NovelToon NovelToon

Berbagi Cinta: Cinta Yang Salah

Bab 1

Sebelumnya aku harapkan kalian masukkan ke list favorit, dan jangan lupa tap like di setiap babnya. Untuk mendukung karya author, dan berikan vote dan komentar positif ya!

Happy reading

Prolog

Namaku Karina Susilawati, usai lulus sekolah aku bekerja di perusahaan butik terkenal di Jakarta.

Usia yang terbilang muda, di saat teman-teman ku meneruskan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi. Aku memilih bekerja, untuk membantu perekonomian ibuku.

Karena aku tidak tega melihat ibuku, yang sedang sakit harus berjualan nasi uduk setiap paginya.

Ibuku mulai menjual nasi uduk, saat kepergian ayahku lima tahun yang lalu. Sejak saat itu, dia berjuang untuk menghidupi kebutuhan kami dan juga sekolah ku.

Aku mempunyai dua kakak perempuan, yang pertama bernama Bedah dan yang kedua bernama Diana. Keduanya telah berkeluarga, dan mengikuti suaminya masing-masing.

Sayangnya, dari mereka tak ada satupun yang dapat membantu perekonomian kami.

Mereka datang ke rumah, hanya bila ada perlu saja. Apalagi Bedah dialah kakak pertama ku, yang mempunyai kelebihan materi. Namun tak pernah menengok ibuku, walaupun jarak rumah kami hanya beda kota. Hanya datang, pada saat hari raya saja.

Sedangkan Diana, hanya datang di saat dia memerlukan uang. Tetapi dia suka membantu ibuku, dan menginap beberapa hari di rumah.

Aku senang sekali, di terima bekerja di butik ternama. Awalnya aku merasa rendah diri, karena wajah ku yang jelek dengan badan gemuk. Namun karena karyawan di tempat ku bekerja tak memandang penampilan ku, hal itu membuat aku betah bekerja di sana.

Di saat aku mulai bekerja, ada seorang laki-laki tampan yang bernama Rudi Hartadi mencoba mendekatiku.

Setiap pagi dia selalu menawarkan untuk mengantarkan ku bekerja. Aku selalu menolaknya, karena aku malu dengan penampilan ku.

Dia pemuda tampan, di daerah tempat tinggal ku. Bungsu, dari dua bersaudara dan memiliki orang tua terpandang. Kedua orang tua Rudi bukanlah orang kaya, namun memiliki tanah di kota, yang apabila di jual kedua orang tua Rudi akan menjadi miliarder.

Sayangnya Rudi sangat pemalas, hingga kedua orang tuanya sudah lelah menyuruhnya bekerja.

Hingga suatu hari, dia bertemu denganku saat aku akan berangkat bekerja. Dia menawarkan tumpangan lagi, untuk mengantarkan ku bekerja. Dan tawaran itu aku terima, karena aku tak enak padanya yang selalu menawarkan diri untuk mengantarku.

Lima bulan aku mengenalnya, selama itu dia selalu bersikap manis padaku. Sampai aku terlena dan akhirnya jatuh cinta kepadanya.

Kata-kata Rudi manis kala itu, hingga aku terbujuk rayu olehnya.

Dia berjanji padaku, untuk menikah dengan ku. Lalu aku pun percaya dengan kata-kata nya. Kemudian Rudi menyuruh ku, untuk mengumpulkan uang. Dan setiap bulan, separuh gaji langsung kuberikan pada Rudi untuk dia tabung.

Sungguh amat bodoh diriku, padahal banyak tetangga yang mengolokku. Mereka tak percaya, jika aku berpacaran dengan Rudi.

Mereka terus menyindir ku tentang wajahku yang jelek, dan tidak percaya jika Rudi suka kepada ku.

Begitu juga dengan teman sekantor ku, yang bernama Silvia. Dia sering bermuka masam kepada ku, saat Rudi mengantarkan ku bekerja.

Entah ada apa dengan dia, kenapa begitu usil dengan hidupku.

Delapan bulan kemudian, para tetangga dekat rumahku sangat terkejut. Saat melihat Rudi datang ke rumah ku, bersama kedua orang tuanya.

Ejekan mereka tentang wajahku yang jelek, dan tidak cocok berpacaran dengan Rudi pun langsung lenyap.

Mereka sungguh malu kala itu, setelah tahu Rudi melamar ku. Kemudian mereka masih saja bergosip, yang tidak-tidak tentang diriku.

Sungguh amat sakit mendengar cibiran, mereka yang terus menghina wajah ku.

Setelah aku dan Rudi menikah, mereka masih saja terus bergosip. Katanya rumah tangga kami, tidak akan bertahan lama. Kata mereka, mana betah laki-laki tampan menikah dengan wanita jelek seperti ku?

Saat pernikahan ku berjalan lima bulan, ku dengar suamiku telah lama berselingkuh dengan teman sekantor ku.

Silvia namanya, teman sekantor ku yang selalu mengusik kehidupan ku di kantor.

Ternyata dia diam-diam bermain cinta, dengan Rudi di belakang ku.

Rudi yang mata keranjang, bisa tertipu dengan mulut manis Silvia.

Pantas saja uang hasil kondangan milik ibuku, sewaktu aku mengadakan resepsi pernikahan telah Rudi ambil secara paksa. Ternyata untuk membayar hutangnya, pada Joko. Dia telah meminjam uang pada Joko, untuk acara pernikahan ku dengannya.

Dia tak menyimpan uang yang selalu ku berikan setiap bulan. Rupanya uang yang setiap bulan aku kasih, ternyata dia berikan kepada Silvia untuk keperluan sehari-hari.

Sakit hatiku telah di bohongi oleh Rudi, kini saat aku berbadan dua. Aku harus mendengarkan kabar berita yang tidak mengenakkan.

Suamiku telah menikah lagi dengan Silvia, dan itu membuat hatiku sakit.

" Karin, aku mau mengajukan surat cerai. Karena aku telah menikah siri dengan Silvia. Jadi aku ingin melegalkan pernikahan kami." ucap Rudi tanpa rasa bersalah.

Aku terkejut mendengar pengakuannya, sungguh amat sakit hati ku mendengar pengakuan Rudi.

Setelah mengambil uangku, dan uang ibuku kini dia telah menikah lagi dengan teman sekantor ku yang bernama Silvia.

Awal mula kisah ku

Hari ini di rumah ku, sedang berlangsung acara resepsi pernikahan. Sungguh amat meriah, dan banyak tamu undangan yang datang. Aku melihat kebahagiaan, di raut wajah ibuku. Seperti nya dia lega, telah melepas anak gadisnya. Aku dan Rudi duduk bersanding di pelaminan, dengan memakai gaun pengantin adat Jawa.

Acara resepsi pun usai, aku pun masuk ke dalam kamar ku.

Sungguh terkejut saat aku melihat Rudi, sedang membongkar kotak berisi amplop yang bertuliskan nama orang tua.

" Bang Rudi, apa yang telah kau lakukan?" ucapku terkejut melihat Rudi membongkar paksa kotak undangan, yang berisi banyak amplop para tamu.

" Aku butuh uang, untuk membayar hutang ku pada Joko." kata Rudi yang masih fokus mengambil amplop yang belum terbuka.

Aku lihat, di kotak bertuliskan nama orang tua. Segera ku tarik kotak itu, mencoba melindungi nya.

" Bang, kotak ini milik ibu. Kamu gak berhak untuk mengambil isinya." hardik ku mencoba mengambil paksa kotak kayu dari tangan Rudi

" Alah, sekarang ibumu kan ibuku juga." katanya sambil menepis kedua tangan ku

" Bang ..." lirihku menatap Rudi dengan wajah tidak percaya.

Iya aku tidak percaya dengan sikap Rudi, yang terlihat kasar saat ini. Karena sebelumnya, aku belum tahu sifat aslinya. Yang aku tahu, Rudi sangatlah lembut memperlakukan ku kemarin. Kenapa sikapnya berubah, hanya dalam beberapa jam saja?

" Sudah lah, kau tahu biaya pernikahan ini tidak gratis. Aku harus meminjam uang dari Joko, untuk membawakan mas Kawin untuk mu." kata Rudi membentakku.

" Apa, Bang? Bukankah aku sudah memberikan uang untuk mu setiap bulannya?" teriakku yang sudah tersulut emosi, " kemana uang yang kemarin aku berikan padamu, Bang?"

Rudi terdiam, tak menjawab pertanyaan ku. Seperti nya ada yang dia sembunyikan.

Dia tak menggubrisku, setelah mengambil seluruh isi amplop dia langsung memasukkan nya ke dalam tas.

" Bang, mau kau bawa kemana uang ibu?" teriakku sambil menahan tangannya.

Namun dia mendorong ku, hingga aku terjatuh. Aku tak menyangka dengan sikap Rudi, yang tiba-tiba berubah. Dia seperti iblis, yang tidak punya hati. Tega merampas uang yang bukan haknya.

Cek bab berikutnya

Silahkan like, komentar dan berikan vote

Bab 2

Sebelum membaca karyaku, aku harapkan kalian follow dan vote cerita ku. Dan jangan lupa tap like di setiap bab nya🙏

Sehari sesudah hari pernikahan, Rudi akhirnya kembali ke rumah Karina.

POV Karina

Melihat Rudi tidur, akhirnya aku pun merebahkan diri di sebelah Rudi.

Aku begitu sebal dan benci, melihat wajahnya. Padahal kalau di perhatikan, wajahnya itu sangat tampan, dan sepertinya banyak wanita yang ingin menjadi istrinya.

Aku memandangnya dengan intens, namun tiba-tiba kedua mata Rudi pun terbuka. Aku menjadi sangat gugup, saat pandangan mata kami bertemu.

" Eh Abang, kirain udah tidur, " ucapku yang gugup dan menjadi salah tingkah, saat melihat Rudi telah membuka kedua matanya. Aku langsung memalingkan wajah ku, dan memunggunginya.

Kemudian Rudi langsung mengelus rambutku, yang panjang. Perlahan tangannya, mulai menjahili bagian-bagian tubuhku. Gerakannya begitu agresif, hingga membuat ku berada di pelukannya.

Aku sedikit risih, karena sentuhan tangan Rudi adalah yang pertama bagiku. Kemudian Rudi membisikkan kata-kata halus, dan rayuan-rayuan manis di telingaku.

" Layani aku, malam ini." Rudi membelai lembut rambutku. Perlakuan nya tidak seperti kemarin, dengan wajahnya terlihat menakutkan, dan suara nya terdengar sangat kasar.

Lalu kami pun mematikan lampu, dan Rudi mulai melakukan aksinya menjadi suamiku seutuhnya.

Malam begitu panjang bagi kami, saat ini. Karena ini malam pertama bagiku, melepas masa keperawanan ku. Dan memberikan tubuh ku pada Rudi, hingga aku merasakan sakit yang sangat hebat.

" Sakit, Bang!" Aku mengerang, sambil menjambak rambutnya. Rudi tak menghiraukan keluhanku, dia terus bermain di area intiku.

" Sabar, sebentar lagi, " kata Rudi yang berbisik di telingaku.

Dia begitu lihai, menyentuh setiap bagian inci di tubuhku.

Hingga aku merasa kelelahan, dan kami pun tidur berdua menghabiskan malam yang indah.

****

Pagi pun tiba, aku langsung melakukan mandi wajib. Selesai membersihkan diri, aku langsung melaksanakan salat subuh. Setelah itu aku langsung, membangunkan Rudi.

Dia begitu malas bangun pagi,  saat aku goyangkan tubuhnya, tangannya langsung mendorong tubuh ku.

" Ah kamu, mengganggu saja. Aku capek!" ucapnya kasar dengan mata yang masih terpejam.

" Bang, bangun Bang, salat subuh dulu!" kataku membangunkan Rudi sambil menggoyang kan tubuhnya.

Namun lagi-lagi Rudi menolak, dia memilih untuk melanjutkan tidur nya

" Bang cepet mandi wajib, terus langsung salat subuh," kataku yang masih terus berusaha membangunkan Rudi.

Namun dia tidak memperdulikan, dia tetap tertidur dan tidak juga bangun.

" Ih, dasar pemalas." Kesabaran ku sudah habis, padahal tadi malam sikap nya sangat lembut. Tetapi kenapa tiba-tiba langsung berubah. Apa memang Rudi mempunyai dua sifat yang berbeda, di waktu yang berbeda?

Aku lelah membangunkan Rudi, karena dia tak kunjung bangun. Akhirnya aku langsung berganti baju untuk bekerja. Dan tak lagi menghiraukan Rudi, yang masih terbaring di atas tempat tidur.

Selesai memakai baju kerja, aku langsung keluar kamar.

Aku melihat ibuku sedang berkutat di dapur, lalu aku menghampiri nya.

" Karin, Rudi mana?" tanya ibuku yang telah memasakkan nasi goreng, dan menghidangkannya di atas meja makan.

" Dia, nggak mau dibangunin, Bu!" Aku menjawab dengan nada kesal.

" Ya sudah, kamu makan aja dulu!" kata ibuku yang juga sudah duduk di kursi makan.

Lalu kami memulai sarapan, dan hari ini ibuku tidak berjualan nasi uduk. Karena usai pesta pernikahan kemarin, telah membuatnya lelah. Sehingga membuat, tekanan darahnya sedikit naik. Ibuku tidak boleh terlalu lelah, karena dia menderita penyakit diabetes.

" Karin, besok bisa izin kerja, nggak? Ibu mau ke rumah sakit." pinta ibuku sambil menatapku

" Bisa Bu, besok Karin usahakan minta ijin sama mbak Ajeng," kataku yang telah menyuap nasi goreng bersama telur dadar.

" Sepertinya, tekanan darah Ibu naik lagi, dan besok harus kontrol. Tapi sebenarnya, seminggu lagi sih." Wajah ibuku terlihat sangat pucat.

" Iya Bu, besok Karin akan antarkan ibu,  sekarang habiskan dulu obatnya, ya!" Aku berpesan agar ibuku selalu meminum obat dengan teratur. Dan aku telah menghabiskan sepiring nasi goreng, lalu aku minum air teh manis buatan ibu.

" Karin berangkat kerja dulu ya, Bu." Aku pamit dan mengucapkan salam seraya mencium punggung tangannya, " assalamualaikum." 

" Wa'alaikum salam." Ibuku membalas salam lalu dia melepas kepergian ku, dengan mengantar ku sampai ke depan pintu.

Setelah pamit kepada ibuku, aku langsung berjalan keluar menuju jalan raya, untuk mencari angkot.

" Karina, kok berangkat sendiri sih?  Si Rudi mana?" Aldi yang merupakan teman Rudi sedari kecil, bertanya saat aku berpapasan dengannya di jembatan.

" Dia, masih tidur, " jawabku, sambil melangkahkan kakiku berjalan melewati Aldi.

" Ya elah, mentang-mentang pengantin baru, tuh bocah gini hari belum bangun, " ucap Aldi

" Udah ah, aku mau berangkat kerja dulu, nanti kesiangan." Aku tak lagi menghiraukan celotehannya, dan langsung berjalan meninggalkan Aldi.

" Kasihan banget sih, Karin. Dia yang capek kerja, eh si Rudi malah enak-enakan tidur," gumam Aldi yang menatap nanar ke arahku.

Aku langsung menghentikan angkot, dengan jurusan ke arah kantor ku.

Sesampainya di butik, aku langsung berjalan menuju gudang. Karena aku di tugaskan di bagian gudang, kemudian langsung menaruh tasku ke dalam loker.

" Rin, kamu kok jalannya gitu sih?" celetuk Nanik yang sedari tadi memperhatikan langkah kakiku.

Aku terkejut saat Nanik menegur tentang caraku berjalan.

Aku pun terdiam tak menjawabnya,  karena bila menjawab pertanyaan nya aku pun malu.

Karena semalam, aku habis melakukan malam pertama dengan Rudi.

" Oh nggak apa-apa, hanya pegel aja." Aku berkilah dan membuat alasan. Padahal rasanya masih sakit sekali.

Kemudian aku langsung menuju pantry, untuk mengambil air minum. Namun sekilas, aku melihat motor Rudi, yang sedang pergi meninggalkan kantor.

" Bukannya itu motor bang Rudi, ya?  Dan kayaknya kok mirip Bang Rudi, sih ?" batinku saat melihat sosok yang mirip seperti Rudi pergi sedang meninggalkan kantor.

Lalu aku melihat Silvia, masuk ke dalam gudang. Selesai membuat teh hangat, aku langsung menuju gudang, untuk melihat pekerjaan yang harus ku kerjakan.

Terlihat wajah Silvia begitu sumringah, dan bahagia. Matanya seolah mengejekku, entah apa yang ada di dalam pikirannya.

Namun tak ku hiraukan,  aku hanya fokus untuk bekerja dan tidak mau mengurusi kehidupan orang lain.

" Apa kamu, enggak diantar lagi sama suamimu?" Silvia bertanya dengan nada mengejek.

" Emang ada urusan apa sih, sama Kamu? Selalu nanya kayak gitu, setiap hari sama aku?" Aku kesal melihat wajah Silvia yang begitu mengejekku

" Besok-besok, kamu coba deh ke salon. Percantik diri kamu, biar suami kamu tuh betah di rumah." Silvia mengejekku dengan senyum mengangkat sudut bibirnya.

" Kenapa sih kerjaan kamu tuh, sukanya mencampuri kehidupan orang lain?" Aku mulai tersulut emosi, mendengar ejekannya.

" Yah, nanti juga kamu tahu, " katanya dengan nada santai, lalu pergi meninggalkanku.

" Ih, dasar perempuan ganjen, " umpatku karena melihat gaya Silvia yang begitu memuakkan.

" Ada apalagi sih, Rin?" Nanik bertanya melihat aku dan Silvia sedang beradu mulut.

" Aku sebel ama Silvia, yang selalu mencampuri kehidupan ku, " kataku yang bercerita pada Nanik.

" Emang Silvia kayak gitu mulutnya,  menyebalkan. Dia tuh udah lama kerja di sini, tapi nggak pernah naik jabatan karena kerjanya kurang bagus." Nanik pun kesal melihat tingkah Silvia

" Oh," jawab ku.

Aku tidak ingin berbicara banyak tentang pegawai di butik ini, karena aku tidak ingin mencari masalah.

Aku menghitung kembali semua jumlah batik, yang terdapat di dalam box.

Tidak boleh ada satupun batik yang terlewatkan, dalam hitunganku.

Tiba-tiba ada SMS masuk dari ponselku.

" Karin, aku butuh uang. Motorku bensinnya habis." Terlihat pesan di layar ponsel ku, dengan nomor yang tidak dikenal.

Lalu aku kembali membalasnya, " Maaf, ini siapa? Apa kamu mau nipu ya?" Aku membalas pesan yang baru masuk.

" Aku Rudi suamimu,  nomorku tidak bisa menghubungi ponsel mu."

'Oh iya aku lupa, kalau nama Rudi kemarin aku blokir, " ucapku dalam hati.

" Nggak ada Bang, Karin nggak punya duit." Aku langsung menjawab SMS dari Rudi.

Kemudian Rudi langsung meneleponku.

" Halah,  kamu jangan bohong Karin. Bukannya kemarin, kamu abis mendapatkan uang banyak dari bosmu. Pokoknya aku nggak mau tahu aku butuh uang sekarang." Rudi membentak di sambungan telepon seluler.

Kemudian aku kembali bekerja, tanpa memperdulikan banyak panggilan masuk di ponsel milikku.

Aku tak menyangka, memiliki suami yang begitu kasar dan pemalas. Padahal sewaktu berpacaran, Rudi sangat perhatian kepadaku. Hingga setiap hari, dia selalu mengantarku bekerja.

Usai mengerjakan semua pekerjaan kantor, aku pun beristirahat sejenak menyandarkan tubuhku di kursi.

Datanglah Silvia, yang langsung menepuk pundakku.

Silakan tap like ya, biar semangat update.❤️

Bab 3

Sebelum membaca karyaku, aku harapkan kalian follow dan vote cerita ku. Dan jangan lupa tap like di setiap bab nya.

" Eh Karin, ada suamimu tuh di depan." Silvia memanggil ku dengan nada ketus.

" Bang Rudi, mau apa dia ke sini?" Aku langsung bangun, dan berjalan menuju pintu keluar.

" Abang, ngapain sih ke sini, Bang?" Aku langsung menghampiri Rudi

" Aku butuh duit, kasih aku duit buat betulin ban yang pecah tadi." Rudi membentakku.

" Abang, emang kurang jelas yang tadi Karin omongin?" ucapku dengan tatapan sinis kearah Rudi.

" Nggak mau tahu, pokoknya kamu pinjam sama siapa sana, " hardik Rudi dengan paksa yang mendorong lenganku.

" Abang jangan maksa gitu, emangnya Abang nggak kerja apa?" tanyaku.

" Aku udah berhenti, ngapain punya bini bisa nyari duit terus aku harus kerja juga?" Rudi berucap kasar.

" Apa,  Abang udah nggak kerja?" Aku terkejut dengan penuturan Rudi.

" Udah Bang, aku mau kerja jangan ganggu aku, sebaiknya Abang pulang sekarang." Aku langsung masuk ke dalam.

" Eh Karin, kasih aku duit dulu dong." Rudi berteriak namun tak kuhiraukan.

Akhirnya Rudi dicegah oleh satpam, saat akan mengejarku masuk ke dalam kantor.

Terlihat Sivia begitu sebal, melihat ke arahku. Entah ada hubungan apa, dia dengan Rudi? Aku tidak mau ambil pusing, yang jelas kini aku harus bekerja kembali.

" Ada apa, sih?" Tanya Ajeng yang menghampiriku.

" Itu suaminya, minta duit gak dikasih, " sindir Silvia sambil menatap sinis ke arahku.

" Eh Sil,  aku nggak pernah ada urusan sama kamu. Kenapa kamu begitu benci sih, sama aku?" Aku begitu geram melihat wajah Silvia.

Silvia langsung berbalik badan, dan pergi meninggalkanku.

" Udahlah Rin, kamu kerja aja lagi. Nanti kinerja kamu jadi buruk, hanya karena meladeni Silvia, " ucap Ajeng membelaku.

Dan aku melanjutkan kembali pekerjaanku, karena ada barang baru yang datang dari gudang pusat.

Jam menunjukkan pukul 5 sore, aku dan karyawan yang lainnya bersiap untuk pulang.

****

Sesampainya di rumah aku melihat Rudi, sedang tiduran di dalam kamar. Lalu aku menghampirinya dan menegurnya.

" Emangnya Abang, udah enggak kerja lagi ya?" tanyaku dengan tatapan emosi.

" Aku, udah dipecat, " ucapnya lantang.

" Terus kalau dipecat, Abang nggak mau cari kerja lagi gitu?" Aku begitu kesal mendengar jawaban dari Rudi

" Kan udah ada kamu, yang kerja!" jawabnya yang sangat santai.

" Udahlah, ayo sekarang kita pergi ke rumahku." Rudi memaksa ku untuk tinggal di rumahnya. Padahal dulu sebelum menikah, dia bersedia untuk tinggal di rumahku. Karena aku harus merawat ibuku yang sedang sakit.

" Besok, aku akan mengantar ibu ke rumah sakit. Sebaiknya Abang saja yang pergi, " sahutku, lalu aku langsung menaruh tasku di atas meja, kemudian langsung keluar dari kamar.

Aku menghampiri ibuku, yang kini berada di dapur. Sepertinya aku melihat kesedihan, di wajah ibuku. Melihat aku dan Rudi, yang selalu bertengkar setiap hari.

" Ibu, lagi ngapain?" Aku mendekati ibuku.

" Ibu, mau bikin makanan untuk kamu, Karin." Ibuku langsung mengambil telur di dalam kulkas.

" Bu, Karin sudah dewasa. Dan Karin bisa masak sendiri, Ibu istirahat saja." Aku mencegah ibuku, untuk memasak telor.

" Kamu pasti capek bekerja ya, jadi biar Ibu aja yang masak." Ibuku langsung mengambil telur dan menaruhnya di wajan.

" Maafkan Karin ya Bu, belum bisa membahagiakan ibu, " lirihku

Lalu aku membantu ibu mencuci piring, setelah itu melihat cucian yang berada di mesin cuci. Aku langsung memilih baju putih dan berwarna. Aku memisahkannya baju putih, lalu ku masukkan ke dalam mesin cuci. Setelah itu aku isi air dan detergen. Lalu menunggunya hingga air terisi penuh.

Usai Ibuku memasak, kami langsung makan bersama.

" Kau tidak panggilkan Rudi, untuk makan?" kata ibuku yang masih mengkhawatirkan menantu yang kurang ajar itu.

" Dia udah gede Bu, kalau lapar juga dia cari makan sendiri, " jawabku ketus.

" Kamu nggak boleh gitu, sekarang dia kan sudah menjadi suamimu." Ibu menasehati ku.

Kemudian aku langsung bangun, dan mencari keberadaan Rudi di kamar.

Kulihat dia sudah rapi, dan langsung keluar tanpa pamit.

" Bang, mau ke mana, Bang? Kamu nggak mau makan dulu?" Aku memanggil Rudi, namun dia tidak menghiraukannya. Rudi terlihat sudah rapi, memakai jaketnya lalu keluar meninggalkan ku.

Aku tidak merasa curiga sama sekali dengan kepergian Rudi, yang sangat terburu-buru sekali.

Aku langsung menuju ruang makan, untuk menghampiri Ibuku, menemaninya makan malam.

Setelah selesai makan, ibuku langsung masuk kamar. Dan aku membersihkan piring kotor, yang berada di atas meja.

Usai membersihkan semua yang ada di dapur, aku langsung beranjak ke kamar mandi untuk melihat cucian di mesin cuci.

Karena menggunakan mesin satu tabung, maka otomatis sudah bersih dan kering. Aku pun langsung menjemurnya. Setelah selesai menjemur, aku langsung menuju kamar untuk mengistirahatkan tubuhku.

Seketika mataku terpejam, karena Aku terlalu lelah dengan pekerjaanku begitu juga menghadapi sikap suamiku.

***

Pagi pun tiba, aku masih belum melihat keberadaan Rudi di samping ku.

Kenapa dia seenaknya saja pergi tidak permisi, pulang pun tidak mengabari.

Setelah rapi memakai baju,  Aku ingin mengambil ponselku, yang berada di dalam tas.

Betapa terkejutnya aku, saat tidak mendapati ponselku berada di dalam tas.

" Ke mana sih, handphonenya? Kayaknya kemarin, aku langsung masukin tas." Aku panik saat tak menemukan ponsel di tasku. Karena setahuku setelah menerima telepon dari Rudi, aku langsung mematikan handphonenya, dan menaruhnya di dalam tas.

Aku terus mengingat-ingat lagi, setahuku saat aku pulang aku tidak membuka tas.

" Atau mungkin, jatuh di kantor?" pikirku yang masih mengingat kejadian kemarin.

Lalu, bagaimana aku harus menghubungi kantor? Sedangkan hari ini, aku akan izin mengantar ibuku ke rumah sakit.

Akhirnya aku putuskan, untuk mengantar ibuku dulu. Setelah mengantar ibu, aku langsung ke kantor menggunakan ojek. Setelah izin, aku kembali ke rumah sakit untuk mengurus ibuku.

" Ibu, udah rapih?" tanya aku yang masuk ke kamar ibu.

" Sudah, dan ini kartu kesehatannya," kata ibu seraya menyerahkan kartu kesehatan dari pemerintah, dan juga fotokopi kartu keluarga.

Pengobatan ibu memang ditanggung oleh pemerintah, tapi untuk obat-obat yang tidak di cover aku harus membelinya di apotek.

Aku dan ibuku berjalan menuju jalan raya, melewati gang kecil. 

Saat aku dan ibu sedang menunggu angkot, kulihat dari jauh ada Rudi yang terlihat sedang memboncengi seorang perempuan.

Samar-samar, karena aku hanya melihatnya dari arah belakang.

Siapakah wanita yang sedang diboncengi motor oleh Rudi? batinku bertanya dalam hati, namun aku langsung mengalihkan pandanganku.

Aku merasa sedih, karena terus di perlakukan kasar oleh Rudi. 

Aku langsung menghentikan angkot, yang mengarah ke rumah sakit. Aku dan ibuku pun naik satu persatu. Aku duduk di dekat supir, dan ibuku berada di sebelah ku.

Sepanjang perjalanan, aku masih terbayang sosok Rudi. Dia yang sedang berboncengan dengan wanita.

'Apakah profesi dia sekarang, menjadi tukang ojek? ' batin ku terus bertanya, mencoba berpikir positif atas apa yang aku lihat tadi.

" Karina, kamu kok melamun saja?" tanya ibuku sambil menepuk lenganku.

" Eh, enggak Bu, " jawabku sambil tersenyum miris.

Aku hanya sedang pusing memikirkan Rudi, di tambah ponselku yang hilang tadi pagi.

Akhirnya aku sampai di rumah sakit, dan aku langsung menuntun ibuku berjalan ke dalam.

" Ibu, duduk dulu di sini. Biar Karina yang mendaftar." Aku menyuruh ibuku duduk di bangku tunggu.

Aku berjalan ke tempat pendaftaran, memberikan kartu kesehatan dari pemerintah.

Setelah melakukan pendaftaran, aku langsung menuju poli khusus penyakit dalam.

Ku urungkan niatku yang ingin pergi meninggalkan ibuku,  untuk ijin ke kantor. Karena saat kulihat wajah ibuku, terlihat sangat pucat dan lelah. Sehingga membuat aku tak tega, untuk meninggalkan nya.

Silakan like dan komentar ya!

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!