NovelToon NovelToon

Kosong

Berpindah Masa

"Tuk!" Terdengar bunyi nyaring membangunkan seorang pria yang tengah terkapar di bawah kolong anak tangga.

Dengan tubuh yang lemas, ia membuka matanya. Pandangan yang buram perlahan mulai terlihat jelas.

"Hey, lu bangun juga Yan?" Wendy yang duduk berseberangan sambil memegang sebuah cup plastik, melihat Brian yang mulai menggerakkan tubuhnya.

Brian terheran-heran, ia melihat dua botol minuman keras dan orang-orang yang sedang minum bersama di hadapannya.

"Ka-kau?! Apa kau Wendy?!" Ia terkejut melihat seorang pria muda yang nampak sangat mirip seperti temannya.

Perlahan matanya melihat ke sekeliling, wajah orang-orang yang ia kenal tampak berbeda dari sebelumnya. Mereka terlihat lebih muda, tubuh mereka juga menyusut, dan tingkahnya pun sangat berbeda.

"Hey, liat, liat! Si Brian udah mulai halusinasi tuh, hahaha..." orang yang mirip dengan Wendy itu mengarahkan telunjuknya ke arah Brian sambil tertawa keras.

Semua orang yang ada di sana juga ikut tertawa melihatnya. Brian yang saat itu menjadi bahan tertawaan hanya bisa memasang wajah kebingungan.

Tapi seketika ia terkejut, menyadari kakinya yang terlihat lebih ramping, ia membolak balikkan pergelangan tangannya dan menatapnya dengan teliti. Postur tubuhnya juga sama seperti mereka, padahal sebelumnya ia memiliki tubuh yang besar dan sangat berotot.

'Apa aku sedang bermimpi? Tapi ini tampak seperti nyata,' gumamnya.

"Hahaha.. lu lagi ngapain sih Yan?!" Gilang tertawa keras melihat sikap Brian yang terlihat aneh.

"Teman-teman, apa aku sedang bermimpi?" Brian memastikan keadaannya saat ini dengan bertanya langsung kepada temannya. Tapi, suara tawa semua orang kembali terdengar keras.

"Hahaha... iya iya, lanjutin mimpi lu bodoh!" Gilang menganggukkan-anggukan kepalanya.

Brian pun bangkit dari duduknya. Namun, kenapa ia tidak bisa berjalan seimbang? Tubuhnya sempoyongan dan akhirnya terjatuh kembali.

"Udah, udah, lu diem dulu," Wendy versi muda itu mengingatkan, dan Brian hanya diam bersandar pada tembok semen.

'Ya sudahlah, aku tidur saja. Pasti saat aku bangun kembali aku sudah sadar.' Ucap Brian dalam hati.

***

Merasakan hembusan angin kencang yang menerpanya, seketika Brian terbangun dari tidurnya.

"Hahh?!" Brian terkejut ketakutan, saat ini dirinya sedang berada di atas sebuah motor yang tengah melaju cepat.

"Hey! Diem!" Wendy yang sedang mengendarai motor itu berusaha menolehkan kepalanya ke belakang. Ia memarahi Brian yang duduk tepat di belakangnya. Motor itu oleng, berbelok ke arah kiri dan kanan karena ulah Brian yang tidak diam.

"Lu ini, ngerepotin banget, dibangunin juga gak bangun-bangun," terdengar suara Gilang yang duduk di belakangnya.

'Eh? Bonceng dua?' Tanya Brian dalam hati.

"Yap! Udah biasa." Terdengar juga suara Anang.

'Tiga?! Apa-apaan situasi memalukan ini?!'

Sepanjang perjalanan, Brian hanya diam dan menunduk karena malu. Tapi kapasitas motor sebenarnya memang muat untuk empat orang remaja laki-laki itu.

"Ckitt...!!"

"Turun, Turun," Wendy menggerak-gerakan pundaknya.

"Siapa yang harus turun?" Brian mengangkat kepalanya.

"Lu ini dari tadi kayak orang bego aja, makannya jangan serakah kalo minum! Cepet turun!" Wendy berbicara dengan nada tinggi.

Melihat pemandangan sekitar, mereka sedang berada tepat di depan rumah Brian. Brian hendak turun dari atas motor, tapi saat ini kedua temannya belum juga turun. Ia pun menoleh ke arah belakang.

"Kalian tidak turun?" Tanya Brian, tetapi Gilang dan Anang hanya mengangkat alis dan tidak berbicara apapun.

"Ayo cepet!" Wendy berkata dengan nada tinggi, kakinya sudah terlalu lama menopang motor yang tengah berdiri itu.

"Ah! Iya, iya!" Brian bergegas mengangkat kaki kanannya dan turun dari sepeda motor itu. Melihat tempat yang kosong, Gilang dan Anang langsung menggeser tubuh mereka ke depan.

"Dah! Jangan sampe dimarahin emak lu!" Wendy menancapkan gas dan pergi.

Dengan perasaan bingung, Brian menatap ke arah rumahnya. Ia merasa ragu untuk lanjut masuk ke dalam.

'Apa setelah ini rumahku dipenuhi hantu?'

Brian berpikir saat ini dirinya masih berada di dalam mimpi. Dengan enggan, ia melangkahkan kakinya melewati pagar. Ia mengintip semua jendela rumah sebelum memutuskan untuk pergi ke dalam.

Terlihat punggung seorang wanita.

'Siap-siap... saat dia berbalik, wajahnya berlumuran darah!'

Lagi-lagi Brian memikirkan hal yang mengerikan. Rencananya ia akan lari jika memang benar wanita itu adalah setan. Brian sedikit melangkah mundur, mengambil posisi agar ia mudah untuk melarikan diri.

"Hii..!" Brian terkejut dan mendongak, ia mencoba menahan suaranya.

Terlihat wajah cantik ibunya yang masih muda. Kecantikannya itu membuat Brian tak bisa lari dan berakhir terpaku di depan jendela.

Ibu tersadar melihat bayangan Brian yang masuk melewati jendela itu. Ibu mengerutkan alisnya, wajahnya nampak keheranan.

"Brian, kok diam saja di situ? Apa ada sesuatu?" Wanita yang mirip dengan ibunya Brian versi muda itu tersenyum.

Senyuman tulusnya membuat hati Brian tenang seketika. Ia sangat mempercayai dan mencintai ibunya. Dengan hati yang mantap, Brian memasuki rumah melalui pintu dapur. Ia meletakkan sepatunya di atas rak, lalu duduk di meja makan.

"Kau terlihat lelah hari ini, Ibu akan menghangatkan lauknya dulu sebentar."

Setiap harinya, Ibu pasti sudah mulai memasak ketika mendekati jam pulang Brian. Tapi kali ini Brian pulang terlambat dan makanannya menjadi dingin.

Ibu terlihat mengambil sesuatu dari dalam kulkas, ia meletakkan piring yang berisikan buah apel yang sudah dipotong-potong di atas meja.

'Mmm... rasanya manis.'

Brian mengambil buah itu dan memakannya. Rasa manis dan dingin yang menyenangkan membuat pikiran Brian semakin tenang.

"Kamu ini, pulang sekolah selalu aja gak tepat waktu. Ibu khawatir tau," Ibu berbicara sambil menghangatkan lauknya di penggorengan.

"Hehe.." Brian hanya tertawa kecil.

Tak menunggu lama, akhirnya Ibu selesai dan membawa lauk itu ke meja makan. Lantas Brian yang tengah kelaparan itu langsung mengambil secentong nasi.

"Brian, kalau kamu mau kemana dulu kasih tau Ibu. Kamu kan punya ponsel, Ibu gak mau kehilangan anak Ibu yang satu-satunya ini."

Ibu memeluk Brian dari arah samping. Mendengar perkataan Ibu, Brian merasa sangat tersentuh. Ia mencoba untuk memeluk kembali ibunya itu, tapi...

"Tett!"

Brian terkejut, ia memegang suatu benda yang bulat dan empuk. Matanya tidak melihat ke arah mana tangannya bergerak. Brian mencoba membenarkan posisi tangannya itu, perlahan ia menggeser telapak tangannya ke arah punggung.

Saat itu juga, Ibu menarik nafas yang panjang. Hal itu membuat jantung Brian dag dig dug tidak karuan.

'Apakah sebentar lagi akan tayang siaran play with mom?'

Pikiran Brian seketika berjalan jauh. Ibu mulai menyusuri tubuh Brian dan membuat perasaan Brian semakin tidak enak. Tapi...

"Plakk!!"

Tiba-tiba Ibu menjauhkan wajahnya dan menampar pipi Brian. Itu membuat Brian tersentak, tubuhnya langsung mengeluarkan hawa dingin. Brian sudah bersikap tidak senonoh kepada ibunya, ia takut ibunya akan memarahinya.

"Kamu mabuk lagi ya?!" Tanya Ibu dengan nada tinggi.

'I-ini memang bukan mimpi!'

Brian merasa kesakitan, tapi di sisi lain ia merasa lega, ternyata Ibu mengendus-endus tubuhnya karena mencium aroma minuman keras.

"Bukankah sudah Ibu peringatkan? Kau ini masih bocah!"

Meskipun Ibu adalah orang yang murah senyum, tetapi kali ini ia berbicara dengan nada yang keras. Sudah beberapa kali ia memperingati anaknya yang nakal itu. Sebenarnya Ibu takut kesehatan Brian akan terganggu. Meskipun Brian sudah dewasa, Ibu tetap akan melarangnya.

"Mmm, iya Bu aku minta maaf." Brian segera memasukkan lauk ke atas piringnya lalu dengan cepat ia melarikan diri sambil membawa piring itu menaiki tangga.

"Hey! Brian! Anak baik!" Teriak ibu dari bawah. Sebutan anak baik lebih bagus Ibu ucapkan daripada sebutan anak nakal. Karena katanya, ucapan itu adalah do'a. Apalagi do'a dari seorang ibu sangat mujarab.

Brian pun sampai di kamarnya dan meletakkan piringnya di atas meja. Menatap dirinya pada cermin besar yang terdapat di kamarnya. Dengan hati yang berat, ia menjatuhkan dirinya di atas kasur.

'Bagaimana bisa?'

Brian bangkit dan membukakan jendela kamarnya, ia berniat untuk menghirup udara segar. Seketika angin kencang menerpa wajah Brian, dan hal itu membuatnya sangat terkejut.

Tetapi, lebih terkejutnya lagi ada seorang wanita berambut pirang yang sedang menopang dagunya di atas jendela. Jarak antara rumah Brian dan rumahnya itu kira-kira hanya 8 meter, diantaranya terdapat rerumputan hijau seperti lapangan sepak bola.

"Ahaha..." wanita itu tertawa keras namun terdengar lembut.

"Eh?" Brian yang melihat tingkah aneh wanita itu tak sadar bahwa sebenarnya dirinyalah yang terlihat aneh.

Dedaunan kering yang datang bersama angin kencang tadi mengait di rambutnya yang acak-acakan dan gondrong. Ekspresinya saat membukakan jendela juga terlihat sangatlah konyol.

Saat itu Brian hanya berdiri di dekat jendela untuk merasakan hembusan angin. Ia mengalihkan pandangannya dan menghiraukan wanita itu.

Angin hanya datang sesekali, dan itu membuat dirinya bosan. Lama-kelamaan ia juga sudah merasa tak nyaman. Ia merasa wanita itu sedari tadi hanya menatapnya terus.

"Buk!"

Brian segera menutup jendela kamarnya dengan keras dan langsung menurunkan tirainya. Ia sedikit mengintip, melihat wanita itu berbalik lalu menghilang.

*tring!

'Suara apa itu? Ponsel?'

*tring!

*tring!

*tring!

Perlahan Brian mencari-cari sumber suara yang muncul dalam ruangannya. Hingga sampailah ia di depan ranselnya, Brian membuka ranselnya dan mencari-cari ponsel itu.

"Hah? Ponsel jadul? Apa ini milikku?"

Ia mendapati sebuah ponsel layar sentuh berwarna putih, modelnya tidak begitu buruk, layarnya juga terlihat lebar, tapi itu bukan ponsel android.

Brian menarik bar notifikasi dan mendapati beberapa pesan dari sebuah kontak yang bernama "Pacar".

"Hah?! Pacar?!" Ia terkejut melihat kontak alay itu. Tapi ia menghiraukannya dan lantas membuka pesan itu.

"Kau kenapa hari ini?"

"Ada daun di rambutmu!"

"Kau lucu!"

"Hahaha!"

Seketika Brian memegangi rambutnya dan menyingkirkan daun-daun itu. Ia merasa malu, tapi itu terlambat. Sudah berapa lama ia berdiri dengan wajah yang angkuh sembari dipandangi oleh wanita itu?

"Mmm... pacarku ya?" Pikir Brian.

Hari Minggu

Sekarang 12 Oktober 2003, hari itu Brian bangun sekitar pukul 5 pagi.

"Brak! Brak! Brak!"

"Kamu lagi apa Brian? Tumben pagi-pagi udah bangun?" Tiba-tiba Ibu datang dan membukakan pintu.

"Ah, Bu. Aku harus pergi bekerja, tapi kenapa tidak ada satu pun baju kemeja?" Tanya Brian sambil terus mengobrak-abrik lemarinya. Ia lupa bahwa dirinya sudah kembali ke masa lalunya yang 10 tahun lalu.

"Kerja apa? Kau pasti bermimpi!" Ibu pikir Brian masih linglung karena ia bangun pagi.

"Hah?" Brian menoleh ke arah ibunya, ia melihat wajah ibunya yang tampak masih muda.

"Oh, iya Bu! Aku bermimpi tadi, hahaha..." Brian tertawa keras, ternyata memang benar ia masih linglung. Tingkahnya sangat konyol dan garing.

"Dasar!" Ibu meninggalkan ruangan tanpa menutup kembali pintu kamar.

"Lebih baik kau temani Ibu belanja nanti siang!" Teriak Ibu yang sudah menjauh.

"Hahh..." Brian menarik nafas panjang melihat pakaian dan barang-barangnya yang berantakan. Tapi memang, sedari kemarin kamarnya itu juga sudah terlihat seperti kapal pecah. Mau tidak mau ia harus bekerja keras di pagi ini.

***

"Fyuhh.." Brian menarik nafas lega dan menjatuhkan dirinya ke atas kasur setelah ia selesai membereskan kamarnya.

Ia beristirahat sambil memandangi langit-langit kamarnya yang berwarna putih. Dirinya masih memikirkan, mengapa ia bisa kembali lagi ke usia 15 tahunnya yang pernah ia lalui?

'Ah, yasudahlah. Tidak usah dipikirkan,' ia hanya menerima takdirnya itu.

Karena merasa bosan, Brian mengambil ponselnya dan mencoba mencari tahu bagaimana ia menjalani kehidupannya saat ini. Tidak ada sesuatu yang menarik, ia hanya mengotak-atik aplikasi chatnya.

"Nomor siapa ini?"

Terblokir.

+628 sekian.. sekian..

+628 sekian.. sekian..

+628 sekian.. sekian..

Dan seterusnya..

'Aku tidak ingat pernah memblokir nomor sebanyak ini,' gumam Brian.

Karena penasaran, ia mencoba untuk membuka blokiran semua nomor. Tak lama setelah itu, beberapa pesan dan panggilan mulai muncul.

"Pacar 01"

Dengan perasaan terkejut, Brian memberanikan diri untuk mengangkat teleponnya.

"Sayang! Kenapa tiba-tiba kau memblokir nomorku? Kau tau? Yang kau lakukan kemarin itu.. itu membuatku rindu kepadamu." Terdengar suara wanita yang memelas.

'Hah?'

Brian hanya melongo mendengar perkataan aneh wanita itu. Karena masih bingung, Brian mencoba untuk menenangkannya.

"Ah, maaf, maaf. Ponselku disita Ibu, jadi aku memblokirmu untuk sementara," jawab Brian ragu.

"Ohh begitu? Apa boleh buat, tapi aku ingin hari ini kita pergi jalan-jalan!" Pinta wanita itu.

"Emm..." Brian mempertimbangkannya.

"Brian, kamu sudah siap belum? Ayo kita berangkat sekarang!" Teriak Ibu dari kejauhan.

"Iya Bu! Sebentar!" Sahut Brian sambil menutup ponselnya dengan tangan.

"Nah, apa kau dengar? Aku harus menemani Ibu belanja hari ini, maaf ya." Ujar Brian pada telepon.

"Baiklah, tapi beri aku sesuatu sebagai permintaan maafmu!" Pinta wanita itu.

"Baiklah, aku berangkat dulu, dah." Brian langsung mematikan teleponnya dan pergi ke bawah bersama dengan ibunya.

Di dalam taksi, Brian kembali membuka ponselnya karena masih penasaran dengan nomor yang sudah ia blokir. Ia mencoba membuka aplikasi chat nya dan melihat identitas nomor-nomor itu.

"Pacar 03"

"Pacar 05"

"Pacar 01"

'Ya ampun! Aku harus memutuskan mereka sesegera mungkin!' Pikir Brian sambil menepuk jidatnya.

"Ada apa Sayang?" Ibu mencoba mengintip isi ponsel Brian.

"Ahaha.. tidak papa Bu," dengan cepat, Brian mengelak sambil menutup-nutupi layar ponselnya.

"Ohh begitu? Lalu.. pacar, tadi siapa?" Rayu Ibu, rupanya ia sudah melihat layar ponsel itu ketika Brian membuka salah satu pesan.

Saat ini Brian sudah tertangkap basah bahwa dirinya sudah memiliki pacar. Tapi kelihatannya Ibu biasa-biasa saja. Ibu terlihat senyum-senyum kepada Brian. Mungkin ia mengira bahwa Brian hanya memiliki satu pacar saja.

Melihat respons yang tenang dari ibunya, ia berinisiatif menggunakan kesempatan ini untuk meminta uang kepada ibunya.

"Ehehe.. mm.. sebenarnya hari ini hari ulang tahun pacarku Bu." Brian mencoba berbohong agar diberi uang untuk membelikan sesuatu sebagai permintaan maaf kepada si Pacar 01.

"Ohh begitu.. anak Ibu yang satu ini sudah memiliki pacar rupanya. Ya sudah, nanti Ibu kasih sesuatu untukmu. Tapi sebelum itu temani Ibu belanja sebentar." Pinta Ibu.

Akhirnya mereka sampai di depan sebuah gedung besar, masuk, dan melihat-lihat barang yang ingin dibeli.

'Amsyongg! Mahal bener dah!' Tanpa sadar Brian tersentak, melihat kaos polos yang harganya 300 ribu.

"Kamu kenapa Brian? Apa ada sesuatu di sana?" Tanya Ibu khawatir.

"Ehehe... ini Bu, masa cuma kaos tapi harganya mahal, kalau di pasar kita bisa dapat banyak." Ucap Brian jujur.

'Hah? Apa dia tidak sadar? Kaos yang dia pakai sekarang harganya kan juga lebih mahal dari itu,' pikir Ibu merasa heran dengan anaknya.

"Lebih baik kita belanja di pasar saja Bu, sudah murah, masih bisa nawar lagi." Ajak Brian.

'Aneh, kenapa sikapnya berbeda?' Ibu semakin heran.

"Bu?" Sahut Brian yang sedari tadi melihat ibunya bengong.

"Ah! Begitu ya? Ya sudah ayo kita coba berbelanja ke pasar," Ibu tersenyum dan menuruti saran dari Brian.

Tanpa membeli apapun, mereka langsung meninggalkan mall dan pergi ke pasar tradisional terdekat.

Suasana pasar cukup ramai dan jalanannya juga agak sempit. Bau-bauan yang bercampur aduk, dan permukaan yang terlihat kotor membuat Ibu merasa jijik. Meskipun merasa tak nyaman, tapi Ibu tetap melanjutkan belanjanya.

Semua kebutuhan sudah dibeli. Uang yang biasanya dibelanjakan juga kini masih tersisa banyak. Setelah merasa cukup, mereka keluar dari pasar dan berjalan sejajar.

"Ibu," Brian menghentikan langkahnya.

"Ada apa Sayang?"

"Emm.. Bu, Brian mau minta uang, 20 ribuu saja Bu," pinta Brian yang sadar bahwa dirinya tidak memiliki uang.

"20 ribu ya?" Tanpa menanyakan uangnya akan dipakai untuk apa, Ibu langsung merogoh dompetnya.

"Ini," Ibu memberi Brian uang 50 ribu.

"Kok 50 ribu Bu?" Tanya Brian heran.

"Kalau 20 ribu adanya uang receh, udah ambil yang itu aja."

"Hehe.. makasih Bu, sebentar ya." Brian menaruh barang belanjaan dan langsung berlari ke tepi jalan.

Ternyata uang itu ia berikan kepada pengemis yang sedang duduk di depan sebuah toko. Brian sangat iba melihat bapak itu, tidak mempunyai kaki dan terlihat sangat lusuh.

Setelah memberikan uang pada pengemis itu, Brian langsung berlari menghampiri ibunya dan pulang menaiki taksi.

***

"Brian," panggil Ibu setelah selesai menata barang belanjaannya di dapur.

"Iya Bu?" Jawab Brian yang sedang menyegarkan diri setelah mengunjungi kerumunan pasar. Ia duduk di meja makan sambil meminum jus mangga kesukaannya.

"Ini, imbalan yang Ibu janjiin. Dan, ini uang sisa belanja tadi, gunakan baik-baik ya," Ibu tersenyum sambil menyerahkan sesuatu.

Brian menerimanya dan ternyata yang ia terima itu adalah sebuah kartu kredit beserta uang cash sebesar 500 ribu. Brian yang mendapat rezeki tak diduga itu langsung melongo.

"Oh ya, katanya pacar kamu lagi ulang tahun hari ini, jangan lupa beliin hadiah spesial untuknya. Dan sesekali ajak dia ke rumah, Ibu pengen ketemu sama dia," pinta Ibu dengan senyuman.

"Ah, ya.. terimakasih Bu," Brian tahu yang Ibu berikan ini bukan seberapa, gaya hidup keluarga itu memang penuh dengan kecukupan.

Setelah itu Brian pergi ke kamarnya dan berbaring memegangi ponselnya.

"Hahh.. sebaiknya aku memberi sesuatu untuk mereka dan memutuskan mereka secepat mungkin."

Brian pikir ia juga harus memberikan hadiah kecil untuk semua pacarnya sebagai permintaan maaf karena akan memutuskan mereka. Brian sudah merasa siap karena saat ini uang berada di tangannya.

Brian ingat bahwa dulu dirinya adalah play boy. Dengan mudahnya ia menaklukkan hati para wanita. Wajahnya tampan dan tubuhnya tinggi. Saking populernya, ada juga wanita yang rela menjadi pacar ke sekiannya.

Dulu, Brian menerima nasibnya dengan wajah bangga, tapi sekarang ia merasa risih dan ingin mengubah masa lalu buruknya.

Satu per satu, Brian mengganti kontak "Pacar" menjadi nama mereka masing-masing. Pesan-pesan yang masuk sampai saat ini masih ia abaikan.

Brian mulai merasa bosan dan mengobrak abrik isi tasnya. Ia membuka lembaran demi lembaran buku catatan sekolahnya, memeriksa tugas sekolah yang belum ia kerjakan.

Brian mulai duduk di meja belajarnya, ia menopang dagu dengan kedua tangannya yang direkatkan. Saat itu Brian tengah berpikir keras.

'Bagaimana bisa seperti ini ya?'

Brian merasa kebingungan. Ia mulai membuka buku-buku yang lain dan mencoba memastikan jawabannya.

Tidak ada apapun.

Sudah diduga! Selama ini yang ia lakukan di sekolah hanyalah bermain-main. Semua buku terlihat kosong melompong tanpa catatan. Yang ada hanyalah gambar aneh yang sepertinya ia buat sendiri. Ia bingung, apa yang harus ia kerjakan?

"Tuk!"

Tiba-tiba terdengar sebuah suara yang mengalihkan perhatiannya. Ada batu yang meluncur entah dari mana. Dan batu itu membawakan sebuah kertas berisikan tulisan.

"Turunkan rambutmu!"

Brian langsung bergegas menuju jendela, ia melihat si wanita pirang yang kemarin. Di bawah, wanita itu terlihat mengulurkan kedua tangan sambil menjengketkan kakinya juga.

"Sinta, ada apa?" Dengan nada dingin, Brian bertanya.

"Sstttt!" gadis pirang itu memberi kode agar Brian tidak berisik.

'Hah?' Brian langsung melongo. Ia bergegas keluar rumah dan mengendap-endap tanpa sepengetahuan ibunya.

"Kenapa kau ke sini?" Tanya Sinta dengan nada pelan.

"Memang harusnya bagaimana?" Tanya Brian heran.

"Aku ingin tidur di kamarmu malam ini."

Perkataan Sinta sontak membuat Brian tercengang, ia langsung teringat kejadian masa lalunya dimana Sinta tidur bersamanya di dalam kamar.

Mulai Belajar

"Hey Bro!" Sapa Anang yang berjalan menghampiri Brian di depan gerbang sekolah.

"Hai," jawab Brian dengan nada lesu. Saat ini wajahnya terlihat sangat suntuk.

"Lu kenapa? Pasti semalem abis kikuk-kikukan ya kan?" Rayu Anang sambil berbisik.

"Kikuk-kikuk apaan?" Tanya Brian dengan nada lesu.

"Alah, sok-sok an gak tau," ucap Anang ketus.

Brian hanya diam sambil terus berjalan. Mereka masuk ke kelas dan menaruh tasnya di bangku masing-masing.

Hari ini adalah hari Senin, akan diadakan upacara sebelum dimulai pembelajaran. Sebelum upacara dimulai, Brian dan teman-temannya pergi menuju wc sekolah.

"Ngapain?" Tanya Brian saat melihat Wendy memanjat dinding pembatas.

"Ngopi lah!" Jawab Wendy yang sedang duduk di ujung tembok.

"Udah cepetan jangan berisik!" Lanjutnya greget.

Brian akhirnya mengikuti teman-temannya itu. Mereka nongkrong di warung dekat sekolah, memesan kopi dan mulai menyalakan sebat.

"Bro?" Gilang menawarkan sebatang rokok kepada Brian.

"Ah, nggak," Brian menolaknya, ia merasa malu jika harus merokok.

'Asap dimakan, terus dikeluarin lagi.' pikir Brian.

Baginya orang yang merokok itu terlihat stress. Walaupun sebenarnya di masa lalu ia memang seorang perokok.

"Lu kenapa sih Bro? Pasti kemaren lu ketauan minum terus dimarahin ya?" Tanya Gilang. Ia merasa heran karena baru kali ini melihat Brian tidak merokok.

"Nggak, aku lagi gak pengen aja," jawab Brian yang hanya memesan segelas kopi.

Sekitar pukul 9, mereka kembali ke sekolah dan duduk santai di depan wc sekolah yang jaraknya lumayan jauh dari kelas.

"Ah!" Tiba-tiba, seorang gadis berambut panjang membeku, saat melihat sekumpulan laki-laki yang sedang duduk di sana.

"Risa? Lu sendiri aja? Nih Brian nih ada di sini," sapa Anang yang pertama kali melihat kedatangan Risa. Ia lalu menunjukkan keberadaan Brian.

Risa menarik nafas lega, ternyata kumpulan laki-laki itu adalah orang yang ia kenal. Ia berjalan maju dan sedikit memiringkan badannya untuk melihat ke arah Brian.

Brian yang saat itu tengah duduk hanya menoleh dan melihat ke arah Risa. Lalu ia kembali mengalihkan pandangannya tanpa berkata.

Teman-temannya yang melihat Brian bersikap seperti itu merasa jengkel.

"Si Brian ini lagi kerasukan jin apalah gak tau.. dari kemaren jadi aneh," ucap Gilang yang sedang merokok dengan santainya.

"Bro," Anang yang sedang duduk berhadapan dengan Brian menggerakkan satu tangannya ke atas, memberi kode agar Brian cepat berdiri.

Brian tahu bahwa Risa itu juga salah satu pacarnya. Apa boleh buat, ia memaksakan diri untuk bangkit dan berniat menyapa Risa.

Tapi salah seorang teman yang duduk di sampingnya tiba-tiba mendorongnya dan membuat tubuh Brian berhadapan langsung dengan Risa.

Tangan kirinya menghantam dinding dan membuat hal itu terlihat seperti adegan erotis. Brian langsung membelalak, menatap wajah Risa yang tubuhnya lebih pendek darinya. Ia berdiri kaku, dan tak menggerakkan badannya sedikitpun.

Risa hanya tersenyum melihat wajah Brian dari dekat, mereka terdiam beberapa saat dengan posisi itu.

"Hey! Kalo mau ngelakuin itu cepet masuk ke dalem!" Titah Anang.

'Itu?'

Brian berpikir sejenak kemudian mengalihkan pandangannya ke samping bawah. Ia tak ingin terlalu lama menatap wajah cantik wanita itu.

Brian teringat bahwa kesehariannya di sana adalah bermain dengan wanita di dalam wc. Jantungnya mulai berdegup kencang, menyadari bahwa saat ini ia berhadapan dengan seorang wanita.

Tiba-tiba, muncul sebuah tangan diantara wajah mereka dan membuat mereka terkejut. Brian langsung mengubah posisi tubuhnya dan menghadap ke arah orang itu.

Seorang wanita berambut pendek tersenyum kepadanya. Ia menyodorkan tangannya yang memegang uang sebesar 50 ribu kepada Brian. Tapi Brian hanya melongo dan bingung apa yang sebenarnya dipikirkan oleh wanita itu.

Wanita itu menggerakkan tangannya, memberi kode agar Brian menerima uang itu. Dengan ragu, Brian mengambil uang yang ada di tangan wanita itu, dan wanita itu pun langsung pergi begitu saja setelah uang itu diterima.

"Hah? Apa sih cewek itu? Ngeganggu aja!" Anang merasa jengkel dengan kedatangan wanita yang tidak jelas asal-usulnya itu.

"Tadi itu siapa?" Tanya Risa.

"Aku juga tidak tau," jawab Brian dengan wajah bingung, ia menatap uang 50 ribu yang diberikan oleh wanita itu.

"Udah! Biarin aja tu, cewek lusuh kayak dia!" Sahut Gilang.

"Krik.. krikk.."

Beberapa saat suasana menjadi hening, Brian tersadar bahwa ini lah yang membuat dirinya tidak mengikuti pembelajaran apapun. Selama ini ia pergi ke sekolah tanpa tujuan yang jelas.

"Aku mau ke kelas," Brian menyakui uang 50 ribu itu dan pergi meninggalkan teman-temannya yang kebingungan.

Brian masuk ke dalam kelas dengan mudah, terlihat ada guru yang sedang bermain ponsel di depan kelas tanpa menghiraukan kedatangan Brian.

Entah memang guru itu baru masuk sehingga menganggap Brian baru masuk juga, yang jelas peraturan sekolah di sana tidaklah tegas. Suasananya begitu tidak bersemangat, murid-murid hanya diberi tugas dan berleha-leha mengerjakannya.

Tatapan demi tatapan mulai tertuju kepada Brian yang sedang duduk sendirian di bangkunya. Karena merasa tidak nyaman, Brian mendekati si rajin ketua kelas, Mitha.

"Mit, sepulang sekolah, boleh kan aku pinjam buku catatanmu ke rumah?" Tanya Brian kepada gadis berkacamata dengan rambut pendek sebahu.

"B-boleh, kau boleh meminjamnya kapanpun kau mau," jawab Mitha merasa gugup.

Brian berniat mencatat pelajaran-pelajarannya yang tertinggal. Ia ingin mendapat nilai yang baik pada kesempatan terakhirnya di kelas 3 ini.

"Umm... ini, kisi-kisi untuk ujian minggu depan," Mitha memberikan selembaran kertas prinan kepada Brian.

"Oh, ya ampun, sudah mau ujian?" Keluh Brian yang baru tahu.

"Hanya beberapa pelajaran kok, ini cuma sebagai latihan. K-kalau kau mau, aku bisa mengajarkanmu, sepulang sekolah." Mitha tahu bahwa Brian memang jarang mengikuti pembelajaran.

"Oh ya? Kau mau? Kalau begitu kita belajar bersama di rumahku!" Brian sangat bersemangat hingga membuat murid terdekat menatapnya.

Seketika jantung Mitha berdebar kencang, mendengar ajakan dari Brian itu.

"Saatnya istirahat pertama..."

Bell sudah berbunyi, semua orang di kelas pergi menghiraukan Brian dan menuju ke kantin.

"Yuna, kau tidak pergi ke kantin?" Tanya Brian kepada gadis yang duduk di depannya.

"A-ah?! T-tidak! Aku membawa bekal," jawabnya gugup.

"Lalu? Kenapa kau tidak makan?" Tanya Brian heran.

"Y-ya! Aku, aku sedang tidak lapar."

"Kruyuuuk..." terdengar bunyi perut keroncongan.

"Begitu?" Brian akhirnya meninggalkan kelas, ia rasa Yuna ingin makan sendirian di kelas.

Jam pelajaran terakhir sudah selesai, Brian menyuruh teman-temannya untuk pulang duluan. Terlihat Brian sedang berdiri di depan pintu, ia menunggu Mitha yang sedang mengerjakan piket kelas.

Setelah selesai, dengan tergesa-gesa Mitha menghampiri Brian dan meninggalkan teman piketnya. Mereka berjalan sejajar, lingkungan sekolah sudah mulai sepi, membuat para mata yang belum enyah menatap ke arah mereka.

Keduanya menuju ke rumah Brian menaiki taksi. Mereka duduk bersama di bangku belakang. Brian yang sedang duduk bersama Mitha itu asyik melihat-lihat isi ponselnya. Beberapa pesan baru mulai muncul lagi.

"Itu tadi pacar baru ya?"

"Kenapa kamu diemin aku?"

Brian sadar bahwa dirinya belum memasangkan sabuk pengaman. Brian yang sedang fokus menatap ponsel, meraba-raba colokan sabuk pengaman dengan tangan kanannya.

Mitha yang sedang melihat jalanan, merasakan bahwa Brian sedang menggerak-gerakan tanggannya. Seketika jantungnya langsung berdebar, ia tidak berani menoleh dan hanya sedikit melirikkan matanya.

'Memang benar! Dia sedang mencari-cari tanganku!' Pikir Mitha dengan perasaan yang tak karuan.

Perlahan ia mengulurkan tangan kirinya hingga menghalangi jalan sabuk pengaman Brian. Dengan wajah yang memerah, ia memandang ke luar mobil sambil membiarkan Brian untuk menggenggam tangannya.

Menunggu sekian lama, tangannya tak kunjung disentuh oleh Brian, ia juga sama sekali tidak berani untuk menoleh ke arah Brian.

"Klik," terdengar bunyi sabuk pengaman sudah terkunci.

'Ahh.. mungkin aku terlalu berharap lebih,' dengan perasaan kecewa, akhirnya Mitha menarik tangannya yang sudah terasa pegal.

Sepanjang perjalanan, suasananya terasa sangat canggung. Mitha duduk mematung sambil melihat ke arah luar. Sesekali Brian meletakkan ponselnya dan dengan santai melihat ke arah Mitha. Ia tahu bahwa Mitha sempat mengulurkan tangannya dengan sengaja.

'Ada apa dengan wanita ini?'

Dengan ragu, Brian mencoba untuk bertanya.

"Mitha, apa kau tertarik denganku?"

Seketika Mitha langsung tersentak, ia sangat menantikan pertanyaan seperti itu keluar dari mulut Brian.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!