NovelToon NovelToon

Cinta Di Dalam Kebencian

Cinta Dalam Diam

Harap bijak menyikapi bacaan.

Readers tersohor, ehm tercintah. Cerita ini butuh asupan gizi dan vitamin😌 Diwajibkan meninggalkan like hihihi.

Ontario,Kanada

"Mark ... berhenti, aku lelah." Olivia kewalahan memenuhi na*su Mark. Sejak laki-laki ini siuman dari koma akibat cedera kepala yang ia alami, Mark semakin mengerikan bahkan, tidak segan menyakiti fisiknya ketika mereka melakukannya di atas ranjang.

"Jangan sebut namaku, ja*ang! Karena ulahmu dia pergi dariku. Harusnya wanita itu yang berada di bawah kungkuhanku! Harusnya wanita itu yang menyebut namaku!"

Telinga Mark seakan menuli, ia tidak perduli ntah sudah berapa kali Olivia memohon agar ia menghentikan aksinya. Ini gila, Mark terus melakukannya dan membayangkan wajah Rossela sampai berhasil mencapai puncak dan mendapatkan pelep*sannya.

Ya! hanya dengan membayangkan wajah gadis cupu yang sudah berani menolak tidur dengannyalah Mark bisa mengakhirinya.

"Kalau bukan karena mulutmu, aku pasti sudah mendapatkan Rossella." Mark menarik diri dan melemparkan lembaran uang untuk Olivia. "Ambil ini! Jangan pernah berani temui aku, lagi!" Ia bahkan tidak melihat wajah Olive.

"Kau tidak bisa melakukan ini hanya karena gadis cupu itu pergi, Mark!"

"Diam!" Mark menarik rambut Olivia, matanya menyalang merah seakan ingin menghabisi perempuan yang sering bermalam dengannya. "Kau pilih, pergi dalam keadaan hidup atau mati!"

Olivia ketakutan, ia buru-buru memungut satu per satu pakaian yang tercecer di lantai dan pergi dari apartmen Mark. Olivia tidak mengira kalau Mark akan membuka rekaman CCTV di Villa beberapa hari yang lalu. Hingga Olivia tertangkap basah sudah membongkar kebusukan Mark di depan Rossela dan menghasut gadis agar pergi melarikan diri dari Mark.

Mark menghubungi pengawalnya. "Bersihkan kamar ini! Aku tidak mau ada bau wanita ja*ang di sini!" titah Mark sebelum melangkah ke kamar mandi.

Mata gadis itu, Mark masih mengingat mata indah dan sayu itu. Dari awal Mark sudah terhipnotis dan menyukainya tapi kini, mata itu membuat ia membencinya setengah mati.

"Kalau sudah tiba waktunya maka, tidak akan ada cela untukmu melarikan diri!"

Semua dimulai dari sini.

🌹🌹🌹

Rossela gadis berkaca mata tebal, memiliki tahi lalat timbul dan berukuran cukup besar di pipi ini hidup seorang diri di Ontario, Kanada. Rossela berhasil menyelesaikan sekolah di bangku SMA dengan beasiswa yang ia dapatkan. Orang tua Rosse sudah meninggal beberapa tahun yang lalu akibat kecelakaan lalu lintas yang mereka alami.

Gadis cupu dan kutu buku begitu orang memanggilnya. Rose sering menjadi bahan ejekkan para siswa dan siswi di sekolah karena di usia yang sudah 17 tahun Rosse masih perawan bahkan, tidak pernah berhubungan dengan lelaki manapun. Di tempat seperti ini hubungan bebas tanpa adanya ikatan suci pernikahan sudah lumrah dilakukan tapi, Rosse tetap kuat memegang teguh pendirian hanya akan memberikan kesuciannya pada laki-laki yang nanti akan menjadi suaminya.

Tidak ada yang tau kalau diam-diam Rosse menyukai laki-laki yang selama tiga tahun menjadi teman satu kelasnya. Bukan, bukan teman. Hanya Rosse yang berharap agar suatu hari nanti Mark mau menyapanya. Mark adalah laki-laki tertampan di sekolah yang selalu digandrungi siswi-siswi cantik bahkan, santer terdengar kabar kalau Mark sering menghabiskan malam dengan mereka. Tapi, ntah mengapa sampai sekarang hanya nama Mark yang terpatri di hati.

Ciuman Pertama

Rossela gadis berkaca mata tebal, memiliki tahi lalat timbul dan berukuran cukup besar di pipi ini hidup seorang diri di Ontario, Kanada. Rossela berhasil menyelesaikan sekolah di bangku SMA dengan beasiswa yang ia dapatkan. Orang tua Rosse sudah meninggal beberapa tahun yang lalu akibat kecelakaan lalu lintas yang mereka alami.

Gadis cupu dan kutu buku begitu orang memanggilnya. Rose sering menjadi bahan ejekkan para siswa dan siswi di sekolah karena di usia yang sudah 17 tahun Rosse masih perawan bahkan, tidak pernah berhubungan dengan lelaki manapun. Di tempat seperti ini hubungan bebas tanpa adanya ikatan suci pernikahan sudah lumrah dilakukan tapi, Rosse tetap kuat memegang teguh pendirian hanya akan memberikan kesuciannya pada laki-laki yang nanti akan menjadi suaminya.

Tidak ada yang tau kalau diam-diam Rosse menyukai laki-laki yang selama tiga tahun menjadi teman satu kelasnya. Bukan, bukan teman. Hanya Rosse yang berharap agar suatu hari nanti Mark mau menyapanya. Mark adalah laki-laki tertampan di sekolah yang selalu digandrungi siswi-siswi cantik bahkan, santer terdengar kabar kalau Mark sering menghabiskan malam dengan mereka. Tapi, ntah mengapa sampai sekarang hanya nama Mark yang terpatri di hati.

Baru beberapa hari yang lalu Rosse merayakan hari kelulusan di sekolahnya. Jadi, hari ini rasanya Rosse ingin berlama-lama di atas tempat tidur. Bunyi bel yang memekakan telinga mengganggu tidur Rosse. Gadis yang masih memakai piyama tidur ini kembali memakai kaca mata dan keluar untuk membuka pintu.

"Dengan Nona Rossela?" Seorang kurir mengantarkan paket untuknya. "Ini untuk Nona dan tolong tanda tangan di sini."

Kening Rosse mengernyit bingung melihat kotak berwarna merah di tangannya. "Ini dari siapa?"

"Saya tidak tau karena cuma ditugaskan untuk mengantarnya ke alamat ini." Kurir pergi setelah mendapatkan tanda tangan Rosse.

***

Ternyata Rosse mendapatkan undangan mewah dari Mark yang akan mengadakan pesta di Villa pribadinya sebagai perayaan kelulusan sekolah. Manik perak Rosse berbinar ketika membaca nama Mark juga namanya sendiri tertulis dengan tinta emas di sana.

"Mark mengundangku? Apa ini tidak salah? Dia mengingatku? Dari mana Mark tau alamat rumah ini?"

Rosse menari-nari di atas tempat tidur. Dia bahagia seperti mendapatkan surat cinta dari Mark. Apa ini pertanda baik untuknya? Ternyata Mark mengingat gadis cupu sepertinya. Rosse mencium dan mendekap undangan itu.

Rossela tetaplah Rossela. Tidak ada yang berubah. Rosse tidak pandai merias wajah bahkan, ia tidak memiliki gaun malam untuk ke pesta.

"Di undangan tidak tertulis harus memakai gaun atau pakaian khusus 'kan?" Rosse berdiri di depan cermin besar yang menampakkan dirinya secara utuh. Dia sudah memakai dress hitam selutut dan pan shoes dengan warna yang senada. Rambut kepang dua dan kaca mata tebal selalu menjadi ciri khasnya. Tahi lalat tidak bisa ia samarkan.

Sampailah Rosse di tempat acara. Rosse memandang takjub pada bangunan megah yang baru pertama kali ia kunjungi. Villa ini tampak seperti istana di negri dongeng. Setelah membayar ongkos kendaraan online yang mengantarnya, ia memasuki halaman luas yang sudah berjejer mobil mewah milik tamu yang lain.

Pesta outdoor yang mengagumkan. Sudah banyak orang berbincang di tepi kolam renang. Rosse menjadi tidak percaya diri melihat kecantikan gadis-gadis yang ada di sana. Mereka semua memakai gaun malam yang menunjukkan lekuk tubuh sexy yang mengundang perhatian kaum lelaki. Sementara dirinya? Sudahlah, Rosse mencoba menghibur diri dan menikmati pesta ini.

"Kau sudah datang, Rosse?" Olive gadis tercantik di sekolah mendekati Rosse. "Jadi, kabar yang aku dengar memang benar adanya?" Olive tersenyum lalu menenggak minumannya.

"Tentang apa?" Rosse mendadak menjadi gugup karena kini, semua mata tertuju padanya dan Olive. 'Mereka pasti menertawakan penampilanku,' batin Rosse mulai menerka-nerka.

Olivia menepuk pundak Rosse seolah membersihkan debu yang menempel di sana. Kemudian Olive berbisik. "Bersiaplah, kami punya kejutan untukmu." Olive bertepuk tangan dan tiba-tiba semua lampu menjadi padam.

Rosse semakin penasaran dan ketakutan. Dia tidak bisa melihat apapun selain bintang-bintang yang bertaburan di langit. Belum hilang ketakutannya, tiba-tiba sorot lampu hanya tertuju padanya. Samar-samar ia mendengar langkah kaki tegap berjalan mendekatinya. Tubuh Rosse melemas melihat laki-laki tampan yang sedari tadi ia cari sudah berdiri di hadapannya.

"Ma-Mark?" lirih Rosse. Apa ini mimpi? Laki-laki idaman hati tersenyum kepadanya. Baru kali ini laki-laki berkemeja hitam ini mendekatinya bahkan, di depan banyak orang.

"Aku sudah lama menunggumu. Bunga mawar ini untukmu, Rosse." Mark mengulurkan buket bunga mawar kepada Rosse.

Rosse sangat tersanjung. Dari sekian banyak bunga, hanya bunga mawar merah yang ia suka dan ini pertama kali Rosse menerima bunga dari orang lain.

"Ap-apa maksudnya, Mark? Apa kau tidak salah orang?"

"Rosse dan mawar merah bahkan, Rosse lebih cantik dari bunga mawar ini. Bagaimana aku bisa salah mengenali orang?" Mark tersenyum dan meraih pinggang ramping Rosse hingga menepis jarak diantara mereka.

Mata yang dilapisi kaca mata transparan itu semakin membola. Aroma parfum maskulin yang dipakai Mark menyeruak hingga masuk ke dalam rongga hidung Rosse. Keringat dingin sudah mulai membasahi kening Rosse. Selama tiga tahun mengenal Mark, baru sekarang Rosse berada sedekat ini dengan Mark. Apa yang terjadi? Rosse terasa menggigil ketika Mark meraih dagunya.

"Kau kenapa, Mark?" Rosse berhenti bicara karena jari telunjuk Mark menempel di bibirnya.

Mark tersenyum dan fokus menatap mata Rosse. "Aku mencintaimu, Rosse. Kau mau 'kan menjadi kekasihku?" Mark bersungguh-sungguh mengatakannya.

Apa ini mimpi? Sejak kapan Mark mencintainya? Bukankah selama ini mereka tidak saling bicara? Apa ternyata Mark mencintainya dalam diam seperti yang ia rasakan?

"Tapi, Mark ka--

Mark memungkas ucapan Rosse. "Kau hanya perlu menjawabnya. Mau ... atau Tidak?" Mark sangat percaya diri kerena selama ini tidak ada wanita yang menolak pesonanya.

"Ak-aku--"

"Mau ... atau tidak?" Mark mengulanginya lagi.

Rosse semin keringat dingin, ia tidak menyangka kalau ternyata cintanya tidak bertepuk sebelah tangan. Tanpa pikir panjang lagi Rosse menganggukkan kepala. "Mau." Rosse tersipu malu.

Mark mengepalkan tangan di udara iabahagia karena Rosse menerima cintanya kemudian, ia menarik cengkuk leher Rosse dan menyatukan bibir mereka. Mark tidak membiarkan Rosse lepas darinya dengan keahlian yang ia miliki ia sudah berhasil mengambil ciuman pertama Rosse.

Rosse memberontak dan memukul dada Mark. Tetapi, Mark tidak mau melepaskannya.

'Kau sudah mengambil cuiman pertamaku, Mark,' batin Rosse ntah mengapa ia menjadi luluh dan tidak memberontak lagi.

'Aku mendapatkanmu,'batin Mark. Ia mengedipkan satu matanya pada beberapa orang yang berdiri di belakang Rosse.

Suara tepuk tangan menyadarkan Rosse. Dia mendorong Mark sampai ciuman mereka terlepas. Wajah Rosse memerah, ia tidak berani mengangkat kepala karena baru sadar kalau Mark menciumnya di depan umum.

Mark merangkul Rosse. "Mulai malam ini kau sudah menjadi milikku. Jadi tenang saja karena tidak akan ada yang berani mengejekmu." Mark membenamkan ciuman di kepala Rosse.

***

Dijadikan Bahan Taruhan

Perasaan apa ini? Rosse merasa tengah berada di hamparan bunga mawar merah, hatinya berbunga merasakan bahagi yang tidak bisa digambarkan. Rasanya ia ingin menghentikan waktu barangkali hanya untuk satu detik saja, ia tidak mau waktu ini cepat berakhir.

"Kau menggigil, apa kau kedinginan, Rosse?" Mark menyeka keringat di kening Rosse.

"Tidak, aku cuma mau ke belakang. Villa ini terlalu besar apa kau bisa mengantarku?" Rosse mencari alasan yang tepat agar bisa menghindari tatapan para tamu yang seakan ingin mengulitinya.

Sudut bibir Mark terangkat sebelah, ia tentu tahu kalau sekarang Rossela butuh waktu menenangkan diri setelah menerima kejutan darinya. Ciuman pertama yang memabukkan.

"Ayo, aku antar!" Mark tetap merangkul Rossela sampai ke depan pintu kamar mandi.

"Kau tidak harus masuk ke dalam kamar mandi 'kan?" Rosse menjatuhkan tangan Mark dari pundaknya, ia masih grogi dengan status hubungan mereka.

Mark terkekeh dan membenarkan kaca mata Rosse yang hampir jatuh. "Kalau kau mengijinkannya, kenapa tidak?" Ia mengerlingkan mata, menggoda Rosse.

"No, Mark!" Rosse berlari kecil dan masuk ke kamar mandi.

Mark menatap nanar pintu yang masih tertutup, tiba-tiba ada seseorang yang memeluknya dari belakang.

"Kau jahat, Mark. Kenapa kau harus mencium kutu buku itu di depan umum?" Olive menghentakkan kakinya, wajahnya cemberut seperti benang kusut.

Mark memutar badan. "Kenapa marah? Kalian yang mau aku mengambil ciuman pertamanya kan? Aku hanya mengikuti permainan ini." Mark mengecilkan suaranya, agar Rosse tidak mendengar percakapaannya dengan Dona.

"Tapi tidak harus di depan semua orang. Cupu itu pasti menjadi besar kepala. Sudahi permainan ini, Mark. Aku tidak mau kau melakukannya lebih jauh dari ini." Olivie menyubit perut Mark, ia mendadak berubah pikiran dan tidak rela Mark menyentuh gadis cupu yang tidak lebih cantik darinya.

"Tidak sekarang, aku bahkan baru memulainya. Malam ini akan aku buktikan kalau gadis itu sama dengan wanita yang lain. Aku hanya perlu sedikit merayu Rosse dan aku yakin setelah itu dia pasti akan menyerahkan kesuciannya padaku." Mark tersenyum bangga, ia yakin akan memenangkan taruhan ini.

"Kenapa harus dia? Aku selalu rela melakukannya denganmu. Aku selalu datang kapanpun kau membutuhkan aku, aku selalu setuju menjadi penghangat ranjangmu!"

Olive sengaja mengeraskan suaranya berharap Rosse mendengarnya.

Mark memojokkan punggung Olive di dinding. "Jangan mengaturku. Kita tidak punya hubungan apapun selain memuaskan satu sama lain Jadi, jangan pernah kacaukan rencanaku!" Mark marah dan pergi meninggalkan Olive.

Mark tdak suka ada orang lain yang mengatur hidupnya.

Olive menjadi khawatir, ia takut kelak suatu hari nanti Mark tidak lagi menemui atau memanggilnya. Olive tidak mau kehilangan tambang emas dan segala kemewahan yang diberikan Mark setelah berhasil menghangatkan ranjangnya.

"Kalau kau tidak mau maka, aku sendiri yang akan mengakhirinya." Olive sengaja menunggu Rosse di depan pintu kamar mandi.

Di dalam kamar mandi, Rossela membasuh wajah di depan wasetafel. Tanpa sengaja jemarinya meraba bibir yang tadi dicium Mark. Ada gelayar aneh saat mengingatnya.

"Aku harap semua ini bukan mimpi. Aku sudah mencintai dan menunggumu selama tiga tahun ini, Mark." Degup jantungnya masih berdetak kencang ditambah suarabketukan pintu semakin membuat ia tidak fokus. Ketika membuka pintu, seseorang menarik tangannya.

"Kau senang? Bagaimana rasanya dicium pria tampan seperti Mark? Apa setelah ini kau juga akan suka rela menyerahkan tubuhmu padanya?"

Olivia lansung melontarkan kata-kata kasar untuk Olive.

"Olive, kau bicara apa?" Rossela menarik tangannya. "Jangan samakan aku dengan wanita lain di luar sana."

"Jangan pura-pura bodoh! Kau pikir aku tidak tau kalau selama ini diam-diam kau mencintai Mark? Kau bangga sudah menyerahkan ciuman pertamamu untuknya? Apa kau pikir Mark sangat menyukaimu?"

Olive menjatuhkan kaca mata Rosse dan menginjaknya sampai pecah. "Buka matamu! Mark hanya menjadikanmu sebagai bahan taruhannya saja. Mark tidak benar-benar mencintaimu. Kau adalah gadis cupu yang sedang dipermainkan. Apa kau pikir pria tampan seperti Mark bisa tetgila-gila padamu?" Olive tertawa mengejek Rosse. "Mustahil!"

Telinga Rosse berdengung, matanya memerah, pandangannya terasa buram, iamenolak percaya. "Kau bohong? Mark tidak mungkin sejahat itu!"

"Kau jangan naif. Mark sudah menang karena sudah berhasil menciummu di depan umum. Setelah ini Mark akan mengambil kesucianmu. Tapi, kau jangan khawatir karena Mark sudah ahli dalam melakukannya."

Rosse menutup telinga, ia jijik mendengar ucapan Olive. Rosse menyangkal apa yang diucapkan Olive.

"Dengarkan baik-baik." Olive memutar rekaman percakapan dirinya dengan Mark beberapa saat yang lalu.

Lutut Rosse melemah hingga tidak sanggup menopang tubuhnya. Rosse terjatuh dan terduduk di lantai yang licin. Kenapa Mark sejahat ini? Tidak apa selama ini Mark tidak melihatnya asalkan Rosse tidak merasakan sakit hati. Tapi, kenapa laki-laki itu tega menancapkan duri mawar di hatinya yang tulus ini?

"Keputusan ada di tanganmu. Pergi atau menyerahkan semuanya pada Mark," ucap Olive sebelum pergi meninggalkan Rosse.

"Pergi, aku harus pergi." Rosse memukul dadanya yang terasa sesak. Harusnya dari awal ia sadar kalau seorang pangeran tidak mungkin jatuh cinta pada upik abu cupu sepertinya. "Kau jahat, Mark ... aku akan belajar melupakan dan membencimu," gumam Rosse sembari menghapus air matanya.

Rosse kembali merapikan penampilannya di dalam kamar mandi tiba-tiba pintu diketuk dari luar.

"Kau masih di dalam, Rosse?" Mark menghkhawatirkan Rosse. "Boleh aku masuk?"

"Ja-jangan! Pergilah Mark. Aku masih lama di sini!" Rosse panik dan mengunci pintu kamar mandi. Dia tidak siap bertemu dengan laki-laki tampan berhati iblis itu.

"Apa kau sakit?"

"Tidak! Aku cum--

"Apa perlu aku mendobrak pintu ini?" ancam Mark.

Rosse menggigit kuku jemari tangannya. Dia memikirkan cara agar bisa keluar dari Villa tanpa dicurigai Mark.

"Lebih baik aku pura-pura tidak tau rencana Mark. Jika tidak, laki-laki itu bisa saja memaksa dan memperk*saku."

Rosse menghembuskan napas panjang sebelum membuka pintu.

"Satu!"

"Ak-aku tidak apa-apa," ucap Rosse setelah membuka pintu. Dia bersikap seperti biasa.

"Kau menangis?" Untuk pertama kalinya Mark melihat manik mata Rosse tanpa penghalang. Terlihat sayu dan teduh. "Di mana kaca matamu?"

"Ja-jatuh. Aku tidak sengaja menjatuhkannya!"

"Apa kau masih bisa melihat dengan jelas?" Mark menarik tangan Rosse untuk menuntunnya. Tapi, Rosse menepis tangannya. "Biar aku bantu."

"Tidak perlu, Mark. Aku bisa jalan sendiri aku harus pulang." Rosse berusaha menjauhi Mark. Tubuhnya bergetar ketika berjalan melewati Mark.

Mark menatapnya curiga. Dia tau kalau Rosse menyembunyikan sesuatu darinya. Tanpa ijin, Mark menarik tangan Rosse dan membawanya ke ruangan pribadi miliknya.

"Duduklah." Mark menarik tangan Rosse sampai terduduk di sampingnya. "Kau mau minum apa?" Mark memegang rambut kepang Rosse.

"Tidak perlu repot-repot. Sepertinya aku kurang enak badan. Aku harus pulang sebelum hari semakin malam."

"Kenapa buru-buru? Kita baru resmi menjalin hubungan. Tapi, kau sudah mau meninggalkan aku." Mark menghembuskan napas di leher Rosse sengaja menggodanya.

"Tolong jangan seperti ini, biarkan aku pergi. Kita pun tidak punya hubungan apa-apa."

Mark marah mendengar ucapan konyol yang dilontarkan Rosse hingga ia mencium Rosse secara kasar dan tidak memberi cela sedikitpun untuk Rosse melarikan diri. Bukan itu saja, tangan Mark pun lihai bermain di da da Rosse. Rosse yang merasa terhina menggigit bibir Mark sampai ciu man itu terlepas

"Apa maksudmu, Rosse? Kau mau memermainkan, aku?" Mark menolak bahu Rosse sampai bersandar di sofa. Kemudian ia mengurung dengan kedua tangannya.

"Bukankah kau yang menjadikan aku sebagai bahan taruhanmu? Apa salahku? Kenapa kau sekejam ini, Mark?" Rosse menangis karena sorot mata tajam Mark melemahkan hatinya. Mulutnya ingin memaki tetapi, hatinya masih ingin mencintai Mark.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!