NovelToon NovelToon

Cinta Khanza

Prahara Malam Pertama

Assalamualaikum

Ketemu lagi dengan saya dilapak yang sama dan judul novel yang berbeda.

"Andai boleh aku memutar waktu, aku memilih tidak mengenalmu selamanya."

By Rajuk Rinda

💖💖💖💖

“Plak... Plak... Plak.” Tamparan bertubi-tubi menyentuh keras wajah mulus Khanza.

"Dasar perempuan murahan." Teriak Roland kencang, sambil menarik rambut Khanza yang gerai.

Wajah Roland menegang dengan geraham yang mengeras, dia menggenggam erat kepalan tangn, tidak bisa menyembunyikan kekecewaan dan kemarahan. Malam pengantin yang Roland impikan bertahun-tahun, hancur karena perbuatan Khanza yang sangat menjijikkan.

“Arggggh” Roland menarik sprai tempat tidur yang menjadi tempat mesum Khanza dan lelaki itu. Seperdetik kemudian Roland menangis sambil memukul-mukul kepalanya. Dia terduduk di atas tempat tidur.

Tadi Khanza pamit meninggalkannya, kerena mau istirahat lebih awal. Sementara Roland masih menemani teman-teman dan para tamu yang sedang menyantap hidangan sambil mengobrol, Roland pun mengizinkan Khanza naik ke kamar pengantin mereka.

Satu jam kemudian, saat para tamu dan undangan semuanya sudah pada pulang, keluarga pun sudah kembali ke rumah masing-masing, Roland menyusul naik ke atas, untuk menemui Khanza, sambil melirik jam di tangannya yang sudah menunjukkankan pukul sebelas malam.

Roland bergegas mempercepat langkahnya, dia sudah tidak sabar lagi menemui kekasih halalnya itu.

Sepuluh meter dari kamar pengantinya, mendadak Roland menghentikan langkahnya, sayup dia mendengar suara ******* seorang wanita yang sangat dikenalnya, rasa penasaran membawa Rolond mendekati daun pintu kamar, yang tadi sudah dilewatinya, suara ******* itu semakin jelas.

“Mas, aku sudah tak tahan, ayuklah sayang.” Rengekan suara itu membuat bulu kuduk Roland merinding. Roland kemudian menempelkan telinganya ke daun pintu kamar hotel yang tidak tertutup rapat, ada celah satu jari untuknya mengintip, hanya saja karena lampu kamar mati, hingga tidak bisa melihat jelas penghuni di dalamnya.

“Sayang, ahhhh….”

“Suara itu, persis suara Khanza.” batin Roland.

“Tidak mungkin itu suara Khanza.” Roland menepis pikiran buruknya, dan bermaksud beranjak, meninggalkan kamar itu.

“Ah… mas, aku bahagia sekali malam ini, peluk aku.” Suara wanita itu, kali ini terdengar sangat jelas.

Roland merasa yakin dengan pendengarannya, dia pun menerobos masuk ke kamar itu, Roland menyalakan saklar lampu. Mata Roland membola, menatap pemandangan dihadapanya, Khanza dan Heru adik dari ibunya, sedang bergumul tanpa sehelai benang pun di tubuh mereka.

Begitu lampu menyala, kesadaran Khanza yang hilang, berangsur menjadi setengah waras, dia terkejut saat mendapati tubuh polosnya berada di tempat tidur, bersama lelaki bertubuh gendut yang dia tahu, lelaki itu adalah adik bungsu dari mama mertuanya.

"Om... kenapa aku ada di sini?." Tanya Khanza panik, dia menarik selimut terus menutupi tubuhnya, dia tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi.

Tadi, waktu Khanza pamit mau ke kamar pengantin, kepalanya terasa sangat pusing, saat dia mau ke atas menggunakan lift, ada yang mengatakan, kalau lift sedang bermasalah, maka dia mengambil alternatif lewat tangga, waktu menaiki tangga, dia hampir jatuh, jika tidak ada seorang lelaki yang menolong dan mengantarnya sampai ke kamar, hanya itu yang bisa Khanza ingat. Dan sekarang kenapa dia bisa berada di kamar ini.

Khanza menatap Heru dengan wajah pias pasi, dia meminta supaya Heru menjelaskan semuanya. Namun lelaki itu hanya memasang senyuman penuh kelicikan. Dia sama sekali tidak perduli dengan kesedihan yang membias di wajah Khanza.

“Kau lihat wanitamu yang begitu kau puja, dia tidak lebih hanya wanita malam.” ucap Heru santai sambil memunguti bajunya yang berserakan di lantai. dengan santai dikenakannya baju itu, lalu memandang jijik pada Khanza yang terduduk di sudut tempat tidur. Dia sengaja bicara seperti itu, agar emosi Roland makin terpancing.

“Mas! percaya padaku, aku tidak tahu, apa yang sebenarnya terjadi.” Khanza turun dari tempat tidur sambil mendekap tubuhnya, dengan kedua tangan yang masih memegang selimut. Dia bersimpuh di kaki Roland sambil menangis.

“Pakai bajumu, dasar wanita ******.” Heru melemparkan baju Khanza kewajahnya.

Khanza tersentak dengan perlakuan Heru, lalu meraih bajunya, dua menit berlalu Khanza sudah memakai bajunya. Dia masih duduk di depan suaminya dan memegang kedua kaki Roland. Seperdetik kemudian Roland menarik tubuh Khanza, terus mencengkram dagunya dengan kuat, memaksa Khanza menatap matanya.

“Kau ingin aku percaya padamu! setelah apa yang telah kau lakukan. Hah!” Roland melepaskan cengkramanya, terus menolak tubuh Khanza hingga terjerembab.

"Maafkan om, Roland, Khanza yang menginginkannya, om tak bisa menolak." kata Heru membela diri, dia mengambil keuntungan dari kemarahan keponakannya itu.

Roland sudah tidak perduli lagi dengan ucapan Heru, hatinya benar-benar sakit dan hancur, dia sangat kecewa. Beribu jarum terasa menusuk-nusuk kepalanya, wanita yang baru beberapa jam sah menjadi istrinya, malah menyerahkan kehormatannya pada lelaki lain.

“Ayuk! Ikut!” Dengan kasar Roland menyeret Khanza ke kamar pengantin mereka, yang hanya berjarak sepuluh meter.

“Lepas mas! sakit.” Ujar Khanza meringis, pergelangan tangannya terasa perih.

“Brak!”

“Sakit! hehehe.” Ucap Roland tertawa sumbang, dia kembali mencengkram kuat dagu Khanza. Kemudian menolaknya hingga Khanza terhuyung dan terhantuk ke dinding. Roland sama sekali tidak perduli dengan keadaan khanza sekarang.

“Sakitmu belum seberapa, hatiku lebih sakit, hiks..hiks..hiks.” Roland menangis sambil menarik kasar tangan Khanza. Dia tidak perduli, saat melihat ada darah segar yang menetes di sudut bibir Khanza. Roland mendorong Khanza hingga terhempas di tempat tidur pengantin mereka.

“Dasar wanita ******, aku jijik melihatmu.” Maki Roland, matanya nanar menatap tajam pada wajah Khanza yang sudah bebak belur, biru dan lebam.

“Mas, maafkan aku, aku..”

“Apa! Aku tak butuh lagi penjelasanmu.” Roland menghentikan ucapan Khanza yang ingin melakukan pembelaan, baginya apa yang sudah dilihatnya lebih dari cukup, sudah membuktikan kalau wanita yang selama ini diagung-agungknya tidak lebih dari pada wanita malam yang menjajakan tubuhnya pada lelaki hidung belang.

Seketika Khanza bangkit dari tempat tidur, kemudian menghambur masuk ke kamar mandi, dia meangis, tubuhnya melorot di lantai ubin kamar mandi, tangan kanannya menggapai kran shower, memutar dengan kencang, hingga air mengguyur tubuhnya, dengan geram disabuni seluruh tubuhnya, dia sendiri merasa jijik karena sudah di jamah lelaki itu.

“Hiks, hiks, hiks.” Tangisan Khanza berbaur dengan air yang mengguyur tubuhnya. Luka di bibirnya terasa perih, namun tak diperdulikannya.

“Aku kotor, aku kotor, hiks, hiks, hiks.” Gumam Khanza lirih, dia terlihat sangat putus asa dengan keadaan yang sebenarnya tidak dia mengerti.

"Ya Allah... sebenarnya apa yang sudah terjadi padaku, kenapa aku bisa berada di kamar om Heru." Khanza menatap tubuhnya di cermin, ada beberapa tanda kepemilikan Heru menempel di dadanya.

Dia kembali menyabuni tubuhnya, dan membiarkan air terus mengguyur tubuhnya, berharap tanda kepemilikan itu hilang, hingga dia menggigil kedinginan.

Khanza meraih handuk, terus membalut tubuhnya, dengan sisa tenaga yang ada, dia berjalan keluar dari kamar mandi. Kemudian memindai seluruh ruangan kamar, tidak ditemukannya sosok Roland.

“Ke mana Roland, apa dia meninggalku?" Batin Khanza, kembali dua bulir Kristal bening jatuh disudut netranya.

Khanza menyisir tepi ranjang, terus mendudukkan bokongnya di situ, bibirnya bergetar dan wajahnya pucat, Khanza menarik selimut, dia sudah tak memiliki tenaga lagi, dengan kedua tangan mendekap di dada, dia berbaring sambil menahan gigil tubuhnya.

“Mas, percayalah padaku, aku tidak pernah mengkhianatimu.” Gumam Khanza lirih, seperdetik kemudian dia tak sadarkan diri.

💖💖💖💖

Hay para readers yang kece-kece

Aku butuh komen dan like dari kamu nih

Ayokkkk, jangan pelit ya

Ntar kuhadiahi sekarung beras love❤❤❤

Prahara Malam Pertama1

Assalamualaikum

Ketemu lagi🙏🙏🙏

"Andai aku boleh meminta, aku ingin kau terlahir kembali, seperti saat pertama aku mengenalmu."

By Rajuk Rindu

💝💝💝💝

Saat melihat Khanza masuk ke kamar mandi, Roland beranjak, dia keluar dari kamar.

“Brakkkk.” Wajahnya masih dipenuhi dengan amarah. dia membanting pintu dengan kasar.

Bergegas dia melangkah menuju lift, menekan lantai dasar, Roland turun menuju parkir, masuk ke dalam mobil, terus memacu mobilnya ke jalan raya.

Jam dipergelangan Roand sudah menunjukkan pukul satu dini, seharusnya pada saat ini, dia sedang mengarungi mahligai terpanas dengan deru napas kenikmatan sang pengantin, mengabiskan malam pertama dengan istri tercinta.

Mengingat itu, perlahan Roland menelan salivanya, dan saat bayangan kejadian menjijiikan itu kembali muncul, mendadak dia memukul stir mobil berkali-kali, hingga jalan mobilnya sedikit oleng.

“Ah! Sial! Kenapa bayangan itu terus saja menghantuiku.” Gumam Roland lirih, seketika netranya memanas, dua bulir Kristal bening meluncur di situ tanpa diminta.

Dua puluh menit kemudian, Roland membelokkan mobil memasuki parkir sebuah bar. Sejenak dia menatap bar yang bertulisan Kasandra bar Shinjuku, perlahan Roland membuka pintu mobil, lalu keluar dan melangkahkan kaki masuk ke dalam bar.

“Roland!” sapa pemilik bar yang merupakan teman lama Roland yang bernama Riki, sambil membolakan mata, Riki menatap Roland dari ujung rambat hingga ujung kaki, memastikan kalau yang dilihatnya benar-benar lelaki yang sudah tiga tahunan ini tidak berkunjung ke barnya.

“Apa yang membuatmu, hingga sampai ke sini lagi?” lelaki yang menyapanya tadi, menepuk lembut pundak Roland.

“Aku butuh kehangatan.” Ucap Roland membalas tepukan pemilik bar itu.

“Kau butuh berapa wanita?” lelaki itu bertanya, sambil mengernyitkan dahinya hingga berkerut, karena dia tahu kalau malam ini, merupakan malam pengantin Roland. Dan tadi siang pun dia sempat menghadiri undangan dari teman lamanya itu.

“Apa pengantinmu lagi datang bulan, hehehe.” Ujar Riki, sambil tersenyum kecut, dia pun tidak bermaksud untuk mendengar jawaban dari Roland, yang ada dipikirannya hanya memuaskan pelanggan dan dapat duit banyak.

Lelaki itu memerintahkan seorang pelayan wanita seksi, untuk menemani Roland, dengan membawa sebotol wisky dan sebuah gelas, wanita seksi yang bernama Qimo mendudukkan bokongnya di samping Roland. Sekilas Roland menatap Qimo yang mengenakan dres tanpa lengan dengan belahan leher berbentuk v, di saat wanita itu menunduk menuangkan wisky kedalam gelas, terlihat jelas sembulan gunung kembarnya yang dibatasi selat.

Glekk, sekali lagi Roland menelan salivanya. Sudah lama dia tidak bermain-main dengan wanita bar, yah … sejak dia mengenal Khanza, sejak itu dia memutuskan untuk tidak menyentuh botol minuman dan wanita malam lagi. Dan malam ini, dia kembali ketempat terkutuk ini, menenggak minuman dan memeluk kupu-kupu malam.

Roland sudah menenggak dua gelas wisky, dia sama sekali tidak tertarik dengan Qimo, yang sedang bergelayut manja mencari perhatiannya. Roland mengeluarkan sebatang rokok, lalu mengambil korek api, menghidupkan rokonya, kemudian menghisap lama dan dalam, terus menghembuskan asap yang banyak, hingga melayang-layang di udara.

“Lelaki yang dingin.” Batin Qimo sambil menatap lelaki tampan di sampingnya. Sedikit pun Roland tidak berminat menyentuhnya. Pada hal banyak lelaki yang mengantri ingin mencicipi sensasi nikmatnya bercinta dengan Qimo. Karena dia merupakan asset yang paling berharga yang dimiliki Kasandra bar Shinjuku.

Merasa Roland tak tertarik padanya, rasa penasaran bergelayut dalam benak mesumnya, pikiran nakalnya mulai dilancarkan, tangan letik jemarinya membuka satu kancing kemeja Roland, terus tangan kanannya masuk menysusup dan meraba bulu-bulu halus di dada Roland.

“Apa tuan ingin ku puaskan di tempat tidur.” Bisik Qimo di telinga Roland.

Roland sama sekali tidak terkejut dengan aktifitas yang dilancarkan Qimo, karena dia sudah biasa dengan suasana begitu, andai ini tiga tahun yang lalu, Qimo sudah habis ditelannya mentah-mentah hingga tak bersisa. Tapi kali ini tidak, perlahan ditariknya tangan Qimo dan menjauhkan dari tubuhnya. Seperdetik kemudian Roland beranjak, berdiri dari duduknya.

“Nih ambil.” Roland meletakkan segepok uang ratusan di atas meja.

“Saya belum melakukan apa-apa untuk tuan.” Ujar Qimo seraya membulatkan mata melihat apa yang diberikan Roland.

“Baru menemani minum, dia diberi sebanyak ini, jika menemani tidur pasti lebih banyak lagi.” Pikit Qimo.

“Jika tuan menginginkan saya menemani tuan sepanjang malam, saya akan ikut bersama tuan.” Ujar Qimo sembari bergelayut manja di lengan Roland.

Roland menepis tangan Qimo, kemudian dia beranjak keluar.

“Dasar lelaki payah.” Gerutuk Qimo dengan wajah cemberut, dia pun meraup lembaran merah yang tergeletak indah di atas meja.

Sementara Roland terus keluar dari bar, menuju mobil, begitu berada di dalam mobil, dia bingung mau pulang ke mana, kembali ke hotel dia malas melihat wajah Khanza, kembali ke rumah, pasti orang rumah akan banyak tanya, dengan perasaan galau Roland meluncur meninggalkan bar menuju jalan raya.

"Apa aku ke apartemant saja." pikirnya.

Jalanan terlihat sepi, karena jam segini pasti sebagian penghuni sedang terlelap indah, tanpa sadar Roland memacu mobilnya menuju hotel, tempat dia meninggalkan Khanza, begitu sampai ke hotel, dia masuk hotel, tapi tidak langsung ke atas, langkah kaki berbelok ke cafe hotel.

"Sendiri tuan." Sapa seorang waiters sambil menyodorkan daftar menu. Roland mengangkat wajahnya sekilas menatap waiters tersebut, lalu meraih daftar menu yang tergeletak di depannya. Dia hanya memesan secangkir kopi. Lima menit kemudian pesanan Roland sudah terhidang. Roland segera menyeruput kopi pesanannya, berusaha untuk membuang semua beban resahnya.

"Ya Tuhan.. kenapa beban ini terlalu berat." Raland menangkupkan kedua tangannya, kemudian *******-***** kepalanya.

Setengah jam kemudian, Roland menatap layar ponselnya, jam sudah menunjukkan pukul empat dini, Roland beranjak dari duduknya, dia memindai ruangan café, hanya dia dan dua orang office boy yang sedang membersihkan meja.

Perlahan Roland melangkah menuju lift, lalu menekan tombol angka 3, lift membawanya naik ke atas. Langkah kakinya gontai, dia terlihat sekali sangat lelah lahir bathin, begitu sampai di depan pintu, dimerogoh saku celananya mengeluarkan sebuah remote control, dan menekannya, pintu pun terbuka.

Begitu pintu terbuka, mata Roland terbelalak melihat pemandangan di depannya, Khanza tertidur pulas hanya dengan handuk yang hampir lepas di tubuhnya, sementara selimutnya tersingkap tanpa sadar.

“Dasar wanita tidak waras, bisa-bisanya dia tidur dengan nyenyak di sini.” Batin Roland.

“Kenapa selama ini, aku bisa terjebak dengan kelembutan Khanza, dan aslinya, dia tidak lebih baik dari sampah.”

“Beyarrrrr.” Roland meraih sebuah gelas berisi air dan menyiramkan ke wajah Khnaza.

“Bangun!” sentak Roland sambil menarik selimut yang hanya menutupi kaki Khanza.

Khanza tersadar, karena siraman air di wajahnya, entah berapa lama dia pingsan kerena menggigil dan kesakitan yang dirasakannya di sekujur tubuh.

“Dasar tak tahu malu.”

“Cepat pakai bajumu, kamu kira aku tertarik dengan tubuh kotormu itu.” Maki Roland sambil mendelekkan matanya tajam.

Tanpa suara Khanza mengikuti perintah suaminya, dia beranjak dari tempat tidur, untung dia masih punya sisa tenaga, hingga bisa bangun dan berjalan pelan menuju lemari. Khanza mengambil satu stel baju, bra dan boyshorts, lalu masuk ke kamar mandi, begitu selesai berpakaian di kembali lagi ke kamar.

“Cepat! Kemasi barang-barangmu.” Perintah Roland dengan wajah datar tanpa ekspresi.

Khanza berjongkok mengambil travel bag yang tergeletak di samping lemari, dia memasukkan barang-barangnya dengan menupuk begitu saja.

"Apa barang-barang mas di kemas juga." Khanza bertanya lirik.

"Jangan pernah sentuh, barang-barangku dengan tangan kotormu itu!" bentak Roland lagi.

"Ayukkk! cepat keluar!" Roland menarik koper yang dipegang Khanza.

"Tutup wajah jelekmu itu dengan selendang ini." Roland melempar selendang yang tadi diambilnya di mobil, mungkin selendang adiknya Zila yang tertinggal di mobil.

Khanza menutup kepalanya dengan selendang pasmina dari Roland, Roland pasti tidak ingin orang-orang melihat wajah Khanza yang lebam dan luka di bibir bekas tamparannya. pada hal dulu Roland sangat bangga memamerkan wajah Khanza yang cantik dan Anggun ke teman-temannya.

Roland melengakah dengan pandangan lurus ke depan, di sisinya Khanza mengikuti dengan kesan tergesa, Roland sengaja menggandeng tangan Khanza, biar terlihat baik-baik saja dengan pernikahannya.

“Salam subuh.Tuan.” seorang office boy menyapa, sambil mengabil travel bag dari tangan Roland, kemudian membiarkan Roland dan Khanza melangkah di depan.

Office boy meletakkan travel bag di loby, kemudian dibawa scurity dan memasukkan ke bagasi mobil. Setelah memasukkan travel bag, security itu lalu membuka pintu mobil dan mempersilahkan Khanza masuk.

“Selamat berbulan madu, Tuan.”

“Hati-hati nyetirnya.” Ujar security itu lagi.

Roland meluncur meninggalkan hotel, menuju jalan raya, dia memacu mobilnya dengan kecepatan tinggi, Khanza memperhatikan jalan yang dilewati Roland. Dia mencoba memutar memorinya, mengingat-ingat sesuatu, Ke mana Roland akan membawanya.

"Apa Roland, akan membuangku, tempat apa ini." batin Khanza menatap jalanan yang tak dikenalnya.

💝💝💝💝

Hay.. para readers yang kece

Aku butuh like dan komen kamu

kasih ya...🙏🙏

Please

Terima kasih

Rencana Agnis

"Di dunia ini penuh dengan orang jahat, jadi jangan lagi ditambah dengan dirimu."

By Rajuk Rindu

💖💖💖💖💖💖

FLASHBACK

Sepasang mata mengintai semua kejadian yang menimpa Khanza, dan pemilik mata itu tersenyum puas. Marasa bahwa dia dalam pihak yang menang. Dengan tarikan napas yang lega pemilik mata itu, mengeluarkan sebuah amplop dari tas tangannya.

"Ini pembayaran untukmu, kerjamu lumayan bagus." Wanita itu menyodorkan amplop kertas padi pada seorang leleki paroh baya.

Lelaki yang didapati Roland bersma Khanza tadi, menerima amplop yang di berikan wanita cantik itu, uang tunai sebesar 200 juta, sambil tersenyum, dia bergumam "dengan uang ini aku bisa berpoya-poya dan berjudi lagi."

"Jika Roland dan Khanza bercerai dalam bulan ini juga, kau akan kuberikan bonus lima kali lipat dari yang kau terima hari ini." lanjut wanita itu seraya tersenyum sinis.

"Okey! saya akan pastikan mereka akan bercerai secepatnya." kata Heru terkekeh.

“Rasain kau Roland, itu akibatnya jika kau bermain-main dengan om mu ini.” Gumam Heru.

Rasa dendam yang mengakar sudah membara di dada Heru, membuatnya nekad melakukan ini. Masih terbayang di ingatan Heru, bagaimana penolakan Roland saat dia butuh pinjaman untuk membayar hutang-hutangnya.

"Roland, Om butuh uang 500 juta." Heru mengiba, agar Roland memberinya uang lagi, pada waktu itu

"Maaf Om, aku tidak akan memberikan uang sepeserpun untuk Om, sudah berkali-kali Om menghabiskan uang di meja judi, biar saja polisi membawa Om." kata Roland waktu itu penuh dengan amarah.

Heru terpaksa menjual mobil dan saham miliknya untuk membayar hutang-hutangnya, kalau tidak, dia akan mendekam di penjara. sejak kejadian itu Heru sangat marah kepada keponakannya dan berjanji akan membuat hidup Roland hancur.

Heru menyetui perjanjian dengan seorang wanita yang telah lama mencintai Roland dan merasa kalau Khanza telah merampas Roland dari sisinya, wanita itu adalah Agnis rekan bisnis Roland, beberapa hari sebelum acara pernikahan Roland dan Khanza digelar. Agnis wanita cantik dan seksi itu, ingin mengambil kembali Rolandnya, menurutnya hanya dia satu-satunya pemilik Roland, karena dari sekolah menengah dia sudah jatuh cinta pada Roland, jauh sebelum Roland mengenal Khanza, kehadiran Khanza membuat cinta Agnis ditolak Roland.

"Maafkan aku Agnis, aku sudah punya wanita lain." kata Roland waktu Agnis mengutarakan isi hatinya.

"Baiklah kalau begitu, aku hargai kejujuranmu, kalau boleh tau siapakah wanita yang beruntung itu?" Agnis tersenyum renyah. Dia masih bisa menyembunyikan kekecewaan hatinya, saat Roland menyebut wanita lain.

"Khanza." Roland dengan bangga menyebut nama gadis, anak teman sekaligus rekan bisnis papanya itu.

"Khanza, anak tante Ranti?" ulang Agnis bertanya meyakin.

“Iya, dia gadis yang sangat cantik.” Ujar Roland tak henti memuji.

Khanza memang cantik, kecantikannya masih original, terlihat dari penampilannya hanya dipoles make up sekedarnya.

"Okeylah kalau begitu, selamat ya." Agnis menyodorkan tangan memberi ucapan selamat kepada Roland, karena sudah berhasil menaklukkan hati Khanza.

Walaupun kelihatannya, Agnis ikhlas Roland bersama Khanza, namun dihatinya bertekad akan mendapatkan Roland. tidak ada seorang wanita pun yang boleh memiliki Roland selain dirinya dan jika dia tidak bisa memiliki Roland, begitu juga dengan Khanza, dan Agnis akan bermain cantik untuk misinya itu.

Dan malam itu, dia memulai aksinya, di saat para tamu sedang banyak dan berdatangan silih berganti, dia menyelinap, kemudian memasukkan sesuatu ke dalam gelas minuman.

“Selamat ya Khanza.” Ujar Agnis mendekati Khanza sambil membawa dua gelas minuman.

“Yuk, kita bersulang, merayakan hari bahagiamu.” Ucap Agnis seraya menyerahkan gelas minuman yang tadi sudah diberinya sesuatu.

“Terima kasih, Agnis.” Kata Khanza seraya menerima minuman yang disodorkan Agnis, tanpa curiga sedikit pun, dia bersulang dan menenggak isi gelas minuman itu hingga tuntas.

Melihat Khanza menghabiskan minumannya, Agnis tersenyum manis, seperdetik kemudian, dia membiarkan Khanza mendekati ke arah Roland, dia pun menyingkir menemui Heru.

“Sudah beres, jalankan rencana kedua.” Kata Agnis.

“Siap.” Ujar Heru kemudian dia melangkah kembali ke ruang pesta sambil mengamati Khanza dari jauh.

Sepuluh menit kemudian, Khanza merasa kepalanya berdenyut, ruangan pesta seakan berputar-putar, dia berusaha menggapai kursi agar bisa duduk dan istirahat.

“Kamu kenapa?” Tanya Agnis berpura-pura prihatin.

“Tidak apa-apa.” Kata Khanza berusaha bertahan, dan berharap denyutan dikepalanya akan segera berlalu, hingga dia bisa kembali menemani Roland menemui tamu-tamunya.

“Wajahmu pucat sekali.” Kembali Agnis mengeluarkan jurus ampuhnya, biar terkesan dia sangat perduli dengan wanita yang sudah merampas lelaki yang sangat dicintainya itu.

Rasa sakit di kepala Khanza semakin terasa, kini keringat sebesar jagung sudah mulai membasahi keningnya, bahkan telapak tangannya pun terasa dingin karena menahan sakit di kepala yang menderanya. Khanza menarik nafas dalam, kemudian mengerjapkan matanya yang sudah terasa berat.

“Lebih baik kamu istirahat.”

“Tapi Agnis…”

“Tidak usah khawatir, nanti aku akan menemani Roland untuk menemui tamu-tamunya.” Kata Agnis meyakinkan Khanza.

“Terima kasih, kamu baik banget.” Ucap Khanza untuk yang kedua kalinya.

“Aku memang baik, aku akan menemani suamimu selamanya setelah ini.” Batin Agnis dengan percaya diri, dia tertawa senang di dalam hati, melihat kebodohan wanita yang begitu saja mempercayainya.

“Teruslah menjadi wanita bodoh, sampai kau ditendang suamimu itu.” Gumam Agnis lagi. Dia sangat ingin melihat wanita itu menangis darah karena sudah mempercayaiinya.

Khanza beranjak dari duduknya, sambil berpegangan di tepi meja, dia melangkah mendapati Roland.

“Kamu kenapa sayang?” Tanya Roland saat melihat wajah Khanza pucat dan keringatan.

“Tidak apa-apa sayang, mungkin hanya kecapean.”

“Kamu istirahat saja sayang.”

“Iya sayang, kepalaku terasa pusing.”

“Ayok sayang, biar mas temani.” Ujar Roland seraya meraih jemari tangan istrinya.

“Aku bisa sendiri sayang, kalau mas menemani aku, nggak enak dengan tamu kita.”

“Kamu yakin sayang.”

“Iya sayang.”

“Mas antar ke kamar ya.”

“Tidak usah sayang, aku bisa sendiri.”

“Baiklah.” Kata Roland seraya mengecup kening isrinya.

“Mas akan segera menyusul ke atas, setelah semua tamu pulang.” Bisik Roland mesra di telinga istrinya. Dan dijawab anggukan oleh wanita pujaannya itu.

Roland melepaskan genggaman tangannya, dan membiarkan Khanza berjalan menjauh darinya dengan tatapan mata iba hingga Khanza menghilang dari pandandannya.

Saat melihat Khanza menuju lift seorang menhalanginya, dan mengata lift sedang bermasalah. Khanza memutar tubuhnya menuju tangga darurat.

Pada saat menaiki tangga ke tiga, pandangan Khanza sudah kabur dan dia hampir ambruk, dengan sigap, Heru yang dari tadi membuntutinya, menyanggah tubuh Khanza, kemudian mengendongnya masuk ke kamar yang sudah di bookingnya.

Perlahan Heru meletakkan tubuh Khanza yang setengah sadar, lima menit kemudian Agnis muncul di balik pintu.

“Bagaimana keadaannya?”

“Dia sudah tak sadarkan.”

Sebuah jarum suntik dan botol kecil berisi sesuatu, yang entah obat apa, sudah ada digenggaman Agnis, seraya tersenyum penuh kemenangan dia meraih pergelangan tangan Khanza, seperdetik kemudian jarum suntik itu sudah menancak di pergelangan Khanza, saat jarum itu ditekan lebih dalam, cairan perangsang itu masuk ke tubuh Khanza.

“Sempurna, sebentar lagi obat ini akan bereaksi.” Ujar Agnis sembari memasukkan jarum suntik dan botol kecil yang sudah kosong ke dalam kantong plastic, terus menyimpan di dalam tasnya.

“Saat obatnya mulai beraksi, tugasmu adalah mempermainkan gairahnya, sehingga dia merengek meminta dipuaskan.” Ucap Agnis tersenyum senang.

“Apa aku boleh melakukannya?" tanya Heru dengan muka mesumnya.

"Terserah kamu."

"Dasar otak mesum." gumam Agnis. tapi dia tak perduli.

“Ah…” terdengar lenguhan Khanza, tangannya mulai meraba-raba tubuhnya sendiri, dia menggelinjang seperti orang kepanasan dan kehausan ingin diberi kepuasan.

“Bagus, lucuti semua pakaiannya.” Ucap Faira.

“Tapi…”

“Lucuti!” Perintah Agnis lagi saat melihat Heru ragu-ragu.

Heru melucuti aksesoris yang melekat di kepala Khanza, terus dengan sekali tarik dia menurunkan resleting gaun pengatin yang masih melekat di tubuh Khanza, Heru menelan salivanya sendiri, saat melihat punggung mulus Khanza tersingkap, seperdetik kemudian gaun yang dipakai Khanza sudah melorot.

"Lakukan." perintah Agnis.

Heru naik ketempat tidur, dia memagut bibir ranum Khanza, lalu kedua tangan mempermainkan ****** yang terlihat mencuat di balik bra. Hingga membuat Khanza menggelinjang manja.

“Mas.” Khanza merasa ada gairah yang menghentak-hentak birahinya.

Dengan tangan gemetar Heru membuka pengain bra dan melepaskannya, Heru semakin gugup saat melorotnyakan penutup segitiga biru yang menutupi barang sensitif Khanza yang masih tersegel, kini terpampang pemandangan indah di depannya, gunung kembar yang menantang serasa ingin di daki dan hutan kenikmatan yang ditumbuhi rumput-rumput ilalang yang jarang-jarang.

Glekk… sekali lagi dia menelan selivanya, seperti ada yang memberontak diselangkangannya, jika saja tidak ada perjanjian dan peraturannya dengan wanita Agnis, dari tadi dia pasti sudah mulai mendaki, agar bisa ke puncak yang begitu menggelitik gairahnya.

Khanza yang dituntut dengan gairah yang leteup-letup, semakin gencar melakukan penyerangan pada Heru, pengaruh obat perangsang yang sudah disuntikkan Agnis dengan dosis tinggi, sudah membuatnya tidak bisa mengendalikan diri, Khanza sudah kehilangan kewarasannya, dia mendesah tanpa sadar mengeluarkan suara-suara lenguhan aneh, berharap segera dapat pemuasan.

“Sekarang lucuti pakaianmu, sebentar lagi Roland akan naik.” Kata Agnis.

Tanpa pikir panjang Heru membuka semua yang melekat di tubuhnya, dia mulai membalas serangan-serangan Khanza, hingga membuat Khanza semakin panas.

Klik, Agnis menekan remote lampu, begitu lampu di kamar itu mati, bergegas Agnis ke luar, dia sengaja membuka sedikit pintu kamar, agar saat Roland melewati kamar itu, suara ******* Khanza bisa terdengan jelas. Agnis kemudian masuk ke kamar yang berada di depan kamar yang diboking Heru.

“Selamat bersenang-senang Khanza.” Gumamnya sambil menghempaskan tubuhnya di atas kasur.

💖💖💖

Reader kece, jangan lupa tekab like dan kasih komentar ya.

Terima kasih🙏🙏

Ntar aku bakalan UP tiap hari kok

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!