku untuk wanita yang dicintainya.
Janji Suci
Dengarkanlah, wanita pujaanku
Malam ini akan kusampaikan
Hasrat suci kepadamu, dewiku
Dengarkanlah kesungguhan ini
Aku ingin mempersuntingmu
'Tuk yang pertama dan terakhir
Jangan kau tolak dan buatku hancur
Ku tak akan mengulang 'tuk meminta
Satu keyakinan hatiku ini
Akulah yang terbaik untukmu
Dengarkanlah, wanita impianku
Malam ini akan kusampaikan
Janji suci, satu untuk selamanya
Dengarkanlah kesungguhan ini
Aku ingin mempersuntingmu
'Tuk yang pertama dan terakhir
Jangan kau tolak dan buatku hancur
Ku tak akan mengulang 'tuk meminta
Satu keyakinan hatiku ini
Akulah yang terbaik untukmu
Jangan kau tolak dan buatku hancur
Ku tak akan mengulang 'tuk meminta
Satu keyakinan hatiku ini
Akulah yang terbaik untukmu
Jangan kau tolak dan buatku hancur
Ku tak akan mengulang 'tuk meminta
Satu keyakinan hatiku ini
Akulah yang terbaik untukmu
Akulah yang terbaik untukmu
Oh-oh-oh, oh-oh
Penulis lagu: Yovie Widianto
Setelah laguku berakhir ku dengarkan sorak sorai para pengunjung meneriakkan kata "Terima" pada pasangan muda mudi yang lagi dimabuk cinta itu. Aku sangat bahagia saat kulihat kebahagian di raut wajah pegaweku itu.
"Ibu, lihatlah aku sangat bahagia melihat mereka. Semoga aku selalu berguna bagi semua orang, ibu senang kan? Aku telah jadi orang yang bisa memberikan sedikit kebahagian untuk orang lain lewat nyanyian Dinda" aku bergumam dalam hati sambil tersenyum melihat kebahagian dari pegawe ku itu.
Bagi mereka aku bukan bos mereka melainkan teman mereka, namun mereka tetap berbicara sopan pada ku walo ada yang lebih tua dari aku usia mereka. Mereka lebih dekat dengan ku karna mereka lebih bisa terbuka pada ku dari pada ke mas Dido, mereka bilang takut karna mas Dido orangnya terlihat dingin dan tegas.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!