NovelToon NovelToon

Gelora Cinta Tuan Muda

BAB 1 TEH MANIS

Puspa, semua orang suka namaku. Cantik!

Begitu pula parasku. Siapapun yang memandangku akan terpesona dan memuji keindahannya. Tak hanya itu, rambut hitam kecoklatan lebat sebahu dengan tatanan rambut terurai dan poni tipis membuatku merasa semakin cantik seperti bunga.

Aku sendiri merasa takjub akan keindahan yang Tuhan berikan pada diriku.

Selain itu, prestasiku di sekolah pun tak luput dari pujian dan decak kekaguman dari orang - orang sekitarku.

" Perfect...!" Itulah yang orang lain selalu katakan setiap kali aku menorehkan prestasi di sekolahku.

" Hebat Puspa, tak hanya cantik bak sekuntum bunga. Tapi, kamu juga pintar dan terampil di sekolahmu! Berbagai penghargaan sering kamu raih."

Pujian demi pujian selalu aku dapatkan semenjak aku duduk di bangku sekolah dasar. Aku merasa hidupku sangat sempurna. Orang tuaku, sekolahku, guru - guruku dan teman - temanku bangga memilikiku.

***

Di pelataran sekolah

Siang ini terasa begitu terik tidak seperti biasanya. Beberapa kali kuseka keringat di dahiku yg tertutup poni. Aku berlari tergopoh - gopoh menuju sebuah gerobak es pinggir jalan yang menjual beraneka minuman segar botolan.

Suasana sekolah memang lengang, karena anak - anak kelas XII sudah menyelesaikan ujian nasional dan hanya beberapa yang datang ke sekolah untuk mengurus keperluan masuk universitas.

Kuraih botol es teh, manis segar dan dingin.

"Ahh..segerrr banget nih..! Benar - benar penyelamat di saat panas terik gini ", gumamku sambil membuka tutup botol minuman es teh tadi.

Sampai akhirnya, seseorang menepuk pundakku. Menganggetkan dan hampir menumpahkan isi mulutku yang sedang meneguk minuman dingin.

"Ishh.. Apaan sih !" ucapku sambil menoleh kesal.

"Apa.. Mau marah? " ucapnya sambil manahan tawa karna melihat ekspresi ku yang marah.

"Ih, kamu! Udah kelar beb, urusannya?"

"Udah. Duh, kasian... Lama ya kamu nunggunya? Sampai - sampai kamu kehausan gitu, terpesona banget deh kamu liat botol es teh manis. Aku panggil - panggil gak denger. Hemmm..gitu ya kamu sekarang sama aku.. Kamu lebih cinta es teh !" , ucapnya sambil pura - pura ngambek dan berusaha memajukan bibirnya beberapa senti kedepan.

***

Satria, dialah kekasih idaman setiap gadis di sekolahku. Pemuda yang berwajah tampan, berkulit putih mulus, berperawakan tegap atletis dan satu lagi dia anak orang kaya raya di kotaku. Hampir semua orang mengenal siapa orang tuanya. Memiliki beberapa restoran dan hotel terkenal yang sudah turun temurun diwariskan dari kakeknya, dan sepertinya kekayaanya akan menurun juga kepadanya.

Tapi, bukanlah hal itu yang membuatku mau menjadi kekasihnya selama beberapa bulan ini. Selain dia berprestasi, rupawan dan kaya, dia itu berkelakuan baik dan sangat romantis.

Dulu, sebelum aku menerima pernyataan cintanya dia beberapa kali mengirim sepucuk kertas bertulis kata atau pesan cinta dan di selipkan di tanganku setiap kali aku berpapasan dengannya. Terkadang dia pun menitipkannya lewat sahabatku, Stella.

Sekarangpun, kemana dia pergi rasanya dia tidak pernah lupa memperlakukanku sangat baik dan bak seorang ratu. Tanpa merasa canggung sedikitpun, dia selalu memanggilku dengan sebutan sayang dimanapun kami berada.

Awalnya pun aku merasa risih karena semua orang jadi lebih memperhatikan setiap gerak langkahku. Tapi, lama - kelamaan aku pun terbiasa dengan perlakuannya dan pandangan orang terhadapku. Kami adalah pasangan perfect! Itulah yang mereka katakan padaku.

***

"Hidupku memang sempurna ... ", ucapku sambil bergelayut manja di pundak Satria. Wangi khas parfum lelaki semerbak menusuk hidungku.

"Apaa, beb... Kamu ngomong apa? Aku nggak denger barusan ! " , teriak Satria yang sedang fokus menyetir motor sport nya.

" Gak apa - apa kamu lanjut aja, beb! Aku nggak ngomong apa - apa .. ", jawabku agak sedikit berteriak dan kembali menyenderkan pipiku ke punggungnya yang tegap.

Brrrr....

Tiba - tiba hujan disertai angin lebat turun seketika. Membuat Satria makin mempercepat laju kendaraannya.

'Pantas aja tadi panas dan gerah banget, ternyata mau turun hujan! ', pikirku dalam hati.

***

" Duh, beb. Kamu jadi basah kuyup begini. Maaf ya! Ya sudah, kamu masuk sana! Mandi lalu keringin badan kamu. Takut kamu masuk angin. Sebentar lagi kan kita ujian masuk Universitas. Bahaya kalau kamu sakit sendirian di sini. Duh iya, aku lupa bawa jas hujan lagi. Bolehkan kalau aku nunggu sebentar di sini ya sampai hujannya reda", ucap satria sambil berisyarat agar aku cepat - cepat masuk ke kamar kosku yang posisi kamarnya seperti rumah kecil dengan sekat - sekat tembok antar tetangga.

Beberapa pot bunga menghiasi atap kamar kosku, menambah indahnya pemandangan sekitar.

Ya, aku memang sengaja tinggal di rumah kos karena lokasi rumahku di pinggiran kota, menurutku terlalu jauh dari sekolah favoritku di perkotaan, tempat aku bersekolah dan mendapatkan beasiswa.

Inilah tahun ketiga aku di sini, menempati kamar kos ini sendirian. Meskipun kadang sesekali sahabatku Stella atau beberapa teman yang lain ikut menginap di sini.

" Oya, badan kamu juga basah kuyup, bebh! Aku ambil handuk dulu ya. Kamu tunggu di sini. ", ucapku sambil masuk ke dalam.

Satria melepaskan helm dan sepatunya yang basah kuyup, kemudian meletakkannya di lantai.

"Nih, handuknya ! ", ucapku beberapa menit kemudian sambil menyodorkan handuk berwarna pink bergambar hello kitty. Menaruhnya di atas kepalanya dan kuusap perlahan rambutnya yang basah.

Kutatap wajahnya yang rupawan. Rambutnya yang basah dan bibirnya yang merah membuatku takjub tak berkedip sesaat.

Satria menatap ke arahku, membalas melototiku dengan pandangan aneh dan tak berkedip. Tiba - tiba dia mendorongku masuk melewati pintu kamar kos yang agak terbuka.

Dengan cepat seketika dia menutup pintu dan kami berdua pun berdiri membelakangi pintu. Badannya basah kuyup rambutnya acak - acakan. Entah mengapa jantungku tiba - tiba berdegup kencang dan semakin cepat.

Kami sama - sama basah kuyup. Dingin. Itu yang kurasa.

Satria mendekatkan wajahnya.

" Sayang, kamu ... kamu.. Apa yang kamu lakuin ". tanyaku cepat.

Dia berdiam sejenak melihat kearahku seakan menahan sesuatu.

"Maaf Puspa. Aku salah. " lirih Satria selang beberapa menit kemudian.

Tatapannya berbeda dari biasanya. Entah perasaan apa yang tengah dia rasakan.

Aku pun berbaring menyamping dan menarik sprei untuk menutup tubuhku. Rasanya aku ketakutan dan seperti ada getaran hebat yang merasuk tiba - tiba.

Satria memelukku dan mengusap lembut rambutku yang masih basah karena air hujan. Aku hanya menangis terisak dan tak tau hal apa yang sudah kami lakukan tadi.

***

" Aku pulang dulu ya! Takut mama nyariin aku. Sudah jam 8 malam. " Ucap Satria lirih, mengecup keningku mengusap rambutku dan kembali menyelimutiku.

" Besok aku jemput ya! kita liat kampus bareng - bareng!"

"Hmmm...", aku mengangguk pelan dan kembali ke tempat tidur setelah mengunci pintu kamarku rapat - rapat. Rasanya tulang - tulang di punggungku berbunyi gemertak. Ngilu.

Tiba - tiba, aku pun kembali menangisi kejadian tadi,

berteriak sekencangnya dalam hati.

'Ya, Tuhan! Kenapa aku melakukan kebodohan itu! How stupid, am I !', kuremas selimutku dengan kencang. Bertubi kupukuli diriku sendiri. Lelah, sampai tanpa sadar aku pun tertidur pulas.

***

Di keheningan malam

Sementara itu, Satria melesat pulang dengan motor sport kesayangannya di tengah gelap dan dinginnya malam.

Pertama kali dalam hidupnya. Dia tersadar apa yang barusan di lakukan tadi kecerobohan atau kebodohan yang hebat.

Tapi, hebatnya lagi, dia merasa itu semua bukan salahnya.

'Ah, apapun itu yang jelas aku tidak bersalah. Hanya keadaan yang membuat aku melakukannya, dan itu bukan sepenuhnya kesalahanku ', Gumamnya dalam hati sambil tersenyum penuh arti.

.

.

Ini karya orisinil dan pertama author...

Jadi, Mohon maaf jika masih banyak kekurangan...

Beberapa hal sudah aku revisi ya pembacaku yang baik...

tolong bantu tinggalkan jejak dan berikan komentar yang baik serta Like dan tap bintangnya juga ya...

Supaya aku semakin semangat untuk UP..

terimakasihh😘😘🙏👍

BAB 2 BIANGLALA

Beberapa hari ini Satria sulit sekali untuk ditemui. Pesan singkat melalui aplikasi chat pun jarang dia balas. Sekalipun dibalas pasti cukup singkat. Apa gerangan yang sedang dia lakukan di luar sana. Di sekolahpun sudah tidak ada kegiatan, sehingga kami tidak bisa bertemu di sana.

Ya,tapi aku memaklumi karena sekarang kami sama - sama sibuk mempersiapkan diri masuk universitas favorit. Kami sama - sama sedang fokus meniti masa depan kami.

Aku dan Satria mendaftar di tempat yang berbeda. Kampus dan jurusan yang berbeda. Aku mendaftar masuk fakultas seni dan dia harus menuruti keinginan orang tuanya yang harus masuk fakultas ekonomi. Sebagai calon penerus tunggal bisnis keluarga dia harus berlatih keras ilmu - ilmu ekonomi. Meskipun sebenarnya, orang tuanya punya banyak rekan dimanapun dan dia bisa memilih dengan hanya menunjuk jari mau masuk universitas mana. Tapi, dia tidak mau melakukannya.

Sementara itu, aku harus bekerja lebih keras dan fokus mempersiapkan segalanya demi mendapat beasiswa. Aku tidak mungkin mengandalkan orang tuaku, karena ayah ku hanyalah seorang pegawai honorer di kecamatan, gaji nya setiap bulan pas - pas an. Terkadang gajinya hanya cukup untuk makan adikku dan ibuku sehari - hari saja. Meskipun begitu, kami sudah sangat bersuyukur hidup tanpa kekurangan.

Sedangkan, sama halnya dengan ayahku, ibuku tidak bisa banyak membantu, beliau hanyalah seorang ibu rumah tangga biasa yang terkadang menerima orderan menjahit dari tetangga itupun hasilnya tidak seberapa.

Selama ini aku bekerja keras untuk menghidupi diriku sendiri di perantauan. Aku berusaha hidup dengan layak seperti teman - temanku pada umumnya. Setiap hari aku mengajar les privat, muridku tidak banyak. Mereka adalah adik - adik temanku yang kaya dan merasa bahwa kepintaranku bermanfaat jika disalurkan. Selain itu, akupun butuh uang. Itulah mengapa aku tidak pernah terpikir untuk berpacaran atau pun memiliki pacar semasa sekolah. Karna hanya akan menguras waktu, tenaga dan pikiran. Itulah pemikiranku saat itu.

Tapi, pemikiranku berubah ketika aku sering bertemu bahkan kenal dekat dengan Satria. Berbeda dengan beberapa lelaki sebelumnya yang pernah mendekatiku. Aku tidak bisa menolak pria berlesung pipi ini. Rasanya jantungku berdegup tak karuan ketika melihatnya tersenyum dan berpapasan di depan mataku.

Aku takjub pada sosok Satria. Dia berasal dari keluarga kaya tapi pintar dan tidak sombong. Meski terkadang, sekilas orang melihat bahwa dia memiliki pembawaan yang ketus. Mungkin karena Satria tidak terlalu banyak berbicara di depan orang lain. Itulah mengapa dia menjadi salah satu idola para gadis di sekolahku. Banyak hati yang patah setelah tau kalau aku memacarinya dan aku bukanlah gadis kaya yang selevel dengan mereka.

Pada Satria, aku sulit mengatakan tidak. Aku seolah terbius pembawaannya yang dingin tapi romantis, dan parasnya yang rupawan.

Lagipula pikirku saat itu, ini adalah semester terakhir aku bersekolah di sekolah menengah atas. Ingin juga rasanya kulalui dengan indah seperti remaja lainnya seusiaku, tanpa melulu berpikir soal uang dan pelajaran di sekolah. Itulah beberapa hal yang aku pikirkan saat akan menerima cinta Satria. Cinta pertamaku di SMA. Cinta yang merenggut mahkotaku.

***

" Beb, aku lulus masuk fakultas ekonomi! " , tiba - tiba pesan singkat masuk ke dalam gawaiku. Membuyarkan lamunanku yang sedang melayang ke saat - saat awal kami berpacaran.

"Kita ketemuan yuk! Aku jemput ketempatmu ya... Udah segalon rindu yang mau aku tumpahkan untukmu...", lanjutnya kemudian.

" Syukurlah. Kalau gitu aku ikut senang ya sayang! Iya, aku tunggu ya ... " , balasku cepat. Rasa - rasanya sudah sebulan lebih berlalu saat terakhir kita bertemu.

'Aku kangen kamu mas!', ucapku dalam hati sambil senyam - senyum sendiri terbayang lesung pipinya saat tersenyum manis menatapku dan aroma khas wangi parfum kesukaanku.

***

Tidak membutuhkan waktu lama bagi Satria untuk sampai ketempatku. Aku sudah bersiap dari tadi, duduk manis di kursi teras depan kamar kosku.

Mengenakan dress selutut warna pink dengan hiasan ikatan pita di pundak. Kuikat rambutku keatas dan kusematkan hairpin kupu - kupu favoritku. Tidak lupa sepatu dengan highheels putih menambah sempurna penampilanku hari ini.

" Hai cantik ! ", sapanya saat turun dari motor hijau kesayangannya. Membuka helmnya dan memegangnya di pinggang sebelah kiri. Satria memakai celana jeans hitam yang cocok dengan kaos warna putih, di padukan jaket coklat kulit sapi asli menambah sempurna penampilannya saat ini.

Kutatap wajah nya lekat - lekat, di kejauhan dia tampak sangat tampan. Pantas saja sahabatku Stella pun iri ketika tahu bahwa aku berpacaran dengan dia.

" Hai juga ! Gimana kabar kamu mas?", kataku sambil tersipu malu - malu.

" Baik dong! Apalagi sekarang bisa ketemu kamu. Ih, Kok jadi canggung gini sih. Oia, beb aku punya ide. Gimana kalau kita main ke taman rekreasi? Disana kita bisa naik bianglala atau naik apa itu yang keatas kebawah. Apa tuh beb, namanya ya aku kok tiba - tiba jadi lupa gini ya? " , katanya sambil mengingat - ingat sesuatu. Dia mengetuk - ngetuk dahinya dengan telunjuk.

" Apa sih? Tornado ?", jawabku cepat. " Ih, mas. Masa kamu ajakin aku naik tornado dengan penampilan seperti ini ? Aku kira kita cuma mau nonton atau kemana gitu. Yaudah deh! Aku ganti sepatu sebentar ya.. ", dengan cepat aku menarik sepatu kets putih tanpa tali dari rak nya.

" Iya, boleh lah! Aku tunggu sebentar sambil liatin kamu. Aku rasanya ingin melepas kepenatan karena sebulan kemarin sibuk dengan soal - soal dan ujian masuk Universitas. Stres berat! Kamu juga pasti tahu kan kalau papa juga maksa suruh aku benar - benar mempersiapkan ini semua dengan baik. Maaf ya beb, kamu jadi di nomor duakan. " Satria menjelaskan panjang lebar alasan kenapa dia jarang membalas pesanku.

Sambil mendengarkan dia berkata - kata, dengan cepat aku melepas sepatu tali berhak tinggiku lalu menggantinya dengan sepatu kets warna putih, senada dengan tas selempang kecil dan jam tangan ku. Aku memang ingin semuanya terlihat sempurna. Cantik!

***

Di taman rekreasi

Kepalaku pusing. Rasanya seperti melayang dan tidak menapak di tanah. Tubuhku bergetar tak karuan. Dadaku sesak dan nafasku tersengal - sengal. Mataku berputar - putar. Aku berusaha meraih apapun yang ada di sekitarku.

" Mas, mas Satria ..." ucapku lirih sambil menarik lengannya cepat.

Bruukkkk....

Aku limbung dan hampir jatuh tersungkur ke tanah. Satria menarikku dengan cepat ke pelukannya. Menahan dan menopang tubuhku dengan kedua tangannya. Membawanya ke ruangan pertolongan pertama di taman rekreasi ini, diatas punggungnya yang kekar aku tak sadarkan diri dan dengan sigap serta cekatan dia berlari sambil menggendongku. Setelah itu aku tak tau lagi apa yang terjadi.

Sampai akhirnya aku tersadar.

" Mas, aku pusing. Aku mau pulang. "

Satria menatapku lekat - lekat, dengan cepat dia memegang tanganku erat. " Maafin aku ya, beb! Aku nggak tau kamu sampai begini setelah naik bianglala. Gimana kalau tadi naik tornado juga. Aku gak tau sampai kamu seperti ini. ", tatapan wajahnya terlihat amat bersalah. Dia memegangi pipiku dengan kedua tangannya. Mendekatkan hidungnya dan tersenyum manis. Lalu mengecup keningku.

Mataku rasanya berat. Perutku rasanya seperti telah menelan batu besar. Nyeri. " Nggak apa - apa sayang yuk kita pulang! ", jawabku masih sedikit agak lemas.

Aku merasa sesuatu yang aneh terjadi pada tubuhku. Naik permainan semacam ini bukanlah yang pertama kali bagiku, rasanya aneh. Tidak seperti biasanya naik bianglala sampai terjadi hal seperti ini. Apalagi sampai pusing dan pingsan begini.

' Ah... Aneh! Apa yang terjadi dengan tubuhku '.

Bab 3 KOPI PAHIT

Di kediaman Puspa

" Prannnkkk....!"

Suara cangkir kopi yang dilemparkan ayah seakan memecahkan gendang telingaku. Bukan hanya gendang telingaku yang pecah, tapi serpihan hatiku ini serasa ikut hancur berkeping - keping. Remuk bersamaan dengan cangkir kopi yang dilemparkan tepat di depan wajahku.

Tubuhku bergetar hebat menahan air mata dan aku benar - benar ketakutan menunggu reaksi ayah selanjutnya.

Keberanianku tiba - tiba saja hilang lenyap seketika. Setelah sebelumnya aku mengumpulkan semua keberanian yang kumiliki. Karena bagiku, butuh kekuatan besar dan ribuan kali berpikir untuk mengutarakan semua ini kepada kedua orang tuaku.

Sementara itu, aku melihat ibu hanya terduduk lesu di kursi sofa. Adikku Raka pun tidak berani berkomentar apapun, suasana sangat hening. Hanya nafas ayah yang terdengar memburu dan sangat berat.

Badanku gemetaran, penuh was - was. Aku cemas, tak tau lagi apa yang akan terjadi selanjutnya. Aku tidak bisa berpikir lagi. Tapi, semuanya harus kuhadapi. Semuanya adalah kesalahanku. Aku akan menanggung semuanya meskipun entah apa yang akan menimpaku selanjutnya. Aku sempat berharap bahwa semuanya hanyalah mimpi buruk yang keesokan hari akan musnah ketika aku terbangun.

Tapi bukan, ini nyata dan semua ini harus tetap kuhadapi dengan dewasa.

***

Beberapa menit kemudian, suasana kembali hening dan raut wajah kami semua terlihat tegang. Pada akhirnya setelah melemparkan cangkir ke arah ku Ayah ikut terdiam, terduduk lesu di samping ibuku. Ibu sudah menangis tersedu - sedu, matanya sudah memerah dan beliau sudah tidak bisa lagi menahan bendungan air matanya. Beberapa kali dia mengusap nya dengan kedua tangannya yang sudah hampir keriput di makan usia.

" Hhhhhh... ", Ayah menghela napas panjang, beliau mulai membuka suara.

" Kamu itu anak pertama kebanggaan ayah. Dari dulu kamu tidak pernah mengecewakan ayah, sebagai orang tuamu ayah selalu bahagia memilikimu. Ya kami tau kamu diluar sana menghidupi dirimu sendiri dari kerja kerasmu. Tapi, apapun ayah lakukan agar kamu bisa sekolah dengan baik hingga masuk ke perguruan tinggi. Ayah tidak ingin kamu bernasib sama seperti ayah dan ibu yang hanya bisa hidup pas - pas an. Tapi, sekarang ini hati ayah hancur, harapan ayah musnah. Jerih payaha yang ayah ibumu lalukan rasanya sia - sia, dengan hasil perbuatan kamu seperti ini seolah kamu sudah menyepelakan kami sebagai orang tuamu. Kamu melupakan semua didikan ayah. Kenapa kamu seperti ini ! Ayah tak tau lagi harus bagaimana ", dari nada bicaranya Ayah seperti nya sudah sangat kecewa terhadapku.

Aku hanya bisa menangis sejadi - jadi nya, berlutut dihadapannya dan memohon pengampunanya. Aku tak tau semua yang kulakukan akan berakibat sefatal ini. Seharusnya aku menurut kata ayah, seharusnya aku tidak berpacaran, seharusnya aku fokus saja pada beasiswa masuk universitas. Tapu semua sudah terlambat. Semuanya sia - sia...

Dulu, seharusnya aku tidak dibutakan oleh pesona pria kaya, aku paham bahwa aku hanyalah orang kelas menengah ke bawah. Tidak dapat disandingkan dengan putra mahkota seorang konglomerat. Satria memang tuan muda. Tidak setara denganku. Tapi aku memang keras kepala dengan percaya bahwa cinta itu ada dan aku juga berhak merasakannya. Aku tau aku salah dan aku tau semuanya sudah terlambat untuk menyadarinya. Maafin aku ayah... Aku memang anak tak tau diri. Cinta yang kurasakan hanyalah malapetaka untukku.

***

Di kediaman Wirajaya

Sementara itu, di kediaman keluarga Wirajaya. Semuanya tampak diam. Hening. Tidak ada yang berani berkata apa pun, semua nya tampak menunggu jawaban dari pak Surya Wirajaya, sang kakek dari Satria Wirajaya. Presdir Wirajaya Group.

Bahkan pak Rahadi Wirajaya pun hanya terdiam, tak berani bersuara ataupun melontarkan sepatah katapun. Dia menunggu instruksi dari sang pemegang tahta tertinggi di keluarga itu.

Sang tuan besar mulai membuka suaranya, " Satria, besok kita temui keluarga gadis itu. Kamu tidak bisa menghindar ataupun menolak lagi. Ini sudah keputusan kakek. "

"Tapi, apa yang akan ayah lakukan dengan menemui mereka? ", tanya pak Rahadi menyerobot ucapan pak Surya. Raut wajahnya agak sedikit cemas. Dia khawatir akan apa yang terjadi pada putra tunggalnya.

Satria terdiam, begitupun ibu dan ayahnya. Mereka semua menunggu jawaban berikutnya dari sang kakek.

" Saya akan menyetujui untuk menikahkan kamu dengan gadis itu. Tentu saja dengan beberapa syarat dan beberapa perjanjian pra nikah. Saya tidak mau hal - hal yang tidak diinginkan terjadi di kemudian hari. Saya juga tidak mau keberadaan anak gadis itu kelak mengacaukan Wirajaya group" , jawab sang kakek datar.

" Sekarang hubungi keluarga gadis itu. Suruh pak Rahmat sekretaris kakek mengurus semuanya dengan pihak mereka, dan atur pernikahannya secepatnya. Tapi ingat, jangan sampai media tau berita soal pernikahan ini. Saya ingin semuanya rapih. Tertutup dari pemberitaan media."

***

Satria yang sedari tadi terdiam menunduk di sofa mulai angkat bicara. Menengadahkan wajahnya melihat sang kakek yang berdiri di hadapannya,

" Tapi, kakek. Aku belum siap untuk menikah. Aku masih terlalu dini untuk menimang anak. Aku dan Puspa masih 18 tahun. Terlebih lagi, aku masih ingin bebas, kek. Aku tak tau harus bagaimana kelanjutannya dengan kuliahku jika aku harus menikah dan mengurus anak. Aku malu dengan teman - temanku, apa jadinya kalau mereka semua tau aku sudah beristri apalagi sebentar lagi punya anak. Bisa tamat reputasiku sebagai cowok idaman para wanita." , Satria merajuk pada kakeknya. Kakeknya tidak bergeming.

Wajah pak Surya seketika berubah merah padam,

" Lantas apa yang harus aku lakukan terhadapmu anak bodoh! Beruntung keluarga gadis itu tidak buka suara kepada media perihal kamu menghamili anak gadis mereka! Apakah aku harus menyumpal mereka dengan emas agar gadis itu membuang keturunan hasil perbuatan kotormu? Kenapa kamu tidak berpikir panjang saat melakukannya? Kenapa kamu sungguh bodoh! Sudahlah, kalian lakukan saja perintahku. Aku tidak mau semua orang tau kamu menghamili anak gadis orang! Cepat hubungi mereka dan lakukan semuanya dengan cepat ".

Orang tua Satria dan Satria pun pada akhirnya harus setuju atas permintaan pak Surya. Dia tidak bisa menolak permintaan pak Surya, dan Satria pun tidak berani lagi berbicara apa - apa. Diam. Mencoba mencerna adegan demi adegan yang terjadi di kehidupannya.

Entah mengapa semuanya menjadi seperti ini. Pernikahan yang tidak pernah diharapkan harus terjadi dengan begitu cepat. Anak yang seharusnya tidak terlahir harus hadir di tengah - tengah hidupnya dengan begitu cepat. Menikah dengan wanita yang tidak pernah dicintainya. Apalagi harus memiliki anak darinya bukanlah impiannya.

Satria mengumpat pada dirinya sendiri, menyesali semua perbuatannya. Ingin rasanya dia menceburkan diri kedalam samudra dan meledakkan amarahnya di dalam sana.

' Ah, tidak. Bukan aku yang harus menyesali semuanya. Tapi, kamu Puspa. Kamu yang harusnya menyesal telah mengenalku. Telah membuatku masuk dalam perangkapmu. Telah membuatku harus menikahimu dan mendapat penghinaan dari semua orang atas kehamilanmu. Dasar wanita murahan! ', umpat Satria dalam hati.

Jemarinya mengepal tanda ada bara api yang begitu besar menyala dalam dadanya. Dia tidak bisa menutupi lagi semua amarah dan kekesalannya.

'Ya, semua memang salahmu, Puspa!', matanya berkilat - kilat dan hatinya berdegup sangat kencang.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!