Safhika Revlina Darma itulah nama panjangku. Umurku sekarang 20 tahun. Kulit putih, mata bulat, pipi cubby dan rambut panjang lurus. Asli warna rambutku dari kecil memang coklat pirang.
Pukul 11.50 pm
Aku baru saja pulang dari caffe tempatku kerja. Aku kerja sebagai seorang chef di caffe. Caffenya ada dipusat kota Jakarta. Cukup ramai pengunjung. Apalagi kalau pas jam makan siang dan malam hari. Dijamin tangan dan kaki bakal pegel maksimal.
Jalan dengan santai menuju kostan. Iya di kota ini aku kost karena sebenernya aku asli anak Yogya.
Aku anak yatim piatu gaes, Ayah Ibuk meninggal karena sebuah tragedi perampokan sadis dirumahku dulu. Itu terjadi saat aku umur 10 tahun. Sejak saat itu aku ikut tinggal di rumah Bibi, adik kandungnya Ayah. Karena cuma dia satu-satunya keluarga yang ku punya. Pabrik gula milik Ayah dikelola sama keluarganya Bibi karna aku pewaris satu-satunya masih sangat jauh dari kata mampu. Awalnya keluarga Bibi bersikap baik padaku. Seneng pastinya, tapi itu nggak berlangsung lama. Setelah sebulan berlalu mereka malah menyiksaku. Aku sering disuruh kerja berat. Ngepel, nyapu, nyuci bersih-bersih rumah, itu sudah biasa gaes. Ini kadang aku disuruh ngangkatin beras beberapa karung yang sekarung isi 15kg itu. Baru aku dikasih makan. Kadang kalau aku bantah atau nggak sengaja ngerusak barang milik anaknya, aku suka dihukum. Di kurung digudang? nggak bukan itu hukumannya. Tapi aku disuruh tidur dikandang ayam. Bareng sama ayam. Tapi aku tetap lakukan itu. Karna aku nggak punya tempat lain selain di rumah Bibi.
Dan sampai akhirnya aku lulus SMK, aku memutuskan untuk pergi dari kota kelahiranku. Aku nggak kuat kalo harus tetap disana. Aku pinjam uang sama pak Dukuh buat bekal merantauku. Setelah 4 bulan bekerja, aku bisa mengembalikan uang yang ku pinjam itu. Aku balikinnya nggak balik ke Yogja. Tapi cukup ku kirim lewat jasa kirim saja. Aku nggak mau ketemu sama keluarga ku disana.
Buat ku, mereka masalalu terburuk. Kok bisa bilang gitu?
Soalnya aku pernah mau diperkosa sama pamanku dan anaknya paman. Tapi untungnya Tuhan selalu ngelindungiku. Bahkan sampai aku dipukul pakai kayu, aku tetap mempertahankan kehormatanku. Aku nggak mau jadi korban kebejatan anak dan ayahnya.
Sejak aku keluar dari rumah itu, aku sudah memutuskan hubunganku dengan mereka. Kuanggap aku nggak punya siapapun. Aku hidup sendiri, dan aku yakin aku mampu.
Itu lah singkat cerita kelamku.
Aku sampai didepan gerbang kostanku. Tapi sayang banget, pintu gerbangnya sudah dikunci. Karna memang peraturan anak kost nggak boleh pulang lebih dari jam 12 malam. Tapi ini masih kurang 2 menit, masa' udah ditutup sih.
Aku berteriak memanggil Ibuk kostku yang rumahnya memang bersebrangan.
"Buk, buk Jumik." Aku berteriak tapi nggak kencang-kencang banget.
Tak lama, Ibuk kostku yang berbadan gendut, keluar dengan daster kesayangannya itu.
"Buk, kok gerbangnya udah ditutup? Kan ini masih kurang 2 menit."
"Ika, maaf ya. Ini udah yang ke 10 kalinya kamu melanggar peraturan kost ibuk. Jadi ibuk ingin mulai besok, kamu pindah kost aja ya." Bu Jumik mendekati gerbang dan membukakan gerbang untukku.
"Tapikan saya bekerja Buk. Emang sih hari ini saya pulang telat lagi. Tapi ini karna ada masalah di kerjaan. Mohon maafkan saya ya Buk."
"Saya pasti maafin kamu Ka. Tapi maaf, tetap saja ini malam terakhir kamu nginep disini. Mohon mengerti ya Ka."
Kubuang nafas kasarku. "Iya buk, maafin saya ya."
"Ya udah sana kamu tidur dulu. Nikmati tidurmu untuk terakhir kali kamu disini."
Bu Jumik pergi masuk lagi kedalam rumahnya.
Aku melangkah dengan lesu menuju kamar kostku yang ada di urutan nomor 2 dari depan.
Andai saja tadi anaknya si bos nggak datang ke caffe, pasti aku nggak akan telat pulang. Dan aku nggak akan kehilangan tempat tinggal.
Kleek
Pintu kamar nomor satu paling depan terbuka. muncul wajahnya Betty sahabat kostku yang lumayan dekat denganku. Dia anak kuliahan.
"Ka maaf ya. gue nggak bisa belain elo." ucapnya dengan nada yang penuh sesal.
Aku duduk di kursi depan kamarku dan dia.
"Satai aja Bet, gue nggak papa kok. gue cuma capek banget hari ini."
"Tadi Siska tuh yang ngehasut buk Jumik. padahal tadinya bu Jumik dah maklumin elo. kaya'nya dia punya dendam deh Ka." Dia ikutan duduk disampingku.
"Siska?" Tanyaku dengan heran.
"Iya dia ngehasut anak-anak yang lain juga. Dia bilang kalo lo selalu dikasih ke-makluman karna kerjaan elo. 'Tapi kan belom tentu elo kerja.' Gitu katanya tadi. Sampai buk Jumik mikir-mikir. Dan akhirnya gerbang dikunci sama dia." Muka jeleknya Betty tambah jelek karena dia manyun-manyun. Terlihat sekali jika dia kesal dengan Siska.
Mungkin saja dia memang dendam sih denganku. Tapi ya udahlah. Aku hanya perlu pindah kost saja. Nggak pindah nyawa kok. hehehhh
Siska itu teman satu kerjaan denganku. Tapi beda shif dan dia juga ada di bagian pramusaji.
"Ya udahlah Bet, gue nggak papa. gue harus kemasi barang gue buat pindah kost besok." Aku beranjak dan nyari kunci kamar didalam tasku.
"Elo mau pindahnya kemana Ka?"
Aku menggeleng. "Belum tau. Besok pagi gue baru mau nyari."
"Menurut gue, mending lo nyari yang kost agak bebas deh Ka. Secara lo kan kerjanya pulangnya kelewat malem. Biar lo nggak harus pindah-pindah kostan lagi. Dan gue juga bisa main bebas dikostan lo yang baru."
Kubuka pintu kamar. "Emang disini ada yang kaya' gitu ya?"
"Kostnya pacar gue bebas tauk."
"Ada kamar yang kosong nggak?"
"Nggak tau sih. Besok pagi gue anterin kesana ya. Kita tanya langsung sama bapak kostnya."
"Ok."
Aku pun beranjak masuk dan menutup pintu. Karna sudah terlalu larut malam, aku nggak berani untuk mandi. Hanya mengelap seluruh badanku dan cuci muka saja. Lanjut tidur nyenyak.
----------------
Pukul 6.30 am
Betty sudah mebawaku menuju kostan pacarnya pakai motor matic milik Betty. Kalau dari kostanku sih nggak jauh. Cukup 5 menit kalo pakai motor.
Aku beneran heran. Ini sih beneran bebas. Kost yang nggak ada pagarnya. Halamannya pun nggak ada. Hanya sekitar setengah meter dari jalan raya itu sudah pintu kamar. Ada 3 kamar didepan pas jalan raya itu. Jalan rayanya bukan jalan utama sih, itu jalan pintas jadi ramai tapi nggak begitu ramai. Dibelakangnya lagi ada sekitar 5 kamar juga. Baru setelah itu ada gerbang yang sepertinya itu adalah garasi untuk parkir motor-motor anak kost.
"Permisi pak." Sapa Betty pada seorang bapak-bapak yang nyapu di belakang kamar kost itu.
Bapak itu mendongakkan kepala. "Iya nak. Ada yang bisa saya bantu?"
"Apa disini masih ada kamar kosong Pak? Buat satu anak, cewek." Lanjut Betty.
"Masih ada nak. Tinggal satu yang didepan itu. Yang pintunya warna biru. Ayo saya tunjukkan."
Kita jalan ngikutin bapak tadi. Dia buka kamar yang tepat pintunya ada dipinggiran jalan. Dan ada pohon mangga pas didepan kamar ini.
"Ini kamarnya nak. Ada kamar mandi dalamnya, kami hanya menyediakan kasur dan lemari saja." Jelas bapak tadi.
Kamar yang nggak besar. Hanya ruangan yang berukur 4x4. Tapi cukuplah buat ku sendirian. barang-barangku juga nggak banyak, tentu kamar ini sangatlah cukup.
"Gimana Ka? Nyaman nggak?" Tanya si Betty.
Sebenernya nggak nyaman sih, ini pintu kamar pas dipinggir jalan lho. Memang sih bukan jalan utama yang gede. Tapi tetep aja ini jalan pintas buat anak-anak kampus dan anak-anak pekerja lewat. Dan aku kan perempuan. Tapi mau gimana ya, hari ini aku harus pindah kost.
"Ok deh. Saya ambil." Aku menghadap si Bapak pemilik kost. "Kalau saya pakai kamarnya mulai pagi ini bisa nggak pak?"
"Bisa nak." Bapak itu mengulurkan tangannya. "Nama saya Lukman. Saya pemilik kostnya. Ada istri saya juga, tapi dia baru masak di dalam. Ini kunci kamarnya nak." Dia berikan 2 kunci kost padaku.
"Nama saya Fhika pak. Sebenarnya saya diusir dari kost nya bu Jumik."
"Kenapa?" Si bapak penasaran. Mungkin takutnya aku suka membawa cowok kekamar.
"Saya kerja di caffe RookDre Pak. Dan saya sering pulang malam. Caffe nya kalau tutup jam 11 malam, dan saya sering nggak pulang tepat waktu karna pekerjaan saya. Anak-anak kost yang lain banyak yang nggak suka sama saya karna kesannya Buk Jumik pilih kasih." Aku jelasin apa adanya. Pasrah lah jika Bapak ini nggak ijinin saya kost ditempatnya.
"Oohh gitu. Tapi nak, disini kostnya campur, dipakai cowok dan cewek juga. Apa kamu nggak papa nak?"
"Saya sih nggak masalah pak. Tapi itu tadi, saya pulangnya sering malam pak. Tapi itu murni karna kerja."
"Iya nggak papa nak. Kamu boleh kok kost disini. Tapi nggak boleh bawa cowok masuk kamar ya."
"Iya pak. Makasih ya pak."
"Dan setiap malam pukul 12 selalu ada pemeriksaan keliling dari warga dan pak Dukuh disini."
"Baik pak. Saya nggak akan ngecewain bapak."
-------------
Pukul 11.30 pm
malam pertama pulang dikost yang baru.
"Ka gue anter." Ifan teman satu shif ku menawarkan diri.
"Gue jalan aja Fan."
Sebenernya enak sih kalau diantar. Tapi aku tau Ifan. Karna aku dekat sama dia, Siska jadi banyak dendam padaku.
"Eh sekarang kostan lo agak jauh lho Ka."
"Nggak papa Fan. gue jalan kaki aja."
"Ka sekarang ada tawuran anak SMA. Itu tawurannya di gang sebelah. Ayo aku antar."
Takut juga sih ya kalo ada tawuran. Terpaksa deh demi keamanan, aku ikut kata-kata Ifan.
"Ok deh."
Aku duduk di jok belakang motor Ifan. Motor Ifan langsung melesat ninggalin caffe. Cukup 5 menit kita sudah sampai depan kamar kost. Aku langsung turun.
"Makasih ya." Ucapku seraya senyum ke dia.
Dia balik senyum. Sebenernya dia cakep. Asli cakep. Aku sempat filling sama dia, tapi karena hampir temen-temen kerja juga sama, mending nggak jadi aja deh.
"Ini kamar kost elo?" Expresi yang kaget.
"Iya Fan."
"Dipinggir jalan kek gini?"
"Iya. Yang bisa pulang malam cuma disini Fan."
"Tapi lo harus hati-hati lho Ka. Bahaya, cewek pula." Terlihat dia mulai khawatir. Seneng karena perhatian padaku.
"Pasti." Aku lihat arloji ditangan kiriku. "mending lo pulang gih. ini bentar lagi ada pemeriksaan dari pak Dukuh ke tiap kamar kost."
"Ok deh. Elo hati-hati ya. Langsung bobok. Kita besok seminggu nggak ketemu. Jangan kangen ya." Ucapnya lalu mengedipkan sebelah matanya.
"Iisshh siapa juga yang bakal kangen."
Seperginya Ifan, aku langsung mandi. Sekitar 20 menit aku didalam karena sekalian nyuci baju. Aku keluar kamar hanya pakai handuk yang aku lilit di badanku. Aku langsung berdiri didepan lemari. Mengambil pakaian ganti lalu duduk dipinggiran kasur.
"Aawww!!!" suara teriakan yang spontan bikin jantungan.
Aku kan cuma kost sendiri. Aku nggak bawa teman masuk kekamar. Dan itu suara cowok gaes, asli suaranya dari dalam kamarku. Aku berdiri dengan masih pakai handuk, ku liat ranjang tidurku.
Mataku melotot kaget seperti mau keluar dari tempatnya. Kaget banget. Super kaget bahkan darahku terasa mendidih. Ubun-ubunku rasanya panas banget. Seorang lelaki yang masih pakai seragam SMA lagi tiduran di ranjangku. Dia sembunyi dibalik selimutku.
"Gue tau pantat lo empuk. Tapi jangan dudukin muka gue dong!" Bentak lelaki itu.
Aku masih kaget, apa lagi liat mukanya dia yang bonyok, ada sedikit darah di sudut bibirnya. Pelipisnya juga ada darahnya, siku lengannya juga. Baju SMA nya yang warna putih juga udah nggak bisa lagi dibilang putih.
"Elo siapa? Kenapa masuk kamar gue? Ini kamar kost gue!!" Aku gantian bentak dia.
"Gue ikut ngumpet bentar." Jawabnya dengan datar dan santai kaya' nggak bikin dosa.
Gila ni bocah. Bentar lagi pak Dukuh pasti keliling kesini. Gimana jadi nya jika sampai dia tau ada lelaki dalam kamarku. Aku tarik tangan bocah ini.
"Sekarang lo keluar ya. Gue nggak mau kena masalah."
Sayangnya bocah ini nggak pindah dari tempatnya. Dia malah kekeh pengen ngumpet di kamarku.
"Pliiss Dek. Gue baru aja pindah kost. Gue nggak mau ada masalah." Aku tetap tarik dia. Sampai dia mau berdiri dari kasur. Lama-lama dia berdiri juga.
tanpa sengaja dia nyenggol lilitan handukku sampe akhirnya handuk yang aku pake lepas. aku sekarang toples.
reflek aku langsung peluk dia yang hendak ngelihat tubuh toplesku.
"Jangan liat dan jangan sentuh. lo diem!!"
"Duh mbak. ini dadanya nempel ke gue. empuk tau. masa' nggak boleh pegang sih. nanggung banget."
Aaarrgghh gila! dasar mesum.
"iihh mesum lo!"
Tok tok tok
Suara ketukan pintu dari luar kamar.
"Nak Fhika." Itu suara pak Lukman. Aku yakin, karna aku masih hafal suaranya.
Mati aku!!! Sekarang aku harus gimana coba?? Pasti aku akan di usir lagi. Nasipku jelek banget siihh. Harus mulai mikir alasan yang tepat untuk menjelaskan semua ini.
bersambung.......
jangan lupa like ya❤️❤️❤️
#aku_ke_GEP
#suamiku_masih_17tahun
Part 2
Tok tok tok
Suara ketukan pintu dari luar kamar.
"Nak Fhika." Itu suara pak Lukman. Aku yakin, karna aku masih hafal suaranya.
Mati aku!!! Sekarang aku harus gimana coba?? Pasti aku bakal di usir lagi. nasipku jelek banget siihh
"Merem lo!" Aku bentak si bocah ini.
Karna tiba-tiba handukku lepas dan aku dengan reflek memeluknya yang sudah berdiri tepat didepanku.
"Pengen liat masa' suruh merem sih."
Aku cubit perutnya.
"Aaww!!" Jeritnya yang aku yakin bisa terdengar sampai luar kamar. "Udah, nih udah merem." Katanya dengan kepaksa.
Aku ambil lagi handukku yang ada dilantai. Aku lilit lagi tubuhku. Lalu aku masuk kamar mandi. Nggak lama, aku keluar dan membuka pintu kamar. Dengan santuy si bocah itu masih duduk diatas ranjang.
Didepan kamar ada 3 lelaki. Pak Lukman dan yang dua aku nggak tau siapa mereka.
"Fhika, tadi pak Andi ini liat katanya ada cowok masuk kekamar kamu." Tutur pak Lukman. "Apa benar?"
Ya Tuhan aku bingung, aku harus ngomong gimana. Tapi aku harus tetap jujur.
"Ii---iya Pak. Itu dia duduk disana." Jawabku dengan ragu.
Kepala ketiga Bapak ini menoleh masuk kekamarku. Mereka liat bocah pakai seragam SMA yang duduk diranjang tidurku.
Baiknya aku bilang dia adikku aja kali ya. Bukan maksud nyelametin dia, tapi nyelametin diri sendiri.
"Dia-----"
"Den Re!" Teriak pak Lukman. Kata-kataku terpotong karena ternyata pak Lukman kenal sama bocah ini.
"Bapak kenal sama anak itu?" Tanyaku.
"Iya." Pak Lukman pun masuk kekamarku. Disusul kedua bapak yang lainnya.
"Den Re ngapain disini?" Tanya pak Lukman.
"Main." Jawab bocah itu yang bernama Re. Benar-benar jawaban yang ngasal banget!!
"Pak, saya nggak kenal sama dia. Tadi pulang kerja saya lupa nggak kunci pintu." Aku berusaha ngejelasin kebenarannya.
"Kalo kamu nggak kenal sama bocah ini, kenapa pas masuk nggak langsung ngusir dia Mbak?" Tanya pak Andi.
Sial aku dipojokin!
"Saya baru mandi Pak. Dan baru beberapa menit yang lalu saya keluar kamar mandi."
Aku menatap tajam ke Re. Dia cuma diam dengan wajah santainya. Sama sekali nggak berusaha menjelaskan apapun. Ini bocah nambah masalah saja. Menyebalkan!!
"Pak Lukman, apa bapak kenal sama bocah ini?" Tanya si bapak yang satunya. Kaya'nya dia salah satu keamanan di kampung ini.
Pak Lukman mengangguk. "Kenal pak. Dia Khaisar Re Paulan anak bungsu majikan saya." Jelas pak Lukman.
"Maaf pak kalau begitu kita harus membicarakan ini sama majikan Bapak. Ini mereka didalam kamar berduaan lho."
"Tapi kami nggak ngapa-ngapain pak." Aku bingung harus gimana.
"Fhika bapak percaya sama kamu nak. sekarang kita kerumahnya Tuan Paul dulu. Biar Tuan yang memutuskan."
Tuan Paul dia bilang? Seriusan ini Tuan Drax Paulan yang terkenal itu?
Nggak ada yang bisa aku lakukan. Aku cuma bisa diam nurut. Lagi-lagi aku harus nanggung kesalahan yang dibikin orang lain. Gini amat sih nasibku.
-------------
pukul 1.15 am
Kami berlima sampai didepan rumah yang sangat besar. Rumah yang bernuansa gold dan halaman rumah yang begitu besar. Kami kesini naik mobil Pak Dukuh yang tadi ikut ke kost ngecek kamarku.
Kami semua turun dari mobil. Pak Lukman langsung membuka pintu rumah utama. Mempersilahkan kami berempat termasuk Re untuk segera masuk kedalam rumah.
Diruang tamu, disana ada dua orang yang sepertinya adalah kedua orang tua Re.
Omegoottt!!! Benar dugaanku. Ini beneran Tuan Drax Paulan orang terpandang di negara ini. Dengan sopan orang itu mempersilahkan kami untuk duduk.
"Ada apa pak Lukman?" Tanya Tuan Paul papanya Re.
"Begini tuan," pak Lukman menarik nafasnya dalam-dalam. "Kami memergoki Den Re berada didalam kamar nak Fhika tengah malam. Hanya berdua saja."
Tuan Paul sampai ngelepas kaca matanya buat melihat wajahku. Mamanya pun sama. Expresiku? Perasaanku? Aku ngrogi. Tubuhku rasanya panas dingin. Aku nggak salah tolong lepasin aku dari masalah ini.
"Re, sayang dia pacar kamu?" Tanya sang mama Nyonya Paul. "Itu muka kamu kenapa nak?"
Ya Tuhan, wajah bocah ini beneran datar tanpa expresi. Santai banget pokoknya. Dia duduk bersandar sofa sambil melipat tangan didepan dada. Mataku membulat melihat jawaban Re.
Dia cuma ngangguk. Apa maksudnya coba?
"Oh jadi dia pacar kamu." Sahut Tuan Paul.
"Eh lo jangan ngawur deh." Aku pukul pahanya Re. Karna kebetulan Re duduk disebelahku.
"Nggak Tuan, Nyonya. Saya nggak kenal sama dia. Saya baru tadi ketemu sama dia. Dia tiba-tiba masuk kekamar saya dalam keadaan bonyok gini. Saya juga baru tau namanya tadi." Ucapku dengan sejujur-jujurnya.
"Gue kenal elo Safhika Revlina Darma." sahut Re.
Mataku kembali membulat sempurna. Kok dia bisa tau namaku? Dari mana dia mengenalku?
Kedua orang tuanya malah tersenyum. Bikin gue tambah ngilu. Expresi apa ini!!!
"Kita harus gimana sebagai orangtuanya pak?" Tanya Tuan Paul.
"Kita harus menikahkan mereka pak." Kata pak Dukuh.
Kata-kata yang mampu membuat netralku dan Re membulat bersama.
"NIKAH??" Ucap kami berdua bersamaan.
"Iya Den, jika den Re belum bersedia, kita bisa melakukan pernikahan siri saja." Sahut pak Lukman.
"Kalau Re harus nikah, saya maunya mereka nikah resmi saja." Pinta Tuan Paul.
Disini perasaanku semakin gusar. Aku nggak tau harus ngapain lagi.
"Pa, Re masih sekolah. Baru saja naik kelas 3. Masa' papa udah mau nikahin Re sih." Bantah Re.
Ni bocah, kenapa ngebantahnya nggak dari awal tadi sih. Kenapa baru sekarang. Pengen aku guyur pakai kuah soto!!!
"Pernikahan secara diam-diam Re. Cukup kita datang ke KUA. Cuma kita saja." Lanjut Tuan Paul. "Gimana ma?" Si Papa natap mama minta pendapat.
"Fhika, orangtua kamu dimana?" Tanya Nyonya Paul.
"Saya yatim piatu Nyonya. Saya hidup sebatangkara disini. Saya nggak punya siapapun dan nggak punya apapun. Saya juga cuma lulusan SMK. Dan saya kost ditempat Pak Lukman. Saya rasa, saya nggak cocok berada dikeluarga Tuan dan Nyonya." Aku sadar diri siapa aku. Aku nggak mau jadi pungguk yang merindukan bulan.
Bodo amat, aku nggak mau nikah seperti ini. Sama anak SMA pula. Aku harus bikin imajeku sejelek mungkin.
"Pak Dukuh bisa minta tolong atur syaratnya kan?" Kata Tuan Paul.
"Bisa pak." Jawab pak dukuh dengan sangat mantap.
"Baiklah. Dua hari lagi kalian akan menikah di KUA. Tanpa acara apapun." Lanjut Tuan Paul.
Kaget lagi. Mataku lagi-lagi membulat sempurna, hampir keluar. Gimana ceritanya coba? Bahkan Tuan Paul menyetujui aku jadi mantunya. Gila! Beneran gila!!
'Pak Lukman' aku menjerit dalam hati sambil menatap pak Lukman. Aku harap ada yang bisa gagalin kemauan ini. Aku belom siap.
"Pa-----"
"Re kamu tau kan apa kesalahan kamu? Fhika itu seorang wanita. Dan kalian berdua ada didalam kamar hanya berdua. Kira-kira apa yang akan dipikirkan orang-orang?" Belum selesai Re protes, papanya sudah menghujat dia dengan banyak kata-kata.
Sebenarnya benar juga sih. Eh tapi kan kita didalam emang nggak ngapa-ngapain. Lagi pula nggak ada 10 menit kok. Jika memang kita mau main wikwik, mana sempat. Tapi mana mungkin mereka ngerti. Aku cuma bisa diem.
---------------
Pukul 2.30 am
Didalam kamar kost aku nggak bisa tidur. Pikiranku beneran kacau. Yang benar saja, aku besok dua hari lagi nikah.
"Dua hari lagi Fhika. Elo bakal nikah sama anak SMA. Iya suami elo masih anak SMA."
"Ya Tuhan jalan hidup gue miris banget sih. Kapan gue bahagianya."
"Gue nggak bisa dan nggak mungkin nolak. Tuan Paul pengusaha terkaya dan paling sukses se Indonesia. Bahkan namanya pun terkenal dimana-mana. Siapa yang bisa nolak kemauannya?"
"Tapi gue nggak mau. Gue pengen hidup normal. Gue masih pengen hidup santuy, bisa bebas sama temen-temen gue."
"Gue ngimpi apa sih. Gue harap ini emang cuma mimpi. Gue harap nanti pagi ini nggak nyata."
"Aduhh, bahkan Tuan Paul menyetujuinya. aaarrgggg!!!!"
Aku beneran mirip orang gila. Sampe pagi aku ngomong sendiri di atas ranjang. Mataku nggak bisa merem sedetik pun. Padahal selasa ini aku ada jadwal masuk pagi. Dan hasilnya, ada lingkaran hitam yang menghiasi bawah mataku. Malu banget.
------------
"Fhika, semalam lo nggak tidur ya?" Tanya kak Mike senior chef di caffe. Mike itu laki-laki lho ya
"Semalam nggak bisa tidur kak." Aku tersenyum simpul ke kak Mike.
"Gue dengar sih semalem anak-anak SMA tawurannya sampai pagi. Digrebeg polisi, dan mereka kabur ke tempat gang-gang kecil. nggak nyampe kostan elo kan ka?"
Oh jadi semalam Re beneran ngumpet dikamarku. Jadi luka-luka di wajahnya itu karna tawuran. Huufftt tapi kenapa mesti masuknya ke kamarku sih. Frustasi banget rasanya. Aku cemberut, pusing banget kepalaku.
"Hey." Kak Mike nyolek hidung mancungku. "Kok malah cemberut sih?"
Aku berusaha tetap tersenyum. "Nggak papa kok kak."
"Eh kalian malah pacaran. Nih pesenan udah numpuk." Siska naruh selembar kertas pesanan para pelanggan.
Aku langsung nyambar kertas itu. Setelah faham, aku mulai nata gelas dan cangkir. sedangkan kak Mike segera ngambil bahan di kulkas.
"Gue tau, semalam lo pulang dianterin Ifan kan?" Siska nyenggol lenganku.
"Iya Sis, itu karna ada tawuran. Jadi gue dianter pulang. Demi keamanan." Jawabku seadanya.
"Idih najis banget lo. Demi elo yang genit gue baru percaya." Sahut Siska.
Huh terserah deh Siska, aku lagi pusing dan aku malas debat. Aku sodorkan nampan yang berisi 4 cangkir moccacino dan vannilacoffe.
"Elo harusnya bantuin gue deketin Ifan bukannya ganjen ma Ifan. dasar temen nggak guna lo." Hujat Siska lagi.
Cukup membuang nafas kesal saja. Berkali-kali aku tekan bagian atas hidungku. Rasanya ngantuk, pusing, lelah banget pokoknya.
"Elo kok nggak ijin aja sih Ka? Muka lo pucet banget tuh." Kata kak Mike.
Aku mendekati kak Mike dan bantuin dia bikin menu yang belum kelar.
"Nggak papa kak. Karna nikah itu butuh biaya besar." Jawabku ngasal sambil tertawa kecil. Menandakan kalau aku lagi bercanda.
"Idih, anak baru kemaren sore dah mikir nikah aja." Ledeknya.
Eh iya ya, aku memang baru kemaren sore. Nggak nyangka juga udah mau nikah.
Ditengah sibuknya aku bantuin kak Mike, tiba-tiba seorang cowok yang memakai kemeja navy dengan tas ransel yang tersampir di pundaknya masuk kedapur. Dengan senyum khasnya yang sangat manis. Dialah Chillo nick Raivree.
"Fhika, buatin gue susu coklat kaya' biasanya ya." Ucapnya lalu duduk di kursi kebanggaannya.
"Eh tapi ini belum kelar kak."
"Kan ada Mike, biar dia yang kelarin. Ni setengah jam lagi gue ada matkul." Kata kak Nick. Dulu aku panggil dia Tuan, tapi dia nggak mau kalau aku panggil Tuan. Khusus untukku katanya harus panggil kakak. Kalau nggak mau, aku disuruh risain.
"Udah buatin sana. Biar nanti gue kelarin semua." Kata kak Mike.
"Ya udah deh gue buatin minum bos dulu."
Aku langsung pindah tempat untuk buatin minum kak Nick. Nggak perlu lama, minumannya segera ku antar ke meja depannya. Ternyata dari tadi dia ngeliatin aku sambil senyum mencurigakan.
"Makasih ya Fhika."
"Sama-sama kak. Kakak mau dibuatin apa lagi? Biar saya buatin kak." Ucapku semanis mungkin.
Dia memukul-mukul pelipisnya pake jari telunjuknya. "Apa ya?" Matanya terus natapku. Tatapan yang selalu membuatku malu. Aku milih nunduk natap segelas susu didepannya.
"Pengennya sih ditemenin sama elo Fhik." Lanjutnya.
"Aduh, Fhika masih banyak kerjaan kak. Kasihan kak Mike cuma sendirian."
"Mike udah pinter Fhika, dia sendirian juga bisa kok. Temeni ya, cuma 30 menit kok." Rayunya.
"Fhika temenin kak. Tapi sambil kerja. Masa' Fhika cuma berdiri begini. Nanti Fhika makan gaji buta dong."
"Ah elo mah gitu, nggak sayang ma gue." Kak Nick menyeruput susu nya yang sudah anget. "Kasih senyum manisnya dulu dong Fhik. Baru lo lanjut kerja lagi."
Huufftt memang ya orang aneh. Ini udah kebiasaan tiap masuk pagi. Pasti harus samperin kak Nick dulu. Suka banget dia bikin drama sama aku. Tapi tetap saja aku turutin inginnya dia. Aku senyum semanis manisnya. Walau aku sendiri nggak tau senyumku sebenernya manis apa nggak.
"Iihh lo cantik banget. Bikin pagi gue jadi lebih semangat." Dia cubit pipiku yang cubby. Tapi segera aku tepis tangannya itu.
"Sakit kak." Alasanku. Padahal aku agak grogi kalau disentuh sama dia. Aku yakin wajahku mirip udang goreng saat ini. "Ya udah saya balik kerja dulu ya kak."
Aku mundur dan kembali ke meja tempat buat minum. Sudah ada Siska yang sedari tadi bikin minum sendiri.
"Gue heran deh, bagusnya elo apa coba? Body juga nggak bagus. Kok Tuan Nick bisa manis gitu sih sama elo?" Ucap Siska setengah berbisik karna takut kak Nick dengar.
Aku sih nggak masalahin kata-kata Siska. Dia emang gitu kalo ngomong. Nggak pernah pakai basa-basi.
bersambung.......
Cerita fiksi ya.....terimakasih sudah mampir
jangan lupa like ya gaes❤️❤️❤️❤️
#aku_ke_GEP
#suamiku_masih_17tahun
Part 2
betewe ini novel aku pindahkan di aplikas lain ya.......aku nggak lg aktif di sini. isinya ke bawah cuma copyan bab 2 aja. maaf🙏🙏
Tok tok tok
Suara ketukan pintu dari luar kamar.
"Nak Fhika." Itu suara pak Lukman. Aku yakin, karna aku masih hafal suaranya.
Mati aku!!! Sekarang aku harus gimana coba?? Pasti aku bakal di usir lagi. nasipku jelek banget siihh
"Merem lo!" Aku bentak si bocah ini.
Karna tiba-tiba handukku lepas dan aku dengan reflek memeluknya yang sudah berdiri tepat didepanku.
"Pengen liat masa' suruh merem sih."
Aku cubit perutnya.
"Aaww!!" Jeritnya yang aku yakin bisa terdengar sampai luar kamar. "Udah, nih udah merem." Katanya dengan kepaksa.
Aku ambil lagi handukku yang ada dilantai. Aku lilit lagi tubuhku. Lalu aku masuk kamar mandi. Nggak lama, aku keluar dan membuka pintu kamar. Dengan santuy si bocah itu masih duduk diatas ranjang.
Didepan kamar ada 3 lelaki. Pak Lukman dan yang dua aku nggak tau siapa mereka.
"Fhika, tadi pak Andi ini liat katanya ada cowok masuk kekamar kamu." Tutur pak Lukman. "Apa benar?"
Ya Tuhan aku bingung, aku harus ngomong gimana. Tapi aku harus tetap jujur.
"Ii---iya Pak. Itu dia duduk disana." Jawabku dengan ragu.
Kepala ketiga Bapak ini menoleh masuk kekamarku. Mereka liat bocah pakai seragam SMA yang duduk diranjang tidurku.
Baiknya aku bilang dia adikku aja kali ya. Bukan maksud nyelametin dia, tapi nyelametin diri sendiri.
"Dia-----"
"Den Re!" Teriak pak Lukman. Kata-kataku terpotong karena ternyata pak Lukman kenal sama bocah ini.
"Bapak kenal sama anak itu?" Tanyaku.
"Iya." Pak Lukman pun masuk kekamarku. Disusul kedua bapak yang lainnya.
"Den Re ngapain disini?" Tanya pak Lukman.
"Main." Jawab bocah itu yang bernama Re. Benar-benar jawaban yang ngasal banget!!
"Pak, saya nggak kenal sama dia. Tadi pulang kerja saya lupa nggak kunci pintu." Aku berusaha ngejelasin kebenarannya.
"Kalo kamu nggak kenal sama bocah ini, kenapa pas masuk nggak langsung ngusir dia Mbak?" Tanya pak Andi.
Sial aku dipojokin!
"Saya baru mandi Pak. Dan baru beberapa menit yang lalu saya keluar kamar mandi."
Aku menatap tajam ke Re. Dia cuma diam dengan wajah santainya. Sama sekali nggak berusaha menjelaskan apapun. Ini bocah nambah masalah saja. Menyebalkan!!
"Pak Lukman, apa bapak kenal sama bocah ini?" Tanya si bapak yang satunya. Kaya'nya dia salah satu keamanan di kampung ini.
Pak Lukman mengangguk. "Kenal pak. Dia Khaisar Re Paulan anak bungsu majikan saya." Jelas pak Lukman.
"Maaf pak kalau begitu kita harus membicarakan ini sama majikan Bapak. Ini mereka didalam kamar berduaan lho."
"Tapi kami nggak ngapa-ngapain pak." Aku bingung harus gimana.
"Fhika bapak percaya sama kamu nak. sekarang kita kerumahnya Tuan Paul dulu. Biar Tuan yang memutuskan."
Tuan Paul dia bilang? Seriusan ini Tuan Drax Paulan yang terkenal itu?
Nggak ada yang bisa aku lakukan. Aku cuma bisa diam nurut. Lagi-lagi aku harus nanggung kesalahan yang dibikin orang lain. Gini amat sih nasibku.
pukul 1.15 am
Kami berlima sampai didepan rumah yang sangat besar. Rumah yang bernuansa gold dan halaman rumah yang begitu besar. Kami kesini naik mobil Pak Dukuh yang tadi ikut ke kost ngecek kamarku.
Kami semua turun dari mobil. Pak Lukman langsung membuka pintu rumah utama. Mempersilahkan kami berempat termasuk Re untuk segera masuk kedalam rumah.
Diruang tamu, disana ada dua orang yang sepertinya adalah kedua orang tua Re.
Omegoottt!!! Benar dugaanku. Ini beneran Tuan Drax Paulan orang terpandang di negara ini. Dengan sopan orang itu mempersilahkan kami untuk duduk.
"Ada apa pak Lukman?" Tanya Tuan Paul papanya Re.
"Begini tuan," pak Lukman menarik nafasnya dalam-dalam. "Kami memergoki Den Re berada didalam kamar nak Fhika tengah malam. Hanya berdua saja."
Tuan Paul sampai ngelepas kaca matanya buat melihat wajahku. Mamanya pun sama. Expresiku? Perasaanku? Aku ngrogi. Tubuhku rasanya panas dingin. Aku nggak salah tolong lepasin aku dari masalah ini.
"Re, sayang dia pacar kamu?" Tanya sang mama Nyonya Paul. "Itu muka kamu kenapa nak?"
Ya Tuhan, wajah bocah ini beneran datar tanpa expresi. Santai banget pokoknya. Dia duduk bersandar sofa sambil melipat tangan didepan dada. Mataku membulat melihat jawaban Re.
Dia cuma ngangguk. Apa maksudnya coba?
"Oh jadi dia pacar kamu." Sahut Tuan Paul.
"Eh lo jangan ngawur deh." Aku pukul pahanya Re. Karna kebetulan Re duduk disebelahku.
"Nggak Tuan, Nyonya. Saya nggak kenal sama dia. Saya baru tadi ketemu sama dia. Dia tiba-tiba masuk kekamar saya dalam keadaan bonyok gini. Saya juga baru tau namanya tadi." Ucapku dengan sejujur-jujurnya.
"Gue kenal elo Safhika Revlina Darma." sahut Re.
Mataku kembali membulat sempurna. Kok dia bisa tau namaku? Dari mana dia mengenalku?
Kedua orang tuanya malah tersenyum. Bikin gue tambah ngilu. Expresi apa ini!!!
"Kita harus gimana sebagai orangtuanya pak?" Tanya Tuan Paul.
"Kita harus menikahkan mereka pak." Kata pak Dukuh.
Kata-kata yang mampu membuat netralku dan Re membulat bersama.
"NIKAH??" Ucap kami berdua bersamaan.
"Iya Den, jika den Re belum bersedia, kita bisa melakukan pernikahan siri saja." Sahut pak Lukman.
"Kalau Re harus nikah, saya maunya mereka nikah resmi saja." Pinta Tuan Paul.
Disini perasaanku semakin gusar. Aku nggak tau harus ngapain lagi.
"Pa, Re masih sekolah. Baru saja naik kelas 3. Masa' papa udah mau nikahin Re sih." Bantah Re.
Ni bocah, kenapa ngebantahnya nggak dari awal tadi sih. Kenapa baru sekarang. Pengen aku guyur pakai kuah soto!!!
"Pernikahan secara diam-diam Re. Cukup kita datang ke KUA. Cuma kita saja." Lanjut Tuan Paul. "Gimana ma?" Si Papa natap mama minta pendapat.
"Fhika, orangtua kamu dimana?" Tanya Nyonya Paul.
"Saya yatim piatu Nyonya. Saya hidup sebatangkara disini. Saya nggak punya siapapun dan nggak punya apapun. Saya juga cuma lulusan SMK. Dan saya kost ditempat Pak Lukman. Saya rasa, saya nggak cocok berada dikeluarga Tuan dan Nyonya." Aku sadar diri siapa aku. Aku nggak mau jadi pungguk yang merindukan bulan.
Bodo amat, aku nggak mau nikah seperti ini. Sama anak SMA pula. Aku harus bikin imajeku sejelek mungkin.
"Pak Dukuh bisa minta tolong atur syaratnya kan?" Kata Tuan Paul.
"Bisa pak." Jawab pak dukuh dengan sangat mantap.
"Baiklah. Dua hari lagi kalian akan menikah di KUA. Tanpa acara apapun." Lanjut Tuan Paul.
Kaget lagi. Mataku lagi-lagi membulat sempurna, hampir keluar. Gimana ceritanya coba? Bahkan Tuan Paul menyetujui aku jadi mantunya. Gila! Beneran gila!!
'Pak Lukman' aku menjerit dalam hati sambil menatap pak Lukman. Aku harap ada yang bisa gagalin kemauan ini. Aku belom siap.
"Pa-----"
"Re kamu tau kan apa kesalahan kamu? Fhika itu seorang wanita. Dan kalian berdua ada didalam kamar hanya berdua. Kira-kira apa yang akan dipikirkan orang-orang?" Belum selesai Re protes, papanya sudah menghujat dia dengan banyak kata-kata.
Sebenarnya benar juga sih. Eh tapi kan kita didalam emang nggak ngapa-ngapain. Lagi pula nggak ada 10 menit kok. Jika memang kita mau main wikwik, mana sempat. Tapi mana mungkin mereka ngerti. Aku cuma bisa diem.
Pukul 2.30 am
Didalam kamar kost aku nggak bisa tidur. Pikiranku beneran kacau. Yang benar saja, aku besok dua hari lagi nikah.
"Dua hari lagi Fhika. Elo bakal nikah sama anak SMA. Iya suami elo masih anak SMA."
"Ya Tuhan jalan hidup gue miris banget sih. Kapan gue bahagianya."
"Gue nggak bisa dan nggak mungkin nolak. Tuan Paul pengusaha terkaya dan paling sukses se Indonesia. Bahkan namanya pun terkenal dimana-mana. Siapa yang bisa nolak kemauannya?"
"Tapi gue nggak mau. Gue pengen hidup normal. Gue masih pengen hidup santuy, bisa bebas sama temen-temen gue."
"Gue ngimpi apa sih. Gue harap ini emang cuma mimpi. Gue harap nanti pagi ini nggak nyata."
"Aduhh, bahkan Tuan Paul menyetujuinya. aaarrgggg!!!!"
Aku beneran mirip orang gila. Sampe pagi aku ngomong sendiri di atas ranjang. Mataku nggak bisa merem sedetik pun. Padahal selasa ini aku ada jadwal masuk pagi. Dan hasilnya, ada lingkaran hitam yang menghiasi bawah mataku. Malu banget.
"Fhika, semalam lo nggak tidur ya?" Tanya kak Mike senior chef di caffe. Mike itu laki-laki lho ya
"Semalam nggak bisa tidur kak." Aku tersenyum simpul ke kak Mike.
"Gue dengar sih semalem anak-anak SMA tawurannya sampai pagi. Digrebeg polisi, dan mereka kabur ke tempat gang-gang kecil. nggak nyampe kostan elo kan ka?"
Oh jadi semalam Re beneran ngumpet dikamarku. Jadi luka-luka di wajahnya itu karna tawuran. Huufftt tapi kenapa mesti masuknya ke kamarku sih. Frustasi banget rasanya. Aku cemberut, pusing banget kepalaku.
"Hey." Kak Mike nyolek hidung mancungku. "Kok malah cemberut sih?"
Aku berusaha tetap tersenyum. "Nggak papa kok kak."
"Eh kalian malah pacaran. Nih pesenan udah numpuk." Siska naruh selembar kertas pesanan para pelanggan.
Aku langsung nyambar kertas itu. Setelah faham, aku mulai nata gelas dan cangkir. sedangkan kak Mike segera ngambil bahan di kulkas.
"Gue tau, semalam lo pulang dianterin Ifan kan?" Siska nyenggol lenganku.
"Iya Sis, itu karna ada tawuran. Jadi gue dianter pulang. Demi keamanan." Jawabku seadanya.
"Idih najis banget lo. Demi elo yang genit gue baru percaya." Sahut Siska.
Huh terserah deh Siska, aku lagi pusing dan aku malas debat. Aku sodorkan nampan yang berisi 4 cangkir moccacino dan vannilacoffe.
"Elo harusnya bantuin gue deketin Ifan bukannya ganjen ma Ifan. dasar temen nggak guna lo." Hujat Siska lagi.
Cukup membuang nafas kesal saja. Berkali-kali aku tekan bagian atas hidungku. Rasanya ngantuk, pusing, lelah banget pokoknya.
"Elo kok nggak ijin aja sih Ka? Muka lo pucet banget tuh." Kata kak Mike.
Aku mendekati kak Mike dan bantuin dia bikin menu yang belum kelar.
"Nggak papa kak. Karna nikah itu butuh biaya besar." Jawabku ngasal sambil tertawa kecil. Menandakan kalau aku lagi bercanda.
"Idih, anak baru kemaren sore dah mikir nikah aja." Ledeknya.
Eh iya ya, aku memang baru kemaren sore. Nggak nyangka juga udah mau nikah.
Ditengah sibuknya aku bantuin kak Mike, tiba-tiba seorang cowok yang memakai kemeja navy dengan tas ransel yang tersampir di pundaknya masuk kedapur. Dengan senyum khasnya yang sangat manis. Dialah Chillo nick Raivree.
"Fhika, buatin gue susu coklat kaya' biasanya ya." Ucapnya lalu duduk di kursi kebanggaannya.
"Eh tapi ini belum kelar kak."
"Kan ada Mike, biar dia yang kelarin. Ni setengah jam lagi gue ada matkul." Kata kak Nick. Dulu aku panggil dia Tuan, tapi dia nggak mau kalau aku panggil Tuan. Khusus untukku katanya harus panggil kakak. Kalau nggak mau, aku disuruh risain.
"Udah buatin sana. Biar nanti gue kelarin semua." Kata kak Mike.
"Ya udah deh gue buatin minum bos dulu."
Aku langsung pindah tempat untuk buatin minum kak Nick. Nggak perlu lama, minumannya segera ku antar ke meja depannya. Ternyata dari tadi dia ngeliatin aku sambil senyum mencurigakan.
"Makasih ya Fhika."
"Sama-sama kak. Kakak mau dibuatin apa lagi? Biar saya buatin kak." Ucapku semanis mungkin.
Dia memukul-mukul pelipisnya pake jari telunjuknya. "Apa ya?" Matanya terus natapku. Tatapan yang selalu membuatku malu. Aku milih nunduk natap segelas susu didepannya.
"Pengennya sih ditemenin sama elo Fhik." Lanjutnya.
"Aduh, Fhika masih banyak kerjaan kak. Kasihan kak Mike cuma sendirian."
"Mike udah pinter Fhika, dia sendirian juga bisa kok. Temeni ya, cuma 30 menit kok." Rayunya.
"Fhika temenin kak. Tapi sambil kerja. Masa' Fhika cuma berdiri begini. Nanti Fhika makan gaji buta dong."
"Ah elo mah gitu, nggak sayang ma gue." Kak Nick menyeruput susu nya yang sudah anget. "Kasih senyum manisnya dulu dong Fhik. Baru lo lanjut kerja lagi."
Huufftt memang ya orang aneh. Ini udah kebiasaan tiap masuk pagi. Pasti harus samperin kak Nick dulu. Suka banget dia bikin drama sama aku. Tapi tetap saja aku turutin inginnya dia. Aku senyum semanis manisnya. Walau aku sendiri nggak tau senyumku sebenernya manis apa nggak.
"Iihh lo cantik banget. Bikin pagi gue jadi lebih semangat." Dia cubit pipiku yang cubby. Tapi segera aku tepis tangannya itu.
"Sakit kak." Alasanku. Padahal aku agak grogi kalau disentuh sama dia. Aku yakin wajahku mirip udang goreng saat ini. "Ya udah saya balik kerja dulu ya kak."
Aku mundur dan kembali ke meja tempat buat minum. Sudah ada Siska yang sedari tadi bikin minum sendiri.
"Gue heran deh, bagusnya elo apa coba? Body juga nggak bagus. Kok Tuan Nick bisa manis gitu sih sama elo?" Ucap Siska setengah berbisik karna takut kak Nick dengar.
Aku sih nggak masalahin kata-kata Siska. Dia emang gitu kalo ngomong. Nggak pernah pakai basa-basi.
bersambung.......
Cerita fiksi ya.....terimakasih sudah mampir
jangan lupa like ya gaes❤️❤️❤️❤️
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!