Larissa Putri Hana, gadis berusia 19 tahun. Kulit putih, rambut hitam pendek sebahu, wajah oval dan memiliki dua lesung pipit yang membuatnya terlihat manis saat tersenyum.
Larissa Putri Hana yang lebih akrab di pagil Ana tinggal bersama ibunya. Mengenai ayahnya, sampai sekarang Ana tidak tahu dimana keberadaan ayahnya. Ibunya tidak pernah memberitahunya tentang ayahnya. Hal ini membuat Ana enggan bertanya kepada ibunya tentang ayahnya.
Di pagi harinya, Ana perlahan membuka matanya. Ditatapnya jam dinding yang sudah menunjukan pukul 06.00.
Ana berlahan turun dari ranjang dan melangkah menuju kamar mandi untuk membersikan diri.
“Ana..” panggil seorang wanita sambil mengetuk pintu.
Ana yang sedang mengeringkan rambutnya pun sedikit menoleh ke arah pintu.
"Ya, ma" sahut Ana.
"Ayo sarapan!, Mama sudah memasak makanan kesukaanmu" kata Rany di balik pintu.
Ana pun merapikan kembali hair dryernya yang telah ia gunakan ke tempat diamana ia biasa menyimpannya.
"Iya ma, Ana akan segera keluar".
Setelah mendengar jawaban putrinya, Rany memutuskan untuk menunggu putrinya di meja makan.
Setelah beberapa menit Ana keluar dari kamarnya dengan pakaian rapi yang biasa ia pakai saat pergi ke kampus.
"Kamu ada kuliah hari ini?" tanya Rany sambil melihat putrinya yang baru saja tiba.
“Iya ma. Ana, ada kelas pagi ini” jawabnya sambil menarik salah satu kursi yang berhadapan langsung dengan ibunya lalu duduk.
Setelah menyelesaikan ritual makannya, Ana memutuskan untuk membantu ibunya merapikan meja makan. Ia membawa piring yang telah selesai digunakan ke dapur sebelum Ia berangkat ke kampus.
"Biar mama saja yang akan mencuci piringnya!"
"Tapi, mama sudah memasak. Jadi sekarang giliran Ana yang akan mencuci piringnya"
"Biarkan mama yang mencucinya, cepatlah kamu pergi ke kampus atau kamu akan terlambat".
"Hmm baiklah, kalau begitu Ana pamit ya" ucapnya sambil menyalami ibunya.
"Hati-hati ya?, jangan buru-buru!".
"Iya Ma" jawab Ana sambil berjalan menuju tempat parkir.
Ana mengendarai mobilnya keluar dari halaman rumahnya, diliriknya jam tangannya yang sudah pukul 07.30. Seperti biasanya jalanan tampak macet.
"Tidak bisa seperti ini, aku hanya punya waktu 20 menit untuk sampai ke kampus" ucap Ana sambil fokus mengemudi.
Selang beberapa menit Ana melihat jalan yang menurutnya cukup sepi.
"Nah, lewat sini saja, dengan begitu saya bisa menghindari kemacetan" ucapnya dan membelokkan mobil ke kiri.
Dering ponsel memecahkan kesunyian di dalam mobil, Ana yang mendengarnya mencoba meraih tasnya dengan pandangan tatap terfokus ke jalan.
“Hp….Hp, Aduh mana sih?” ucapnya sambil mencari ponsel di dalam tasnya.
Setelah berhasil menemukan ponselnya, dengan cepat ia menekan tombol hijau lalu menempelkannya ke telinga dengan posisi tangan kanannya memegang setir dan tangan kirinya memegang ponsel.
“Ana ….!” Teriak seorang wanita melalui ponselnya.
Ana yang mendengarnya sedikit menjauhkan ponsel dari telinganya.
"Gila, suaranya keras amat!. Gendang telingaku bisa pecah dibuatnya" ucapnya.
Ana pun kembali meletakkan telepon ke telinganya.
"Ya, ada apa?" tanya Ana.
"Kamu masih bertanya ada apa? Hei!, kamu tahu jam berapa sekarang?" tanya Kana, teman Ana.
"Ya, aku tahu. Aku masih di jalan sebentar lagi sampai" jawab Ana.
"Kebiasaan. Kamu pasti terlambat bagun kan?" tebak Kana.
Ana tersenyum mendengarnya.
"Tidak. Kali ini tebakanmu salah. Aku bangun jam 06.00 lo" jawab Ana sambil memperbaiki duduknya.
Tatapannya kembali fokus ke depan dan ia pun terkejut. Sebuah mobil berwarna merah berada tepat di depannya, yang juga hendak memasuki gerbang kampus, tanpa pikir panjang Ana segera menginjak rem mobilnya.
Bruk….
"Telat," ucap Ana pelan.
“Ana, suara apa itu? Apa kamu baik-baik saja?” tanya Kana yang juga ikut mendengar suara benturan keras.
Tanpa menjawab pertanyaan Kana, Ana pun mengakhiri pangilan telepon dan segera turun dari mobilnya.
"Ya ampun Ana, kamu dalam masalah sekarang" ucapnya sambil melihat seorang pria yang juga turun dari mobilnya.
Pria itu berjalan ke bagian belakang mobilnya dan melihat kondisi mobilnya. Seketika pandangannya beralih. Ditatapnya Ana yang tampak khawatir.
"Maaf pak. Saya tidak tahu ada mobil di depan saya. Saya benar-benar tidak sengaja menabrak mobil bapak." ucap Ana gugup.
Pria itu mendengus kesal, dengan tatapan dingin yang ditujukan pada Ana.
"Sekali lagi saya minta maaf pak. Saya akan bertanggung jawab mengenai kerusakan mobil bapak, asalkan bapak tidak melaporkan saya ke polisi" ucap Ana.
Pria itu mengerutkan kening ketika mendengar perkataan Ana.
"Maksudmu jika saya melaporkanmu, kau tidak akan memperbaiki kerusakan mobilku?" tanya pria itu dengan ekspresi yang sama.
"Ah, bukan itu maksud saya pak. Saya tetap akan bertanggung jawab untuk memperbaiki kerusakan mobil bapak" ucap Ana sedikit menjeda ucapanya.
"Tapi tolong jangan laporkan saya" sambung Ana memohon.
Pria itu menghela nafas lagi untuk yang kedua kalinya.
"Kapan kau akan memperbaiki kerusakan mobil saya?".
"Bisakah saya memperbaikinya setelah saya menyelesaikan kelas pagiku?" tanya Ana ragu.
"Apa kamu yakin?"
Ana mengangguk sebagai jawaban.
"Bisakah saya percaya dengan apa yang kau katakan?. Bagaimana jika kau membohongiku?" tanya pria itu lagi.
Ana yang mendengarnya terdiam sejenak, memikirkan bagaimana cara meyakinkan pria di depannya. Setelah beberapa saat, Ana menemukan cara yang menurutnya bisa meyakinkan pria itu.
"Sebentar Pak!" pinta Ana.
Ana berjalan dan masuk ke dalam mobilnya. Selang beberapa menit Ana kembali dengan membawah sebuah kartu di tangan kanannya.
"Ini pak, kartu mahasiswa saya. Saya kuliah di kampus ini" ucap Ana sambil memberikan kartu yang dimaksudnya.
"Dengan kartu itu, bapak bisa dengan mudah menemukan saya" sambung Ana.
Pria itu mengerutkan kening ketika melihat kartu yang diberikan Ana kepadanya.
"Maaf Pak, saya sudah terlambat. Jadi saya harus bergegas ke kelas" kata Ana sambil berjalan menuju mobilnya.
Ana berbalik untuk melihat orang asing itu sebelum kembali ke mobilnya lalu berkata.
"Oh iya pak, tolong jangan dihilangkan kartu mahasiswa saya ya pak?" ucapnya lalu masuk ke mobil dan kembali melajukan mobilnya menuju ke tempat parkir.
Dengan langkah setengah berlari Ana menuju ke salah satu kelas yang saat itu terlihat ramai.
Kana yang dari tadi memperhatikan pintu masuk kelas, segerah bangkit dari tempat duduknya saat melihat Ana.
"Ana, kamu baik-baik saja kan?" tanya Kana, saat Ana berada tepat di sampingnya.
"Aku mendengar suara tabrakan, apakah kamu menabrak sesuatu?" sambung Kana.
Ana mengangguk sebagai jawaban dan duduk di kursi tepat di samping kana.
Kana menarik tangan Ana lalu memeriksanya.
"Tapi kamu baik-baik saja kan?. Tidak ada yang luka?" tanya Kana lagi.
"Saya baik-baik saja. Tapi mobil yang saya tabrak ada beberapa goresan dan saya harus memperbaikinya," jawab Ana.
Kana melepaskan tangan Ana lalu kembali duduk.
"Syukurlah, kamu baik-baik saja” ucap Kana sedikit menjeda ucapannya.
“Ini semua karena salahku" sambung Kana merasa bersalah.
Ana menatap Kana dari samping.
"Itu bukan salahmu ko, akunya saja yang kurang berhati-hati" ujar Ana.
“Tapi aku yang menelfonmu, karena itu fokusmu jadi terbagi. Coba saja kalau aku tidak menelfonmu tadi, kamu pasti tidak akan menabrak mobil orang” tutur Kana.
"Ngak perlu merasa bersalah, toh aku baik-baik saja kan?” ucap Ana.
“Oh iya, kenapa Pak Burhan belum juga masuk?. Sudah lewat sepuluh menit loh, biasanya dia datang tepat waktu" ucap Ana berusaha mengalihkan pembicaraan.
Kana mengeluarkan buku dari tasnya lalu meletakannya ke atas meja.
“Hmm dengar-dengar sih pak Burhan tidak masuk di kelas kami lagi” jawab Kana.
“Loh memangnya kenapa?”
“Kalau soal itu aku kurang tahu. Tapi, tadi sih aku dengar dari teman yang lain, katanya ada dosen baru yang menggantikan Pak Burhan” jelas Kana.
Ana mengeluarkan botol air minum dari tasnya.
"Hmm, gitu ya?" ucap Ana lalu meminum beberapa teguk air.
"Selamat pagi" sapa seorang pria yang baru saja masuk.
Semua orang yang mendengarnya melihat kerah suara termasuk Kana dan juga Ana.
"Pagi" jawab mereka secara bersamaan.
“Uhuhu”
"Iss…isss hati-hati kalau minum, keselek kan jadinya" ucap Kana sambil mengusap punggun Ana.
"OMG!. Dia dosen barunya?, wow dia sangat tampan" ucap teman-teman kelas Ana dan juga Kana.
Ana dengan cepat membersikan meja belajarnya dengan tisu.
"Gawat" ucap Ana pelan.
"Apanya yang gawat?" tanya Kana.
"Laki-laki yang ada di depan adalah orang yang aku tabrak mobilnya tadi tepat di pintu masuk kampus" jawab Ana.
Ana pun berusaha menyembunyikan diri di balik punggung teman-temannya yang duduk di depan mereka.
“Kamu yakin dia orangnya?” tanya Kana tak percaya.
“Iya Na, dia orang yang sama” jawab Ana.
“Semoga dia tidak melihat ke arah sini” ucap Ana pelan.
“Selamat pagi semuanya” sapa pria itu lagi.
“Pagi…”
“Perkenalkan nama saya Arsenio, saya dosen baru di kampus ini” ucap Arsenio kemudian menjeda ucapanya.
“Saya rasa kalian semua sudah tahu, mulai hari ini dan seterusnya saya yang akan mengajarkan mata kuliah ini di kelas kalian. Mohon kerjasamanya!” sambungnya.
Clarissa menatap lurus ke arah Arsenio sambil tersenyum.
"Pak, bolehkah saya bertanya?" tanya Clarissa sambil mengangkat tangannya.
"Ya silahkan" jawab Arsenio mempersilakan.
Lagi-lagi Clarissa tersenyum dan berkata.
“Maaf sebelumnya, mungkin pertanyaan saya sedikit sensitif. Tapi saya dan teman-teman sangat ingin tahu. Apa bapak sudah menikah?" tanya Clarisa.
Kana yang mendengarnya pun menampakan muka masam.
"Dasar Clarissa!, ngapai bertanya seperti itu?. Itu kan prifasi orang" ucap Kana tidak suka.
Tanpa ragu Arsenio menjawab.
“Untuk saat ini belum, tidak tahu jika besok” jawabnya tanpa ekspresi.
"Ada pertanyaan lagi?. Kalau sudah tidak ada, saya akan mulai pelajarannya" lanjut Arsenio sambil membuka buku yang di bawahnya dari rumah.
Karena tidak punya pertanyaan lagi. Arsenio mulai menjelaskan materi pembelajaran.
Semua orang tampak fokus mendengarkan penjelasannya, termasuk Kana.
Kana melirik ke arah Ana yang masih dengan posisi yang sama.
“Apa kamu tidak lelah jika terus-terusan seperti itu?” tanya Kana sedikit berbisik.
“Lelah sih, tapi mau bagaimana lagi?. Kalau dia sampai melihatku bisa-bisa aku di keluarkan dari kelas” jawab Ana.
Ana pun mencoba memerbaiki duduknya.
“Udah jangan perdulikan aku, kamu perhatikan saja apa yang di jelaskannya lalu jangan lupa mencatatnya dengan rapi, aku akan meminjamnya nanti” sambung Ana.
“Ana, pak Arsenio melihat ke arah sini loh” ucap Kana sambil menatap lurus ke depan.
“Benarkah?” tanya Ana tak percaya.
“Iya, mana mungkin aku bohong” jawab Kana dengan posisi yang sama.
“Yang memakai baju berwarna biru deretan ke empat boleh berdiri?” pinta Arsenio.
Ana yang mendengarkannya pun menatap baju yang sedang dia kenakan.
“Apa dia sedang berbicara denganku” batin Ana.
Semua orang yang juga ikut mendengarkan ucapan Arsenio pun melihat ke arah yang dimaksud.
“Ana, bapak menyuruhmu berdiri” ucap Kana.
“Habislah aku..”ucap Ana lalu dengan ragu-ragu berdiri dari tempat duduknya sambil tersenyum.
Dengan ekspresi dinginnya Arsenio menatap Ana.
"Apakah kau memperhatikan apa yang saya jelaskan barusan?" tanya Arsenio.
“Iya pak” jawab Ana ragu.
"Apakah kamu yakin?, bukankah dari tadi kau bersembunyi di belakang temanmu?" tanya Arsenio lagi.
“Ah itu Pak…, tapi saya mendengarkan semua yang bapak sampaikan” jelas Ana.
“Baiklah, silahkan duduk!”
“Perhatian untuk semuanya!. Jika saya sedang menjelaskan materi pembelajaran, tolong jangan saling bicara!, apalagi bersembunyi. Semuanya tetap fokus ke depan!.” sambung Arsenio.
"Baik Pak"
Arsenio kembali melanjutkan materi pembelajaran yang sempat tertunda hingga jam pelajaran berakhir.
Satu per satu mahasiswa meninggalkan kelas, berbeda halnya dengan Clarissa. Ditatapnya Arsenio lalu berjalan ke arahnya.
“Pak, bolehkah saya menyalin materi yang bapak jelaskan tadi?. Saya mempunyai materi yang belum sempat saya tulis” ucap Clarisa.
"Tentu saja, beri saya flash disknya" ucap Arsenio.
Clarisa tersenyum sambil memberikan flash disk yang dipegangnya.
“Na, ayo cepet! mumpung bapak masih sibuk" ucap Ana sambil menarik tangan Kana dan berjalan menuju pintu keluar.
"Berhenti di sana!" pinta Arsenio tanpa mengalihkan pandangan dari laptopnya.
Clarisa yang mendengarnya menoleh ke belakang. Sementara Ana dan Kana menghentikan langkah mereka dan berbalik.
"Kami Pak?" tanya Ana ragu.
"Apakah ada orang lain selain kalian di sana?" ucapnya.
Arsenio menatap Clarissa lalu mengembalikan flash disknya.
"Ini sudah selesai" ucap Arsenio.
"Terima kasih pak" ucap Clarissa lalu berjalan menuju pintu tak lupa menatap tajam ke arah Ana dan juga Kana.
Setelah selesai merapikan buku-buku, Arsenio berjalan menghampiri Ana dan juga Kana.
"Sepertinya kau berusaha menghindariku" ucap Arsenio sambil menatap Ana.
"Mana ada Pak?" jawab Ana secara spontan.
Arsenio tersenyum sinis mendengar jawaban Ana.
"Lalu apa yang kamu lakukan barusan?. Bukankah kau sedang bersembunyi?" tanya Arsenio.
“Ah…itu pak. Saya hanya takut bapak akan mengeluarkan saya dari kelas, karena saya telah menabrak mobil bapak tadi. Tapi saya benar-benar tidak bermaksud untuk tidak bertanggung jawab. Saya kan sudah memberikan kartu mahasiswa saya kepada bapak sebagai jaminan” jelas Ana panjang lebar.
Kana yang mendengar kata terakhir temannya pun terkejut.
“Ana … Ana …, baru kali ini aku mendengar kartu mahasiswa dipakai untuk jaminan” gumam Kana dalam hati.
“Kartu mahasiswa kau buat jaminan?, memangnya kartu mahasiswamu seberharga itu?, sehingga kau jadikan jaminan” tanya Arsenio lagi.
“Tentu saja saja Pak, itu salah satu barang berharga yang saya miliki” jawabnya polos.
Arsenio mengehela nafas panjang.
“Lalu kapan kau memperbaiki kerusakan mobil saya?”.
“Hmm, kalau boleh tau kira-kira berapa ya biaya memperbaiki mobil bapak?” tanya Ana.
“3 - 4 juta atau bisa jadi lebih dari itu" jawab Arsenio.
"Apa?. 3-4 juta?"
"Ya" sahut Arsenio mengiakan.
Ana menatap Kana dari samping
“Mana ada aku uang sebanyak itu”.
Ana kembali menatap Arsenio.
“Maaf Pak, tapi tabungan saya tidak cukup dengan uang sebanyak itu, adanya baru 2 juta. Apa saya bisa membayarnya dua kali Pak?, saya janji akan segera membayar sisanya dalam waktu dekat” ucap Ana.
“Baiklah, saya tunggu besok” ucap Arsenio lalu melangkah pergi.
“Besok?. Ngak besok juga Pak, mana bisa saya mengumpulkan uang sebanyak itu dalam waktu satu hari” ucap Ana sambil berjalan mengikuti langkah Arsenio.
Kana yang melihat itu segera menahan tangan Ana agar tidak menyusul Arsenio ke ruangannya.
“Na…aku harus mengikuti Pak Arsenio ke ruangannya, aku ingin meminta tambahan waktu. Masa iya waktu yang dia berikan hanya satu hari” ucap Ana lalu melanjutkan langkahnya mengikuti Arsenio sedang menuju ruanganya.
“Pak, tolonglah tambahkan waktunya pak. Bagaimana saya bisa mengumpulkan uang sebanyak itu dalam waktu satu hari” keluh Ana yang kini sudah berada tepat di belakang Arsenio.
Arsenio meletakan buku beserta leptobnya ke atas meja kerjanya lalu berbalik menatap Ana yang juga ikut masuk ke dalam ruanganya.
“Pak tolonglah, beri aku tambahan waktu” ucap Ana mememohon seperti sedang memohon pada seseorang yang sudah lama dikenalnya.
Sementara Arsenio menatapnya dengan serius.
"Bukankah tadi pagi kau yang mengatakan akan memperbaiki mobilku setelah kau menyelesaikan kelas pagimu?".
“Iya Pak, tapi saya tidak tahu kalau biaya perbaikan mobil bapak semahal itu. Jadi saya bilang begitu,” jelas Ana.
"Kalau begitu saya kasih waktu satu minggu. Jika sudah sampai waktu yang sudah saya tentukan kau masih belum juga membayar, saya akan laporkan hal ini ke pihak yang berwajib" kata Arsenio serius.
"Satu minggu Pak?" tanya Ana lagi.
"Ya, sekarang kamu bisa pergi!"
“Pak, bisa ditambah sedikit lagi waktunya? Dua minggu atau sebulan gitu?” pinta Ana.
"Kalau tidak mau seminggu, ya sehari saja" ucap Arsenio.
"Tidak Pak, batas waktunya satu minggu. Jangan diubah-ubah lagi!" ucap Ana lalu berjalan menuju pintu.
"Untungan tampan, kalau tidak ...".
"Ngomong apa kau barusan?" tanya Arsenio sebelum Ana menyelesaikan ucapanya.
Ana berbalik kerahnya sambil tersenyum.
"Ngak bilang apa-apa ko, Pak. Terima kasih atas waktunya. Kalau begitu saya pamit" ucap Ana lalu segera meninggalkan ruangan Arsenio.
Sementara Arsenio masih menatapnya dengan tatapan dinginnya.
"Bagaimana?, apakah Pak Arsenio memberi tambahan waktu?" tanya Kana yang sudah menunggu Ana keluar dari ruangan Arsenio.
Ana menyandarkan tubuhnya ke dinding lalu berkata.
“Ya, dia memberiku waktu satu minggu. Tapi, kamu tau sendiri bagaimana mungkin dalam waktu sesingkat itu aku bisa mengumpulkan uang sebanyak itu”.
“Hmm bagaimana ya?. Oh iya, aku baru ingat” ucap Kana sambil tersenyum sementara Ana menatapnya bingung.
“Saya punya tabungan tapi tidak banyak, hanya ada satu juta. Tapi, kamu bisa menggunakannya untuk menambah biaya perbaikan mobil Pak Arsenio." jelas Kana.
“Ngak bisa. itu kan uang tabunganmu, mana bisa kamu berikan padaku untuk biaya perbaikan mobil Pak Arsenio” tutur Ana.
“Aku ngak mau tahu, pokonya kamu harus menerimannya. Kalau kamu tidak menerimanya, aku marah loh” ucap Kana serius.
Ana yang pun menghela nafas panjang.
“Baiklah, tapi aku akan tetap menggantinya nanti” ucap Ana. Kana pun mengangguk setuju.
“Ya udah, ngapain masih berdiri di sana?. Ayo pulang” tutur Kana sambil menarik tangan Ana untuk ikut dengannya.
Keduanya pun berjalan menuju area parkir kampus.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!