"Priska, ada yang mau ngucapin ulang tahun nih!" ucap seorang anak laki-laki berseragam putih biru ditangga sekolah kala itu.
"Siapa emangnya?" tanya Priska. Tak lama seorang anak laki-laki lain menghampiri.
"Happy Birthday ya, Pris." Brian menyodorkan tangannya untuk bersalaman dengan Priska.
Brian? Tau dari mana ya ulang tahun gue
"Oh, iya Bri. Makasih ya." Jawab Priska dengan senyumnya.
Hanya itu yang terjadi terakhir kalinya gue dan Brian saling bicara, senior populer di SMP kala itu tiba-tiba ngucapin ulang tahun ke gue. Tapi itu untuk pertama kali dan terakhir kalinya dia bicara sama gue, keesokannya dia menghilang katanya sih pindah sekolah. Dan waktu SMA pun kita ngga satu sekolah sampai akhirnya kuliah di sebuah Universitas di Jakarta, gue satu jurusan bahkan satu kelas dengan orang itu. Tapi ya kayak orang yang ngga kenal dan gue juga ngga terlalu mikirin sih.
Itu sedikit cerita yang terlintas di otak gue ketika gue lewat lapangan basket dan ngeliat Brian yang lagi latihan. Brian yang sekarang populer juga dikampus.
Aneh ya, kenapa dia masuk kuliah telat satu tahun? Bodo amat lah, tuh orang inget gue aja engga. Setiap papasan diem aja kayak manusia es.
IG : upidd
E-mail : fidya18@gmail.com
November
"Priska, April. tunggu!" teriak seorang gadis di lorong kampus memanggil sahabatnya yang hendak masuk ke dalam kelas.
"Kenapa Sin? Panik gitu sih muka lo?" tanya Priska keheranan, sedangkan April hanya memasang wajah bingung. Sinta mengatur nafasnya yang terengah-engah karena berlari menghampiri Priska dan April.
"Eh, lo tau ngga ada anak baru di kelas kita dari kampus Univ. LI?"
"Universitas Lintas Internasional?" Priska memperjelas maksud Sinta, kemudian Sinta mengangguk. "Engga tau gue, emang siapa?"
"Itu orangnya lagi jalan kesini, sekampus heboh banget"
"Yah, lo kayak engga tau aja, cewek-cewek disini kan ga bisa liat cowok ganteng dikit macem lo ini," Priska terkekeh mengejek Sinta.
"Yee dasar. Cuma seru aja kali Pris, si Brian cowok sok cool itu ada saingannya sekarang. Haha"
"Sstt, orangnya ada didalem kelas tuh." April berbisik sambil melirik Brian di dalam kelas yang sedang fokus membaca buku duduk berkumpul dengan teman-temannya yang asyik mengobrol. Ya, mereka memang selalu bareng, Brian, Joe dan Aldi.
"Hehe iya, maap keceplosan," ucap Sinta. Dari kejauhan datang sesosok cowok tinggi yang hampir sepadan dengan Brian, setelan yang stylish membuat mata para cewek terpana. Tak tersadar Sinta ikut terpana, dia menyenggol lengan Priska. "Pris Liat tuh, itu anak barunya,"
Priska dan April menoleh ke arah cowok yang datang menujunya tanpa berkata apa-apa.
"Cuma satu kata, Wow," April menyeletuk sendiri.
Cowok itu berhenti di depan Priska, April dan Sinta.
"Hai, Sorry mau tanya. Ini kelas Matematika Bisnis, dosen Pak Fahrul bukan ya?" tanya cowok itu.
"Hmmm, iya betul kelasnya disini," jawab Priska, April & Sinta berdiri mematung karena terpana. Cowok itu menyodorkan tangan.
"Oh iya salam kenal, nama gue Radit,"
"Salam kenal, gue Priska. Ini April, ini Sinta, Sin kok lo diem aja?"
"Eh Eee, salam kenal aku Sinta,"
Melihat Sinta yang gugup, Radit tersenyum lucu.
Kemudian mereka berempat memasuki kelas yang belum ada dosen, seperti biasa Priska, April dan Sinta memilih duduk di depan. Selang kemudian tiga orang cewek dari fakultas seni mendatangi kelas itu, mereka menghampiri meja Brian dkk. Siapa lagi kalau bukan Jane, Risa dan Dina.
"Brian, ini untuk kamu. Kamu pasti belum sarapan kan?" Jane langsung menyodorkan seplastik roti dan susu dari minimarket. Melihat itu Brian hanya terdiam dan melanjutkan bacaan bukunya. Tapi tidak dengan Jane, tetap saja ia tersenyum manis di depan Brian. "Yaudah kalo gitu, sampai jumpa nanti siang ya Bri," mereka bertiga pun berlalu keluar kelas. Priska memandang Jane dan kawan-kawan yang keluar dari kelas mereka.
"Mereka tuh beneran pacaran ngga sih? Si Brian ga asik banget jadi pacar. Dingin banget ke ceweknya," bisik salah seorang cewek di kelas saling menggosip.
"Jane sama Brian itu dari SMA pacaran, tapi ada yang bilang udah putus ngga tau yang mana yang bener." bisik seorang lagi menanggapi gosip temannya.
"Kalo udah putus ngapain itu si Jane kesini mulu, ngga tau apa gue demen ama Brian. Hihihi"
Suara cewek-cewek tersebut cukup terdengar sampai telinga Priska, April dan Sinta. Sedangkan Brian, ia langsung menutup bukunya tanpa menghiraukan roti yang dibawakan Jane.
"Buat gue susunya, Bri" Joe langsung menjambret susu kotak yang juga dibawakan oleh Jane.
"Eh eh, itu yang di samping Priska anak baru ya? Baru liat gue" Bisik Aldi. Joe dan Brian pun penasaran dan ikut melirik ke arah Priska dan Radit yang sedang asyik mengobrol.
"Oh, yang kemarin diomongin anak-anak ya? Iya, Radit namanya, dari kampus LI" Joe menjawab sembari menyeruput susunya. Brian hanya melihat dengan ekspresi datarnya, seperti biasa Brian tidak terlalu peduli dan kembali melanjutkan bacaan bukunya.
***
Bel sekolah SD Kartika berbunyi. Semua murid-murid berlarian keluar kelas, tapi tidak dengan Pristy dan dua orang kawannya. Mereka berjalan sambil mengobrol layaknya anak remaja.
"Iya, kakak aku punya pacar. Baik banget orangnya, aku diajarin matematika lho sama dia." Ujar teman Pristy.
"Wah, pasti seru ya. Aku ga punya kakak siih, punya nya ade" sahut teman satunya. Oh iya ty, kakak kamu cewek kan? Punya cowok juga?"
"Hah? Mmm, punya"
"Ih sama dong berarti ya suka ngajarin kamu matematika juga? Pasti kalo dateng ke rumah bawa makanan terus kan kaya pacar kakak aku?"
"Emm, iya dong." Jawab Pristy yang mencoba terlihat natural diatas kebohongannya.
Setelah sampai di rumah, Pristy menaruh tas nya dengan wajah cemberut. Tak lama berselang Priska juga pulang ke rumah.
"Assalamualaykum, " ucap Priska.
"Tumben kak, udah pulang?" tanya mama.
"Iya ma, dosennya ngga ada, jadi mending pulang toh dikampus bengang bengong juga" Priska berlalu ke dalam kamarnya dan melihat Pristy cemberut duduk dikasur sambil melipat tangan. "Kenapa kamu dek? Belum ganti baju seragam udah manyun dulu aja. Ganti dulu sana abis itu lanjut manyunnya".
"Kak, kakak tuh kenapa sih belum punya pacar?"
"Hah? Kok bisa-bisanya kamu nanya gitu?" Priska kaget bukan main mendengar pertanyaan adiknya.
"Iya itu si Alisa aja kakaknya punya pacar, tiap malem pacar kakaknya ngajarin dia matematika. Aku kan juga mau diajarin kayak Alisa."
"Lha, kan kakak suka ajarin kamu."
"Beda lah kak."
Mood Priska yang sedang baik pun berubah 180® menjadi tidak mood karena perkataan adiknya, namun ia pun sedikit maklum karena adiknya yang masih duduk dibangku 5 SD.
***
Keesokan harinya, ketika kelas belum dimulai hanya ada Sinta dan Priska yang baru terlihat.
"Serius Sin, si Ity ngomong gitu. Menyedihkan banget ngga sih gue? Berasa jomblo akut banget, tega ya tuh anak." Gerutu Priska sambil duduk di bangku kelasnya yang masih sepi bersama Sinta.
"Gue suka gaya ade lo Pris, hahaha."
"Sial lo ah."
"Lagian sih, kenapa sih lo ga cari cowok? Kan banyak di kampus kita cowok-cowok tinggal pilih. Lagi juga lo ga jelek-jelek amat, pasti laku lah. Eh iya gimana itu si senior kita si Ridho? Masih suka deketin lo ngga?"
"Aduh, ngga ada yang lain apa cowoknya? Males banget deh. Masih deketin gue dia."
"Lah, males kenapa?"
"Maksa banget orangnya, Sin. Belum lama kemarin dia nawarin nganter gue pulang, pas dijalan dia bilang mau ketemuan sama temen-temennya dulu dan gue udah bilang ngga mau ikut, eh terus dia narik tangan gue nyuruh ikut duduk. Kenceng banget lagi nariknya, terpaksa deh gue duduk. Mana pada ngerokok pula, lo tau sendiri gue benci asep rokok."
"Ih, kok gitu sih. Ngga beres tuh orang, udah jangan mau lagi Pris di anter pulang sama dia. Gaya sih oke bermobil tapi kelakuan minus banget."
"Iya Sin, chatnya udah ga pernah gue bales juga. Sebelumnya gue bales singkat-singkat doang padahal." Jawab Priska,
"Lagi sih lo ga usah ga enakan mulu kenapa sih, Pris. Yang ada tar lo di cap PHP."
"Iya, gue harus beraniin diri buat bilang engga sekarang, Sin."
"Eh iya, kalo si Rahmat yang pake kacamata itu gimana? Yang waktu itu ngasih lo surat sama bunga mawar? Hahaha, ngakak gue kalo inget."
"Tau ah, bodo amat." Gerutu Priska seraya menghadap ke belakang untuk membenarkan tas yang ia bawa, ternyata di pojok kelas ada Brian yang duduk sendirian sambil membaca buku. Yang artinya ia mendengar percakapan Priska dan Sinta.
Ya ampun tuh cowok horor amat ya mojok di belakang kelas gitu. Ngga ada kerjaan lain apa si Brian. Gerutu Priska dalam pikirannya.
Tak berapa lama kemudian Radit datang ke dalam kelas.
"Hai Pris, Sin" Sapa Radit dengan senyum tampan menawannya. "Dosennya belum dateng ya?"
"Iya belum dateng, Dit. Pagi banget datengnya?" tanya Sinta.
"Kan gue mahasiswa teladan. Hehe. Yaudah gue duduk dibelakang ya, pengen kenalan sama anak-anak cowok dikelas."
"Oke, Dit." Jawab Sinta, sedangkan Priska hanya mengangguk tersenyum. "Yah kenapa ga disini aja sih Radit." Sinta berbisik dengan suara yang amat pelan. Radit pun menghampiri Brian yang duduk di belakang, yang kemudian disusul mahasiswa lain mulai berangsuran masuk. Joe dan Aldi pun memilih bangku favorit mereka di belakang.
"Hai, Radit. Salam kenal gw Joe" Joe dan Radit bersalaman.
"Hai Joe, tau nama gue ya. Jadi enak gue"
"Namanya sih keren Joe, tapi nama panjangnya Joekoe. Hahahaa. Kalo gue Aldi." tangan Aldi pun disambut oleh Radit juga dengan tawa.
"Bangke lo, Di. Nama dari bapak gue gitu-gitu. Tapi panggil gue Joe aja ya, Dit. Jangan dengerin makhluk astral satu ini. Oh iya, kalo yang ini nih yang kayak vampir diem aja dari kemaren, namanya Brian." Joe pun kena pukulan buku Brian di lengan akibat candaannya itu.
"Oh iya salam kenal ya." Tangan Radit disambut oleh Brian dan senyuman tipis andalannya.
"Lo bisa basket, Dit?" tanya Brian.
"Lumayan, sering latihan gue dulu waktu SMA."
"Yaudah nanti ikut latihan aja, gue sama Aldi ikut UKM basket. Kecuali si Joeko, dia pemandu sorak kita." Canda Brian tanpa senyuman sedikit pun diwajahnya.
"Bodo amat, Bri." Sahut Joe sambil mengerutkan wajah. Radit dan Aldi cengengesan mendengar candaan Brian
"Oke, oke. Boleh."
***
Pukul 12:00 kelas Ekonomi pun berakhir. Priska dan Sinta masih merapikan meja mereka, sedangkan anak-anak lain sudah mulai berangsur-angsur keluar kelas, termasuk trio Brian yang kini ditambah kehadiran Radit yang mulai masuk kumpulan mereka.
"Pris, gue mau ke ATM dulu ya. Duit gue abis banget nih, lo makan duluan aja." Ucap Sinta.
"Oh gitu, yaudah paling gue ngajak April aja. Eh, tapi kemana ya tuh anak?" Priska celingak-celinguk mencari April.
"Lah, April kan ga masuk Pris. Lo ngigo ya? Dari tadi mikirin apaan," ledek Sinta.
"Astaga, ngga engeh gue Sin. Saking serius belajar kali ya gue. Abis tuh anak juga kan diem aja orangnya, jadi gue kira tadi dia masuk. Oke deh, gue sendiri aja,"
"Daah," Sinta meninggalkan Priska sendirian.
Tak lama setelah Sinta keluar kelas, seorang laki-laki datang kehadapan Priska yang mulai berjalan keluar kelas. Tepat didepan pintu kelas ia menghadang Priska berjalan. Gadis itu pun sedikit kaget.
"Kak Ridho? Kenapa kak?"
"Kamu kenapa ga bales chat aku?" wajah Ridho terlihat masam. Priska sangat kaget mendengarnya, ia tak menyangka akan didatangi oleh seniornya tersebut.
"Yaa, ngga sempet," Jawab Priska yang sebenarnya hatinya sedikit takut. Mendengar penjelasan Priska, Ridho tersenyum kecut.
"Aku minta maaf ya Pris soal yang waktu itu, pasti kamu ngga bales chat aku gara-gara waktu aku ajak kamu kumpul sama temen-temen aku itu ya?" Tanya Ridho. Priska hanya terdiam menunduk tidak menjawab pertanyaan laki-laki itu."Kok diem aja Pris? kamu mau ke kantin ya? Ayo aku temenin." Ridho menarik tangan Priska. Sontak Priska menarik tangannya namun tertahan oleh tangan Ridho.
"Duh, kak. Sorry, aku ga mau ke kantin."
"Lho, kenapa? Kamu ga mau aku temenin?" Tanya Ridho yang masih tetap memegang erat tangan Priska.
"Lo kalo sama cewek udah biasa kasar gitu ya?" Suara cowok yang ngebass itu terdengar dari arah belakang Priska, kemudian Priska pun langsung menoleh kebelakangnya.
Brian?
Pandangan Ridho sedikit terhalang oleh Priska, ia pun melongok dan kemudian melepas pegangan tangannya. Priska yang sedikit merasa nyeri langsung mengusap tangannya dengan tangan sebelahnya.
"Hmm, yaudah kalo kamu ga mau, Pris. Nanti malem aku telepon ya." Ridho pun berbalik meninggalkan Priska dan Brian. Priska hanya diam tidak mengiyakan dengan wajah yang benar-benar kaget, bingung, kesal menjadi satu. Setelah Ridho pergi, ia pun menghela nafas lega. Baru kali ini Brian menolongnya.
"Thank you ya, Bri." Ucap Priska dengan pelan.
"Lain kali, kalo ada cowok model gitu. Teriak aja minta tolong, ga usah takut." Brian pun berlalu ke dalam kelas, ternyata ia hendak mengambil bola basket yang tertinggal di bawah kursi. Tanpa berkata apa-apa lagi ia berlari kecil meninggalkan Priska, ia terlihat buru-buru.
Nanggepin ucapan gue aja enggak, dingin banget kayak kulkas.
Priska yang sudah tidak mood makan siang pun berjalan sendiri di lorong kampus, dari kejauhan ternyata lapangan basket penuh dengan mahasiswa dari kelas lain tapi kebanyakan dari mereka adalah cewek-cewek. Ternyata Brian, Radit, Aldi dan mahasiswa lainnya yang tergabung dalam UKM basket sedang beraksi di lapangan. Riuhan tepuk tangan dan sorakan terus mengalir ketika Brian dan Radit memasukkan bola ke dalam ring. Dengan keringat yang mengalir, mereka pun berhenti sejenak untuk minum air di pinggir lapangan.
"Hahaha, ****** lo Di, ga ada yang nepok tangan buat lo. Banyakan gaya sih lu." Joe tertawa puas mengejek Aldi.
"Joeko dasar lu ya!." Gerutu Aldi sambil melempar handuk ke arah Joe. Radit ikut tertawa geli sedangkan Brian hanya tersenyum sambil menenggak air putih kemasan miliknya. Dari kejauhan Priska memperhatikan kumpulan laki-laki itu.
"Priska!" panggil Radit yang menyadari kehadiran Priska dari kejauhan. Ia pun menghampiri dengan penuh peluh di dahi dan sekujur badannya. "Tugas dari dosen pak Anwar gimana, Pris?"
"Kerjain bareng aja yuk, kelompok kita minggu depan kan majunya"
"Hmm, boleh Dit." Priska mengangguk canggung.
"Oke, Pris. Jum'at ini aja gimana? Di cafe samping kampus aja, sekalian numpang wi-fi gratis. Hehe."
"Hahaha, boleh juga ide lo, Dit." Priska dan Radit saling tertawa.
"Jam 2 ini ya kelasnya??"
"Iya, Dit. Jam 2 ini mulai kelasnya."
Dari kejauhan ternyata ada yang penasaran dengan Radit dan Priska yang sedang membicarakan tugas, ya siapa lagi kalau bukan Joe.
"Bro, liat deh itu si Radit ama Priska. Lagi pedekate ya dia." Joe menyenggol-nyenggol lengan Aldi yang sedang melap keringat.
"Ah, mana? Masa sih."
Aldi dan Brian pun ikut memperhatikan dari kejauhan.
"Si Radit bisa aja ya bro, tau aja dia yang bening-bening macem Priska." Celetuk Joe.
"Nah, Iya bro. Udah kebaca dari pertama masuk. Duduk samping Priska kan dia. Mepet teruss." Aldi menyahut lagi.
"Alah, sotoy lo kaya dukun!" sambung Joe.
"Eh, Joeko kan tadi lo yang bilang ke kita kalo mereka pedekate. Giliran gue timpalin malah ngatain gue dukun lo!" Aldi memiting leher Joe sambil memeperkan handuk bekas keringatnya ke wajah Joe.
Brian yang melihat kelakuan dua temannya malah tersenyum menggelengkan kepalanya.
"Dasar, duo lambe turah. Jangan-jangan biang gosip kampus ya lo berdua, gosipin gue juga kan lo." Brian ikut memeperkan handuk ke dua temannya itu.
"Eh, tapi bukannya si Priska itu ceweknya Ridho? Si belegug itu." Ucap Aldi yang baru teringat dengan gosip yang pernah ia dengar.
"Iya ya, santer tuh gosip." Timpal Joe. Sedangkan Brian yang mengetahui fakta sebenarnya hanya diam tak menanggapi.
***
Mata kuliah perpajakan pun di mulai, Brian dan dua kawannya tidak masuk kelas minggu lalu karena bolos. Mereka pun sedikit bingung karena belum mendapatkan kelompok.
"Yang minggu lalu belum dapat kelompok, saya yang tentukan kelompoknya. Angkat tangan yang belum dapat kelompok" Ucap sang dosen.
"Oke kamu, masuk kelompok sana. Kamu sana, dan kamu" terakhir pak dosen menunjuk Brian."Kamu masuk kelompok sana" telunjuk sang dosen tertuju pada Priska dan Radit.
"Aduh si Priska enak banget ya, sekelompok sama duo ganteng kelas kita." Bisik April pada Sinta yang satu kelompok dengan Joe sekarang.
Brian pun menghampiri Priska dan Radit. Mereka bertiga terlihat saling canggung, terutama Priska yang satu-satunya cewek dikelompok itu.
"Ehemm, ehem" Radit mendehem mencoba mencairkan suasana. "Pris, lo ada bukunya ngga?"
"Belum beli, Dit." Sahut Priska.
"Nih, gue ada." Jawab Brian. Priska sedikit kaget, karena tumben-tumbenan Brian bicara padanya.
Lalu Brian segera meletakkan bukunya dan sedikit bergeser ke arah Priska. Sedangkan Radit merasa telah didahului oleh Brian, ia pun membuka buku miliknya sendiri.
"Oke, kelompok satu silakan maju!"
***
Ketika sudah dirumah, benar saja. Ridho menelpon Priska hingga 3 kali namun tidak Priska angkat. Priska hanya mengacuhkan ponselnya, dan melanjutkan makan malamnya.
Rasanya pengen gue blokir aja ya Allah. Priska menggerutu didalam otaknya.
"Kenapa ga di angkat, Pris?" tanya Papa.
"Engga, Pa. Males,"
"Dari orang yang ngefans sama kamu ya?"
"Hmm, bisa dibilang gitu. Priska bingung, Pa. Padahal udah jelas-jelas Priska cuekin, tapi tetep aja dia ngejar-ngejar."
"Wah, bagus dong. Pantang menyerah. Hehe"
Hmm, Papa ngga tau aja, hari ini apa yang udah dia lakuin ke Priska. Kalo Papa tau, bisa abis dia. Tapi gue ngga boleh bilang ke Papa, yang ada Papa dateng ke kampus dan buat malu gue didepan orang-orang dikampus. Aduh, ngebayanginnya aja males.Priska menggelengkan kepala tanpa ia sadari.
"Kenapa, Kak?" tanya Pristy yang memperhatikan kakaknya sejak tadi.
"Ah, ngga apa-apa. Pegel leher kakak.
"Kak, udah angkat aja teleponnya. Siapa tau kakak bisa pacaran sama dia." Ucap Pristy dengan polosnya. Priska langsung sewot mendengarnya.
"Apaan si kamu dek masih kecil ngomong pacar-pacaran, udah belajar aja sana kamu yang pinter."
"Iya, Pristy. Anak kecil jangan kenal soal pacaran dulu. Jangan ajarin adik kamu yang engga-engga ya Priska." Sahut mama.
"Ada juga Pristy ma yang ngajarin aku, nyuruh-nyuruh pacaran terus nih dari kemarin. Engga tau dia belajar dimana," Priska memegangi dahinya.
"Pristy, pokonya mama ngga mau denger lagi ya. Kalo kedengeran lagi kamu ngomongin soal pacaran, mama potong uang jajan kamu."
"Hmm, iya Ma." Jawab Pristy sambil mengaduk-aduk nasi di piringnya. Papa hanya tersenyum geli melihat kelakuan anak-anaknya.
***
Malam ini Priska bermimpi, sepertinya mimpi ini indah. Ia berjalan dibukit yang bertabur bunga dengan memakai gaun merah muda yang cantik. Priska berjalan menelusuri bunga-bunga yang ia sentuh sepanjang jalannya. Dari kejauhan terlihat sesosok laki-laki membelakanginya. Perlahan-lahan Priska menghampirinya. Ia pun memegang pundaknya dan laki-laki itu menoleh.
Kak Ridho?
"Pris, kenapa ngga angkat telepon gue?" Tiba-tiba Ridho berdiri mematung di hadapan Priska.
"Hah?" Priska pun terbangun kaget dari mimpinya. "Apa-apaan sih tuh mimpi." Gerutu Priska. Lalu ia memegangi dahinya, sepertinya ada yang tidak beres dengan kepalanya.
"Kakak kenapa?" Tanya Pristy.
"Kayaknya ngga enak badan nih de. Pusing banget kepala kakak." Lalu Priska kembali merebahkan tubuhnya ke kasur dan menarik selimut ke kepalanya. Pristy hanya mengangkat bahu dan beranjak dari kasur untuk bersiap sekolah.
Pukul 06:30 Pristy sudah siap di mobil untuk berangkat bersama papa, sedangkan Priska mandi saja belum, ia masih terbaring dikasur empuknya. Mama yang sedikit khawatir akhirnya menengok keadaan putrinya.
"Priska? Kamu ngga enak badan?"
"Hmm, iya ma. Hari ini aku kayaknya ngga sanggup berangkat kuliah."
"Perlu ke dokter ngga?"
"Ngga ma, ngga usah. Masuk angin biasa ini gara-gara kemarin keujanan."
"Yaudah kamu istirahat deh, nanti mama bikinin bubur sama air jahe ya."
"Iya ma, makasih."
Mama menutup pintu kamar dan kembali ke dapur untuk memasak bubur dan air jahe. Sedangkan Priska yang terbaring melanjutkan tidurnya.
Jam dinding menunjuk waktu pukul 12:00, waktunya istirahat di kampus. April yang sedang bersama Sinta pun mencoba menelpon Priska.
"Hallo?" jawab Priska dengan suara lemahnya.
"Pris, lo baik-baik aja? Perlu kita jenguk ngga?" tanya April, Sinta yang mendengar Priska mengangkat teleponnya ikut menguping di sebelah April.
"Ngga apa-apa Pril. Ngga usah repot-repot."
"Oh gitu. Oh iya, tadi si Ridho nyariin lo Pris."
"Serius? Ngapain lagi sih tuh orang, ampun deh."
"Eh, tapi itu ngga penting. Ada yang lebih hits Pris beritanya. Lagi panas banget nih."
"Apa lagi sih Pril, langsung aja deh."
"Besok aja deh gue ceritain."
"Tuh, kan. Kebiasaan lo."
"Yaudah gue kasih tau deh disini. Eh, tapi itu bener yang lo ceritain ke Sinta kemaren? Si Radit ngajak lo ngerjain tugas bareng?"
"Iya serius, masa gue bohong."
"Ya, kali aja. Lo kan kadang suka ngayal. Hahaha. Eh jangan-jangan lo sakit gara-gara diajak Radit?" ejek April, Sinta hanya cengengesan sambil menguping.
"Aduh, Pril. Please, lo nelepon mau menghibur gue atau pengen infoin gosip atau pengen ngecengin gue?"
"iya, iyaa. Yaudah besok aja ya! Bye Pris."
Tut..tut...tut..April langsung menutup teleponnya. Priska menggeleng-geleng melihat kelakuan para sahabatnya itu. Ia pun melanjutkan tidurnya dan menutup kepalanya dengan selimut.
Pagi itu Brian datang ke kampus menggunakan motor sportnya, seperti biasa semua wanita pun terkesima dengan ketampanannya. Dia memarkirkan motornya dan berjalan ke arah gedung olah raga.
Diruang ganti team basket, seluruh anggota team sedang beristirahat duduk-duduk sambil menenggak air mineral botol. Tapi saat itu semua mata tertuju pada Brian, Radit dan Aldi.
"Nyari mati tuh yang bikin berita," ucap Yadi, salah seorang antara mereka.
"Menjelang turnamen ada aja yang mau jatohin mental kita," sahut Aldi. "Lo tau, Bri. Siapa orangnya?" mendengar itu Brian hanya terdiam.
"Kemarin sore gue liat Ridho bolak-balik di deket mading kampus, mencurigakan sih gerak-geriknya" ungkap Indra.
"Ridho emang suka nyari masalah sama junior. Baru juga jadi anak pengacara udah banyak tingkah" Reno menyahut kesal.
"Ya udahlah ngga usah dipikirin, jangan malah curiga sama yang belum pasti. Lagi yang kena kan gue, Radit, Joe sama Aldi, bukan nyinggung tim basket. Kita fokus aja dulu sama turnamen." Kali ini Brian mencoba menyejukkan suasana.
"Gila tuh berita, bisa-bisa cewek pada kabur semua ini." Gerutu Aldi.
"Emang cewek mana yang kabur? Satu aja belom punya lo." Ejek Radit.
"Nah itu dia, Dit. Apa lagi si Joeko, kasian dia udah ngga laku ditambah berita kayak gini makin aja ngga laku dia." Sempat-sempatnya Aldi mengejek Joe yang sedang makan dikantin, sampai akhirnya Joe bersin seketika.
"Udah tenang aja, berita kayak gini mah bakal jadi angin lewat aja. Yang sabar bro." Ucap Indra sambil bersalaman dan menepuk pundak Radit, Aldi dan Brian. Dan yang lainnya pun ikut demikian sambil berlalu meninggalkan ruang ganti tim.
"Oke kita ketemu besok lusa ya, latihan lagi." Ucap Aldi pada rekan-rekan yang menyalaminya.
***
"Gila, parah banget itu yang nyebarin gosip." Priska yang hari ini mulai masuk kuliah, kaget bukan main mendengar cerita dari April dan Sinta."Terus, terus. Selebarannya masih nempel di mading kampus?"
"Udah ngga ada. Di sobek-sobek lah sama Brian. Keliatannya dia marah banget." Jawab Sinta. Tapi tiba-tiba Priska malah tertawa kecil.
"Lah, kenapa nih anak? Sehat kan beb?" April keheranan melihat kelakuan aneh Priska.
"Ya, lucu aja beb kalo beneran. Kebayang ngga sih, mereka berempat beneran homo dan saling pacaran?"
"Hahaha. Iya sih, kocak beb. Geli ya?"
Mereka bertiga saling tertawa, dasar wanita apapun gosipnya dijadikannya bahan tertawaan.
***
Di sudut lapangan basket terlihat Brian sedang berdiri mematung di hadapan Jane. Semua mata pun saling tertuju kepada mereka dan saling berbisik, ada yang membicarakan kisah Brian dan Jane, ada juga yang berbisik mengenai gosip yang menerpa Brian dkk.
"Beneran bukan lo pelakunya?" Brian to the point pada Jane.
"Jadi sekarang lo nuduh gue? Bisa-bisanya lo, Bri."
"Kan gue cuma nanya, bener apa engga?"
"Ya engga lah. Seluruh kampus juga taunya kalo gue sama lo pacaran."
"Oke sorry kalo ternyata bukan lo. Tapi gue mau bilang untuk terakhir kalinya. Please, udah cukup semuanya. Gue udah capek sama drama lo, mending lo sekarang cari cowok yang bener-bener bisa care sama lo deh, jangan begini terus."
"Ngga mau! Pokoknya gue maunya lo, bukan yang lain!"
Hmm sepertinya Brian dan Priska sama-sama dikejar sama manusia-manusia obesesif ya. Mendengar ucapan Jane, Brian hanya menghela nafas dan berlalu meninggalkan gadis itu.
Tiba-tiba tangan Jane meraih tangan Brian dan menggengamnya.
"Bri, please jangan gini. Lo harusnya tau kan gimana perasaan gue?" Jane merengek hampir-hampir meneteskan air matanya. Tapi Brian terdiam sambil melihat genggaman tangan itu, amat diam. Ia tak mengelak sedikitpun seperti patung tak berekspresi, keringat dingin keluar dari dahinya seketika, bulu kuduknya pun merinding sejadi-jadinya dan wajah Brian menjadi pucat. "Brian? Lo denger gue kan?" Jane mengguncang-guncang genggamannya.
"Hhhh...Hhhh.." Brian masih menatap genggaman tangan Jane kemudian menarik nafas cepat dan menghela nafasnya pelan karena sulit untuk menghela, seperti ada sesuatu yang mengganjal di dadanya. Jane yang menyadari akibat dari genggaman tangannya pun segera melepasnya. "Hhhh, Hhhh.." Brian pun baru bisa bernafas tersengal-sengal ketika Jane melepas genggaman tangannya, ia pun membungkuk sambil memegangi lututnya karena merasa sangat lemas.
"Brian? Lo nggak apa-apa?" Mimik wajah Jane yang awalnya merengek seketika menjadi khawatir dan merasa bersalah. Brian hanya menggeleng dengan nafasnya yang tersengal-sengal itu, sambil memejamkan mata sejenak ia pun mencoba berdiri tegak.
"Please, Jane. Jangan coba-coba sentuh tangan gue lagi." Ucap Brian seraya berjalan meninggalkan Jane sendirian.
Dengan wajah pucat Brian masuk ke dalam kelas dan duduk dibangkunya. Para mahasiswa masih berlalu lalang menunggu dosen yang belum kunjung datang. Beberapa waktu kemudian seorang cewek mendatangi Brian, sepertinya dari kelas sebelah. Semua mata pun tertuju pada mereka.
"Mmm, Brian. Tolong terima ini ya!" cewek itu memberikan kotak kado kepada Brian.
"Oh, oke" Jawab Brian dengan datar. Cewek itu pun pergi dengan sumringah sambil berlari kecil.
Priska, April dan Sinta yang berada di kelas pun ikut menyaksikan. Sambil menghela napas, Sinta menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Ck, ck, ck. Brian itu emang bintangnya kampus kita ya. Padahal udah punya cewek tapi yang lain pede aja gitu deketin"
"Emang udah yakin Jane pacaran sama Brian? Bukannya itu cuma gosip." Celetuk April. Sinta dan Priska pun melirik.
"Iya sih, mungkin karena sekarang pada tau itu gosip, makanya jadi pada pede ngedeketin Brian." Ucap Sinta.
Priska hanya terdiam tanpa berkomentar apa pun.
Seandainya gue cerita ke mereka jaman SMP Brian pernah ngucapin ulang tahun ke gue kayaknya mereka juga ngga akan percaya, pasti mikir Priska halu nih (halusinasi) akibat kelamaan jomblo. Gumam Priska sambil menghela nafas kecil.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!