Semua terasa berjalan normal bagi Mayra sebelum kejadian malam itu. Malam di mana sebuah kebenaran tentang asal usul Saga terungkap. Tak ada rasa yang aneh seperti yang di rasakannya sekarang, sebuah rasa yang ia tahu bukan rasa sayang sebagai seorang saudara, teman atau seorang adik ke kakaknya. Ya, meski hanya berbeda beberapa bulan saja jarak kelahiran mereka, tapi Aliya dan Radit selalu mengatakan jika Saga adalah kakaknya.
Helaan nafas prustasi terdengar beberapa kali berhembus dari mulutnya, namun tak sedikitpun mengurangi rasa rindunya pada Saga, kakak yang di cintainya. Entah sejak kapan rasa itu tumbuh, yang ia tahu, dadanya selalu berdetak kencang saat pria itu ada di dekatnya.
Perasaan itu bertambah kuat saat ternyata Saga bukanlah kakak kandungnya, semesta seolah memberikan jalan pada perasaannya untuk tumbuh subur. Sampai ketika ia mencoba mengatakan tentang perasaanya pada Saga, dan pria itu menolaknya. Ara masih ingat betul satu per satu kata yang di ucapkan Saga, kalimat yang mematahkan hatinya.
“Kamu adik ku, dan akan selamanya menjadi adik ku. Buang perasaan mu itu, kamu tidak seharusnya memiliki perasaan lebih pada ku”.
Kalimat itu seolah menjadi belati yang menghujam jantungnya, rasanya sesak setiap kali mengingat penolakan itu. Namun lagi-lagi ia tak mau menyerah, ia akan berusaha mendapatkan hari Saga.
Berulang kali ia menatap ponselnya, berharap ada balasan dari saga atas pesan yang ia kirimkan satu jam yang lalu. Tapi nihil, pesan itu bahkan tak terbaca apalagi terbalas.
“Kenapa kamu menyiksaku seperti ini Saga, aku sangat mencintai mu”. Lirihnya.
Ia menyalakan ponselnya, “Udah jam sepuluh malam”. Gumamnya.
Ara memutuskan untuk beranjak dari balkon ke kamarnya, besok adalah hari Senin, hari sibuk untuk para pelajar seperi Ara. Hari dimana pagi-pagi sekali harus berdiri di lapangan untuk melaksakan upacara bendera.
Mayra Dimitry, gadis cantik berkulit putih itu kini berusia delapan belas tahun, duduk di kelas 12IPA1 salah satu sekolah Negeri di ibu kota. Ara, itulah sapaannya. Ia memiliki adik perempuan yang berusia lima tahun di bawahnya, Ranaya Dimitry. Akibat Radit rajin mengajak Aliya bercocok tanam, tak lama setelah mereka menikah, Aliya di nyatakan hamil. Mereka memilih bersekolah di sekolah yang berbeda, jika Ara dan Saga memilih bersekolah di sekolah Negeri, maka Naya memilih bersekolah di salah satu sekolah swasta terfavorite di ibu kota yang berfasilitas komplit dari mulai sekolah dasar hingga sekolah menengah atas.
Mereka pun memiliki karakter yang berbeda. Jika Ara lebih cuek, apa adanya namun tetap lembut dan mandiri, maka Naya lebih manja, menomor satukan penampilan dan segala yang ia mau akan selalu ia dapatkan dengan mudah, meski tanpa usahanya sendiri, namun apa yang dia inginkan selalu terpenuhi. Berbeda dengan Ara yang memilih mendapatkan sesuatu atas usahanya sendiri.
Meski begitu, keduanya saling menyayangi satu sama lain, mungkin karena Naya putri bungsu, perhatian semua orang tumpah padanya meski Ara dan Saga pun di perlakukan sama.
Ara berusaha memejamkan matanya agar terlelap dengan cepat, tapi bayangan kesedihan Saga saat kebenaran tentangnya terungkap justru memenuhi benaknya.
Ara semakin merasa resah saat melihat pesannya yang hanya di baca oleh Saga, pria itu tak membalas pesannya atau mencoba menghubunginya. Jika saja tak ingat sudah larut malam, mungkin Ara akan pergi menemui Saga di apartemennya, memastikan jika pria itu baik-baik saja.
FLASHBACK ON
Hari itu, Saga meminta izin mengajak Ara pergi ke pesta ulang tahun teman sekelas mereka. Radit tentu saja mengijinkan, Karena menurut Radit Ara akan aman jika bersama dengan Saga. Tapi tidak dengan Aliya, ia sedikit keberatan karena pada kenyataannya mereka memang bukanlah saudara kandung. Namun Radit mampu meyakinkan Aliya jika semua akan baik-baik saja.
Hingga saat tengah malam, Saga dan Ara tak kunjung kembali, Aliya cemas, ia juga sedikit menyalahkan Radit karena pria itu mengijinkan Ara pergi.
“aku bilang juga apa mas, jangan ijinin mereka pergi, kenapa sih kamu gak ngerti?” Alia tampak gusar, berkali-kali ia menghubungi nomor Ara dan Saga yang sayangnya di luar jangkauan.
“sayang, kenapa kamu setakut ini? Ini bukan yang pertama kalianya mereka pergi berdua, dan kamu juga gak pernah keberatan kan?”
“Ini berbeda mas, mereka bertambah dewasa, aku takut mas, aku takut mereka tidak bisa mengendalikan perasaan mereka. Aku melihat tatapan mereka berbeda mas”
“Mereka bersaudara sayang, aku yakin mereka tidak akan melewati batasan”.
“Jangan lupakan jika Saga tidak memiliki hubungan darah sama kita mas, bagaimana pun Saga bukan anak kandung kita, bagaimana jika mereka melewati batas?”
DEG
Dari balik pintu kamar yang tak tertutup sepenuhnya itu, empat pasang mata terlihat meneteskan air mata secara bersamaan. Saga dan Ara, mereka baru saja tiba. Niatnya ingin menghampiri Aliya dan Radit dan memberi tahu jika mereka telah pulang, malah kejutan seperti ini yang mereka dapatkan.
Saga mundur satu langkah, tubuhnya limbung tak bertenaga. Kenyataan yang baru saja di dengarnya sangat membuatnya terguncang.
“Saga”. Lirih Ara
Aliya dan Radit menoleh saat samar-samar mendengar suara Ara, betapa terkejutnya mereka saat tatapan mereka mendapati Ara dan Saga berdiri di ambang pintu dengan mata berair.
“Ya Allah, Saga”. Aliya berjalan cepat, ia menghampiri Saga yang tampak menunduk menyembunyikan tangisnya. Aliya peluk tubuh bergetar itu, Alia tak melepaskan Saga meski Saga berusaha menjauh.
“Maafkan mama nak, maafkan mama”.
Radit memeluk Ara yang juga tampak menangis, Ara tak menyangka jika ke dua orang tuanya menyembunyikan rahasia besar ini. Saga pasti terluka, air mata menjadi bukti bahwa pemuda itu tak siap mendengar kenyataan ini.
“aku bukan anak papa?” Lirih Saga, suaranya bahkan nyaris tak terdengar karena terasa tercekat di tenggorokan.
Aliya menggelengkan kepalanya, “Kamu putra mama nak, kamu putra kami”.
“Jangan bohong ma, aku mendengar semuanya. Kenapa kalian rahasiakan ini dari ku?”
Aliya tak dapat lagi berkata-kata, perempuan itu hanya menangis seraya menggenggam tangan Saga.
Radit mengajak Aliya, Saga dan Ara duduk di sofa yang terdapat di dalam kamarnya. Pria itu terlihat tak siap ,menyampaikan kenyataan yang selama belasan tahun ia pendam dan ia sembunyikan dari anak-anaknya.
“Berjanjilah untuk tak merasa kecewa saat papa mengatakan yang sebenarnya bang, kamu tetap putra kami. Mungkin inilah waktunya kamu harus mengetahui yang sebenarnya.” Radit menghela nafas dalam, ia menatap Aliya yang masih menangis memeluk Saga, Ara pun masih menangis dalam dekapannya.
“Kamu memang bukan putra papa nak. Maafkan papa jika merahasiakan ini dari mu, kami hanya tidak mau kamu terluka”.
“Tapi pada akhirnya aku semakin terluka saat mengetahui yang sebenarnya dalam keadaan seperti ini pa. Aku tidak kecewa pada kalian, aku lebih kecewa pada diriku sendiri yang selalu menyusahkan kalian, kalian memberikan hak pada ku sebagaimana kalian memberikan hak pada Ara dan Naya. Dan aku malu karena aku selalu meminta ini dan itu pada kalian, ternyata aku bukan putra kandung papa”.
Saga tertunduk seraya mengusap punggung Aliya yang masih terisak memeluknya, Saga memang tahu jika ia bukan putra Aliya, tapi ia tak menyangka jika ia pun bukan putra Radit. Karena selama ini yang ia tahu adalah ia putra Radit dan Nadin yang makamnya selalu ia kunjungi setiap satu minggu sekali.
Satu kenyataan yang lebih menyakitkan lagi adalah, ia seorang anak yang terlahir di luar pernikahan. Dan hal itu memukul keras hatinya, mentalnya dan masa depannya. Ia merasa hina dan kerdil, ternyata ia terlahir dari sebuah kesalahan yang perempuan bernama Nadin lakukan. Dan parahnya lagi, ia tidak tahu siapa ayahnya.
“Lalu siapa ayah ku yang sebenarnya pa?”
“Seorang penguasa kerajaan bisnis di Amerika nak, papa sudah beberapa kali mencoba bertemu dengannya karena perusahaan papa pun bekerja sama dengan perusahaannya, tapi dia terlalu tinggi untuk di jangkau. Penjagaan untuknya sangat ketat, ia tak bisa di temui sembarangan orang. Papa hanya bisa menemui orang kepercayaannya saja, itu pun hanya untuk membahas pekerjaan”.
Saga memejamkan matanya sejenak, menghalau air mata yang mencoba menerobos kembali pertahanannya.
“Maaf kalau selamaini aku ngerepotin mama dan papa”.
Aliya menangkup kedua pipi Saga, ia menggelengkan kepalanya tidak setuju dengan pernyataan yang Saga lontarkan. “Tidak sama sekali nak. Apa kamu meragukan kasih sayang kami? Kami sangat menyayangi mu, kamu putra mama dan papa. Kamu kakak untuk dua adik mu”.
Saga menghapus air mata yang membasahi pipi Aliya, kemudian memeluk wanita paruh baya yang sangat di sayanginya itu. “Aku sayang sama mama”.
“Apalagi mama nak, mama sayang banget sama kamu”.
Kini Saga pun menyadari sikap Aliya yang kerap mengawasi kedekatannya dan Ara, mungkin karena hal ini, karena mereka memang tidak punya ikatan darah. Kecewa, sedih, malu, marah. Bercampur aduk menjadi satu. Saga hanya terdiam, ia tak mampu lagi berucap selain mengucapkan kata maaf pada Aliya dan Radit.
FLASHBACK OFF
Sejak terungkapnya kebenaran tentang Saga, Saga memutuskan untuk tinggal sendiri di sebuah apartement yang ia beli dari hasil tabungannya. Ia juga memutuskan untuk mencari tahu mengenai ayah kandungnya, betapa hancurnya hatinya saat mengetahui jika ia bukan darah daging Radit. Karena selama ini apapun keinginannya selalu di penuhi oleh Radit dan Aliya tanpa syarat, ia juga kerap kali mengabaikan dua orang yang ia sayangi itu. Dan setelah mengetahui yang sebenarnya, rasanya ia kehilangan muka. Ia kecewa pada dirinya sendiri, meski ia tak pernah membantah apa kata Radit, tapi Radit dan Aliya selalu memanjakannya, tak membedakan kasih sayang mereka dengan Ara dan Naya, adik bungsunya.
Dari situ juga perubahan sikap Saga pada Ara, Saga lebih pendiam, Ara berulang kali mencoba menghibur namun hasilnya ia akan di abaikan oleh pemuda itu. Tak ada lagi pergi ke sekolah bersama, taka da lagi belajar bersama, taka da lagi pembela yang menjadi perisai terdepannya saat ia di sakiti oleh siapa pun, tak ada lagi tawa bersama, tak ada lagi usapan lembut di kepalanya dari Saga, tak ada lagi ucapan lembut yang menenangkannya saat ia resah, semuanya terkubur bersama kenyataan yang baru di ketahui oleh pemuda itu.
Pemuda itu bahkan memilih pergi, membawa sejuta kenangan kebersamaan mereka. Ara sudah mencoba mencegahnya, bahkan gadis itu nyaris memohon, tapi Saga tetap pada pendiriannya untuk pindah ke apartemen yang di belinya. Sga sudah mencoba bertahan di rumah itu, tapi perasaannya semakin tak menentu, terutama pada Ara, ia merasa asing pada gadis yang di anggapnya adik itu.
Radit dan Aliya pun tak bisa mencegahnya, mereka pasrah akan keputusan Saga yang ingin hidup mandiri.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!