"Mommm ... please ... jangan memotong rambutku," El tampak menangis histeris memegangi rambutnya.
El yang baru datang dari sekolahnya merasa takut dengan apa yang terjadi pada ibunya yang tiba tiba menjadi seperti orang gila.
Sang momny tak menggubris tangisan El dan terus mencoba memotong rambut El dengan paksa.
"Diamlah, El," teriak Emily.
"Momm ... please," El menyeret tubuhnya menghindari Emily.
"Ayahmu menginginkan pewaris laki laki, dan mommy dengan bodohnya melahirkan seorang anak perempuan sepertimu," Emily berteriak histeris. Kata kata itu sudah familiar di telinga El karena hampir tiap hari Emily mengatakannya.
Emily bersikap seperti itu ketika tahu bahwa suaminya menikah lagi dengan seorang gadis muda. Emily tak kunjung hamil lagi setelah El lahir.
"I hate you mom," kata El yang akhirnya dengan pasrah rambut indahnya dipotong oleh Emily.
Emily dengan emosi memotong rambut El dengan tidak beraturan. El hanya terisak dengan apa yang dilakukan oleh Emily.
Sejak saat itu, El selalu berpenampilan laki laki. Emily tidak suka El berdandan seperti wanita.
Ketika rambutnya kembali memanjang, Emily memotongnya lagi dan bahkan terkadang menggundulnya. Lalu lama kelamaan El memutuskan untuk memakai wig pendek agar Emily tak memotong rambutnya lagi.
Trauma itu membekas sehingga dirinya menjadi gadis introvert. Meksipun begitu El melampiaskan masalahnya pada pelajarannya. Dia selalu menjadi murid berprestasi di sekolahnya.
El lulus kuliah dengan nilai memuaskan, dan keluarga sang ayah tetap tak mengakuinya sebagai pewaris utama hanya karena dia seorang wanita.
Emily semakin kesal dengan hal itu. Dia selalu meluapkan kekesalannya pada El dan minuman keras.
Istri kedua ayahnya memberinya seorang anak laki laki. El benar benar dianggap tak ada oleh ayah maupun ibunya.
Sejak kecil hubungan El dan ayahnya memang tidak dekat. Keluarga ayahnya tak menyukai Emily sejak awal. Emily memang wanita matrealistis. Dia menikahi Ben hanya karena kekayaannya. Dan Emily terobsesi dengan hal itu.
El dirawat oleh baby sitter sejak kecil. Emily selalu bersenang senang bersama teman teman sosialitanya tanpa memperhatikan El. Meskipun begitu baby sitter El orang yang sangat baik dan membuat El mempunyai masa kecil yang normal pada umumnya.
Terlahir dari keluarga kaya bukan jaminan hidupnya akan bahagia.
El hanya berusaha menjalani hidupnya dengan datar meskipun Emily selalu menyakitinya secara fisik dan verbal. El tetap tetap menemani ibunya karena El menyadari bahwa sang ibu hanya memiliki dirinya didalam hidupnya.
El tinggal di sebuah rumah besar pemberian ayahnya. Emily tidak mau diceraikan oleh Ben, ayah El. Jadi El dan ibunya dikeluarkan dari mansion keluarga besar Ben dan diasingkan di sebuah rumah besar ketika ayahnya memutuskan untuk menikah lagi.
El masih bisa menikmati hari harinya seperti biasa. Dia juga sudah bekerja di sebuah perusahaan pertambangan sekitar 2 tahun. El merupakan pegawai teladan. Tetapi El tidak pernah bergaul dengan sesama teman kerjanya. Meskipun begitu para pegawai di perusahaan itu tetap bersikap baik pada El.
Wajahnya yang imut dan seperti anak remaja, membuat para pegawai disana menjaga El bagaikan adik mereka.
"El, kepala divisi kita akan berulang tahun besok. Jadi besok kita akan merayakannya di restoran. Kau ikut ya," kata Fiona.
"Aku tidak bisa ... ibuku sendirian di rumah," kata El.
El selalu menolak jika ada undangan di perusahaan.
"El, come on ... kau tidak pernah bersenang senang bersama kami," Gracia menimpali.
"Hmm ... maafkan aku. Aku benar benar tidak bisa," jawab El tersenyum sendu.
El cenderung introvert sejak ibunya menggila dan memotong rambutnya. Dulu El anak yang ceria. Tetapi sejak mental Emily down, El juga menanggung beban emosi yang dirasakan oleh ibunya.
Hari sudah menjelang malam, El selalu pulang terakhir dari kantornya. Karena El merasa malas untuk pulang ke rumahnya.
El hanya bisa pasrah menjalani hidupnya. Terkadang di hati terdalamnya dia mempunyai keinginan yang jahat pada ibunya. Dia ingin ibunya mati dan pergi dari dunia ini.
El selalu menepis pikiran pikiran jahat itu dari otaknya. Yang bisa dilakukannya hanya diam dan diam. Apapun yang dilakukan ibu dan ayahnya padanya, El hanya menganggapnya angin lalu.
JANGAN LUPA LIKE KOMEN VOTE FAVORIT DAN HADIAH YAA
ig author @zarin.violetta
Umur El genap 24 tahun sekarang. Tak ada perubahan didalam hidupnya. Tak ada ucapan selamat apalagi perayaan.
Memiliki orang tua yang lengkap tetapi terasa tak memiliki siapapun. Hidupnya suram dan gelap. Kata kata menyakitkan selalu keluar dari mulut Emily setiap berpapasan dengan El.
Bahkan Emily selalu berkata bahwa dirinya menyesal melahirkan El. Semua karena rasa kecewanya pada Ben, sang suami.
Hari itu, El mendapat kabar yang mengejutkan. Ibunya mengalami kecelakaan berat karena menyetir dalam kondisi mabuk. Emily mengalami koma.
El segera menuju rumah sakit tempat ibunya di rawat. Dia hanya sendiri. Tak ada yang menemaninya. Bahkan keluarga ayahnya sama sekali tak ada yang peduli dengan keadaan Emily.
El melihat ibunya di ruang icu. Tampak alat penunjang kehidupan dipasang di tubuh sang ibu.
'Mom...apakah aku harus senang?mengapa terbersit rasa bahagia didalam hatiku melihat mommy seperti ini..ya Tuhan betapa jahatnya diriku..apa yang kupikirkan..mengapa aku mengharapkan mommy tidak sadar dari komanya,' air mata El menitik.
Entah mengapa melihat Emily seperti itu membuat beban besar di kepala El tiba tiba luruh begitu saja.
El duduk bersender di tembok selasar rumah sakit. Dia menutup wajahnya.
"Apa kau keluarga nyonya Emily?" tiba tiba perawat mendatangi El.
El menoleh pada perawat itu dan berdiri.
"Ya, aku anaknya," jawab El.
"Tolong urus administrasinya dulu," kata Perawat itu.
El kemudian mengurus administrasinya dan sedikit terkejut dengan biayanya. El tak punya uang sebanyak itu. Lalu El mencoba menelepon ayahnya tetapi ayahnya tak mengangkat teleponnya.
El kemudian pergi ke mansion ayahnya. Keluarga besar ayahnya tampak sedang makan malam bersama dengan suasana sangat bahagia. Hati El terasa ditusuk sembilu dan sangat terasa sakitnya.
"Ada apa?" tanya Ben tanpa menoleh pada El.
"Mommy kecelakaan dan koma. Aku tidak punya banyak uang untuk membiayai perawatannya," kata El.
"Biarkan saja dia mati," kata Adriana, istri kedua sang ayah.
"Hmm ... nanti asistenku yang akan mengurusnya," jawab Ben yang masih fokus dengan makanannya tanpa melihat El.
"Baiklah ... aku permisi dulu," mata El dengan datar.
Hubungan yang sangat dingin untuk seorang anak dan ayahnya.
El kemudian langsung pulang kerumahnya. Dia langsung tidur tanpa memikirkan apapun. Tak ada rasa sedih atau apapun dengan apa yang terjadi pada ibunya.
El terbangun di pagi hari. Dia melakukan aktivitas seperti biasanya. Dia bahkan tak menjenguk Emily dirumah sakit. Rasa empati pada ibunya telah mati.
El masih dengan penampilan seperti laki laki. Meskipun tak ada Emily tetapi El tetap berpakaian seperti laki laki karena memang di lemarinya hanya ada celana dan kemeja saja.
Hanya saja El menggerai rambut indahnya didalam rumah tanpa harus menyembunyikannya dari Emily lagi.
El membuat sarapan dan kemudian memakannya sendiri di meja makan yang berukuran sangat besar.
El berangkat kerja seperti biasanya. Dia menggunakan bis atau taxi jika pergi bekerja meskipun ada mobil yang disediakan oleh ayahnya.
El hanya merasa tidak perlu memakainya.
"El, bisakah kau menggantikanku tugas lapangan besok?" tanya Gracia.
"Dimana?", tanya El.
"Di kota Magadan," jawab Gracia.
"Itu sangat jauh. Apakah tidak ada pegawai lainnya yang bisa menggantikanmu?" tanya El.
"Tidak ada. Please ... aku mohon. Aku akan bertunangan dalam minggu ini," Gracia memohon.
El masih berpikir keras. Di lain sisi dia ingin pergi karena selama ini dia tak pernah keluar dari kota Moskow. Tetapi Emily sedang koma, dan El harus tetap berada disini.
"Baiklah," ucapan dan hatinya bertolak belakang.
Dia sangat ingin pergi dari kota ini meskipun hanya sebentar.
Keesokan harinya, El berangkat pagi ke bandara. Dia mengambil jam penerbangan pertama. El memakai baju monoton seperti biasanya ditambah sebuah coat tebal dan topi hitam.
El menikmati perjalanan itu. Dia sama sekali tak tidur di pesawat. Ada desir bahagia didalam hatinya . Bibirnya sedikit menyunggingkan senyum yang hampir tak terlihat.
El tiba di Magadan pukul 1 siang dan langsung menuju mess perusahaan yang telah disiapkan untuknya. El akan tinggal beberapa bulan disana.
El tak terlalu memikirkan ibunya karena sang ayah yang akan mengurus keperluan Emily.
El melihat pemandangan di perjalanan menuju messnya yang masih alami. El menyuruh supir berhenti sebentar. El turun dari mobilnya dan dia melepas coatnya kemudian mengikat kaosnya.
El menghirup dalam dalam udara segar disana. Perjalanannya masih sekitar satu jam lagi. El membuka topi dan wignya lalu memakai topinya lagi. Penampilannya masih seperti anak remaja laki laki karena wajahnya yang baby face meskipun umurnya sudah 24 tahun.
"Aku kira kau seorang laki laki, Nona," kata Sopir dengan senyum ramahnya ketika El kembali ke mobilnya.
El tersenyum samar dan menutup pintu mobilnya.
Sang sopir meneruskan perjalanannya dan El mulai menikmati pemandangan di sekitarnya.
Akhirnya El tiba di messnya. Dan hanya dia sendirian disana bersama pengurus mess yang merupakan suami istri.
"Halo Nona Gracia," kata wanita paruh baya yang menyambutnya.
"Maaf ... aku menggantikan Gracia dan namaku El," jawab El.
"Ahh begitu ... Namaku Beatrix dan itu suamiku Hugo. Mari masuk, Nona," kata Beatrix tersenyum.
Hugo mengangkat koper El.
"Terima kasih, Paman ... Bibi," kata El ketika semua barangnya sudah masuk ke dalam kamarnya.
Mess perusahaan terlihat besar. Dan ada 3 kamar didalamnya. Mess ini justru sedikit terlihat mewah untuk ukuran sebuah mess dan bahkan ada kolam renang di dalamnya.
"Tuan muda sering kemari dan terkadang menetap disini. Maka dari itu mess ini terlihat mewah bukan?" kata Beatrix yang seolah tahu isi kepala El.
"Tuan muda?" ujar El.
"Tuan muda Damien - anak tuan Alex - pemilik pertambangan ini. Sekarang tuan Damien yang mengurusnya. Tuan Damien lebih suka bekerja di disini dari pada di Moskow," Beatrix menjelaskan.
"Ah ya, Tuan Damien. Ya, aku tahu namanya saja. Tapi aku belum pernah bertemu dengannya," kata El.
"Tuan Damien masih ada di New York. Mungkin 3 hari lagi dia akan datang," kata Beatrix.
"Apakah benar aku ditempatkan di sini?" tanya El.
"Ya, sebenarnya ada mess besar satu lagi tapi disana semuanya laki laki. Jadi tuan Damien menyuruh kami mengantar anda kemari saja," jawab Beatrix.
El mengangguk. El sempat berpikir itu artinya dia akan tinggal bersama bosnya untuk sementara waktu.
"Istirahatlah, Nona," kata Beatrix.
"Panggil aku El saja. Terima kasih, Bibi," kata El.
El mengeluarkan baju bajunya dan menatanya di lemari. Dia juga mengeluarkan laptop dan beberapa dokumen pekerjaan milik Gracia.
Ponselnya berbunyi dan El mengangkatnya.
"Halo."
"Halo El sayang. Kau sudah sampai?" tanya Gracia.
"Hmm ... baru saja," jawab El
"Syukurlah ... maaf merepotkanmu," kata Gracia.
"Tidak masalah," jawab El.
"Oke istirahatlah. Dan tanya aku jika ada pekerjaan yang tidak kau ketahui," jawab Gracia.
"Oke, baiklah," jawab El yang selalu singkat.
"Ok bye," Gracia menutup teleponnya.
El merebahkan tubuhnya di ranjangnya yang sangat empuk.
Dia melepas semua bajunya. Lalu masuk ke dalam kamar mandi.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!