NovelToon NovelToon

Berbagi Cinta - Suami Yang Dingin

BAB 1 ~ The Perfect Couple ~

Zefran memacu sedan sport-nya dengan kecepatan tinggi. Sedan yang mampu meraih 100 km/jam dalam waktu 2,28 detik itu hanya bisa dirasakan Zefran saat melewati jalanan yang telah sepi.

Zefran tak pernah melintasi jalanan itu sebelum jam 12.00 malam. Laki-laki itu memilih menghabiskan waktu di Night Club lantai teratas gedung 59 lantai miliknya. Pemiliknya Night Club itu adalah Altop, sahabatnya semasa kuliah di Stanford University. Bersama-sama menghabiskan waktu dengan dua sahabat lainnya, Ronald dan Valendino.

Mereka mengikat persaudaraan saat tergabung dalam sebuah kelompok persaudaraan di universitas. Kelompok persaudaraan yang beranggotakan mahasiswa-mahasiswa yang berprestasi atau mahasiswa yang berasal dari keluarga pejabat, konglomerat atau keluarga selebriti.

Para anggotanya dipanggil fraternity bagi laki-laki dan sorority untuk perempuan. Zefran, Altop, Ronald dan Valendino, saling mendukung saat merasakan kerasnya gemblengan para fraternity senior. Presiden kelompok persaudaraan itu bahkan memberi mereka gelar The Four Idiots karena iri melihat kekompakan dan ketampanan empat mahasiswa asal tanah air itu.

Sama-sama menamatkan kuliah dan kembali ke tanah air untuk mewarisi perusahaan keluarga masing-masing, kecuali Altop yang memang hobi berpesta. Memilih hengkang dari perusahaan ayahnya dan mendirikan bisnis sendiri.

Didukung sahabatnya --Zefran-- yang memfasilitasi lantai teratas gedung perkantorannya. Altop resmi menjadi pemilik Night Club Luxury itu. Sebuah Night Club dengan member para top level management yang didominasi oleh eksekutif-eksekutif muda dengan pendapatan milyaran setiap bulannya.

Menyediakan berbagai macam hiburan, minuman dan makanan yang hanya dirasakan bibir orang-orang kelas atas. Lengkap dengan fasilitas rooftop night party untuk memanjakan member yang ingin berpesta sambil menikmati pemandangan city lights dengan sempurna. Sesuai dengan namanya, Night Club Luxury memang memberikan kemewahan yang tak terbatas.

Altop menuang minuman yang peredarannya sangat terbatas di seluruh dunia itu. Membagikannya satu per satu pada sahabat-sahabatnya kemudian bersulang untuk merayakan pertemuan mereka malam ini. Hanya untuk sebuah pertemuan antar teman, Altop mengangkat gelas berisi minuman seharga Rp. 175 juta untuk setiap gelasnya.

"Untuk sukses selamanya," ucap Altop yang berdiri di hadapan teman-temannya.

Mereka pun mengangkat gelas dan membalas ucapan Altop.

"Sukses selamanya," sahut Zefran, Ronald dan Valendino serentak lalu meneguk minuman mahal itu.

"Fraternity forever,"

"Fraternity forever,"

Kemudian mereka tertawa, Altop kembali duduk di hadapan teman-temannya.

"Pilihlah satu perempuan di sini untuk menemanimu," ucap Altop pada Zefran yang hanya duduk menikmati minumannya.

"Mana mungkin dia tertarik, Zefran itu penganut aliran cinta sejati," sahut Ronald tertawa sambil mengecup pipi seorang gadis cantik di sampingnya.

"Cinta sejati itu untuk di rumah kalau cinta di sini untuk bersenang-senang," sahut Altop yang juga menggandeng seorang gadis cantik.

"Katakan itu juga pada Valen, dia satu aliran dengan Zefran. Lagipula apa enaknya kumpul di Club tanpa didampingi cewek-cewek cantik," ucap Ronald.

"Member Club ini hanya terdiri dari orang-orang kalangan atas. Cewek-cewek di sini juga gadis-gadis yang terpelajar. Mereka tidak mencari uang tapi mencari kesenangan dan pergaulan anak-anak muda kelas atas. Mereka bukan wanita penghibur murahan, jadi aman dijadikan gandengan, benarkan sayang?" ucap Altop sambil mengecup bibir gadis disampingnya.

Zefran dan Valendino hanya tersenyum simpul, mereka bergantian meneguk minuman yang ada di tangan mereka. Berkali-kali kedua fraternity-nya itu membujuk mereka. Namun, selalu saja gagal, mereka datang ke night club itu bukan untuk mencari wanita tapi untuk refreshing dari kesibukan pekerjaan.

"Tapi wajar jika Zefran seperti itu, aku juga akan sepertinya jika memiliki istri secantik Frisca. Aku juga tidak akan mau melirik wanita lain," ucap Ronald.

Zefran kembali tersenyum, semua sahabatnya mengakui kecantikan istrinya, mengakui kecerdasan dan keanggunan wanita itu. Frisca seorang wanita dari keluarga kaya raya yang berpendidikan. Mereka semua juga mengenal Frisca saat pesta penyambutan anggota baru kelompok persaudaraan itu.

Frisca, sorority asal Indonesia itu menolak cinta presiden kelompok persaudaraan yang merupakan putra seorang senator. Gadis itu lebih memilih jatuh kepelukan Zefran. Awalnya tidak sengaja, Frisca benar-benar jatuh menimpa tubuh Zefran yang sedang duduk di sofa sambil menikmati minuman bersama fraternity lainnya.

"Hai," sapa Frisca yang jatuh karena tersandung menimpa tubuh laki-laki itu.

Seperti kejatuhan bidadari, Zefran menatap wajah cantik dihadapannya. Wajah mereka nyaris bersentuhan, Frisca tersenyum dan Zefran terpana. Itulah awal pertemuan mereka yang akhirnya menjadi cinta sejati mereka.

Malam itu juga Frisca mengundang Zefran ke apartemennya. Menunjukkan ketertarikannya pada laki-laki tampan itu, mengajaknya menghabiskan malam bersama, hingga akhirnya saling mengungkapkan rasa cinta mereka.

Zefran terlena dan melupakan pesan ibunya yang telah ditanamkan padanya sejak masih kecil bahwa dia telah dijodohkan dengan putri dari sahabat ibunya. Zefran masih bisa bertahan saat memasuki usia remaja. Saat berusia dua belas tahun laki-laki itu masih bersikap tak acuh pada remaja putri.

Menolak cinta para gadis yang menjadikannya idola saat di SMA. Namun, Zefran akhirnya tak mampu menahan godaan Frisca yang menari di hadapannya tanpa mengenakan apapun. Cukup semalam saja bagi Frisca menaklukkan hati Zefran dan membuat laki-laki itu lupa pada janji ibunya. Sejak malam itu Zefran tidak bisa lagi berpaling dari Frisca.

Saat kembali ke tanah air dengan gelar sarjananya. Zefran langsung mewarisi perusahaan keluarganya dan menjabat sebagai CEO. Tak berapa lama menduduki jabatan itu, Frisca datang bersama keluarganya dan memperkenalkan diri sebagai calon istri Zefran.

Ny. Mahlika --ibunda Zefran-- kaget mendengar maksud kedatangan Frisca dan keluarganya namun tidak bisa menentang mengingat hubungan Zefran dan Frisca yang telah melangkah terlalu jauh.

Ny. Mahlika juga tidak bisa menganggap remeh besarnya pengaruh keluarga Frisca di dunia bisnis. Membuat ibu single parent itu pasrah menerima Frisca sebagai menantunya. Frisca yang cantik, baik hati, pintar dan terpelajar begitu pandai mengambil hati ibunda Zefran hingga akhirnya Frisca di terima, disayang bahkan dibanggakan oleh Ny. Mahlika.

Zefran dan Frisca adalah pasangan yang sempurna, sangat sempurna dan membuat iri semua orang yang melihatnya. Namun, tidak bagi Ny. Mahlika apalagi untuk menyangkut satu hal, yaitu anak. Mengenai satu hal itu Ny. Mahlika sangat kecewa, setelah delapan tahun menikah Zefran dan Frisca masih belum dikaruniai anak.

Ny. Mahlika mulai merasa cemas dan menganggap bahwa semua ini adalah hukuman karena mereka yang telah ingkar janji. Ny. Mahlika juga menyalahkan Zefran karena tidak patuh pada perjanjian ibunya.

Setiap bulan di saat sarapan Ny. Mahlika akan bertanya pada menantu kesayangannya tentang kemungkinan munculnya tanda-tanda kehamilan. Namun, seperti biasa jawaban Frisca tetap sama.

"Belum Mom, masih negatif," ucap Frisca yang sudah sangat di mengerti oleh Ny. Mahlika bahwa kenyataannya Frisca masih belum juga hamil.

Itu juga yang membuat Zefran semakin tidak betah di rumah. Kesempatan bertemu ibunya saat sarapan selalu diwarnai dengan tatapan yang menyalahkannya. Ny. Mahlika mulai meminta Zefran untuk mempertimbangkan mengambil istri kedua.

"Aku tidak akan mengkhianati istriku," ucap Zefran pada ibunya saat berbicara di ruang kerjanya.

"Tapi Zefran, ini satu-satunya cara agar kamu memiliki keturunan," ucap Mahlika.

"Aku tidak peduli, lebih baik aku tidak memiliki anak daripada harus menikahi wanita lain," ucap Zefran.

Ny. Mahlika berdiri dari kursi mewah di ruangan itu dan duduk di depan meja kerja putranya. Zefran menutup laptop yang ada di hadapannya. Menunjukkan keseriusannya terhadap pembicaraan mereka.

"Kalau begitu untuk apa kalian bekerja, pergi pagi pulang malam, semua itu untuk apa? Kamu bekerja keras membesarkan perusahaan dan menumpuk kekayaan, semua itu untuk apa? Kepada siapa kamu mewariskan semua itu?" tanya Mahlika.

Zefran tercenung, apa yang diucapkan ibunya memang benar. Semua harta kekayaan keluarganya yang tak akan habis hingga tujuh turunan itu tidak jelas kepada siapa akan diwariskan. Zefran adalah putra satu-satunya keluarga Dimitrios sementara Frisca juga putri satu-satunya bagi keluarga Adams.

Sejak Zefran menjadi pewaris perusahaan besar itu yang dilakukannya hanyalah bekerja demi lebih membesarkan perusahaan yang telah menguasai sebagian besar dunia bisnis itu. Tanpa memikirkan sedikitpun apa tujuannya dan untuk siapa semua itu dilakukannya.

"Kami masih muda Mom, masih memiliki kesempatan yang panjang. Saat ini kami belum diberi kepercayaan mendapatkan keturunan bukan berarti kami tidak bisa mendapatkannya," ucap Zefran melunak.

"Itu juga yang dikatakan putra teman Mommy, masih muda, kesempatan panjang, hingga akhirnya terlambat, program bayi tabung pun tidak berhasil. Kini mereka pasrah tidak memiliki pewaris. Mommy tidak mau terlambat seperti teman Mommy," ucap Mahlika bersedih.

Segala upaya juga telah Zefran dan istrinya lakukan, program bayi tabung pun telah mereka coba. Namun selalu gagal, bayi itu gugur setelah seminggu bertahan di dalam kandungan istrinya.

Seminggu, hanya seminggu pencapaian terbaik mereka. Selebihnya gagal dengan berbagai alasan, kualitas dan kuantitas sel telur wanita yang kurang baik. Indung telur wanita yang tidak merespon obat dan gagal menghasilkan banyak sel telur.

Hingga abnormalitas kromosom menjadi alasan di balik keguguran dan kegagalan implantasi selama program bayi tabung mereka berlangsung. Zefran tidak bisa bicara lagi.

"Mommy akan membawakan calon istri untukmu. Jika tidak suka dengannya, Mommy akan carikan yang lain," ucap Mahlika berdiri hendak keluar dari ruang kerja anaknya.

Nyonya separuh baya yang masih terlihat cantik itu berhenti di depan pintu, menoleh pada putranya yang tertunduk.

"Tidak pernahkah terpikirkan olehmu cobaan ini adalah hukuman karena kita telah mengingkari janji?" tanya Mahlika masih tertegun di depan pintu.

"Kalau begitu semua ini bukan salahku, semuanya salah Mommy. Mommy yang berjanji dan Mommy juga yang mengingkari," ucap Zefran.

"Tapi sejak awal Mommy sudah tanamkan padamu bahwa kamu harus menikahi putri teman Mommy tapi kamu melupakannya begitu saja. Kamu juga ikut mengingkarinya. Tidak ada jalan lain, menikah lagi atau ceraikan Frisca," ucap tegas Mahlika kemudian berlalu di balik pintu.

Ucapan Ny. Mahlika jelas mengancam, menikah lagi atau bercerai dengan istrinya. Sejak itu Zefran tidak pernah pulang lebih cepat dari tengah malam, kesempatan untuk bertemu dengan ibunya cukup di pagi hari saat sarapan.

Malam ini Zefran kembali menikmati minuman sambil berbincang dengan ketiga fraternity-nya. Altop menggandeng cewek baru di sampingnya. Bermesraan di depan mata Zefran dan Valendino yang masih tidak mau mencari teman wanita.

Zefran tidak mau sedikit pun bermain api dengan resiko kehilangan istri yang dicintainya. Menolak semua wanita yang ditawarkan padanya karena baginya tidak ada satupun wanita yang bisa mengalahkan pesona istrinya.

"Hei, jangan sok kamu dasar perempuan miskin. Kamu itu cuma pelayan di sini," terdengar suara seorang wanita yang tak jauh dari meja Zefran dan kawan-kawan.

Tak cukup suara teriakan namun juga suara tamparan, Altop merasa tidak enak hati dengan kawan-kawannya. Segera laki-laki itu meminta Manager Night Club untuk mengurus keributan itu. Setelah terdengar aman barulah Altop meminta penjelasan.

"Apa yang terjadi?" tanya Altop pada Manager Night Club.

"Seorang tamu wanita mabuk tuan, dia tidak terima seorang pelayan menolak menemani teman prianya saat dia ke toilet," cerita sang Manager Night Club.

"Kenapa teman prianya harus ditemani?" tanya Ronald.

"Namanya juga lagi mabuk tuan, pemikirannya aneh. Dia ingin pelayan itu menunggui pacarnya agar pacarnya itu tidak menggoda wanita lain," jelas manager itu lagi sambil tersenyum.

"Lalu kalau ditunggui pelayan itu dia tidak akan menggoda cewek lain? Yang ada, pelayan itu yang akan digoda olehnya, ada-ada saja," ucap Ronald sambil tertawa.

Mereka semua tertawa mendengar analisa Ronald. Altop menyuruh manager itu kembali melanjutkan pekerjaannya. Mereka kembali menikmati malam, berbincang-bincang dan bercerita pengalaman seru sambil tertawa.

Seorang pelayan yang melintas tiba-tiba tersandung dan jatuh menimpa tubuh Zefran. Tepat di pelukan laki-laki itu, wajah mereka bahkan bersentuhan, Zefran kaget.

Seorang pelayan dengan dandanan menor menggunakan make up murahan lengkap dengan parfum yang bisa ditemukan di toko pinggir jalan.

"Wow, dejavu, kejadian pertama kali bertemu Frisca terulang lagi. Bisa jadi istri juga ini," ucap Ronald sambil tertawa

"Ma.., maaf tuan," ucap pelayan itu.

Mendengar ucapan Ronald, Zefran langsung mendorong tubuh pelayan itu hingga jatuh ke lantai. Zefran berdiri sambil menatap tajam mata pelayan itu. Dadanya turun naik menahan emosi. Altop, Ronald dan Valendino kaget dengan reaksi Zefran yang terlihat berlebihan.

Zefran menciumi jasnya lalu melepaskan jas itu dan melemparkannya pada pelayan yang masih terduduk di lantai itu.

"Aku tidak sudi parfum murahan menempel di pakaianku," ucap Zefran dengan tatapan yang tajam dan napas yang berat.

Perlahan pelayan itu memungut jas itu menepuk jas itu beberapa kali lalu mengulurkan jas itu sambil menunduk.

"Maaf tuan," ucap gadis pelayan itu.

Altop, Ronald dan Valendino terpana, gadis itu masih mengulurkan tangannya menyerahkan jas itu pada Zefran.

"Kamu tidak dengar? Aku tidak suka parfum murahanmu itu menempel di jas-ku, cium ini...!!!" ucap Zefran merebut jas itu lalu dengan kasar melempar kembali ke wajah gadis pelayan itu.

Gadis itu menangkap jas yang dilemparkan ke wajahnya, melipat jas itu dan kembali menyerahkannya. Melihat itu Zefran mengangkat tangannya hendak melayangkan tamparan. Gadis itu memejamkan matanya menanti saat-saat pipinya merasakan panas tapi tamparan itu tak kunjung datang.

"Sudahlah jangan berlebihan lagipula dia sudah meminta maaf," ucap Valendino sambil menahan tangan Zefran.

Gadis pelayan itu membuka matanya dan terpana, seorang laki-laki menahan tangan laki-laki yang ingin menamparnya.

"Lepas tanganku Valen," bentak Zefran.

Gadis itu menatap wajah Zefran dan Valendino bergantian. Valendino melepas tangan Zefran, Altop dan Ronald terpana melihat adegan di depan mata mereka.

"Altop, pecat pelayan ini atau aku keluar dari club ini," ancam Zefran.

"Kalau kamu pecat pelayan ini, aku yang keluar dari club ini," ucap Valendino.

Altop dan Ronald terperangah, Valendino dan Zefran saling menatap tajam.

...~  Bersambung  ~...

BAB 2 ~ Janji Perjodohan ~

Altop dibuat pusing oleh kedua sahabatnya itu, Zefran ingin Altop memecat gadis pelayan itu atau dia keluar dari member club. Sementara jika pelayan itu dipecat maka Valendino yang akan keluar.

"Kalian membuatku pusing, aku tidak mungkin memilih salah satu di antara kalian," ucap Altop terlihat galau.

Zefran menatap tajam mata Valendino, sahabatnya yang pendiam itu kini menentangnya. Sambil mendengus Zefran keluar dari club malam itu. Altop berusaha mengejar dan membujuk tapi Zefran mengabaikannya.

"Apa-apaan kamu ini, menentang Zefran demi seorang pelayan?" tanya Altop pada Valendino saat kembali ke kursi mereka.

Gadis pelayan itu masih berdiri menunduk sambil memegang jas milik Zefran. Altop memintanya untuk kembali bekerja. Gadis itu menatap jas yang dipegangnya lalu mengangguk sekilas dan berlalu dari ketiga sahabat itu.

Valendino tak menjawab pertanyaan Altop tapi mereka tahu pasti sifat Valendino yang tidak suka kesewenangan-wenangan. Itu juga yang membuat Valendino dan Zefran bersahabat.  

Valendino dengan berani membela Zefran saat ditindas oleh fraternity senior hingga akhirnya mereka menjalani hukuman bersama, saling membantu, saling mendukung dan saling mengobati luka sambil tertawa bersama.

"Sekarang bagaimana?" tanya Altop.

"Pelayan itu bekerja untukmu harusnya kamu yang membelanya," ucap Valendino.

Altop memalingkan wajah, sesungguhnya dia tidak peduli dengan pelayan itu. Dia juga bukan pahlawan pembela kebenaran, yang membuatnya bingung sekarang jika Zefran benar-benar keluar dari club hanya karena seorang pelayan.

"Tidak usah khawatir, Zefran hanya emosi, dia tidak akan sungguh-sungguh keluar dari sini," ucap Ronald menghibur Altop.

"Kamu tidak hafal sifat Zefran? Dia paling tidak suka ditentang," sahut Altop.

Valendino diam menikmati minumannya, Altop kesal melihat sikap sahabatnya yang seakan-akan tak peduli dengan hubungan pertemanan mereka.

Sementara itu Zefran meninggalkan gedung 59 lantai miliknya itu. Semakin menjauh dari gedung perkantoran dengan konsep cantik yang futuristik itu. Sebuah gedung yang memiliki arsitektur modern dengan ornamen jendela kaca yang sangat cantik. Gedung inilah yang dijadikan Zefran sebagai pusat aktivitas perusahaannya dalam menjalankan semua bisnis-bisnisnya.

Setelah sekian lama, baru kali ini Zefran meninggalkan Night Club lebih cepat dari biasanya. Laki-laki itu memindahkan tongkat persneling dengan wajah kesal.

Gara-gara pelayan itu, batin Zefran

"Kamu menentangku gara-gara pelayan kampungan itu," teriaknya sambil memukul stir karena kesal.

Laki-laki itu kembali memindahkan tongkat persneling mobilnya untuk mendapatkan kecepatan yang lebih tinggi, membelah jalanan kota yang diterangi kelap-kelip lampu ibu kota yang gemerlap. Semakin menjauh dari gedung kebanggaan keluarganya itu.

Mobil Zefran masuk ke sebuah kompleks perumahan mewah dengan tampilan yang elegan dan klasik berkonsep desain mediterania. Pagar tinggi kediaman Dimitrios pun terbuka dengan sendirinya, mobil itu pun melaju pelan memasuki pekarangan luas yang tertata rapi dan asri. 

Rumah dengan halaman depan dan belakang yang luas serta pagar yang tinggi menjulang. Ditambah unsur dekoratif seperti ukiran dan pahatan pada eksterior dinding. Penggunaan batuan alam dan marmer serta pilar-pilar kokoh memberikan kesan megah rumah kediaman Dimitrios itu.

Zefran menaiki tangga sambil berlari menuju kamarnya. Langsung memasuki kamar mandi mewah yang dilengkapi Jacuzzi Whirlpool itu. Mendapati istrinya yang sedang membenamkan tubuh dan menyandarkan kepalanya pada tepian kolam. Diam menikmati kolam dengan lubang-lubang kecil yang terus mengalirkan air dengan tekanan hingga tubuh indahnya bisa merasakan pijatan-pijatan yang memberikannya efek rileks.

Zefran mendekati kolam air hangat itu, menatap istrinya yang tersenyum. Wanita cantik itu menyadari kedatangan Zefran meski matanya masih terpejam. Kekesalan hati Zefran hilang dalam sekejap saat menatap senyum di bibir istrinya yang cantik itu.

Perlahan mendekati dan menyatukan bibirnya dengan bibir sensual Frisca. Wanita itu menyambut dengan hangat, masih memejamkan matanya wanita itu melingkarkan tangannya di leher suaminya.

Zefran melepas kemeja dan semua yang melekat di tubuhnya. Masuk ke kolam air hangat yang memancarkan aroma minyak esensial aromatik itu. Zefran bersandar di tepian kolam itu sambil memeluk istrinya.

"Tak biasanya pulang lebih cepat? Bertengkar dengan saudaramu?" tanya Frisca sambil menelusuri otot dada suaminya.

Zefran diam, sama sekali tidak tertarik membicarakan kejadian di Night Club tadi.

"Dengan Altop? Tidak mungkin, dia sangat patuh padamu. Ronald juga tidak, pasti dengan Valen. Sifat kalian itu mirip, sama-sama tidak mau mengalah," jelas Frisca lalu mengecup bibir suaminya.

Zefran membalas, wanginya minyak esensial aromatik yang ditambahkan Frisca ke dalam air hangat itu ternyata tidak hanya mampu menenangkan tubuh dan relaksasi otot namun juga meningkatkan gairah seksual.

Zefran kembali menikmati manisnya bibir istrinya, turun hingga ke lehernya. Frisca menikmati ciuman Zefran sambil memejamkan mata dan terkejut saat mendapati dirinya di gendong ke kamar. Zefran tak pernah bisa menguasai dirinya setiap kali berhadapan dengan wanita cantik itu.

Sementara Zefran tidur sambil memeluk istrinya, Allena membersihkan make up murahan yang menempel di wajahnya. Gadis cantik berwajah lugu itu sengaja berdandan menor dan terlihat kampungan.

Pengunjung club malam yang selalu membanggakan diri hanya bergaul dan tertarik pada wanita-wanita kalangan atas itu tetap saja menatap panjang pada gadis polos seperti dirinya. Demi merasakan sensasi seorang gadis perawan mereka tidak peduli dengan kelas, kasta atau derajat, tak peduli dari kalangan mana dia berasal.

Allena menatap jas yang dilemparkan Zefran ke wajahnya. Memasukkan jas itu ke dalam paper bag dan membawanya pulang.

Melambaikan tangan pada pekerja-pekerja club yang masih berada di dalam mobil karyawan. Melangkahkan kaki perlahan sambil menunduk di jalan gang sempit perumahan sangat sangat sederhana itu.

"Baru pulang Neng Allena," sapa bapak-bapak yang sedang jaga malam.

Allena tersenyum, semua bapak itu tahu kalau Allena memang pulang jam segitu. Gadis itu merogoh tas bututnya dan mengeluarkan sebentuk persegi panjang dan menyerahkannya pada salah seorang bapak.

"Nggak perlu Neng, nggak usah bela-belain ngasih," ucap bapak itu tidak enak hati menerima dua bungkus rokok dari Allena.

"Nggak apa-apa pak, kebetulan ada sedikit rejeki," ucap Allena lalu mengangguk pamit dari tempat itu.

Semua warga di situ tahu, kehidupan Allena sangat sulit. Gadis itu terpaksa bekerja di dua tempat demi biaya hidup berdua dengan ibunya.

"Hati-hati ya Neng, kalau ada apa-apa teriak saja," teriak bapak itu dengan suara keras.

Allena mengangguk, kata-kata seperti itu hampir tiap hari didengarnya. Sapaan 'baru pulang neng' juga setiap hari dibalas anggukan olehnya. Namun begitu Allena bersyukur, hingga saat ini tidak warga di situ yang memandang rendah pekerjaannya.

Allena meraih gagang pintu rumahnya hendak membuka pintu. Biasanya dia akan melihat ibunya yang tertidur di ruang tamu sempit itu karena lelah menunggu. Namun kali ini, entah mengapa gadis itu tak ingin langsung masuk.

Allena mengintip dari balik kaca yang ditutupi hordeng tipis dan lusuh itu. Terlihat ibunya yang sibuk menata barang-barang tua di rumahnya. Ruangan dengan tampilan porak poranda seperti telah terjadi gempa bumi itu sering menjadi pemandangannya akhir-akhir ini.

Allena menitikkan air mata tak mampu melihat tubuh lemah ibunya yang menyusun satu per satu barang-barang yang berjatuhan.

Allena duduk di balai bambu di depan rumahnya. Menepuk dadanya hingga berkali-kali namun tak mampu meredakan himpitan di dadanya. Gadis itu berusaha menangis tanpa bersuara.

Seperti apapun hinaan yang diterimanya, sekuat apapun tamparan yang melayang di pipinya, Allena tak mengeluarkan air mata setitik pun. Namun, saat melihat ibunya yang berusaha sekuat tenaga mempertahankan dirinya agar tidak dipersunting laki-laki tua pemberi hutang itu, Allena luluh, Allena rapuh.

Tak sanggup melihat ibunya yang memohon meminta perpanjangan waktu pembayaran hutang, tak sanggup melihat ibunya yang gemetar saat satu per satu barang-barang di rumah itu hancur oleh para penagih hutang.

Allena memutuskan untuk menghentikan penderitaan ibunya dan memilih untuk menerima laki-laki yang telah beristri empat dan beranak sebelas orang itu. Tapi apa yang diucapkan ibunya?

"Kamu bisa mendapatkan yang lebih baik daripada dia. Dia tidak pantas untuk gadis secantik kamu," ucap Vina, ibunda Allena.

Allena terkejut, lamunannya langsung buyar saat mendengar derit pintu yang terbuka. Gadis itu buru-buru menghapus air matanya.

"Ibu sudah mengira kalau kamu sudah pulang," ucap Vina sambil menarik tubuh anaknya agar bersandar di dadanya.

"Mereka datang lagi ya Bu?" tanya Allena yang di balas anggukan oleh Vina.

"Tapi syukurlah, sudah tidak ada barang-barang yang bisa pecah lagi. Ibu tidak peduli kalau mereka membanting kursi-kursi reyot itu," ucapnya sambil tersenyum.

Allena mengangkat wajahnya menatap wajah ibunya. Sebenarnya Ny. Vina adalah wanita yang cantik namun karena belitan masalah hidup membuat wajah cantik itu terlihat tidak terawat lagi.

"Kita menyerah saja Bu," ucap Allena.

"Jangan pernah berpikir seperti itu, kita masih punya rumah ini. Jika dia memaksa, kita serahkan saja rumah ini. Ibu lebih memilih tinggal di kolong jembatan daripada harus melihatmu menjadi istri kelima laki-laki tua itu. Ibu saja yang sudah tua ini tidak tertarik melihatnya. Kamu juga tidak akan sanggup menghadapi istri-istrinya yang kejam itu. Kamu akan menderita meski menjadi istri kesayangannya," jelas Vina.

Dalam hati Allena menyetujui ucapan ibunya, meski tidak bertemu secara langsung tapi berita tentang istri-istri laki-laki tua itu sering terdengar. Mereka saling menyalahkan, saling berebut perhatian dan sering berkelahi dengan mengeluarkan kata-kata yang tidak pantas.

"Lagi pula ibu masih memiliki satu jalan lain," ucap Vina sambil membayangkan kejadian sore tadi.

Sesaat setelah Allena berangkat ke tempat kerjanya di klub malam, para penagih hutang datang dan memaksa Vina menandatangani surat pernyataan bersedia menikahkan putrinya. Saat Vina menolak, para penagih hutang itu langsung memporak-porandakan isi rumahnya.

"APA-APAAN INI," teriak Mahlika yang berdiri di depan halaman rumah Vina.

Vina yang berdiri di teras rumah langsung menoleh dan terpana. Sahabatnya yang telah lama tak berjumpa tiba-tiba muncul di depan mata.

Ny. Mahlika yang membawa pengawalnya langsung mengusir para penagih hutang itu dengan ancaman akan melaporkan perbuatan mereka pada pihak berwajib. Para penagih hutang itu pun pergi sambil mengancam akan kembali.

Vina mengajak sahabatnya duduk di balai bambu di teras rumahnya.

"Beginilah keadaanku sekarang ini, maaf aku tidak bisa menyambutmu dengan lebih baik. Dan maaf karena telah melihat kejadian yang tidak mengenakkan tadi," ucap Vina pelan karena malu.

"Kenapa harus disambut, kamu masih mau menganggapku sebagai teman saja aku sudah bersyukur," ucap Mahlika yang merasa bersalah.

Ny. Mahlika langsung menyampaikan tujuannya datang menemui sahabat lamanya itu.

"Putrimu cantik Vina," ucap Ny. Mahlika saat menatap foto Allena.

Cantik namun sederhana dan hanya mengenyam pendidikan hingga menengah atas. 

"Aku menyesal, aku terlalu memanjakan putraku hingga membuatnya menjadi orang yang hanya memikirkan dirinya sendiri. Dia nekat menikahi kekasihnya sesama kuliah di luar negeri. Aku pasrah Vin, aku terpaksa mengikuti kemauannya hingga melupakan janji kita," cerita Mahlika sedih.

"Mungkin itu sudah jodohnya Ika, kita tidak bisa melawan takdir," ucap Vina.

"Tapi aku merasa bersalah Vin, telah delapan tahun putraku menikah namun hingga sekarang masih belum dikaruniai anak. Aku rasa ini adalah hukuman pada keluarga kami karena aku telah mengingkari janji kita," jelas Mahlika dengan raut wajah sedih.

"Jangan berpikir seperti itu, sedikit pun kami tidak berkecil hati karena janji itu. Kami pasrah pada takdir Ika," ucap Vina menenangkan sahabatnya.

"Tapi janji tetaplah janji dan sekarang masih bisa ditepati. Jika kamu bersedia menikahkan putrimu dengan putraku," usul Mahlika.

"Bagaimana dengan istri anakmu?" tanya Vina.

"Aku ingin Allena menjadi istri kedua Zefran, jika kamu mengizinkan," ucap Mahlika penuh harap.

"Maaf Ika, tapi itu bukan ide yang bagus. Menjadikan Allena istri kedua? Maaf aku keberatan," ucap Vina langsung.

"Jangan menjawabnya sekarang, pikirkanlah dengan lebih matang," ucap Mahlika.

Mahlika telah mengajukan permintaannya, sepanjang membereskan rumah, Vina berpikir keras. Hingga akhirnya mendapati putrinya yang menangis seorang diri di teras rumah.

"Ayo istirahatlah, kamu pasti lelah," ucap Vina.

Allena mematuhi ibunya masuk ke dalam rumah. Vina menatap paper bag yang diletakkan Allena di atas meja belajarnya.

"Apa itu?" tanya Vina.

"Jas pelanggan club Bu, aku sudah mengotorinya," ucap Allena.

"Orang-orang di sana adalah orang-orang kelas atas, pakaiannya pun tak mungkin sembarangan. Kamu harus hati-hati membersihkannya," ucap Vina.

"Aku tidak tahu bagaimana cara merawat pakaian mahal seperti ini, aku harus menggunakan jasa laundry, Bu," ucap Allena.

"Pasti biayanya mahal tapi tidak apa-apa. Jika ini memang tanggung jawabmu seberapa pun biayanya tetap harus kita tanggung," ucap Vina sambil menepuk bahu putrinya kemudian berlalu dari kamar itu.

Allena membersihkan badan dan merebahkan tubuh lelahnya.

Berapa biaya mencuci jas mahal seperti itu? Batin Allena.

Gadis itu tidak akan menemukan jawabannya, karena seumur hidupnya tidak pernah memiliki pakaian semahal itu. Tubuh dan hatinya letih, dalam sekejap gadis itu tertidur.

Sementara Allena memejamkan mata, Zefran justru membuka matanya. Kemudian duduk di ranjang mewah dengan ukiran klasik itu. Memandang tubuh istrinya yang polos tanpa mengenakan apa pun. Mengecup keningnya sekilas lalu berdiri di depan jendela besar di kamarnya.

Sudah kedua kalinya dia mencoba memejamkan mata namun pikirannya tetap saja terbangun. Mengingat ucapan ibunya yang memaksanya untuk menikah lagi. Sulit baginya memenuhi permintaan itu karena cintanya pada Frisca.

"Kamu mau menikah lagi?" tanya Frisca yang tiba-tiba memeluknya dari belakang.

"Kamu tahu tentang itu?" tanya Zefran heran.

Laki-laki itu berbalik menatap wajah istrinya. Wanita cantik itu menunduk sambil meneteskan air mata.

"Mommy egois, teganya menyuruhku untuk mengikhlaskanmu menikah lagi. Istri mana yang senang hati mendengar keinginannya itu. Meski semua itu demi keturunan tapi tidak bisakah mommy berpikir? Kenapa hanya memikirkan keluarga Dimitrios yang tidak memiliki keturunan? Kenapa tidak memikirkanku? Aku juga putri satu-satunya dalam keluargaku, mommy-ku juga ingin memiliki keturunan tapi apa dia memintaku untuk menikah lagi?" ucap Frisca sambil terus menangis.

Zefran meraih tubuh istrinya dan membenamkan tubuh indah itu dalam pelukannya.

"Maafkan mommy, maafkan aku juga. Aku tidak tahu bagaimana cara mengatasi masalah ini. Mommy telah berjanji akan menikahkan aku dengan putri sahabatnya. Dan saat itu aku menyetujuinya. Aku masih sangat kecil untuk mengerti, dalam hatiku semua orang yang menikah pasti saling menyukai, pasti saling mencintai. Tidak pernah terpikirkan olehku suatu saat aku akan bertemu denganmu dan jatuh cinta pada wanita yang tidak dijodohkan denganku," ucap Zefran sambil memeluk erat istrinya.

Frisca menangis sesenggukan, wanita itu juga sangat mencintai suaminya. Tapi tuntutan ibu mertuanya membuat dia tidak bisa mengelak lagi. Masalah ada pada dirinya, kandungannya jelas-jelas bermasalah dan ibu mertuanya tidak sabar menunggu kelahiran seorang bayi.

"Berjanjilah padaku, kamu harus tetap mencintaiku meski kamu harus menikah lagi. Jangan pernah meninggalkanku. Menikahlah dengannya tapi jangan menidurinya," ucap Frisca.

"Tapi bagaimana membuatnya hamil jika tidak..." 

"Lakukan pernikahan hanya untuk membuat mommy tenang. Kita akan tetap berusaha memiliki anak sendiri Aku akan membiarkanmu menikah lagi asalkan kamu mau berjanji padaku. Jangan menyukainya, jangan mencintainya, jangan menidurinya," ucap Frisca memohon.

"Jika bersedia menikahinya berarti mommy berharap dia hamil. Bagaimana mungkin menikahi seorang wanita tanpa menidurinya?" tanya Zefran.

"Apa kamu bisa meniduri wanita yang tidak kamu cintai?" tanya Frisca.

Zefran menggelengkan kepalanya.

"Tidak akan bisa," jawab Zefran pasti.

Demi mempertahankan rumah tangganya, Frisca meminta Zefran menikahi wanita yang dijodohkan dengan suaminya karena Frisca yakin Zefran tidak akan mungkin jatuh cinta pada wanita lain.

...~  Bersambung  ~...

BAB 3 ~ Jadi Istri Kedua ~

Allena menyodorkan paper bag berisi jas yang telah dicuci di laundry, Zefran mengerutkan keningnya. Altop dan Ronald terperangah sementara Valendino tersenyum simpul.

"Saya telah membawanya ke laundry tuan, tolong di terima," ucap Allena dengan tangan yang masih menyodorkan paper bag berisi jas itu.

Zefran memalingkan wajahnya dengan kesal lalu menoleh pada Altop, seolah-olah menyalahkannya karena tidak memecat pelayan itu.

"Ini tuan," ucap Allena sambil meletakkannya di atas meja di hadapan Zefran.

Allena mengangguk sekilas lalu berbalik meninggalkan tempat itu. Namun, baru selangkah berjalan, Zefran melempar paper bag itu tepat di kaki Allena.

"Aku tidak terima barang yang telah kubuang," ucap Zefran lalu menyesap minumannya.

Allena memungut paper bag itu dan berjalan kembali ke hadapan Zefran.

"Tapi saya telah membawanya ke laundry tuan, tidak ada bau parfum murahan menempel di situ," jelas Allena lagi.

Allena meletakkan paper bag itu di pangkuan Zefran. Laki-laki itu kaget seolah-olah Allena meletakkan sesuatu yang kotor di pangkuannya.

Zefran kesal, mengambil paper bag itu dan berdiri, menyodorkan paper bag itu dengan kasar ke dada gadis itu hingga membuatnya terdorong ke belakang. Zefran menoleh pada Altop yang tercenung menatapnya.

"Ini caramu agar aku tidak betah di sini," ucap Zefran kemudian berlalu dari tempat itu.

Allena memegang paper bag yang masih menempel di dadanya. Lalu berbalik hendak mengejar, Valendino berdiri di hadapan Allena.

"Dia tidak menginginkan jas itu lagi, jangan khawatir dia punya banyak jas seperti itu. Bawa pulang saja untukmu!" ucap Valendino yang juga ingin pergi.

"Kalau begitu untuk tuan saja, saya hanya tinggal berdua dengan ibu saya. Tidak ada yang bisa memakainya," ucap Allena masih menyodorkan paper bag itu pada Valendino.

"Aku tidak mungkin mengenakan jas bekas temanku. Untukmu saja, kamu bisa memberikannya pada suamimu," ucap Valendino kemudian pergi berlalu.

Allena tercenung, Altop memanggil Manager Club untuk menasehati Allena agar tidak mendekati dia dan kawan-kawannya lagi. Manager Club itu pun akhirnya menegur Allena. Menyampaikan pesan dari pemilik club itu dan mengancam jika masih mengganggu teman-temannya maka Allena akan dipecat.

Sejak kejadian itu Allena sedapat mungkin menjauh dari meja langganan pemilik club dan kawan-kawannya itu. Menjalani rutinitas pekerjaannya dengan hati-hati hingga pulang ke rumah dengan aman.

Pagi itu Allena berangkat pagi sekali ke toko bunga segar tempat dia bekerja sebagai seorang florist. Hari ini bunga-bunga segar akan datang dan Allena bertanggung jawab mengatur dan merapikan bunga-bunga itu serta menjaganya agar tetap segar.

Di samping itu tugas Allena mendesain karangan bunga dan merangkainya, baik menggunakan bunga segar, bunga kering, maupun artificial flowers untuk  bunga-bunga dekorasi public area atau untuk pesanan individu di mana pesanan disiapkan sesuai dengan kustomisasi yang dipilih oleh klien

Baru saja selesai merapikan, membersihkan dan menyusun bunga-bunga itu, lonceng pintu masuk berbunyi.

"Selamat datang," ucap Allena menyapa pelanggan.

Allena menghampiri pelanggan yang baru saja masuk.

"Oh, Tuan..," ucap Allena yang mengenali Valendino.

Tapi laki-laki itu terlihat bingung melihat gadis itu dan merasa seperti mengenalnya.

"Pelayan Night Club? Jas..?" ucap Allena.

Valendino tercengang hingga membelalakkan matanya. Jari telunjuknya membuat lingkaran di wajahnya. Allena mengerti laki-laki itu heran dengan dandanan menornya saat menjadi pelayan Club tapi Allena hanya tersenyum menanggapi penilaian Valendino.

"Kamu bekerja di sini?" tanya Valendino.

"Ya tuan, siang hari saya bekerja di sini. Malam hari di Night Club. Oh ya, apa ada yang bisa saya bantu tuan?" tanya Allena.

Valendino mengangguk sambil melihat-lihat bunga-bunga segar yang baru datang.

"Aku ingin sebuah buket bunga," ucap Valendino.

"Untuk pacar?" tanya Allena.

Valendino mengangguk meski terlihat ragu-ragu.

"Tuan tahu bunga kesukaannya? Orangnya seperti apa dia? Tuan ingin buket bunga yang kecil, sedang atau besar," tanya Allena.

Valendino tertawa melihat Allena yang begitu semangat bertanya. Baru kali ini Valendino datang sendiri ke toko bunga, biasanya sekretaris yang mengatur semuanya. Valendino baru tahu membeli sebuah buket bunga harus ditanyai seperti seorang tersangka.

"Mawar putih, orangnya elegan tapi sederhana, buket ukuran sedang" ucap Valendino menjawab sekaligus pertanyaan Allena.

Gadis itu tertawa, Valendino terpana.

Cantik sekali, kenapa harus berdandan seperti itu di Night Club? Aku pikir dia seorang tante-tante, batin Valendino lalu tertawa sendiri.

Valendino menatap gadis yang sibuk merangkai bunga. Sesekali gadis itu menoleh pada Valendino dan tersenyum, laki-laki itu terpesona, senyum gadis itu menghanyutkannya.

Tanpa terasa Allena telah selesai merangkai buket bunga dan menyerahkannya pada Valendino. Laki-laki itu menanyakan harganya.

"Tidak usah Tuan, kali ini biar saya yang traktir," ucap Allena sambil tersenyum dan mengangguk.

"Tidak, saya tetap harus membayarnya," ucapnya sambil membuka dompetnya.

"Tidak usah Tuan, ini adalah tanda terima kasih saya karena tuan sudah membela saya waktu itu. Saya tidak dipecat dari Night Club berkat Tuan. Saya sangat berterima kasih tapi tidak tahu harus berbuat apa, saya sangat membutuhkan pekerjaan itu. Sekali lagi terima kasih Tuan," ucap Allena sambil mengangguk hormat.

Untuk kesekian kalinya Valendino terpana, menatap senyum tulus gadis yang sangat cantik itu. Valendino urung membayar bunganya, laki-laki itu mengikuti apa yang diinginkan gadis itu.

Valendino keluar dari toko bunga sambil tersenyum, menatap sekilas ke arah toko bunga. Terlihat Allena yang melambaikan tangannya sambil tersenyum riang dari balik dinding kaca toko. Laki-laki itu tertawa lalu masuk ke dalam mobilnya dan melaju meninggalkan tempat itu.

Saat sore hari jam kerja Allena habis, setelah berganti shift dengan teman kerjanya Allena kembali pulang ke rumah, beristirahat untuk melanjutkan bekerja di malam harinya.

Allena berjalan pulang sambil tersenyum, hari ini adalah hari yang indah baginya. Allena telah menyampaikan rasa terima kasihnya pada Valendino dan membalas kebaikan laki-laki itu.

Senyum diwajahnya mendadak hilang saat gadis itu melihat para penagih hutang yang meneriaki ibunya. Segera gadis itu berlari ingin melindungi.

"Kenapa kamu pulang? Kenapa tidak sembunyi?" tanya Vina.

Allena menggeleng, gadis itu tidak mungkin membiarkan ibunya sendirian menghadapi preman-preman kasar itu.

"Kebetulan kamu sudah pulang, ayo ikut. Tuan kami sudah tidak sabar ingin menikahimu," ucap seorang preman sambil menarik tangan Allena.

Ny. Vina langsung menahan tangan preman itu dan memintanya melepaskan tangan Allena. Tapi preman itu tidak peduli, tetap menarik tangan Allena untuk dibawa.

Allena menjerit ketakutan, tidak mau mengikuti laki-laki bertubuh besar itu.

"BERHENTI…, tidak ada seorang pun yang boleh membawa gadis itu!" teriak Mahlika.

Para pengawalnya langsung maju, orang-orang terlatih itu langsung merebut Allena.

"Aku akan melunasi semua hutang nyonya ini dan jangan coba-coba untuk membawa calon menantuku, mengerti..!!!" teriak Mahlika.

Ketegasan nyonya kaya itu membuat para preman penagih utang itu takut. Ny. Mahlika mengutus seorang pengawal kepercayaannya untuk membayar lunas semua utang Ny. Vina.

"Terima kasih atas segala bantuanmu Ika. Kami akan berusaha untuk membayarnya," ucap Vina yang masih gemetar karena syok melihat putrinya yang hampir dibawa pergi.

"Aku tidak ingin apapun Vina, selain restumu untuk menikahkan putrimu dengan putraku," ucap Mahlika.

"Tapi..," ucap Vina ragu.

"Tolonglah Vina, tolonglah aku. Biarkan dia menikah dengan putraku," mohon Mahlika.

Allena menatap ibunya, air mata mengalir. Rasa takut dan bayangan menjadi istri kelima laki-laki tua pemberi hutang itu masih belum hilang dari pikirannya.

Vina menatap putrinya lalu memeluk gadis yang masih menangis itu. Ny. Vina akhirnya menceritakan semua tentang perjanjian antara dirinya dan Ny. Mahlika. Allena menutup wajahnya dengan kedua tangannya.

"Ibu tidak akan memaksamu nak, semua tergantung padamu," ucap Vina.

Ny. Vina menceritakan perihal perjodohan Allena berikut situasi yang sekarang dihadapi keluarga Dimitrios. Allena harus menerima kenyataan sebagai istri kedua putra dari keluarga kaya itu.

"Bu, tidak ada pilihan lain. Menikah dengan tuan Zefran atau dengan rentenir itu. Lagipula Ny. Mahlika sudah melunasi utang-utang kita," ucap Allena sambil menangis.

Ny. Vina menangis memeluk putrinya, hatinya sangat sedih. Dia merasa tidak mampu melindungi putrinya.

"Maafkan ibu nak, ini semua salah ibu" ucap Vina menangis bersama putrinya.

Meski sangat kesal akhirnya rentenir itu memberi surat bukti pelunasan atas semua utang-utang keluarga Allena. Berapapun tagihan rentenir itu dibayar lunas oleh Ny. Mahlika.

Akhirnya Allena setuju untuk menikah dengan putra Ny. Mahlika. Hari itu juga Allena diboyong ke kediaman Dimitrios dengan alasan untuk persiapan pernikahan. Ny. Mahlika mengajak gadis itu langsung tinggal dirumahnya. Semua itu demi mendekatkan Allena dengan putranya.

Ny. Mahlika berharap Zefran akan menerima Allena bahkan berharap putranya jatuh cinta pada gadis itu. Namun, apa yang didapat Allena adalah penolakan tegas dari Zefran.

"Kamu..?" ucap Zefran bingung saat ibunya memperkenalkan Allena pada Zefran.

Zefran tidak bisa melanjutkan kata-katanya, laki-laki itu seperti mengenal gadis yang ada di hadapannya itu. Namun, dari perasaannya dia sangat membenci gadis itu.

Allena tertunduk, tentu saja dia mengenal laki-laki di hadapannya itu. Laki-laki yang telah menghinanya bahkan hampir melayangkan tamparan padanya di Night Club. Allena kecewa mendapati kenyataan harus menikah dengan laki-laki yang jelas-jelas membencinya.

"Aku tidak akan mengkhianati istriku dengan menikahi perempuan kampungan itu!" ucap Zefran pada ibunya.

"Tapi Zefran, ini satu-satunya cara agar kamu memiliki keturunan," ucap Mahlika.

Allena tertunduk, kemarin penghinaan sekarang penolakan, jelas dan pasti. Gadis itu yakin dia akan menjalani hidup yang penuh dengan makian dan hinaan. Allena mengira calon suaminya bisa langsung menerimanya namun kenyataannya di hari pertama pertemuannya, Allena telah mendapatkan penolakan, makian dan hinaan.

"Mommy telah membawakan calon istri untukmu. Jika tidak suka dengannya, mommy akan carikan yang lain. Menikahi dua istri atau tidak memiliki istri sama sekali" ucap Mahlika lalu menaiki tangga dan masuk kedalam kamarnya.

Zefran menatap tajam kearah Allena seakan-akan semua itu adalah kesalahan gadis itu.

Allena hanya bisa tertunduk menahan perih di dadanya. Meski tidak bermaksud seperti itu tapi ucapan Ny. Mahlika membuat Allena seperti barang dagangan murah yang tidak laku. Ny. Mahlika siap mencarikan yang lebih baik lagi untuk anaknya.

Zefran yang biasa bergaul dengan wanita kalangan atas tentu menolak dinikahkan dengan seorang gadis miskin seperti Allena. Namun, di kamarnya Frisca justru membujuk Zefran untuk menerima Allena sebagai istri keduanya.

"Aku tidak mau mengkhianatimu, aku mencintaimu Frisca. Aku tidak peduli jika aku tidak punya anak, yang terpenting bagiku adalah tetap bersamamu," ucap Zefran yang berdiri di balkon kamarnya.

"Justru itu, jika ingin tetap bersamaku, kamu harus menikahinya. Mommy akan memaksa kita bercerai jika kamu tidak menuruti kehendaknya. Hanya menikahinya, kamu tidak perlu menidurinya. Selama menikah dengannya kita akan bebas dari tuntutan Mommy. Kita tetap berusaha memiliki bayi kita sendiri. Begitu berhasil, kamu bisa membuang perempuan itu. Bukankah kemarin kita telah sepakat?" tanya Frisca.

"Tapi tidak dengan gadis itu, aku membencinya," ucap Zefran dengan nada tinggi.

Zefran berubah pikiran, dia menolak dinikahkan dengan gadis yang dibencinya. Namun, justru gadis seperti itu yang diinginkan Frisca, gadis yang dibenci hingga tidak mungkin timbul rasa cinta di hati Zefran pada gadis itu.

Ada rasa takut di hati Frisca, jika Ny. Mahlika bisa menemukan gadis yang lebih baik dari Allena atau bahkan lebih baik dari dirinya. Jika Zefran bersedia menikah dengan perempuan itu maka posisinya di hati Zefran bisa tersingkir.

Frisca memaksa suaminya untuk menyetujui pernikahan itu sekarang juga. Setelah melalui berbagai pertimbangan akhirnya Zefran menyetujui usulan Frisca. Saat itu juga laki-laki itu berjalan menuju kamar Ny. Mahlika.

Zefran membuka pintu kamar Ny. Mahlika. Langkah Zefran terhenti saat melihat Allena duduk di lantai beralaskan karpet menghadap ke arah Ny. Mahlika yang tidur di ranjang sambil membalik badan.

"Maafkan saya Tante, tuan Zefran tidak bersedia menikahi saya. Saya sadar, saya tidak pantas untuknya. Tante pasti bisa menemukan wanita yang pantas untuk Tuan Zefran. Mengenai uang pinjaman itu akan saya upayakan untuk membayarnya. Saya akan bekerja lebih giat agar saya bisa mencicil utang saya Tante" ucap Allena.

Ternyata perempuan itu bersedia menikah denganku karena uang, kampungan dan murahan, heh.. berharap anakku lahir dari perempuan seperti itu? batin Zefran.

"Aku membawamu untuk dinikahkan dengan putraku. Aku tidak peduli dengan uang itu. Jika dia tidak setuju, itu bukan salahmu. Aku tidak akan menuntutmu mengembalikan uang itu," ucap Mahlika tanpa mau membalik badan.

"Aku bersedia, aku bersedia menikah dengannya," ucap Zefran tiba-tiba sambil melangkah masuk ke kamar Ny. Mahlika.

Mendengar itu Ny. Mahlika langsung duduk, Allena reflek menoleh namun kembali tertunduk duduk bersimpuh di karpet.

"Kamu bersedia? Benarkah?" tanya Mahlika tidak percaya.

Zefran mengangguk.

"Tapi dengan syarat, kami pindah rumah," ucap Zefran.

"Untuk apa rumah sebesar ini jika kamu harus pindah?" tanya Mahlika.

"Tentu saja untuk membangun keluargaku sendiri," jawab Zefran.

"Ini semua ide istrimu? Karena dia takut diceraikan?  Makanya dia bersedia dimadu. Lalu kamu meminta pindah agar kamu bisa berbuat sesukamu? Mungkin kamu akan mengabaikan Allena di sana. Dan kamu tetap bisa berduaan dengan istrimu," ucap Mahlika.

Sial, rencanaku tertebak, batin Zefran.

Zefran menatap tajam ibunya.

"Kamu diizinkan pindah jika Allena telah hamil," ucap Mahlika.

Zefran tercengang, rencananya untuk pindah dan hidup bebas dari rongrongan ibunya pun gagal. Zefran justru terlanjur menyetujui pernikahan itu.

Ny. Mahlika segera mempersiapkan acara pernikahan untuk putranya. Semua dilaksanakan dengan mewah namun tertutup. Hanya untuk beberapa undangan dan keluarga dekat serta sahabat.

Ny. Mahlika tentu saja mengundang Ibu Allena. Dan selama di rumah itu Allena selalu menunjukkan wajah bahagia pada ibunya. Seolah-olah Zefran menerimanya dan memperlakukannya dengan baik.

Ny. Vina bahagia, meski putrinya menjadi istri kedua namun disayang oleh calon suami dan calon mertuanya.

Upacara pernikahan berlangsung, Allena pun resmi menjadi istri kedua dari Zefran, seorang CEO sukses yang tampan. Ny. Vina sangat bangga pada menantunya.

...~  Bersambung  ~...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!