Pernah berbohong? Pasti semua orang pernah melakukannya tidak terkecuali, aku. Kebohongan yang kulakukan sudah di luar batas kewajaran. Aku membohongi orangtuaku tentang kehidupanku semasa SMA, aku berbohong tentang kehidupan artis pada teman-temanku di kampus, termasuk pada seluruh dosen juga sahabat terdekatku…
Malam itu hujan turun deras di Gang Nam, salah satu daerah metropolitan di Seoul.
“Haish!”
Keluh seorang laki-laki yang sedang berdiri di bawah naungan atap halte bus sambil menepuk-nepuk bagian lengan mantel hitamnya yang basah, sesekali berpindah menepuk topi juga syal tebal yang melilit di leher dan hampir menutupi sebagianwajahnya.
TAP! TAP! TAP!
Terdengar langkah lari kecil ke arahnya. Seorang gadis dengan mantel merah menyala dan sepatu bot semata kaki itu kini berdiri di sampingnya. Pandangan dia pun teralih pada gadis yang menggendong tas gitar kuning dengan motif bunga tulip di punggungnya tersebut. Gadis itu bungkam dan terlihat sangat tidak mempedulikannya. Sesaat kemudian, dia tersentak saat Sang Gadis bergerak cepat melangkah memasuki bus yang datang dan ia pun bergegas mengikuti langkahnya.
Bus tampak sangat penuh, hanya tersisa satu tempat duduk, tepatnya di samping Sang Gadis pembawa gitar dan tanpa pikir panjang, dia pun lantas mendudukinya. Suasana hening, hanya terdengar suara tetesan hujan dari kaca jendela bus dan beberapa penumpang yang berbisik-bisik. Salah satu penumpang yang duduk tepat di belakang mereka terlihat begitu penasaran dan menyentuh pundak Sang Laki-laki yang ketika itu terlihat gelisah seolah, diasedang menyembunyikan sesuatu.
“Song Joong Ki Oppa![1]”
Seru gadis berseragam SMA itu usai menepuk pundak laki-laki bernama Joong Ki tersebut. Sontak Joong Ki menoleh dan membuat Sang Gadis seketika berteriak histeris.
“Kyaaa, Kak Joong Ki. Kau benar Kak Joong Ki!”
Gadis SMA itu terus berteriak dan membuat Joong Ki panik karena sebagian besar penumpang bus jadi ikut mengerubuninya. Tapi, Joong Ki terselamatkan saat bus berhenti di halte tujuannya. Dia bergegas turun sambil terus berusaha melepaskan diri dari tarikan para penumpang dengan sangat sopan dan senyum manisnya.
Pintu bus tertutup dan kembali berjalan meninggalkan Joong Ki yang terlihat semringah sambil melambaikan tangan pada para siswi SMA yang tampak sangat kecewa. Dia mengeluarkan ponsel dari saku mantelnya dan mulai membuka percakapan dengan seseorang.
“Kak, jemput aku di tempat biasa,” perintah Joong Ki pada seseorang yang ia panggil Kakak lewat panggilan teleponnya.
“Aku tahu,” sahut suara pria dari seberang.
Joong Ki menutup telepon dan memperhatikan sekitarnya yang ramai. Jam tangannya menunjukkan pukul 7.30 malam. Matanya terus menyusuri sekeliling hingga pandangannya terhenti pada satu titik di seberang jalan.
“Gadis bergitar,” ujarJoong Ki pelan.
Lampu hijau tanda pejalan kaki boleh menyeberang tersisa 20 detik lagi. Entah apa yang di pikirkan Joong Ki namun, tujuannya hanya satu, dia ingin tahu tentang gadis yang menarik perhatiannya 15 menit yang lalu. Senyum manis mengembang di wajahnya dan buat ia berlari ke seberang jalan mengejar Sang Gadis Bergitar.
Jalan yang di penuhi pejalan kaki tersebut membuat Joong Ki berusaha meluruskan pandangan pada satu titik yang terus melangkah dengan santai di depannya. Jaraknya dan gadis itu hanya tinggal beberapa meter tetapi, dia tanpa sengaja menabrak seorang wanita paruh baya yang membawa begitu banyak kantung belanjaan.
“Gamsahamnida,[2]” ucap wanita itu tulus.
“Ah, ye. Jwesonghamnida, Ahjumma,[3]” sahut Joong Ki seraya membungkukkan badannya usai membantu wanita tersebut membereskan belanjaannya.
“Bukankah kau, Kak Song Joong Ki?”
Bola mata Joong Ki membesar ketika seorang gadis menyapanya tapi, sosok pria dari belakang tiba-tiba menarik tangannya dan membawa dia pergi dari kerumunan orang-orang yang akan menariknya. Pria tersebut bergegas membuka pintu mobil untuk Joong Ki dan selang beberapa menit keduanya kini melaju di jalan raya.
“Aaah…” hela Joong Ki sambil menarik syal juga melepaskan topinya dan melemparkan kedua benda tersebut ke jok belakang, “hah, hah, aku tidak tahu harus seperti apa kalau kau tidak menyelamatkanku,” tambahnya dengan napas yang masih sedikit tersengal.
“Song Joong Ki, ini terakhir kalinya, aku menyelamatkanmu. Aku manajermu dan berhak menentukan hidup juga waktumu yang berharga. Setidaknya selama kau masih menjadi seorang aktor,” omel pria yang duduk di belakang kemudi mobil tersebut.
“Arasseo,[4]” sahut Joong Ki sembari tersenyum manis.
Song Joong Ki, seorang aktor muda berusia 27 tahun yang sudah memulai debutnya sejak berumur 17 tahun dan termasuk dalam jajaran salah satu pria yang paling di inginkan semua kalangan wanita. Memiliki wajah manis dan senyum ramah serta ekspresi layaknya anak-anak membuat dia selalu cepat dikenali oleh para penggemarnya dan Sang Manajer, Yang Hwi Jae, yang sudah 10 tahun menemaninya selalu ambil andil dalam misi penyelamatan Joong Ki ketika dia dalam keadaan terdesak.
Joong Ki bukan hanya seorang artis terkenal, selain tampan dan memiliki kepribadian yang baik. Dia adalah putra kedua dari Song Kang Jin, pengusaha sekaligus pemilik hotel ternama di Seoul. Hidupnya sempurna secara kasat mata tanpa orang lain tahu,ada satu hal yang selalu mengganggu pikirannya.
[1] Kakak (laki-laki dari adik perempuan) Song Joong Ki!
[2] Terima kasih
[3] Oh, ya. Maafkan aku, Nyonya.
[4] Aku tahu
“Arasseo, Omma. Mmm... natto saranghae.[1]”
Gadis manis dengan rambut panjang hitam dan tebal itu menutup telepon dari Ibunya. Dia menghela napas pelan, lalu diam beberapa saat sambil memperhatikan sekeliling kamar apartemennya setelah menghempaskan diri ke atas tempat tidur.
“Hyeon So Yun, apa yang kau lakukan sekarang? Kau seperti penjahat yang sedang bersembunyi. Padahal yang kau perlukan hanya…”
TING! TONG!
Gadis bernama Hyeon So Yun itu tersentak dan segera beranjak keluar dari kamar ketika bel pintunya berbunyi. Dengan terburu-buru ia menuju pintu utama dan membukanya.
“Ada paket untuk Nona Hyeon So Yun,” kata Si Pria Pengantar Paket.
“Oh, terima kasih,” sahut So Yun sambil menerima bungkusan berukuran sedang dari tangan pria tersebut.
Dia menutup pintu, lalu melangkah pelan sambil memperhatikan bungkusan paket di tangannya dan duduk di sebuah sofa kecil berbentuk buah stroberi.
“Paket apa yang datang pada jam malam seperti ini? Apa aku memesan buku? Sepertinya tidak,” ujarnya pelan
sambil membolak-balik paketnya.
Tiba-tiba terdengar dering telepon dan buat pandangannya teralih pada layar ponsel yang sedari tadi ia pegang.
“Hwang Jun Su?” ucapnya pelan sebelum dia mengangkat telepon, “mm, wae?[2]” tanyanya dengan nada ketus pada Sang Penelepon.
“Kau sudah terima paketnya?” suara laki-laki bernama Jun Su terdengar jelas dari seberangdan buat kening So
Yun seketika berkerut.
“Jadi,kau yang mengirim paketnya? Aku belum membukannya.”
“Iya, buka sekarang. Kau akan terkejut. Hahaha..”
“Aku akan buka. Teleponnya kututup,” sahut So Yun kasar.
“Hei, jangan di tu…”
Telepon terputus sebelum Jun Su sempat menyelesaikan kalimatnya. So Yun bergegas membuka paket yang terbungkus rapi itu dan sebuah album foto cokelat terlihat jelas dari baliknya. Dengan perasaan tidak nyaman, ia mulai membuka album tersebut dan dua foto seorang artis yang ia kenal terpampang di halaman pertama dengan sebuah pesan tertulis.
Ini Hyeon So Yun saat mengenakan make up.
Bola matanya seketika membesar setelah membaca pesan tersebut. Dia membuka halaman selanjutnya dengan kasar dan didapatinya berisikan foto orang yang sama bersama pesan di setiap gambar. Pucat pasi dengan seluruh tubuh gemetar juga jantung yang berdebar kencang dan perlahan air mata membasahi kedua pipinya
“Keumaneseo![3]” teriaknya seraya melemparkan album tersebut ke dinding, “jebal keumaneseo![4]”
Pelan ia merosot ke lantai dan terisak sambil memeluk kedua lututnya.
[1] Aku mengerti, Ibu. Aku juga menyayangimu.
[2] Ada apa?
[3] Cukup!
[4] Aku mohon hentikan
-----------
Joong Ki~ya, ireona. Ppalli,[1]” perintah Hwi Jae sambil menarik paksa Joong Ki yang masih tertidur pulas di balik selimutnya.
“Arasseo, arasseo,” sahut Joong Ki yang langsung beranjak turun dari ranjangdan menuju kamar mandi.
“Aku suka kalaukau disiplin seperti ini,” kata Hwi Jae sambil tersenyum puas.
“Aku selalu disiplin!” teriak Joong Ki dari kamar mandi.
“Aku tahu. Cepat bersiap, kita ada wawancara khusus hari ini,” balas Hwi Jae dan melangkahkeluar dari kamar.
Sementara itu, So Yun yang terlelap sejak semalam di lantai ruang tengah apartemennya pun terbangun karena dering telepon dari ponselnya.
“Hmm… yeoboseyo,[2]” sapa So Yun membuka pembicaraan dengan suara serak.
“So Yun, hari ini kau harus tampil untuk acara hiburan wawancara eksklusif Song Joong Ki. Cepat ke kafe sekarang,” perintah suara dari seberang.
“Hmm, setengah jam lagi aku ke sana.”
Setelah mengakhiri telepon, So Yun beranjak ke kamarnya dan melangkah dengan malas. Namun, sesaat ia terhenti ketika kakinya tanpa sengaja menendang sebuah album foto. Dia memungut benda tersebut lalu menghela napas pelan.
“Baiklah. So Yun, ini hukuman untukmu. Kau harus hadapi,” ucapnya pada diri sendiri.
Dia kembali melangkah dan melemparkan album tersebut ke sebuah kotak kardus besar di sudut kamarnya.
“Ini akan terus berlanjut sampai aku memohon ampunan pada mereka,” ucapnya pelan sembari menutup kotak.
Lagi, ia menghela napas keras sebelum kemudian beranjak dan masuk ke kamar mandi
[1] Jong Ki bangun. Cepat.
[2] Halo (percakapan telepon)
“So Yun, kau bisa ambil gajimu langsung pada manajer Joong Ki,” tegur salah satu pelayan Kafe DropTea, Jang Dong Wook.
So Yun berdiri setelah memasukkan gitar putihnya ke dalam tas dan lalu menggendong tas gitar kuning tersebut di
punggungnya.
“Kau lakukan seperti biasa. Aku harus ke studio sekarang. Terima kasih,” perintah So Yun datar dan berlalu pergi
sebelum Dong Wook sempat menjawabnya.
Karena sudah sangat terbiasa dengan sikapnya, Dong Wook pun hanya bisa menggeleng seraya tersenyum geli.
“Dia gadis yang manis,” ucap Dong Wook pelan sambil terus memperhatikan So Yun yang sudah melangkah keluar melewati pintu Kafe DropTea.
“Jang Dong Wook?”
“Iya,” sahut Dong Wook reflek menjawab dan menoleh, “oh, Tuan Song Joong Ki,” tambahnya seraya membungkuk penuh hormat sesaat.
“Hei, santai saja. Ada yang ingin kutanyakan padamu.”
Mendengar pernyataan Joong Ki, ia pun mengerjap cepat.
“Catat nomor ponselku. Nanti aku hubungi. Kau tidak akan merasa nyaman dengan adanya manusia itu mengawasimu,” perintah Joong Ki sambil mengarahkan pandangannya pada priaparuh baya yang berdiri tak jauh dari mereka.
Sementara Dong Wook diliputi kebingungan, So Yun yang terlihat sangat tenang baru memasuki salah satu ruang minimalis dalam Studio Brave Media. Di hadapannya duduk seorang gadis manis berumur enam tahun dengan sebuah ukulele di tangannya yang siap dia mainkan.
“Guru Hyeon, hari ini apakah kita akan belajar memainkan lagu?”
So Yun tersenyum setelah meletakkan tas gitarnya dan duduk di hadapan gadis kecil itu.
“Eun Byul, kau ingin memainkan lagu atau bernyanyi?” tanya So Yun lembut.
Gadis bernama Eun Byul itu pun mengerutkan keningnya dan mulai berpikir sesaat.
“Aku ingin seperti Guru Hyeon, memainkan lagu sambil bernyanyi,” sahut Eun Byul dengan suara kecilnya.
Ekspresi wajah So Yun yang tersenyum manis sekarang buatnya terlihat sangat berbeda saat dia berhadapan dengan Dong Wook. Wajah yang penuh kelembutan dan sinar keanggunan terpancar darinya, sangat berbeda dengan wajah datar yang ia tujukan pada pelayan Kafe DropTea beberapa menit lalu.
“Sebelum kita mulai pelajaran hari ini, aku ingin mengajukan beberapa pertanyaan padamu. Apa boleh?”
Eun Byul yang sangat polos pun mengangguk dengan penuh semangat dan buat So Yun menjadi gemas karenanya.
“Anak pintar, letakkan dulu alat musikmu,” perintah So Yun dan Eun Byul kembali mengangguk, lalu meletakkan ukulele tersebutdi samping tempat duduknya.
Dia menggenggam kedua tangan mungil Eun Byul yang tampak siap dengan pertanyaan yang akan di tujukan padanya.
“Guru Hyeon, apa ini pertanyaan untuk ujian musikku?”
“Bukan, Sayang. Tapi, aku ingin kau menjawabnya dengan jujur. Anggap saja kita sedang bermain tes kejujuran. Kalau kau bisa menjawab dengan baik, aku akan mentraktirmu es krim cokelat yang banyak,” jelas So Yun.
“Yeay!” Eun Byul bersorak seraya memeluk So Yun sesaat seraya mendaratkan ciuman lembut di pipi kanannya dan membuat So Yun tersenyum penuh kasih sayang.
“Baik, Anak Pintar, jawab pertanyaanku. Kenapa kau ingin menjadi sepertiku?”
“Karena Guru Hyeon cantik,” sahut Eun Byul cepat dan seketika buat kening So Yun berkerut.
“Jangan bohong, kenapa kau ingin menjadi sepertiku?” kembali So Yun bertanya penuh kesabaran.
“Karena Guru Hyeon cantik dan pintar bermain musik, juga memiliki suara yang merdu. Aku ingin seperti Guru Hyeon yang di cintai banyak orang,” jelas Eun Byul riang.
“Di, dicintai banyak orang?” ada nada keraguan pada diri So Yun setelah mendengar pernyataan Eun Byul.
Eun Byul pun mengangguk sembari memandang lekat So Yun dengan tatapan polosnya yang sangat khas.
“Eun Byul, kau yakin aku dicintai banyak orang?”
Dan terdengar perubahan suara ketika So Yun mengajukan pertanyaan itu.
“Mmm…” Eun Byul mengangguk penuh semangat, “Guru Hyeon orang baik, aku juga mencintai Guru Hyeon,” tambahnya tulus.
Jawaban tersebut membuat So Yun segera menarik dia ke dalam pelukannya dan perlahan air mata yang sedari tadi ia tahan, kini membasahi kedua pipinya. Untuk beberapa saat, ia berusaha meredam isaknya agar Eun Byul tidak bertanya apapun.
“Eun Byul, jadilah orang baik dan jujur. Jangan sampai melakukan kesalahan yang sulit untuk kau perbaiki. Selalu hidup dalam cinta dan kasih sayang. Syukuri apapun jalan hidupmu, jadi pemusik sepertiku atau tidak, hal itu tidak masalah. Yang penting kau jalani hidupmu dengan jujur. Kau harus ingat pesanku, jadilah Ha Eun Byul yang cantik dan dicintai banyak orang. Kau mengerti?” jelas So Yun yang berusaha terdengar biasa.
“Iya, aku mengerti,” sahut Eun Byul sembari mengangguk cepat.
So Yun lalu melepaskan pelukannya dan bergegas menghapus air matanya sebelum dia kembali menatap Eun Byul.
“Guru Hyeon menangis?” tanya Eun Byul heran dan tampak khawatir.
“Aku menangis karena bahagia, gadis kecil bernama Ha Eun Byul akan tumbuh menjadi cantik dan dicintai semua orang,” kata So Yun sambil tersenyum manis.
“Guru Hyeon tidak boleh menangis. Kata Ayah, kalau menangis nanti kecantikannya akan hilang,” ujar Eun Byul sambil menghapus air mata yang tersisa di kedua pipi So Yun yang masih basah dengan tangan kecilnya.
So Yun tersenyum dan mengecup kedua pipi Eun Byul yang tembam sebelum kemudian ia menghela napas pelan.
“Baik. Ayo, kita latihan memainkan lagu,” ujar So Yun penuh semangat.
Segera ia memangku gitar putihnya dan mulai memetik senarnya di ikuti Eun Byul yang penuh rasa ingin tahu dengan ukulelenya.
Eun Byul, tumbuhlah dengan baik dan di cintai banyak orang.
Batin So Yun ketika pandangan penuh kasih itu ia tujukan pada sosok gadis manis di hadapannya. Murid kecilnya yang sangat cerdas dan di penuhi dengan kepolosan.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!