NovelToon NovelToon

Jodoh KEDUA

PROLOG Fadia Rahayu

Ini bukan cerita tentang kekayaan seorang CEO atau Presidir. Ini cerita tentang kehidupan kita sehari-hari.

Fadia Rahayu artinya Wanita kuat yang cantik. Dia adalah gadis manis keturunan Jawa lahir di wilayah yang notabene nya suku Batak yaitu kota Medan. Sejak usianya memasuki 15 tahun, kedua orangtuanya meninggal dunia akibat kecelakaan saat akan menuju keluar kota untuk Halal bil Halal atau berkunjung kerumah saudara saat hari Raya Idul Fitri.

Hingga akhirnya Fadia harus tinggal bersama kakeknya yang sudah sakit-sakitan. Namun saat dia berusia 17 tahun kakek nya meninggal dunia. Dia kembali terpuruk. Beruntung dia memiliki dua sahabat yaitu Elsa dan Harry.

Sebenarnya Fadia memiliki seorang kakak bernama Fatin Kumalasari menetap di Medan sejak kuliah dan menikah. Fatin selalu meminta sang adik ikut tinggal bersamanya di Medan namun Fadia selalu menolak dan lebih memilih tinggal seorang diri di rumah peninggalan orang tuanya.

Elsa Maharani adalah sahabat Fadia sejak kecil dan mereka tinggal bersebelahan. Jadi Setelah Fadia tidak memiliki siapapun hanya Elsa dan orang tua Elsa yang membantu Fadia.

Harry Setiawan adalah sahabat Fadia. Tapi bukan sahabat semana semestinya yang selalu ada saat mereka membutuhkan. Persahabatan mereka berbeda. Sahabat dunia maya.

Awal perkenalan Fadia dan Harry saat itu Fadia masih duduk di kelas VII SMP dan Harry duduk di kelas X SMA. Fadia meminta nomor *handphone* teman sekelasnya karena sepulang sekolah akan mengerjakan tugas kelompok.

"Niko.. Bagi nomor *handphone* mu. Biar gampang hubungi kau nanti." ucap Fadia karena saat itu dia adalah ketua kelompok.

"Aku tidak bawa *handphone* Fadia." jawab Niko.

"Hafal tidak?" tanya Fadia lagi.

Niko tampak mengangguk dengan senyum menyeringai tanpa di curigai Fadia.

"Catat. 085262443353 coba *misscall*."

Fadia pun menuruti apa dikatakan Niko dengan polosnya. Panggilan itu pun tersambung kemudian di matikan lagi oleh Fadia.

"Oke masuk Nik. Nanti kita kumpul di tempat Mpok Rasmi saja ya."

Fadia berjalan ke gerbang sekolah meninggalkan Niko yang senyum-senyum sendiri.

Sesampainya dirumah seperti biasa. Dia membuka sepatu dan meletakkan di rak sepatu berada di teras rumah.

"Assalamualaikum Bun." Ucap Fadia berjalan menuju dapur di yakini nya sang Bunda berada disana.

"Waalaikumussalam Fadia." jawab sang Bunda tanpa menoleh kearah Fadia karena sedang sibuk memasak.

"Banyak sekali Bun masakan nya." celetuk Fadia saat melihat isi kuali.

"Iya mbak mu sebentar lagi sampai. Sudah sana ganti baju rapihkan kamar sebelum mbak mu sampai. Mau di omeli?" titah sang Bunda.

"Iya bunda Fadia rapihin deh." Fadia berjalan gontai menuju kamarnya segera merapihkan sebelum sang mbak sampai kerumah.

Setelah Fadia berganti pakaian rumahan dan selesai merapihkan kamar nya, rebahan di kasur terbuat dari kapas itu adalah pilihan tepat.

Fadia mengambil *handphone* bermerk *Nokia* itu dari tas sekolahnya. Matanya terbelalak saat nomor yang di duga adalah nomor Niko menelepon.

"Angkat tidak ya? Kalau Ayah dengar bisa di marahin karena cowok yang telepon."

Fadia hanya menatap layar ponsel saja tanpa mengangkat telepon. Setelah panggilan telepon itu berakhir, masuk 1 pesan singkat di *handphone* Fadia.

Di buka pesan singkat masuk tersebut.

"*Ini siapa*?"

Dengan polosnya Fadia membalas pesan singkat tersebut tanpa curiga atau apapun.

"*Ini aku Fadia loh Nik*."

Panggilan telepon masuk kembali dengan nomor sama di duga itu adalah nomor Niko teman Fadia. Dia pun terpaksa menekan tombol hijau.

"*Apa sih Nik? kau harus datang jam 3 nanti atau aku coret nama mu dari daftar kelompok*."

"*Maaf. Saya bukan Nik. Saya Ricky*."

Dinda diam merasa bingung dan heran. Kemudian ia lihat lagi layar ponsel nya untuk memastikan jika itu nomor yang di berikan Niko.

Benar. Tapi kenapa logat ngomong nya kayak medok Jawa gitu ya?.Pigir Fadia

"*Ini bukan Niko ya*?"

Fadia mulai cemas jika dia sedang salah sambung dan pasti sudah di kerjain oleh Niko.

"*Bukan. Saya Ricky*."

Fadia menggigit kuku jari setelah menyadari jika salah sambung.

"*Maaf. Sepertinya aku salah sambung. Tapi maaf sekali lagi kau orang mana*?"

"*Saya dari Malang*."

Fadia kembali diam saat mendengar nama kota yang sangat asing bagi Fadia.

"*Malang daerah mana ya*?"

Terdengar suara ribut di seberang telepon sekarang. Fadia hanya diam mendengarkan suara berbicara dengan logat Jawa. Sama sekali Fadia tidak tahu arti dari pembicaraan mereka.

"*Malang, Jawa Timur*."

"Kok suaranya beda lagi?" tanya Fadia.

"*Iya yang punya handphone pergi sama pacarnya. Kenalin aku Harry*."

Dari perkenalan lewat telepon teman Harry bernama Ricky saat itu. Fadia dan Harry menjadi lebih akrab sering teleponan dan sms-an.

Harry sering menyebut nama Fadia dengan nama belakangnya yaitu Ayu. Dan Fadia tidak keberatan untuk hal itu.

Berbagi cerita tempat tinggal masing-masing. Keduanya tidak pernah berharap untuk bisa bertemu, karena sadar jarak dan keuangan adalah kendalanya.

Fadia dan Harry saling terbuka, saat Fadia menyukai seseorang dan begitu juga Harry. Bahkan Fadia beberapa kali berbicara pada Ibu Harry karena Ibu Harry penasaran dengan Anak sulung nya tampak ceria bila sedang teleponan dengan Fadia.

Fadia juga menerangkan jarak dari kota Medan ke desa nya memakan waktu sekitar 5 sampai 6 jam di perjalanan. Dia hanya memberi tahu tanpa berharap bisa bertemu.

Jarak usia tidak menghambat komunikasi mereka. Harry juga tidak masalah jika Dinda memanggilnya dengan nama saja tanpa ada embel-embel kakak,abang,ataupun mas. Senyaman Fadia saja menurutnya.

Berbeda dengan Ricky. Fadia memanggil nya dengan sebutan kakak. Dia memang akrab dengan Ricky tapi tidak sedekat dengan Harry.

Harry juga meminta Fadia untuk menyebutkan kamu bukan kau. Karena di daerah nya jika menyebut kau itu sangat kasar dan Fadia menyetujui hal itu.

Hingga saat Fadia tamat sekolah menengah atas dia di lamar dengan seorang laki-laki baru beberapa bulan di kenalnya. Akhirnya dia menikah saat usia 18 tahun.

Laki-laki itu bernama Dani dengan usia 25 tahun bekerja sebagai pemborong bangunan pemerintahan. Dia berasal dari kota Riau tepatnya Pekan Baru.

Tentu Fadia memberi kabar bahagia nya pada Harry. Dan hanya bisa mengucapkan kata selamat dan doa semoga rumah tangganya sakinah mawadah warahmah.

Harry saat itu menetap di kota Bogor karena dia melanjutkan kuliah jalur beasiswa dari perusahaan kelapa sawit ternama di universitas IPB.

\*\*\*\*

🌸

\*Bismillahirrahmanirrahim

emak buat novel baru.

Semoga suka ya.. Jujur emak sedikit kesulitan dengan novel pertama karena tentang Presidir bukan di emak kali. Harus menguras otak dan pengetahuan. Tapi tetap akan emak terus kan.

Salam bahagia semua..

Jodoh Kedua ini di angkat dari kisah nyata ya.. walau ada sedikit plesetan nya\*.

Semangat Baru

Hidup menjanda selama 4 tahun lebih tidak membuat Fadia patah semangat untuk mencari uang. Ia terus semangati dirinya untuk tetap baik-baik saja demi sang buah hati.

Ahmad Gadhing Athafariz namanya. Artinya anak laki-laki yang kuat dan berkharisma. Kuat melebihi ibunya. Anak yang pintar, penurut, dan ceria. Fadia sendiri sering kewalahan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan Gadhing karena pertanyaannya melampaui batas Fadia.

Fadia bersyukur mantan suaminya hingga kini tidak pernah berkunjung atau bertanya kabar tentang anaknya. Walau Gadhing pernah melontarkan pertanyaan dimana ayah nya dan siapa ayah nya. Tapi Fadia hanya menjawab jika ayah Gadhing sedang bekerja jauh tanpa mengatakan siapa ayah nya.

Pagi ini Fadia membawa kue buatan nya untuk di titipkan ke warung-warung terdekat dan hari ini adalah hari pertama Gadhing masuk sekolah Taman Kanak-kanak.

"Bun..Kenapa Gadhing harus sekolah?" tanya bocah berusia 5 tahun itu.

Fadia tersenyum sambil merapikan seragam sekolah yang di kenakan Gadhing.

"Biar kita tambah pintar dan banyak teman sayang."

"Banyak teman? kayak bunda banyak teman?" tanyanya lagi.

"Ya Gadhing benar. Sudah ayo kita sarapan selepas itu kita berangkat. Bunda masak Ayam goreng kesukaan Gadhing."

"Oh ya? Ayam goreng Upin dan Ipin Bun?" tanya Gadhing antusias.

"Betul..Betul..Betul." jawab Fadia menirukan kebiasaan kartun yang sering di tonton anaknya.

"Bunda seperti Ipin." keduanya pun tertawa bersama.

"Sudah ayo kita sarapan, nanti terlambat loh..."

Keduanya sarapan bersama. Fadia bersyukur di balik penderitaan nya lalu hingga menimbulkan dendam dan trauma di hatinya kini berangsur menghilang.

Dendam kini telah usai, ia terus mencoba berdamai pada masa lalu nya. Hanya trauma belum juga hilang darinya. Trauma berumah tangga. Trauma dekat dengan berjenis kelamin laki-laki.

"Eh.. Anak ibu sudah ganteng." kata Elsa saat melihat Gadhing akan berangkat sekolah.

"Gadhing memang ganteng Bu." jawab Gadhing percaya diri.

Elsa berdecak sebal mendengar jawaban anak sahabatnya.

"Gadhing mau kemana?"

"Mau sekolah Bu biar tambah pintar dan banyak teman."

"Cakep. Belajar yang benar ya jangan pacaran." nasihat Elsa yang seharusnya tidak di ucapkan.

"Pacaran itu apa Bun?" tanya Gadhing pada Fadia yang sedang menyusun kue di keranjang.

"Pacaran itu sesuatu yang tidak boleh di lakukan anak kecil seperti Gadhing." jawab Fadia sekenak saja.

"Berarti kalau sudah besar boleh?" pertanyaan dari bocah polos itu membuat Fadia dan Elsa mulai kebingungan.

"Lihat lah Elsa... Ini ulah mu. Kenapa kau kasih nasihat aneh seperti itu. Jawab itu." Fadia mulai kesal karena Elsa sering memberi nasihat aneh.

Elsa pun sadar kesalahan nya. "Tidak boleh. Gadhing harus capai cita-cita Gadhing lebih dulu baru boleh pacaran. Gadhing masih ingin jadi angkatan laut kan?"

Gadhing tampak mengangguk kepala.

"Nah jadi harus belajar yang rajin dan selalu sayang Bunda dan Ibu agar bisa jadi angkatan laut. Oke?"

"Iya Bu, Gadhing juga sayang kakek, nenek, Bude Fatin, Mbak Dita, dan juga Ayah." jawab bocah polos itu lagi.

Fadia dan Elsa termangu mendengar jawaban Gadhing di akhir ucapan nya. Ayah. Seseorang yang tidak ingin diingat Fadia.

"Maafkan aku Fad." sesal Elsa.

"Tidak apa. Sudahlah kami berangkat dulu."

Gadhing mencium punggung tangan Elsa.

"Gadhing pergi dulu Bu. Assalamualaikum."

Fadia dan Gadhing pergi menuju sekolah baru Gadhing dengan ucapan anaknya memenuhi pikiran saat ini.

****

Seorang pria bertubuh tinggi tegap berseragam serba putih dengan berlogo nama Perusahaan bagian dada kanan di pakaian yang ia kenakan saat ini. Sepatu safety boots khusus jabatan sebagai Asisten Bibitan di Perusahaan dimana ia bekerja saat ini sudah dipakai. Helm putih telah ia pakai juga.Harry Setiawan adalah pria tersebut.

Dua tahun menjabat sebagai Asisten Bibitan kemudian di angkat menjadi Asisten Afdeling hanya menunggu Kota mana ia tempatkan. Ia di tempat tugaskan di kota Kalimantan Timur saat ini. Sangat jauh dari tempat tinggal kedua orang tua nya.Kota Malang adalah kampung halaman nya. Sudah dua tahun dia tidak pulang kampung. Bukan ia tidak ingin tapi karena fasilitas angkutan umum sangat jarang di tempat ia bertugas. Jauh dari kota.

Sebagai Asisten Afdeling, Harry Setiawan bertanggung jawab terhadap seluruh rencana kerja di perkebunan kelapa sawit.

Setiap hari, Harry harus mengikuti rapat pagi yang dimulai pada pukul 06.15 WITA untuk memberikan simulasi bagi para pekerja agar mereka dapat memahami setiap instruksi yang diberikan.

Setiap pagi hari, Harry bangun pukul 04.30 WITA Yang di lakukan pertama kali adalah memasak sarapan untuknya sendiri kemudian membersihkan diri melaksanakan kewajiban sholat subuh. Setelahnya Harry mempersiapkan kegiatan apel pagi yang dilaksanakan pukul 06.30 WITA. Apel pagi ini bertujuan untuk memberikan motivasi dan arahan kerja spesifik kepada para pekerja dan juga mandor yang akan turun ke lapangan di hari itu.

Agenda di pagi buta tersebut dilanjutkan dengan mendata jumlah tenaga kerja pada hari itu untuk menentukan target minimal produksi yang harus diperoleh seluruh mandor, seraya memastikan bahan yang dibawa sesuai dengan jumlah tenaga kerja, mempersiapkan transportasi yang dibutuhkan untuk mengangkut karyawan ke perkebunan juga masuk ke daftar pekerjaan Harry.

Setelah selesai apel pagi Harry kembali ke rumah jabatan dimana ia tempati selama dua tahun ini untuk sarapan sebelum ia kembali bekerja turun ke lapangan untuk mengontrol karyawan disana.

Di tengah sarapan nya ponsel merk apel tergigit ny berdering. Nama Sundari tertera memenuhi layar benda pipih itu.

Harry : "Assalamualaikum Sundari."

Harry teleponan sembari meneruskan sarapan nya. Mereka bersenda gurau di telepon. Sundari adalah pacar Harry yang tinggal di Malang. Mereka menjalin kasih sudah tujuh tahun lamanya. Menjalin hubungan jarak jauh bukan hal mudah untuk keduanya. Kesalahpahaman sering sekali terjadi.

Harry : "Sundari.. Kapan kamu mau aku nikahi? Kita sudah tujuh tahun pacaran."

Selama Harry di pindahkan ke kota Kalimantan Timur, Sundari sering sekali mengelak jika Harry membahas tentang pernikahan. Dan hal itu membuat ia merasa curiga dan ragu akan hubungannya dengan Sundari.

Sundari : "Aku mau di nikahi tapi aku tidak mau ikut dengan mu bertugas yang sering pindah-pindah itu."

Harry semakin bingung dengan sikap Sundari. Bagaimana bisa seorang istri tidak ikut kemanapun suaminya tinggal. Pikir Harry.

Harry : "Kenapa begitu? bukankah kamu tidak ingin jauh dariku?"

Sundari : "Iya aku tahu, tapi aku disini juga bekerja, sayang jika harus keluar."

Harry : "Gajiku cukup untuk biaya hidupmu Sun."

Sundari : "Sudahlah kamu tidak akan mengerti. Aku mau kerja dulu. Assalamualaikum."

Panggilan itu sudah mati sebelum Harry menjawab salam. Harry menghela nafas kasar. Selalu saja begitu jika sudah membahas pernikahan. Bukan ingin terburu-buru untuk menikah. Tetapi melihat usia sudah cukup matang yaitu 27 tahun dan hubungan mereka sudah terjalin 7 tahun menurutnya pantas untuk ke jenjang selanjutnya.

Kecewa. Itulah yang dirasakan Harry selama dua tahun ini pada pacarnya. Ingin mencari tahu apa yang terjadi pada pacarnya disana ia takut dikatakan sebagai pacar posesif dan tidak percaya pada kesetiaan Sundari hingga ia mengurungkan niat untuk melakukan hal itu.

*Biarlah takdir membawa kemana hubungan kita.

🌸

TBC

Mohon dukungan nya ya*..

Sakitnya menjanda

Pukul 11 siang waktu setempat Harry kembali ke kantor divisi karena sudah mendekati waktu istirahat jam makan siang. Keadaan hatinya masih saja tidak baik sejak pagi tadi selepas teleponan dengan Sundari.

Harry membuka seleting tas sandang yang selalu di bawa. Dia pun mengambil ponsel merk apel tergigit nya untuk menghubungi seseorang.

Dia menempelkan benda pipih itu ke telinga dan senyuman nya mengembang saat panggilan telepon terhubung oleh seseorang di seberang sana.

Harry : "Assalamualaikum Ayu." sapanya lemah lembut.

Fadia : "Waalaikumussalam Harry. Ada apa? apa tidak bekerja jam segini sudah menelepon?"

Harry : "Satu-satu tanya nya Yu. Sebentar lagi waktu istirahat jadi aku kembali ke kantor sambil menunggu Zuhur. Aku butuh teman bicara."

Seperti sebuah kebiasaan bagi Harry untuk membicarakan masalahnya. Apalagi dia menceritakan semua keluh kesah tentang Sundari pada Fadia. Seperti sebuah ketergantungan pada wanita yang di kenalnya melalu dunia maya saat dia masih duduk di kelas X Sekolah Menengah Atas.

Fadia : "Apa kamu berubah menjadi patung saat tinggal disana sehingga membutuhkan teman bicara?"

Harry merasa saat ini menelepon di waktu yang tidak tepat. Ia baru sadar Fadia bicara dengan nada ketus sedari tadi.

Harry : "Maaf jika aku menelepon mu di waktu tidak tepat. Kamu sedang apa?"

Fadia : "Bukan begitu Harry. Aku sedang berada di sekolah TK Gadhing dan ikut berkumpul pada ibu-ibu. Aku jadi bahan pembicaraan mereka saat kami menelepon begini. Kamu tahu kan aku seorang Janda?"

Harry merasa bersalah dan menyesali kesalahan nya. Seharusnya ia mengabari Fadia lewat pesan singkat lebih dahulu.

Harry : "Baiklah sekali lagi maaf. SMS aku kalau kamu sudah sampai ya. Aku juga sudah rindu pada Gadhing."

Fadia : "Iya. Setelah pulang sekolah aku kabari. Sudah ya. Assalamualaikum."

Harry : "Waalaikumussalam."

Persahabatan dunia maya mengalir begitu saja tanpa di sengaja. Sebenarnya sama-sama menjaga privasi tapi bila salah satu menceritakan keluh kesah mereka maka yang satunya lagi bebas bertanya. Selalu seperti itu.

"Pak. Mau titip makan siang?" tanya seorang karyawan divisi pada Harry.

"Boleh pak. Porsi tambah ya pak." jawab Harry seraya memberikan uang pecahan lima puluh ribuan.

"Lauk ayam bakar seperti biasa kan pak?"

Harry mengangguk. Dan seorang itu melesat pergi.

Di ruang kerjanya Harry melamun memikirkan hubungan nya dengan Sundari. Selama lima tahun hubungan mereka baik-baik saja. Harry termasuk tipe pria yang menerima segala kelebihan dan kekurangan dari pasangan nya.

Ia akan selalu menerima keputusan pasangan walau sangat bertolak belakang dengan keinginan nya. Ia lebih suka mengalah tapi bukan kalah menurutnya. Jika keputusan itu masih dalam hal baik maka menerima dengan suka rela adalah tindakan nya.

Tapi selama dua tahun terakhir. Saat dirinya di pindahkan ke kota Kalimantan Timur dan Sundari bekerja di sebuah Bank ternama hubungan mereka menjadi jauh. Sejauh jarak memisahkan keduanya.

"Aku harus tanya Ayu sebelum bicara sama ibu bagaimana dengan hubungan ku."

"Kenapa lama sekali pak Gustus ya? perutku sudah lapar."

Sembari menunggu pesanan nya datang. Harry mulai membuka aplikasi sosial medianya. Tidak banyak yang ia upload disana. Hanya postingan Kelapa sawit yang sudah di panen, tumpukan pupuk. Sepertinya media sosial tersebut lebih cocok sebagai dokumentasi kinerja nya.

Seandainya Ayu memiliki akun sosial media pasti mereka menjadi lebih dekat.Pikir Harry.

****

Duduk-duduk berkumpul bersama ibu-ibu bukan kebiasaan Fadia. Tapi karena sekarang dia sedang menunggu kepulangan Gadhing, ia terpaksa harus ikut bersama.

"Sini dong Fadia duduk bareng manusia." ucap salah satu ibu juga sedang menunggu anaknya.

Fadia hanya tersenyum dan mengangguk. Bingung harus jawab apa. Apakah selama ini dia tidak bersama manusia? dia pun menggeleng tanpa sadar.

Di tengah obrolan handphone jadul milik Fadia berdering hingga para ibu lainnya melihat ke arah Fadia.

Seulas senyum terbit di bibir mungil itu. Tapi setelah itu ia sadar jika dirinya menjadi pusat perhatian para ibu-ibu.

"Siapa Fad? target baru?" celetuk salah satu dari mereka.

Fadia hanya tersenyum dengan berkata. "Sebentar ya Bu.." Fadia menjauh dari perkumpulan ibu-ibu.

Pertanyaan pedas seperti itu sudah sering di terima Fadia. Terkadang tiada angin tiada hujan di tuduh goda suami orang padahal Fadia tidak melakukan hal itu.

Setiap ke warung dimana Fadia menitipkan dagangan kue nya juga tak ayal mendapatkan cibiran dari para pembeli disana.

"Kamu jangan kegenitan sama suami saya."

"Punya mata itu di jaga jangan lihat suami saya terus."

"Jadi perempuan jangan sok kecantikan. Punya apa kamu?"

"Masih muda tapi sudah janda."

Cibiran dan hinaan sering di terima Fadia. Bohong jika Fadia merasa baik-baik saja. Ibu Ratna mama Elsa sering menasihati agar Fadia kuat dan tidak mendengarkan hinaan mereka.

Setelah menerima telepon dari Harry, ia lebih memilih menunggu Gadhing di bawah pohon dari pada harus kembali bergabung pada para ibu-ibu lainnya.

Sering ia berpikir. Apa status janda itu hina?

Tidak ada wanita yang ingin menjadi janda. Padahal jika di lihat kenyataan dari kehidupan rumah tangganya, ia adalah korban. Dan perceraian adalah sebuah anugerah untuknya. Tapi mengapa ia yang terlihat hina?

Apa akan seperti ini terus menerus kehidupan nya?

Ingin menikah lagi? Tentu.

Tapi saat ini dia masih menutup diri. Karena sekarang di punya Gadhing.

Sangat jarang mendapatkan pasangan yang mau menerima sang ibu tapi tidak dapat menerima anak dari pasangan itu. Dan hal itu yang tidak di inginkan Fadia.

Semoga suatu saat ada pria yang menerima dirinya dan juga anaknya Gadhing. Suatu saat bukan sekarang.

Sebenarnya Fadia memiliki kriteria untuk pasangan nya. Ia ingin memiliki suami yang baik, Soleh, sayang dan hormat kepada orang tua terutama ibu. Karena ia yakin jika seorang pria menyayangi dan hormat kepada ibunya otomatis pria itu juga melakukan hal sama dengan pasangan nya, bertanggung jawab, tidak mudah akrab dengan lawan jenis. Tampan dan bertubuh bagus adalah bonus untuknya.

Tapi itu dulu sebelum ia menikah. Setelah sekarang menjadi janda ia hanya berharap pria itu adalah pria yang bertanggung jawab dan sayang dengan keluarga.

Murid TK berhamburan keluar. Fadia dapat melihat jika Gadhing sedang mencarinya. Dia pun melangkah menghampiri Gadhing.

"Bunda.." teriak Gadhing saat sudah menemukan Fadia.

Fadia tersenyum seraya menjulurkan tangan agar Gadhing salam takzim saat sudah berada di depannya.

"Tadi belajar apa nak?" tanya Fadia sambil membantu Gadhing naik ke atas sepeda motor matic milik nya.

"Belajar mengenal huruf Bun. Sama seperti Bunda ajarkan."

"Benarkah? Apa Gadhing bisa?"

"Bisa dong Bun. Gadhing kan pintar." jawab Gadhing penuh percaya diri.

"Baiklah. Sekarang kita pulang. Om Harry akan menelepon setelah kita sampai rumah." terang Fadia.

"Really? Are you not lying? (Benarkah? Apa kamu tidak berbohong?)" tanya Gadhing antusias.

"Benar Bunda tidak bohong. Siapa yang mengajari mu bahasa Inggris nak?" Fadia heran karena dia belum pernah merasa mengajar kan pada Gadhing bahasa Inggris.

"Om Harry Bun."

Fadia tersenyum saat mengetahui siapa orang itu. Sahabat dunia maya nya selalu ada saja yang di ajarkan untuk Gadhing.

"Ya sudah. Setelah sampai rumah Gadhing harus bersihkan diri dan makan siang. Kalau sudah siap baru bunda telepon om Harry ya."

"Baiklah." Gadhing mempererat pelukan.

🌸

TBC

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!