Deg.
Samar-samar Adara membuka mata melirik sekelilingnya. Ia terkejut mendapati dirinya berada dirumah sakit.
"syukurlah kamu sudah siuman nak." ucap bibi Elnara membuka sungkup masker dari wajah Adara. Adara mendongak menatap kearah bibinya yang selama ini menjaganya dari kecil. Ia bahkan tidak tau siapa orang tua,dimana keberadaan orang yang melahirkannya selama ini.
"Bibi,kenapa aku bisa ada disini?" tanya Adara melirik suasana rumah sakit. Ia masih sedikit pusing melihat semuanya.
"kamu ada dirumah sakit. Jangan bergerak dulu,lebih baik istirahat." ucap bibi,tak lupa wanita itu langsung memencet tombol untuk memanggil dokter
"nona Adara tekanan darahnya sudah stabil,tapi perlu banyak istirahat terlebih dahulu." ucap dokter setelah mengecek keadaan Adara. Bibi Elnara mengangguk dan berterimakasih kepada dokter itu.
"Adara kamu istirahat aja dulu yaa,bibi mau pergi ke luar sebentar. Ada yang mau bibi urus dulu." ucap Bibi
"baiklah bi,jangan lama-lama yaa."
"okee nak." ucapnya sambil mengelus pelan kepala Adara lalu melenggang pergi keluar.
Adara melirik kearah jendela menatap bangunan yang menjulang tinggi. Adara seketika ingat jika dirinya mengalami kecelakaan kemarin saat mau beli sesuatu untuk bibinya.
"ya ampun aku ceroboh sekali. Untung saja aku tidak terluka parah." gumam Adara pelan.
"tunggu..." ucap Adara saat menyadari situasinya sekarang.
"ya ampun gimana nih,pasti biaya rumah sakit mahal. Manalagi aku belum gajian dicafe." gerutu Adara pelan.
***
Sudah dua hari Adara dirawat akhirnya hari ini ia dapat pulang kerumah. Ia sedikit tertatih-tatih berjalan masuk kedalam rumah.
"ya ampun ototku rasanya kaku." ucap Adara sambil merenggangkan ototnya pelan,ia pun menatap seluruh ruangnya tampak sederhana.
"ini minum obat dulu." ucap bibi sambil menyodorkan obat dan segelas air putih. Adara langsung mengambil dan menelan obat itu.
"Bibi,maaf yaa aku malah merepotkan bibi." ucap Adara merasa bersalah.
"tidak apa-apa nak,kita akan mulai dari awal lagi." ucap Bibi.
"hmm besok aku harus bekerja bi."
"lho kan kamu masih sakit nak? ngapain bekerja?"
"nggak papa kok bi,aku sudah sehat kok. Mungkin seharian ini aku istirahat aja dulu."
"ya sudah,sana tidur dulu."
"okee bi." ucap Adara berjalan kedalam kamarnya.
Esoknya Adara bersiap-siap pergi ke cafe tempatnya bekerja. Adara melirik bibinya sibuk menyiapkan sarapan pagi untuk mereka berdua.
"nah." ucap Bibi sambil menyodorkan sandwich pada Adara,Adara langsung menerimanya dengan senang.
"terimakasih bi." ucap Adara senang,ia pun langsung menguyah sandwich buatan bibi kesayangannya itu.
Walaupun bibi bukanlah keluarga Adara sebenarnya,tetapi Adara sangat menyayangi beliau. Beliau menganggap Adara seperti anaknya sendiri. Bibi sebenarnya sudah menikah namun suaminya sudah lama meninggal,dan anak perempuannya, Leta sudah lama tidak tinggal bersama mereka.
"Leta sudah lama tidak pulang ya Bi?" tanya Adara menatap bibinya.
"huft,anak itu susah dihubungi Ra,bibi sangat kesal dengannya." gerutu bibi membuat Adara menyesal telah menanyakan Leta pada bibi.
Tidak ingin larut dalam kekesalan,Adara pun pamit kepada bibi.
"bibi,aku pergi dulu yaa."
"hati-hati." ucap bibi pelan.
Adara melenggang keluar dari rumah. Ia pun berjalan menuju halte bus yang tak jauh dari rumahnya. Adara menunggu bus selanjutnya di halte sambil memainkan ponselnya. Bosan memainkan ponsel Adara memandang kendaraan lalu lalang didepannya.
"Huft,ayoo semangat Adara! kau harus kumpulkan uang sebanyak-banyaknya." tekad Adara kuat,ia pun langsung berdiri saat melihat bus sudah mulai mendekati halte. Ia pun langsung menaiki bus tersebut.
Lain halnya dengan pria tinggi yang dingin ini tampak bangun kesiangan karena bergadang menjaga putranya yang terus menangis.
"arrgh,sial aku terlambat." gerutu Arshal bergegas ke kamar mandi. Sebelum masuk kedalam kamar mandi,ia sempat terdiam melirik kearah meja rias.
Deg.
Tempat istrinya selalu berdandan disana,istri yang sangat dicintainya itu. Arshal menitik air mata mengingat sosok istrinya,tetapi ia sadar bahwa tidak boleh terlalu larut dalam kesedihan. Ia sadar dirinya tidak sendiri melainkan ada putra kecilnya yang membuatnya tetap semangat hidup.
Arshal langsung menghapus air matanya dan menyambar bathrobe miliknya tak lupa juga ia memandikan Raid. Sebenarnya ia bisa saja memakai pengasuh untuk menjaga Raid,tetapi ia kini tidak percaya dengan siapapun. Semenjak Kecelakaan istrinya membuat dirinya semakin menjaga ketat anaknya. Arshal awalnya tidak bisa mengurus keperluan anaknya,namun perlahan-lahan ia mulai terbiasa dengan kegiatan itu. Setelah berkutat dengan mandi,Arshal memakai kemejanya.
"ba-baa!" ucap Raid yang tampil rapi dengan baju monyetnya.
Arshal menghela napas pelan memandang putra kecil nya aktif bermain mobil-mobilan didalam box bayi.
"Papa Raid,bukan baba." ucapnya membenarkan ucapan putranya.
"Ba-baa!" ucap Raid membuat Arshal sedikit kesal.
"aiih,Pa-pa,coba sebutkan nak. Pa-paa." ucap Arshal sambil mengeja,tetapi Raid tetap saja memanggilnya baba.
"huh,suka hati kamu ajalah nak,papa capek." pasrah Arshal sambil memasang dasinya. Arshal lagi-lagi kembali terdiam memandang dasi yang biasanya sering dipakaikan oleh istrinya. Namun,kini ia tidak bisa lagi memandang wajah serius istrinya tengah memasang dasi untuknya.
"sayang kenapa kau tega meninggalkan kami disini??" lirih Arshal lagi,ia meninju kuat dinding membuat Raid menangis.
Arshal langsung tersadar dengan tindakannya,ia pun langsung menggendong anaknya agar tenang.
"maafkan papa nak membuatmu takut." ucap Arshal pelan,ia sangat menyesal telah membuat anaknya takut.
Ting.
Arshal mendengar suara bel rumahnya,ia pun langsung bersiap memakai jas kantornya dan menggendong Raid. Ia langsung duduk sarapan yang sudah disediakan oleh Bi Yana,pembantu Arshal yang bisa ia percayai. Arshal membantu Bi Yana membiayai sekolah anaknya,membuat Bi Yana berutang Budi pada Arshal.
"Bi Yana, aku akan telat pulang hari ini." ucap Arshal menyudahi makannya.
"baik tuan." ucap Bi Yana melihat punggung tuannya mulai menjauh dari pandangan beliau. Bi Yana sangat kasihan melihat kondisi Arshal,pria itu lebih sering pendiam semenjak kejadian yang menimpa istrinya waktu itu. Bi Yana berharap ada seseorang yang membuat Arshal kembali bangkit lagi dan mewarnai kehidupan Arshal yang sempat redup.
Ezra,sekretaris sekaligus kepercayaan Arshal hanya diam sambil membuka pintu mempersilahkan tuannya masuk. Ia sangat tau jika tuannya itu sedang badmood.
"jalan." ucap Arshal singkat,sambil melirik tabletnya.
"apa jadwalku?" tanya Arshal.
Ezra menghela napas pelan sebelum menjawab pertanyaan tuannya, "nanti kita ada rapat soal penjualan bulan ini tuan,kita juga ada langsung terjun ketempat lokasi pembangunan yang kemarin." jelasnya hanya diangguk oleh Arshal.
Arshal menatap kearah Raid yang sibuk bermain mainannya, "Raid,nanti kamu jangan nakal yaa." ucap Arshal pelan,Raid hanya memandang Arshal dengan tampang polosnya membuat Arshal menghela napas pelan.
Akhirnya mobilnya tiba didepan perusahannya,
Arshal menyipitkan mata saat melihat karyawannya tidak beradap memperlakukan karyawannya yang lain.
"Ezra,pecat dia! ganti yang baru!" ucap Arshal dingin,langsung dianggukan Ezra.
"baik tuan." ucapnya langsung membukakan pintu untuk tuannya. Arshal langsung keluar sambil menggendong Raid membuat para karyawan langsung menunduk berbaris menyambut Arshal.
Arshal tidak peduli dengan sekitarnya langsung berjalan menuju lift untuk keruangannya.
Arshal melirik jam tangannya yang menunjukkan pukul sembilan. Itu artinya ia terlambat tiga puluh menit. Saat lift terbuka Arshal langsung masuk kedalam ruangan,ia pun langsung meletakkan Raid didalam box bayi disamping kursinya.
"Raid,kamu jangan nakal ya nak." ucap Arshal dengan lembut mengelus kepala anaknya. Arshal langsung melirik proposal yang sudah ada dimejanya. Ia baca satu persatu namun,hasil itu tidak ada yang memuaskan dimata pria tampan itu.
"ini proposal apa?!" tanya Arshal menatap tajam kearah Ezra. Lagi-lagi Ezra menarik napas pelan, "ini hasil proposal kita tuan. Disini proposal bagian HRD,proposal keuangan." jelas Ezra lagi.
"suruh mereka ganti. Itu sudah basi." ucap Arshal dingin langsung dianggukan oleh Ezra. Pria itu langsung melesat pergi bergegas menjalankan perintah tuannya.
Arshal memijat keningnya pelan, ia pun berdiri menatap bangunan menjulang tinggi sama tingginya dengan perusahaannya ini. Perusahaan yang sudah ia susah payah selama lima tahun ini.
"fyuuh aku lelah sekali." ucap Arshal kembali duduk. Ia pun memanggil sekretarisnya masuk.
"iyaa tuan?" tanya Ezra menatap tuannya.
"tolong jaga Raid,aku ingin istirahat sebentar. Jika ada yang menyariku katakan kalau aku tidak bisa menemui mereka." ucap Arshal berjalan kedalam kamar pribadinya. Ezra mengangguk mengerti dan menatap Raid yang masih sibuk dengan mainannya.
"kasihan sekali tuan muda,aku juga lebih kasihan melihat tuan kehilangan istrinya. ckckck aku sendiri bahkan belum pernah bertemu istrinya sama sekali,tuan sangat misterius sekali." gumam Ezra sambil menjaga Raid.
***
Adara dibuat bingung dengan manajer cafe tempatnya bekerja. Pasalnya, manajernya ini tidak mengenalnya,bahkan sempat marah karena mengira Adara pura-pura mengaku sebagai karyawannya. Adara tersadar jika manajer cafenya berbeda dari yang kemarin.
" Bu saya serius,saya pegawai disini." ucap Adara menyakinkan manajer yang tampaknya baru diganti. Namun,manajer itu tetap kukuh dengan pendapatnya.
"kamu jangan bodohin saya yaa. Saya tau banyak orang sepeti kamu mengaku sebagai karyawan saya. Sudahlah pergi dari sini!!" usir Manajer itu. Adara menghela napas keluar dengan langkah gontai,ia pun menatap langit yang mulai mendung.
"aku harus cari kerja dimana? sedangkan ini aja aku belum dapat gaji dicafeku. Aku harus cari kemana lagi??" ucap Adara pasrah.
Hujan pun mengguyur deras membasahi wanita cantik yang sedang berjalan gontai tak tentu arah. Bingung apa yang harus ia lakukan saat ini,yang pasti ia tidak bisa pulang dengan tangan kosong. Bibi Elnara sudah banyak membantunya selama ini,ia tidak ingin tambah menyusahkan bibinya.
"fyuuh." ucap Adara mulai menggigil. Adara melihat tangannya mulai pucat karena terlalu lama terkena air.
"hei nona apa yang kau lakukan?!" teriak seseorang membuat Adara menoleh kearah sumber suara itu. Adara menyerngit menatap wanita paruh baya memegang payung berjalan kearahnya.
"ya ampun nona,kenapa anda basah kuyup begini,anda bisa sakit nanti." ucapnya merasa kasihan pada Adara. Adara menggeleng pelan, "tidak apa Bu,saya sudah biasa." ucap Adara asal. Tetapi,matanya melirik kearah keranjang bawaan yang wanita paru baya itu pegang.
"boleh saya bantu?" tawar Adara menatap Ibu itu. Ibu tadi tampak tersenyum, "tidak apa,ini tidak berat kok."
"biar saya bantu yaa,ibu pegang payung aja." tawar Adara lagi. Ia tidak tega melihat wanita paruh baya itu memegang tas seberat itu. Dengan berat hati,wanita paruh baya tadi membiarkan Adara melakukan yang ia mau.
"kamu kenapa berjalan tidak karuan ditengah hujan deras gini nak?" tanya ibu itu menoleh kearah Adara. Adara menghela napas pelan, "saya dipecat Bu,tapi saya tidak tau salah saya apa." lirihnya lagi membuat ibu tadi merasa kasihan melihat Adara.
"kenapa kok bisa? ini kan melanggar hak hukum bos kamu itu." gerutunya membuat Adara menggeleng.
"tapi, yang anehnya Bu. Dia tidak mengenali saya,jadi itu yang membuat saya dipecat."
"masa sih? dia nggak kenal kamu. Ckckckckck masih ada juga yaa manusia laknat kayak gitu." geramnya lagi .
"saya juga tidak tau Bu,kenapa bisa begitu. Yang lain juga heran melihat saya, seolah-olah tidak kenal. Daripada saya berdebat nggak jelas disana,ya sudah saya pergi dari sana." ucap Adara lesu.
"hmm kalau gitu biar ibu bantu kamu." ucap wanita paruh baya itu membuat Adara menoleh kearahnya.
"apa Bu?"
"kamu mau tidak kerja jadi cleaning Service gitu diperusahaan bos ibu. Sekarang perusahaan kami membutuhkan sumber daya manusia disana." ucap ibu itu langsung disetujui Adara.
"ya ampun Bu,benar nih? saya mau Bu." ucap Adara semangat. Mendengar ada peluang pekerjaan membuat dirinya kembali bersemangat.
"Alhamdulillah kalau gitu,besok kamu antar CV ke perusahaan ini ya. Nanti bilang sama resepsionis nya atas nama ibu Iva okee."
"oke Bu,terimakasih banyak atas bantuannya." ucap Adara tulus.
"oh ya,nama kamu siapa nak?" tanya ibu itu,tanpa terasa mereka sudah sampai didepan rumah ibu itu.
"nama saya Adara bu." ucap Adara pelan.
"nama yang cantik seperti orangnya,ya sudah terimakasih banyak yaa atas bantuannya." ucap Ibu itu mengambil alih barangnya dari Adara. Adara dengan senang hati memberikan barang yang ia bawa tadi kepada ibu itu.
"ini payungnya kamu aja yang bawa,lain kali jangan hujan-hujan nggak jelas gini,okee." ucap Ibu langsung dianggukan Adara.
Adara mengucapkan terimakasih lalu pamit pulang. Seketika hati Adara lega,masih ada jalan lain untuk menghidupi perekonomiannya.
"ayok Adara jangan nyerah dong." ucap Adara menyemangati dirinya,tidak memperdulikan bajunya yang basah kuyup karena hujan. Tetapi dihatinya masih terasa janggal,seperti ada sesuatu yang hilang namun ia tidak tau apa itu.
Saat ia melintasi orang tua yang sedang bermain bersama anak-anaknya. Melihat pemandangan itu membuat hati Adara tersentuh,ia tidak pernah sekalipun mendapatkan perhatian dari orang tuanya. Yap,Adara hanyalah gadis yang malang, kelahirannya tidak dianggap oleh siapa pun. Tidak akan ada yang peduli tentang keberadaannya,kecuali bibinya itu.
Adara sangat beruntung bisa bertemu dengan bibi yang luar biasa baiknya,walaupun Bibi tidak ada sangkut pautnya dengan Adara. Tetapi bibi adalah tempat Adara pulang,tempat ia mengaduh,dan tempat Adara mendapatkan kasih sayang yang belum pernah orang tua kandungnya berikan padanya.
Miris,Adara sendiri tidak tau keberadaan orang tuanya sampai saat ini. Begitu teganya mereka membuang Adara yang lahir tidak berdosa.
Jika Adara dikatakan anak haram,ia pun juga tidak bisa mengelak fakta itu,toh bisa jadi memang kenyataannya seperti itu. Sibuk dengan lamunan membuatnya tidak terasa sudah berada didepan rumahnya.
"ya ampun,aku terlalu banyak berhayal." lirihnya sambil membuka pagar rumah bibi. Adara menarik napas pelan sebelum membuka pintu,
"Assalammualaikum bi." ia pun langsung masuk dan berjalan ke kamarnya untuk segera mengganti bajunya yang basah kuyup.
"fyuuh besok lembaran baru kehidupanku dimulai!" ucapnya sambil memegang kartu nama yang diberikan oleh ibu yang ia temui tadi.
Adara bersiap-siap untuk pergi ke perusahaan yang seperti dibilang Bu Iva. Setelah merasa sudah siap,Adara berjalan keluar kamar menuju dapur.
"Pagi bi." sapanya langsung duduk ditempatnya. Bibi Elnara mengangguk lalu meletakkan sandwich kesukaan Adara.
"thanks bi." ucapnya senang lansgung menyantap sandwich itu. Setelah selesai bersiap Adara pun dengan bersenandung riang berjalan kearah halte bus. Adara berlari kecil saat melihat bus sudah mulai mendekati halte.
"fyuuh untung saja." ucap Adara lega saat berhasil masuk kedalam bus,ia pun duduk ditepi jendela menikmati pemandangan lalu lalang kendaraan yang melintas.
Adara melirik nama jalan yang merupakan tujuannya,ia pun langsung meminta berhenti. Adara turun setelah membayar biaya busnya.
"wow perusahaan ini besar sekali." kagum Adara melihat besarnya perusahaan yang ia kunjungi. Adara sedikit gugup dan takut untuk masuk kedalam sana.
Adara menarik napas lalu dengan tekad yang kuat,ia pun melangkah maju memasuki area perusahaan itu.
"maaf nona,anda siapa?" tanya satpam yang bertugas menjaga pintu depan itu,Adara sedikit grogi menatap satpam itu, "ma-maaf pak,saya ingin melamar pekerjaan disini." ucapnya
"oo begitu,silahkan ke resepsionis nona,disana akan diarahkan." ucap satpam itu dengan sopan,Adara mengangguk lalu berterimakasih padanya. Adara berjalan kearah reserpsionis itu.
"permisi."
Resepsionis tadi sedikit memandang sinis kearah Adara,ia pun sempat melirik pakaian yang dikenakan Adara. "apa?" tanyanya sedikit ketus.
Ya ampun,ini orang kok galak amat yaa. gumam Adara pelan,namun ia tidak terlalu memperdulikan eskpresi yang ditunjukkan resepsionis itu.
"maaf,saya disini mau melamar kerja." ucap Adara menjelaskan maksud kedatangannya. Resepsionis tadi terkekeh pelan,lalu berlagak meremehkan Adara.
"mau melamar kerja? kau? hmmph mana bisa." remehnya membuat Adara tidak suka dengan gaya bicaranya itu. Tetapi,ia bingung harus melakukan apa,baru saja langkah kakinya ingin pergi namun ia mendengar suara panggilan dari ibu yang kemarin ia bantu.
"hei Adara!" panggil Bu Iva berjalan kearah Adara. Adara menoleh tersenyum kepada Bu Iva. Resepsionis tadi tampak terkejut kedatangan manajernya,ia pun hanya menunduk pelan.
"kenapa kamu nggak jadi menyerahkan berkasnya?" tanya Bu Iva melihat Adara hendak pergi.
Adara melirik resepsionis itu sebentar, "saya bingung Bu."
"lho kenapa? Tara kenapa kamu tidak membimbingnya sih?" tanya Bu Iva kepada resepsionis yang bernama Tara itu.
"maafkan saya Bu." ucapnya sesal. Tara pun dengan tersenyum mengulurkan tangannya meminta berkas Adara. Adara tahu itu hanyalah senyum palsu yang ditunjukkan wanita itu,tetapi dirinya hanya menghela napas pelan sambil memberikan berkas miliknya pada Tara.
"sudah kan? ayo ikut Ibu kita langsung kerja." ajak Bu Iva langsung menarik tangan Adara,Adara pasrah mengikutinya.
"nah,ini ruanganmu." ucap Bu Iva sambil menunjuk ruangan kecil. Adara menyerngit bingung menoleh kearah Bu Iva, "maaf Bu,bukannya saya bekerja sebagai cleaning Service yaa? kenapa saya punya ruangan Bu?" tanya Adara bingung.
Bu Iva terkekeh pelan, "saya tidak tega membuatmu jadi CS,mending saya pindahkan kamu ke bagian asisten saya. Kalau saya butuh sesuatu kamu bisa membantu saya. Oh,yah ruangan saya tepat disamping kamu,jadi kalau kamu kebingungan jangan sungkan menghadap ke saya yaa." jelas Bu Iva tadi.
"Tapi Bu,saya kan nggak pintar-pintar kali dalam hal ini,bagaimana nanti saya malah merepotkan ibu." ucap Adara pelan,ia merasa tidak yakin dengan posisi yang diberikan Bu Iva padanya.
"tenang saja,kamu bakalan terbiasa kok. Jujur kamu orang pertama kali yang membuat saya terkesan. Tanpa saya liat CV kamu,saya yakin kamu orangnya sangat bagus dalam hal ini." ucap Bu Iva dengan yakin. Adara sangat berterimakasih pada Bu Iva yang memberinya posisi yang menurutnya sangatlah luar biasa untuk orang sepertinya.
"kamu juga sudah berpakaian rapi kan? ya udah kita langsung kerja aja." ajaknya lagi sambil menuntun Adara untuk duduk dikursi.
"kalau gitu saya tinggal yaa,kamu pelajari dulu berkas yang ada diatas meja. Semangat Adara!!" seru Bu Iva langsung menutup pintu. Adara yang masih bingung hanya bisa pasrah mengikuti kemauan Bu Iva.
"ya ampun,aku bingung harus melakukan apa sekarang." ucapnya pelan lalu ia melirik kearah bekas yang ada didepan matanya saat ini. Dengan perlahan Adara membuka berkas tebal itu.
"fyuuh,ternyata banyak sekali yang harus kupelajari. Ya ampun aku harus bisa!! jangan mengecewakan Bu Iva!" tekad Adara kuat. Ia pun mempelajari berkas tersebut.
Sementara disisi lain Pria ini menceramahi habis-habisan para karyawannya saat presentasi yang ditunjukkan padanya tidak memuaskan. Arshal kesal,entah kenapa etos kerja karyawannya akhir-akhir ini tidak ada yang bagus dimatanya.
"sudah,kalian revisi lagi!" titahnya langsung dianggukan oleh semua karyawannya. Dengan langkah kikuk satu persatu meninggalkan ruangan rapat. Arshal menatap ponselnya lebih tepatnya walpaper wanita cantik yang tersenyum manis.
"pengaruh mu besar juga sayang,aku bahkan tidak fokus." lirihnya pelan,Arshal harus menerima kenyataan pahit yang ia alami saat ini. Tidak mungkin ia terus larut dalam kesedihannya dan membuat orang disekitarnya ikut terimbas juga. Tetapi,ia juga tidak bisa tinggal diam dan terus mencari tau penyebab kecelakaan yang dialami istrinya waktu itu. Ia sangat yakin,kecelakaan itu disengaja.
"Ezra!" panggilnya membuat sekretaris itu berjalan menghadap kearahnya, "bagaimana perkembangan tentang kecelakaan itu?" tanya Arshal pada Ezra.
"saat ini masih abu-abu tuan,kecelakaan itu tersusun sangat rapi. Jadi saya masih kesulitan menemukannya."
"huft,cari lagi sampai dapat. Aku ingin segera beritanya,kalau perlu sewa orang yang handal menemukan penyebab kecelakaan itu!" titahnya langsung dianggukan Ezra.
"Apa Raid masih tidur?" tanya Arshal langsung dijawab Ezra. "Tuan muda,masih tertidur nyenyak didalam box bayi tuan."
Arshal menggangguk pelan,lalu menyuruh Ezra keluar melaksanakan tugasnya. Ia pun berjalan menuju ruangannya.
"Tuan!" teriak seseorang memanggilnya,Arshal menatapnya tajam karena tindakan orang itu sangatlah tidak sopan meneriaki namanya.
"jaga nada suaramu itu!" sarkasnya membuat nyali orang itu sedikit menciut.
"mohon maaf tuan,saya tidak akan mengulangi lagi." ucapnya sesal,namun Arshal tidak suka dengan nada penyesalannya. Apalagi yang lebih Arshal tidak suka melihat penampilan yang dikenakan karyawan nya ini membuat rahangnya mengeras.
"kenapa kau tidak memakai pakaian yang sopan hah?!"
Bukannya merasa bersalah,tetapi karyawan itu dengan sengaja menampakkan bagian tubuhnya terekspos jelas membuat Arshal menjauh dari wanita itu.
"tuaaan." panggilnya dengan nada genit membuat tanpa basa-basi Arshal memanggil satpam untuk menyeret wanita itu dari hadapannya.
"Bu Iva!" serunya membuat wanita paruh baya itu tergopoh-gopoh menghampiri tuannya.
"ya tuan?"
"singkirkan wanita itu dan pecat dia. Ganti yang baru!!" serunya langsung masuk kedalam ruangannya.
braak.
Bu Iva mengelus dadanya pelan karena terkejut,ia pun menghela napas pelan dan harus banyak bersabar menghadapi tuannya yang sangat pemarah itu.
"ya ampun tuan ini sangat galak,huft sabar...sabar." ucap Bu Iva lalu menyelesaikan masalah yang diakibatkan karyawannya itu.
"astaga,anak itu nekat sekali menggoda bos, ckckck dasar anak zaman sekarang,nggak ada yang benar kerjaannya." gerutunya berjalan menuju ruangannya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!