NovelToon NovelToon

Gadis Oleng Mencari Cinta

Summer Spirit

Hari pertama pada awal musim panas di kota London. Kota besar yang indah yang sudah dikenal di seluruh mancanegara. Kota yang terkenal dengan ikon-ikonnya yang sudah mendunia.

 

Siapa yang tidak mengetahui menara jam raksasa yang diberi nama Big Ben? Sungai Thames yang indah, London Eye, dan tentu saja Istana Buckingham.

Ah ... satu lagi ... David Beckham, itu pasti. Siapa yang tidak mengenal pria yang satu ini? Pria dengan tingkat ketampanan di atas rata-rata dan tidak lekang oleh waktu pastinya.

 

Lalu apa yang membuat dua sahabat kental Maryam dan Rosmawati begitu betah tinggal di negeri Ratu Elizabeth itu?

 

Hmm ... kira-kira apa, ya? Bukan karena ingin terlihat keren atau semacamnya, karena nyatanya mereka di sana tidak menjadi seorang konglomerat atau artis terkenal. Tentu saja itu tidak mungkin.

Ah ... sebenarnya mungkin saja jika mereka mau. Akan tetapi, sayangnya tidak ada satu produser pun yang tertarik untuk merekrut mereka, bahkan hanya untuk sekedar menjadi seorang pemain piguran.

 

Ya, tentu saja. Mereka tidak terlahir untuk menjadi seorang artis, meskipun pada kenyataannya mereka mengenal hampir semua aktris dan aktor terkenal Hollywood.

 

Siapa yang tidak tergiur dengan deretan pria tampan  berambut pirang, mata berwarna-warni yang indah, dan tentu saja ... pria-pria atletis dengan otot dan dada bidang yang ... sudahlah, tidak perlu dijelaskan secara panjang lebar dan terlalu mendetail.

Maryam, gadis berusia dua puluh tiga tahun. Bekerja di sebuah toko kue sudah hampir satu tahun lamanya. Cita-citanya menjadi seorang designer. Ia memiliki ketertarikan yang cukup tinggi pada dunia fesyen, terkadang selalu membayangkan jika dirinya adalah seorang model, tapi ia lebih ingin menjadi designer tentunya meskipun kenyataan justru membawanya ke dapur, dan membuatnya harus bergulat dengan adonan tepung terigu. Satu hal lagi, gadis manis berambut panjang itu lebih dikenal dengan nama Mary diantara teman-temannya yang lain. Keinginan terbesar dalam dirinya adalah memiliki seorang kekasih yang rupawan seperti Jamie Dornan. Ya, tentu saja. Every things about aa Jamie.

Sedangkan Rosmawati, usianya sama dengan Maryam. Dia hanya lebih tua beberapa bulan saja. Namun tak jarang ia merasa menjadi seorang senior. Entah apa yang difikirkan oleh gadis berambut lurus itu? Ia selalu berbicara tentang dunia paralel, mesin waktu, gelombang delta dan ... ada banyak hal lain yang terlalu berat untuk dijelaskan. Akan tetapi, di balik itu semua ... ia ingin menikah di usia dua puluh tiga tahun. Dua puluh tiga tahun? Rasanya tidak mungkin. Karena hingga saat ini, nyatanya ia masih sendiri dan hanya berteman dengan khayalan-khayalannya tentang seorang aktor terkenal bernama Scott Easwood. Rose itulah panggilan akrab dari gadis itu.

Ya begitulah hidup. Kita hanya memiliki cita-cita, tapi terkadang jalan nasib justru malah membawa kita melenceng jauh dari apa yang kita menjadi keinginan kita. Tak apa, selama itu tidak membuat kita menjadi oleng.

Waktu sudah menunjukkan pukul delapan belas, tapi suasana masih sangat terang. Maryam sudah menyelesaikan shiftnya di toko kue. Setelah membereskan peralatan kerja dan mengepel lantai, dia berpamitan pada pemilik toko yang biasa ia panggil dengan sebutan Mrs. Harlekin.

Dengan langkah riang sambil bersiul, Maryam melewati trotoar di pusat perkantoran kota London menuju kantor Rosmawati.

Bukan, Rosmawati bukan pekerja kantoran. Dia hanya petugas cleaning servis yang pekerjaannya selain membersihkan ruangan kantor dan melayani pegawai, dia juga bekerja mengamati atasannya, yang baginya memiliki wajah mirip dengan aktor idolanya.

Maryam duduk dan menunggu di lobby sambil mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan luas nan mewah itu. Tiba-tiba tatapannya berhenti pada sosok jangkung yang lewat beberapa meter di hadapannya.

Maryam pun terpana dengan mulut yang menganga, untung saja air liurnya tidak sampai menetes saat itu.

"Aa Jamie ...." de°sahnya pelan dengan mata berbinar. Wajahnya pun langsung sumringah. Rasa lelah karena seharian standing with oven tangkring pun seakan sirna sudah dari dalam dirinya.

"Kenape loe? Kesambet?" Sebuah tepukan di bahu gadis itu, membawa Maryam kembali ke alam nyata setelah beberapa saat lalu terbang ke alam lain.

"Rose!" Pekik Maryam tertahan. "Udah beres kerjaan?" Maryam dengan ekspresi kagetnya yang tampak sangat konyol.

"Udah! Kenapa sih? Kayak abis liat hantu?" Cecar Rose.

"Bukan!" Bantah Maryam seraya menggelengkan kepalanya dengan tegas.

"Itu ... anu ... aku tadi abis liat aa Jamie. Aa Jamie Dornan, Aktor kesayanganku!" Seru Maryam sambil loncat-loncat sambil menempelkan kedua telapak tangannya di dada

"Mana ada nyang begituan di sini, Munaroh!" Sergah Rosmawati dengan seringainya, "Ini kantor developer. Bukan agensi!" Sewot gadis bertubuh jangkung itu. Jangkung untuk ukuran gadis Indonesia tentunya.

"Tapi itu tadi beneraan mirip!" Maryam masih ngotot.

"Udah, yuk, pulang!" Ajak Rosmawati seraya menarik pergelangan tangan Maryam dengan segera, tanpa aba-aba sama sekali.

"Jangan bikin ribut di sini! Gue traktir hotdog, mau ga?" Tawarnya.

"Oke lah" sahut Maryam dengan lemas. Ia menurut saja seperti anak kecil yang dituntun ibunya.

"Sumpah ya, cowok itu tadi beneran mirip sama aa Jamie," ujarnya dengan berapi-api meskipun Rosmawati tidak menggubrisnya sama sekali.

Rosmawati menyeret tubuh ramping sahabatnya dan mengajaknya nongkrong di lapak penjual hotdog di tepi sungai Thames. Itulah ritual wajib yang selalu mereka lakukan setiap kali pulang dari tempat kerja masing-masing.

Setelah memesan dua buah hotdog berstempel halal, dua gadis antik itu segera duduk di bangku besi dan melahapnya. Maksudnya ... melahap hotdog yang baru mereka beli.

Sesekali si penjual hot dog yang berwajah khas Timur Tengah itu melirik dua gadis yang sedang mengobrol seru itu.

"Eh, ngomong-ngomong soal artis, nih ... kamu tau ga, artis favorit kamu yang satunya lagi? Siapa itu namanya? Yang rambutnya kuning-kuning kayak gigi si Kiki?" Tanya Rosmawati dengan mulut penuh makanan.

Maryam alias Mary melengos saat Rosmawati alias Rose menyebut nama Kiki yang notabene adalah tetangga flat mereka yang cerewetnya minta ampun.

"Si Charlie Manfred?" Tebak Mary dengan alis berkerut.

"Iyaa, ituu... Kang Charlie! Artis terkenal Hollywood ituu ...." seru Rose sambil mengacung-acungkan jari telunjuknya pada Mary.

"Kenapa dia? Jangan panggil Kang ah! Emang dia kang cilok?" Mary mulai tertarik.

"Dia mau datang ke London! Premiere film terbaru dia!" Ujar Rose dengan antusias.

"Oh, ya?" Lonjak Mary dengan mata berbinar. "Emang dia bakalan nginep dimana?" Rasa antusiasnya semakin menjadi-jadi.

"Nah, ini serunya. Si Chelsea, sekretaris Mr. Blake yang biasa nraktir aku tiap pulang kerja, punya kenalan yang kerja di Hotel Mandarin Oriental. Nah ... rumour has it, kang Charlie bakal nginep di hotel itu!" Jelas Rose.

"Chelsea bilang, temannya bisa ngatur untuk nyelundupin kita masuk ke hotel, biar bisa ketemu kang Charlie buat kita mintain tanda tangan," Rose menjelaskan dengan menggebu-gebu.

"Mauu doong!" Teriak Mary bersemangat dan membuat orang-orang yang ada di sana seketika menoleh ke arah mereka.

"But ... kita cuma punya waktu lima menit doang! Dapat nggak dapat tanda tangan, kita harus cabut sebelum waktu lima menit habis!"

"Apapun itu, yang penting aku bisa ketemu dia!" pekik Mary membahana. Sampai-sampai dua orang berpacaran yang duduk di bangku yang sejajar dengan bangku mereka kembali melonjak kaget dan misuh-misuh, dalam bahasa Inggris tentunya.

"Oke! Chelsea bilang dalam seminggu ini kita harus siap-siap! Meni pedi! Nyalon! Pokoknya persiapkan diri kita secantik mungkin untuk menyambut kang Charlie!"

"Oke, deal!" Mary mengangguk mantap, lalu terdiam seperti berpikir. "Eh, lu ngajak nyalon, ada duit emang?"

"Nggak ada!" sahut Rose cuek sambil mengunyah hotdog.

"Lah, terus? Aku baru kasbon minggu kemarin sama Mrs. Harlekin," sesal Mary.

Rose mengendikkan bahunya, "Nggak usah dipikirin! Rejeki bakal datang dari arah yang tidak disangka-sangka. Yang penting yakin!" Ia mengepalkan tangan kanannya dengan penuh semangat.

Dari jarak beberapa meter, si penjual hotdog mendengarkan percakapan mereka, yang meskipun tak ingin mendengar, namun suara menggelegar mereka bisa merambat hingga radius 20 meter. Penjual hot dog yang bila diamati dengan baik, berwajah mirip Zayn Malik itu tersenyum samar ke arah Rose dan Mary.

Sunday Vibe

"Hai, Bang!" Sapa Maryam dengan senyum lebar pada si penjual hotdog langganannya. Pria asal Timur Tengah itu menoleh dan segera membalas senyuman Maryam dengan hangat.

Pria penjual hotdog itu berusia hampir sama dengan Maryam dan Rosmawati. Itu menurut pengakuannya, karena kedua gadis kembar beda ayah tak seibu itu tidak pernah sekalipun memeriksa kartu identitasnya secara langsung.

Oh ... tentu saja itu tidak akan pernah mereka lakukan, karena kedua gadis itu bukanlah begal yang akan merebut paksa barang berharga milik pria bernama Mehmet, yang merupakan hasil foto copy dari si tampan Zayn Malik.

Mehmet melihat ke sebelah kanan dan kiri Maryam dengan wajah terheran-heran. Sepertinya ia tengah mencari sosok Rosmawati yang memang biasanya selalu datang berdua dengan Maryam. Akan tetapi, sore itu Rosmawati tidak tampak di sana.

"Tumben sendiri, kembaran kamu mana?" Tanya pria itu dengan logat Timur Tengahnya yang terdengar begitu kental.

"Kamu menanyakan Rose?" Pancing Maryam dengan senyum culas sambil menggoyang-goyangkan jari telunjuknya yang tertuju lurus kepada Mehmet.

Mehmet tersipu malu. Ia pun mengusap-usap keningnya. Pria itu memang menaruh perhatian lebih kepada Rosmawati sejak lama, sejak kedua gadis itu mulai berlangganan hotdognya. Maksudnya ... hotdog yang ia jual.

Rosmawati juga sebenarnya sudah menyadari hal itu sejak awal. Akan tetapi, tujuan utama dalam hidupnya bukanlah seorang penjual hotdog, melainkan CEO tampan di perusahaan tempatnya bekerja. Seorang pria yang ia panggil Mr. Blake.

Justin William Blake. Pria tampan dengan postur 183 cm. Bermata biru dengan rambut coklat yang selalu disisir rapi. Rambut yang selalu terlihat mengkilap, karena ia pasti memakai pomade yang mahal dan bermerk.

Justin adalah pria yang kalem dan tentu saja berwibawa. Ia selalu terlihat begitu mempesona dalam segala situasi, bahkan ketika ia menguap lebar berkali-kali karena kelelahan setelah seharian berada di ruang meeting.

Sore itu, Justin masih berada di ruangannya. Entah apa yang membuatnya tidak segera pulang ke penthouse mewahnya, karena saat itu ia masih terlihat asik dengan laptop di hadapannya. Ia bahkan tidak menyadari ketika Rosmawati masuk dan menyuguhkan secangkir teh hangat untuknya.

"Lemon tea, Sir," ucap Rosmawati dengan sopan. Ia pun berdiri di hadapan pria tampan itu sambil memeluk nampan stainles dengan erat di dadanya.

"Thank you," sahut Justin tanpa menoleh sedikitpun kepada gadis itu

Rasanya bagaikan melayang ketika Justin mengucapkan kata itu. Suaranya, nada bicaranya, mimik mukanya ... sungguh dia memang seorang pria idamam sepanjang zaman.

Barisan para mantan Rosmawati mah lewat. Sapto, Cahyono, Martono, dan Junaidi, seakan menguap begitu saja bagaikan angin yang berhembus dari saluran pembuangan alami, dengan aroma khas yang semerbak dan membahana. Sudah keluar, ya sudah lupakan saja. Biar orang lain yang menerima dampaknya.

Sangat berbeda dengan Mr. Blake. Dia mah paket komplit empat sehat lima sempurna. Obat jasmani dan rohani. Lahir dan bathin.

Ah ... luar biasa ....

Sesaat kemudian Justin pun mengalihkan pandangannya untuk sejenak kepada gadis dengan kulit sawo matang, yang sedari tadi berdiri sambil memperhatikan dasi yang telah dilonggarkan dengan dua kancing kemeja bagian atas yang terbuka.

Para lelembut pun mulai menari-nari di atas kepala gadis itu, berlagu riang dan membangunkan fikiran kotor Rosmawati. Ia terus memperhatikan Justin si bos, dengan senyuman penuh halusinasi.

Justin kembali mengalihkan pandangannya. Sepasang mata birunya menatap lekat kepada Rosmawati dengan diiringi senyuman kalem dari bibir tipis itu. "Belum pulang, Rose?" Tanya pria itu dengan nada seksi seperti suara si raja dangdut, yang membuat Rosmawati langsung oleng dan ingin segera bergoyang ala artis pantura.

"Rose ... nungguin Abang pulang," sahut Rosmawati genit sambil mengedipkan matanya dengan mesra. Tak lupa ia berpose menggigit ujung jari telunjuknya dengan tatapan mata sok seksi. Sebenarnya ia juga sudah tidak tahan untuk segera berpose ala Marilyn Monroe yang legendaris, namun ia tahan dulu untuk sesi berikutnya.

"Hareudang-hareudang teuing ieu teh!" Keluh Justin dengan tiba-tiba sambil mengibaskan tangannya berkali-kali di dekat wajahnya.

"Hah ... gerah ya, Bang?" Rosmawati melongo dengan kedua alis yang hampir bertemu. Dalam hati, Rosmawati terheran-heran. Baru kali ini ada bule totok bisa bicara bahasa sunda dengan begitu fasih.

"Mau Rose bukain dasinya ngga, Bang?" Rosmawati tak ingin menyia-nyiakan kesempatan emas itu. Dengan cekatan kedua tangannya segera meraih dasi pria pujaannya hatinya dan menariknya perlahan ala-ala adegan dalam sebuah film.

"Susah banget sih, Bang?" Keluh Rosmawati dengan seringai kesalnya. Semua keromantisan itu mulai sirna dengan seketika.

"Abang pasang dasinya pake apa sih? Tali rafia?" Rosmawati semakin kencang menarik dasi yang dipakai Justin dan membuat pria jangkung itu semakin membungkukan badannya dengan ekspresi wajah yang seakan tercekik.

"Aduh, apa-apaan, sih?" Tiba-tiba terdengar suara wanita yang keluar dari bibir tipis kemerahan itu.

"Abang? Kok suara abang persis perempuan? Jangan-jangan abang bukan pria ori, ya?" Tukas Rosmawati sambil terus berusaha mengurai simpul dasi sang bos pujaannya.

"Aduuh, gue jambak juga, lo!" Sahut suara itu lagi yang membuat Rosmawati semakin kuat menarik dasi itu.

Namun kini, Rosmawati merasakan sakit di kulit kepalanya. "Aduduh ... sakit, Bang! Sakit!" Pekik Rosmawati dengan suara nyaring. Rasa perih yang menjalar membuatnya membuka mata dan tersadar.

Ternyata bukan Justin yang dilihatnya kini, melainkan Maryam yang garang yang tengah menjambak rambutnya, sedangkan tangannya juga tengah berada di antara anak rambut Maryam. Gadis dengan rambut bergelombang itu meringis karena menahan sakit di kepalanya.

"Ngapain sih, Mer?" Rosmawati mendorong Maryam hingga hampir terjungkal dari ranjang.

"Elu yang ngapain narik-narik rambut gue? Mana kasur gue dibajak lagi!" Gerutu Maryam dengan kesal. Emosinya sudah sampai di ubun-ubun. Sebentar lagi ia akan segera mengeluarkan taring dan cakar ajaibnya.

"Sakit tau! Kenceng banget sih jambaknya?" Sungut Rosmawati sembari mengusap-usap kepalanya. Ia pun berdiri dan mendekap bantal, berniat hendak keluar dari kamar sahabatnya itu.

"Yee, elu duluan kali yang ngigau!" Sungut Maryam dengan mata dan bibir yang kompak menunjukan ekspresi kesal yang luar biasa.

"Makanya sebelum tidur harusnya elu tuh yah ... cuci kaki, cebok yang bersih, terus jangan lupa baca doa!" Tunjuk Maryam dengan asap yang mengepul dari pucuk kepalanya. Ia pun mengusap-usap kepalanya yang terasa sakit.

"Enak aja lu terus jambak-jambak rambut gue! Mana gue baru keramas lagi!" Maryam terus menggerutu kesal. Ia juga mulai mengumpat dengan menggunakan bahasa Jerman, bahasa kampung halamannya yang tidak dimengerti oleh Rosmawati.

"Hah! Jadi itu tadi cuma mimpi?" Rosmawati menatap kosong ke arah sahabatnya. Ia pun mengeluh pelan.

"Emang mimpi apaan sih? Kok sampai jambak-jambak rambut orang?" Tanya Maryam. Ia mulai menenangkan dirinya.

"Aku mimpi bukain dasi abang tersayang," jawab Rosmawati dengan tersipu malu seraya memilin rambutnya, membuat Maryam ingin muntah saat itu juga.

"Bos lu? Mr. Blake?" Ledek Maryam dengan tatapan sinis kepada Rosmawati yang masih senyum-senyum sendiri.

Rosmawati pun mengangguk cepat.

"Ngayal aja kerjaan lu!" Ledek Maryam lagi, "Sana balik ke kamar!" Usir Maryam dengan sebuah cibiran untuk sahabatnya itu.

"Eh ... eh ... bantal gue jangan dibawa, Ijem!" Seru Maryam lagi sambil melotot tajam dengan jari telunjuk lurus yang tertuju kepada Rosmawati yang hendak berlalu keluar dari dalam kamarnya.

"Nih!" Rosmawati melempar bantal tepat ke kepala Maryam. "Dasar pengganggu mimpi orang!" Sahutnya dengan nada mencibir.

"Ngimpi mulu! Dicariin si Memet tuh!" Sahut Maryam sebelum sahabatnya itu benar-benar keluar dari kamarnya.

"Siapa lagi itu?" Rosmawati menoleh kepada Maryam yang kini senyum-senyum sambil memeluk bantal yang tadi dilemparkan oleh dirinya, "Nggak kenal gue!" Rosmawati berlalu dan membanting pintu kamar Maryam begitu kerasnya.

Akan tetapi, tidak berselang lama pintu kembali terbuka. Rosmawati menyembulkan kepalanya sambil berkata, "Jangan lupa, besok jadwal ngamen!" Pesannya, "Ingat tujuan kita minggu ini! Nyalon dan spa!" Lanjutnya seraya menggerakan alisnya naik turun secara bersamaan.

Setelah itu, Rosmawati pun kembali menutup pintu.

Maryam mend°esah pelan, "Seandainya jadi orang kaya, ga perlu ngamen dulu untuk ke spa ...." ucapnya sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia pun menguap panjang.

Ditatanya kembali bantal itu, ia pun segera merebahkan tubuhnya. Pelan-pelan alam mimpi kembali menguasainya. Maryam pun tertidur dengan sejuta asa untuk esok pagi.

Namun baru saja ia akan kembali terlelap, tiba-tiba terdengar suara berisik dari balik tembok kamarnya. "Aduuh, ngapain lagi sih tuh si Ijem?" Gerutu Maryam dengan kesal.

Maryam pun bangkit dari ranjangnya dengan malas. Dia membuka pintu kamarnya dan menuju kamar Rosmawati yang bersebelahan dengan kamarnya untuk memastikan ada apa gerangan dengan gadis itu.

"Jangan-jangan dia kesurupan," gumam Maryam seraya membuka pintu kamar Rosmawati.

Ingat Petuah Emak!

"Heh, Ijem! Kenapa lagi, Lu?" Seru Maryam dengan tingkat kejengkelan yang sudah mencapai level lima belas. Ia melotot tajam kepada Rosmawati yang saat itu terduduk di atas tempat tidurnya dengan wajah ketakutan.

"Makanya kan, gue udah sering bilang kalau elu tuh harus berhenti nonton itu film-film horror! Banyakin dengerin acara siraman rohani tuh di utub!" Cibir Maryam dengan nada bicaranya yang terdengar sangat kejam.

"Bukan karena itu, Munaroh!" Bantah Rosmawati dengan tegas.

"Lalu?" Tanya Maryam seraya masuk ke dalam kamar sahabatnya itu. Ia pun berdiri sambil melipat kedua tangannya di dada.

"Tadi gue kan mau lanjut tidur, Mun. Tiba-tiba ada sesuatu yang merayap di pipi gue ... taunya itu kecoa ...." tutur Rosmawati membuat Maryam melonjak kaget dan segera melompat ke atas tempat tidur Rosmawati. Ia bahkan hampir saja terjatuh dan menimpa tubuh sahabatnya.

"Elu sih!" Tunjuk Maryam. "Udah gue bilangin juga kalo nyimpen cucian kotor tuh yang bener! Gue rasa kecoa tuh nyium bau kantong ajaib Lu deh, Jem!" Celetuk Maryam dengan seenaknya.

"Eeeh ... apaan sih, Lu? Enak aja!" Protes Rosmawati dengan tegas.

"Emang sih gue belum nyuci dari kapan hari itu ... besok gue pinjem kantong ajaib punya Lu, ya! Boleh ya! Sehari aja, sambil nunggu punya gue pada kering ...." rayu Rosmawati dengan sedikit memohon.

"Idih ... enak aja, Lu!" Tolak Maryam. "Elu kan udah biasa side A side B!" Ledek gadis itu akan kebiasaan buruk sahabatnya.

"Yaelah, Mun! Pelit amat, Lu!" Rosmawati tampak merajuk. "Masa gue besok harus pergi tanpa pake kantong pelindung, sih!" Gumam Rosmawati dengan setengah mengeluh.

"Derita, Lu!" Tandas Maryam seraya turun dari tempat tidur dan berlalu keluar dari kamar sahabatnya.

................

Pukul enam pagi, matahari telah bersinar dengan terang. Rasanya sangat menyenangkan bisa menikmati hari-hari di negara dengan empat musim. Padahal kalau difikir-fikir ... Indonesia memiliki jumlah musim yang jauh lebih banyak. Musim panas, musim hujan, musim buah, buah hajatan, musim kawinan, bahkan terkadang jenis kelamin bayi pun menjadi musiman.

"Sekarang tuh lagi musim yang lahiran anak laki-laki," ucap Mak Odah, Ibunda Maryam sambil mengaduk nasi di dalam dulang kayu. Sementara Maryam sibuk meletakan wajahnya di atas kepulan asap dari nasi tersebut. Konon katanya itu bisa menghilangkan jerawat. Sauna yang sangat ekonomis sekali. Itulah segelintir kenangan manis antara Maryam dan emak tercinta.

Maryam merupakan anak bungsu dari tiga bersaudara. Dia adalah anak perempuan satu-satunya dari pasangan ibu Saodah binti Rasjan dengan bapak Jaka bin Asnawi.

Kedua kakak Maryam sudah berkeluarga. Mereka juga sudah memiliki pekerjaan masing-masing. Kakak pertamanya, bekerja sebagai tenaga pengajar di sebuah pondok pesantren. Sedangkan kakak keduanya adalah seorang montir di sebuah bengkel kecil miliknya sendiri.

Orang tua Maryam, adalah seorang juragan padi di kampungnya. Mereka kerap mengirim uang biaya hidup gadis manis itu, bahkan jika bisa mereka sering kali ingin mengirim beras dan hasil pertanian lainnya.

"Di Inggris ada singkong sama pisang kepok ngga? Nanti emak kirimin keripiknya saja ya, neng!" Ujar mak Odah ketika ada kesempatan untuk berbincang dengan putri bungsunya via sambungan telepon.

"Aduh, mak ngga usah lah! Jangan repot-repot!" Tolak Maryam dengan halus, "Emak kirim uang aja!" Ujung-ujungnya.

"Ya sudah atuh, neng! Engke heulanya, emak ngajual heula pare," sahut mak Odah. Semuanya rela ia berikan demi putri kesayangannya itu.

(Nanti dulu, emak mau jual padi dulu)

"Muhun, mak sawios. Neneng ge di sini apanan udah dapat pekerjaan, mak!" Sahut Maryam dengan rasa tidak enak, padahal dalam hati ia berharap.

(Iya, mak ngga apa-apa. Neneng juga di sini kan sudah dapat pekerjaan)

"Nya sok atuh, neng! Sing sehatnya, cu! Kade solat, ulah loba paningkah! Ke mulang meukeul bule ka lemburnya!" Pesan mak Odah diakhiri dengan tawa ala wanita senior.

(Ya sudah, neng. Semoga sehat! Jangan lupa shalat, jangan banyak tingkah! Kalo pulang nanti bawa bule ke kampung)

"Siap, mak! Neng bakal ajak aa Jamie ke sana," sahut Maryam. "Sudah dulu ya, mak. Neng masih ada kerjaan hari ini. Sehat-sehat di lembur, ya! Assalamualaikum ...." Maryam pun mengakhiri acara video call nya dengan ibunda tercinta yang sudah beberapa tahun ini ia tinggalkan.

Rasa rindu pun terkadang datang mengusiknya. Akan tetapi, Maryam selalu menghalau itu semua apalagi dengan adanya kebersamaan antara dirinya dan Rosmawati.

Gadis berambut lurus itupun hari itu tengah menghubungi keluarganya di kampung halamannya di Mojokerto.

Rosmawati adalah anak kedua dari tujuh bersaudara. Karena itu, orang tuanya tidak merasa kehilangan meskipun ia telah lama pergi meninggalkan rumah dan kampung halamannya. Gadis itu bisa kuliah di negeri ratu Elizabeth lewat jalur beasiswa. Ia memang memiliki kepintaran di atas rata-rata.

Terlahir dari pasangan ibu Katemi dengan bapak Rozi, yang merupakan seorang penjual sayuran di pasar. Rosmawati adalah gadis yang mandiri.

"Mak, riyoyo mben aku ga iso mulih. Sik ga nduwe sangu," ucap Rosmawati dengan logat Jawa Timurnya yang kental.

(Mak, lebaran nanti aku nggak bisa pulang. Masih belum punya uang saku)

"Iyo, wes. Gak po-po. Malah mak rodo lego lek awakmu ga mulih. Berasku ga bolak-balik entek," sahut mak Katemi santai. Terlihat di layar ponsel, beliau sedang asyik mencabuti bulu ayam.

(Iya, nggak apa-apa. Malah mak rada lega kamu nggak pulang. Beras mak nggak bolak-balik habis)

"Sampeyan lapo se mak?" Tanya Rosmawati. Ia tampak kangen tapi sang ibu sepertinya lebih senang pada ayam yang semakin gundul itu.

(Mak ngapain?)

"Mari mbeleh pitik. Mene acara mitoni ponakanmu," sahut bu Katemi. Sesekali ia menggosok hidungnya dengan punggung tangannya.

(Abis potong ayam. Besok acara nujuh bulanan ponakan kamu)

"Oalah, yo wes mak! Aku tak kerjo sek! Golek duwik sing akeh ben ndang sugih! Ben tonggo-tonggo podo iri. Oke mak, see you and love you so much!" Rosmawati membuat gerakan cium jauh.

(Oalah, ya sudah mak! Aku mau kerja dulu! Cari duit yang banyak biar cepet kaya! Biar tetangga pada iri!)

"Iyo, ati-ati yo, nduk! Iling-ilingen pitutur e Mak! Lek nggawe klambi sing genah. Ojok dibukai kabeh koyok cendelo! Wes yo, sing ati-ati! Adoh teko wong tuwo! Love you too so much, my lovely daughter. Mmuuaah!"

(Iya, hati-hati ya, nduk! Ingat-ingat pesan Mak! Kalau pakai baju, jangan buka-bukaan kayak jendela! Sudah, ya, hati-hati! Jauh dari orang tua)

Rosmawati tertawa geli mendengarnya dan segera mengakhiri panggilan telepon sebelum Maryam kesetanan.

Hari ini adalah jadwal mereka manggung. Tiap kali mereka membutuhkan tambahan uang, mereka selalu mengamen. Maryam dan Rosmawati sepertinya berbakat di bidang seni. Rosmawati memiliki suara yang cukup merdu, sedangkan Maryam begitu ahli memetik gitar.

"Udah siap?" Rosmawati keluar dari kamar dan melihat Maryam sudah menunggu di sofa sambil menyetel nada gitarnya.

Maryam memandang ke arahnya dan terbelalak,

"Waduh, Ijem! Kita mau ngamen, bukan qosidahan!" Gadis itu melayangkan protes keras melihat gaya berpakaian Rosmawati yang 'nggak banget'.

Sepasang kebaya warna coklat dan bawahan batik dengan corak senada, ditambah kerudung pasmina yang dililitkan di kepala yang masih memperlihatkan jambulnya. Entah dari mana Rosmawati mendapatkan kostum itu.

"Kata mak, aku nggak boleh buka-bukaan!" sahut Rosmawati cuek sembari mencari-cari sneakersnya.

"Nggak boleh sih nggak boleh, tapi jangan kayak gitu juga kali! Cepetan ganti atau acara manggung kita batal!" Ancam Maryam. Lagi, ia dibuat kesal oleh gadis itu.

"Ck ... ck ... ck ...." Rosmawati berdecak sebal dan kembali masuk ke kamar. Beberapa menit kemudian dia keluar dan sudah mengganti pakaiannya dengan kaos putih dan jaket jeans dipadu dengan celana bahan berwarna hitam. Tak lupa, kacamata hitam ia tenggerkan di atas kepala.

"Nah, gitu doong, jadi keliatan mudaan dikit!" Celetuk Maryam seenaknya. "Yuk!" Ajaknya seraya bangkit dari duduknya.

Kedua gadis antik itu (bukan typo, jangan cari kemana C nya) keluar dari flat sederhana mereka dan berjalan penuh percaya diri menuju Covent Garden, kawasan yang biasa digunakan oleh seniman jalanan seperti mereka untuk unjuk bakat.

Maryam membuka tas gitar dan mengeluarkan benda keramat kesayangannya, sebuah gitar akustik yang ia beli dari gaji pertamanya.

Sementara, Rosmawati sibuk melakukan check sound dan pemanasan sebelum menyanyikan lagu.

"Enaknya bawain lagu apa nih, Mun?" Bisik Rosmawati.

"Sekarepmu lah, Jem! Aku ikut aja," sahut Maryam tanpa menoleh.

"Okay. Lagu favoritku ...." ucap Rosmawati seraya bersiap untuk mulai nembang.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!